Case Report Bronkopneumonia
Case Report Bronkopneumonia
Case Report Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
Disusun oleh :
Puti Aisha
1361050083
Pembimbing :
Jakarta
2018
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
• MR No. : 00.03.10.90
• Nama : An. R
• Umur : 3 tahun 5 bulan
• Jenis kelamin : laki-laki
• Agama : islam
• Alamat : Cawang 3, RT 002/RW 003 Jakarta Timur
III. Anamnesa
Keluhan Utama :
Batuk
Keluhan tambahan :
Pilek dan sesak napas
Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke puskesmas menteng. Sakit selama hamil (-),
demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit dan anyang-anyangan (-
), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah sakit
Ditolong oleh : dokter
Masa gestasi : kurang bulan
Berat lahir : 2000 gram
Panjang lahir : 45 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)
Kelainan bawaan :
(-)
Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18 bulan
BCG √
DPT √ √ √
Polio √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √ √
• Tengkurap : 4 bulan
• Duduk : 5 bulan
• Berdiri : 10 bulan
• Berjalan : 14 bulan
• Berbicara : 14 bulan
• Membaca/menulis : -
Riwayat makanan :
0 - 2 bulan : ASI Ekskulsif tiap 2-3 jam sekali, selama 10-15 menit, hisapan kuat, di
payudara kanan dan kiri bergantian
2 - 6 bulan : ASI tiap 5 jam sekali, selama 5-10 menit, hisapan kuat, payudara kanan
dan kiri. Susu kedelai 5 botol (120 cc)/hari, habis 5x/hari
6 - 12 bulan : Susu kedelai 5 botol (120 cc)/hari, habis dalam 3x/hari, nasi tim berisi
wortel : 2x/hari ukuran piring anak
12 bulan – sekarang : susu kedelai 3 botol (120 cc) dalam sehari sebanyak 3x, nasi
dengan sayur + daging/ayam/ikan 3x/hari ukuran piring anak
Data Perumahan
Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah tembok,
kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih dari sumur. Terdapat jamban keluarga.
Limbah buangan ke saluran atau selokan yang ada. Keadaan lingkungan jarak antara rumah
berdekatan, cukup padat. Penyinaran matahari, pertukaran udara dan kebersihan rumah
kurang. Terdapat penerangan listrik.
Toraks
Pemeriksaan Naurologis
Nervus Cranialis
I : Penciuman baik
II : Visus kasar baik
III : Refleks cahaya langsung +/+
IV : Refleks cahaya tidak langsung +/+
V : Rasa raba simetris kanan dan kiri
VI : Normal ke segala arah
VII : Wajah simeris
VIII : Nistagmus (-), pendengaran baik
IX : Disfonia (-), disfagia (-)
X : Tidak dilakukan
XI : Menoleh dan angkat bahu normal
XII : Tremor (-), fasikulasi (-), deviasi (-)
Pemeriksaan Refleks
Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR ++/++, refleks APR ++/++
Refleks patologis
Babinski -/-, chaddock -/-, gordon-/-, schaffer -/-, oppeinheim -/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-
Refleks meningen
Kaku kuduk (-), kernig (-), laseque (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-)
V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli Anak RSU UKI dengan keluhan batuk
sejak 2 minggu yang lalu. Batuk dirasakan sangat sakit dan mengganggu tidur pasien, batuk yang
terjadi adalah batuk kering. Batuk yang dirasakan terus-menerus tanpa henti. Sebelum terjadinya
batuk, menurut ibu pasien anaknya sempat demam dan pilek. Saat malam hari dan adanya batuk,
pasien selalu merasakan sakit pada dadanya, terkadang ada sesak napas juga. Sebelumnya pasien
sudah pernah mengalami keluhan yang sama pada umur 1 tahun, sudah berobat ke RS UKI dan
sudah menjalani pengobatan selama 6 bulan sampai tuntas dan dikatakan sembuh oleh dokter.
VIII. Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : Lunak
• IVFD : RL 10 tetes per menit (makro)
• MM : Ceftriaxone 2 x 600 mg (iv)
- Kenacort 2 ½ tab
- Mucopeck 2 ½ tab 3 x 1 pulv (po)
- Ryvell 10 mg 1 tab
- Teophylin 25 mg
- Salbutamol 0,2 mg 3 x 1 pulv (po)
- Nymiko 3 x 1 ml (po)
- Sanmol syr 3 x 1 cth (po)
- Ventolin 1 cc
- Pulmicort 1 cc 2 x 1 inhalasi
- Nacl 2 cc
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Foto Thoraks
Tes Mantoux
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Keluhan Status Diagnosa Terapi
22/05/2018 Batuk KU : Tampak sakit Bronkopneumo Diet: Lunak
kering sedang ni
PH : 1 IVFD : RL 10 tpm (makro)
masih ada
Kes : Composmentis
PP : 15 namun mm/
sudah TD : 90/70 mmHg
- Ceftriaxone 2 x 600 mg (iv)
berkurang, Nadi : 84 x/menit
nafsu - Kenacort 2 ½ tab
makan RR : 28x/menit
- Mucopeck 2 ½ tab 3 x 1 pulv
baik, mual Suhu: 36,7ºC
(-), muntah - Ryvell 10 mg 1 tab
(-). BAB Kepala : Normocephali
dan BAK - Teophylin 25 mg
Mata : Cekung -/-,
tidak ada skela ikterik -/-, - Salbutamol 0,2 mg 3 x 1 pulv
keluhan konjungtiva anemis -/-,
- Nymiko 3 x 1 ml
pupil isokor
- Sanmol syr 3 x 1 cth
Telinga : Liang telinga
lapang, sekret -/-, - Ventolin 1 cc
serumen -/-
- Pulmicort 1 cc 2 x 1 inhalasi
Hidung : cavum nasi
- Nacl 2 cc
lapang, sekret -/-,
deviasi septum (-)
Thoraks :
I : pergerakan dinding
dada simetris, retraksi
sela iga (-)
P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND vesikuler,
ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 4x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT 0,98”,
edema (-)
23/05/2018 Batuk KU : Tampak sakit Bronkopneumo Diet: Lunak 1000 kkal
kering (-), sedang nia
PH : 2 IVFD : RL 10 tpm (makro)
demam (-),
Kes : Composmentis
PP : 16 pilek (-), mm/
napsu TD : 100/70 mmHg
makan - Ceftriaxone 2 x 600 mg (iv)
baik, Nadi : 84x/menit
- Kenacort 2 ½ tab
mual(-), RR : 24x/menit
BAB dan - Mucopeck 2 ½ tab 3 x 1 pulv
BAK tidak Suhu: 36,6ºC
ada - Ryvell 10 mg 1 tab
Kepala : Normocephali
keluhan - Teophylin 25 mg
Mata : Cekung -/-,
skela ikterik -/-, - Salbutamol 0,2 mg 3 x 1 pulv
konjungtiva anemis -/-,
- Nymiko 3 x 1 ml
pupil isokor
- Sanmol syr 3 x 1 cth
Telinga : Liang telinga
lapang, sekret +/+, - Ventolin 1 cc
serumen -/-
- Pulmicort 1 cc 2 x 1 inhalasi
Hidung : cavum nasi
- Nacl 2 cc
lapang, sekret -/-,
deviasi septum (-)
Thoraks :
I : pergerakan dinding
dada simetris, retraksi
sela iga (-)
P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND vesikuler,
ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 4x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT 0,96”,
edema (-)
TINJAUAN PUSTAKA
Bronkopneumonia
DEFINISI
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011)
ETIOLOGI
Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama di sebabkan oleh virus, di samping bakteri,
atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk melakukan penelitian pada pneumonia anak dan
menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30% dan bakteri saja
22%.2,3
PATOFISIOLOGI
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan
faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks
batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag
alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011):
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui
inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas
bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan
sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara
patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et al., 2011):
Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula4
MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.2
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pad bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasif,
etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.2,3
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.3
DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan
kelainan.
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan sebagai berikut; darah perifer lengkap, C-
Reactive Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis, pemeriksaan rontgen toraks.
Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering di temukan pada keadaan bakteremi dan risiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi.
C-Reactive Protein (CRP) adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1 dan TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui,
namun CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat
dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau
antiDnase B. pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis specimen
dapat berasal dari usap tenggorokan, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru.
Pemeriksaan rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang di rawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak sudah
ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat
sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen
toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut. Secara
umum gambaran toraks terdiri dari:
TATALAKSANA
Sebagian besar pneumonia pada ank tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat-ringanya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.4
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inapadalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjaedi
harus dipantau dan diatasi.4
a. Penatalaksaan Umum
1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.
1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
• Pneumonia Berat
• Bila ada sesak napas
• Harus dirawat dan diberikan antibiotik
• Pneumonia
• Bila tidak ada sesak napas
• Ada napas cepat dengan laju napas :
• > 50 x/mnt untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
• > 40 x/mnt untuk anal >1-5 tahun
• Tidak perlu dirawat, berikan antibiotik oral
• Bukan pneumonia
• Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
• Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas
• Pneumonia
• Bila ada naps cepat ( > 60 x/mnt) atau sesak napas
• Harus di rawat dan di berikan antibiotik
• Bukan pneumonia
• Tidak ada napas cepat atau sesak napas
• Tidak perlu dirwat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
WHO dan UNICEF bekerjasama mengembangkan suatu aksi yang dikenal dengan
Global Action Plan for the Treatment and Control of Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD)
dengan tujuan untuk mencegah kematian yang disebabkan Pneumonia dan juga Diare.
GAPPD menuntun pemerintah untuk mengembangkan usaha pencegahan, pengobatan dan
pertahanan terhadap pneumonia dan diare di lingkup anak-anak.5,6
Untuk mencapai usaha pengobatan pneumonia pada anak yang lebih efektif,
pedoman pengobatan dan klasifikasi pneumonia pada anak yang di buat oleh WHO telah di revisi
pada tahun 2014. WHO mengklasifikasi 2 kategori baru,yaitu6 :
Pneumonia diobati dengan amoksilin oral dan edukasi untuk perawatan di rumah
Pneumonia berat memerlukan antibiotik suntik
PEMBAHASAN DISKUSI
b. Pemeriksaan fisik
Ditemukan rhonki di basal kedua paru
c. Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis ( 12,3 10³/µL )
Menururt IDAI, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori,serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat
adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut:
takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah. Namun pada kasus
ini hanya ditemukan demam, sesak napas, dan rhonki pada gejala dan pemeriksaan fisik yang
merupaka klinis bronkopneumonia.
Pemeriksaan rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang di rawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Pada kasus ini pasien telah
melakukan foto thoraks dan masih terdapat infiltrat minimal dengan kesan bronkopneumonia.
Untuk terapi mengikuti ketentuan dari WHO yang mengeluarkan pedoman baru, dimana
antibiotik lini pertama bagi anak dengan pneumonia adalah amoksisilin karena keuntungannya
yang lebih efektif disbanding antibiotic lain dalam mengatasi infeksi paru pada bronkopneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Wilson LM. Pathophysiology: clinical concepts of disease processes. Edisi ke-
4. Jakarta: EGC; 1994.
2. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes;
2009.
3. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2015.
4. Kliegman RM, Stanton BMD, St. Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson buku
ajar ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.
5. Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet].USA: Medscape LLC.;
2014[Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/967822-
medication.
6. UNICEF. The challenge: pneumonia is the leading killer of children [internet]. New
York: UNICEF; 2014 [disitasi 2014 Sep 17].Tersedia dari:
http://www.childinfo.org/pneumonia.html