Case Report Bronkopneumonia

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

CASE REPORT

Bronkopneumonia

Disusun oleh :

Puti Aisha

1361050083

Pembimbing :

dr. Ida Bagus Eka Utama, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia

Universitas Kristen Indonesia

Jakarta

2018
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
• MR No. : 00.03.10.90
• Nama : An. R
• Umur : 3 tahun 5 bulan
• Jenis kelamin : laki-laki
• Agama : islam
• Alamat : Cawang 3, RT 002/RW 003 Jakarta Timur

II. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. C Ny. D
Umur 41 thn 41 thn
Pekerjaan Buruh Ibu Rumah Tangga
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1
Hubungan dengan orang tua : anak kandung

III. Anamnesa

Keluhan Utama :
Batuk

Keluhan tambahan :
Pilek dan sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli Anak RSU UKI dengan keluhan
batuk sejak 2 minggu yang lalu. Batuk kering dirasakan sangat sakit dan mengganggu tidur
pasien. Batuk yang dirasakan terus-menerus tanpa henti. Sebelum terjadinya batuk,
menurut ibu pasien anaknya sempat demam dan pilek.
Demam dirasakan hilang timbul, demam pernah mencapai 39° C tanpa disertai
kejang. Untuk pileknya saat ini masih dirasakan, hingga hidung tersumbat. Pasien sudah
meminum obat dari puskesmas dan demamnya sudah hilang, tetapi batuk pileknya belum
menghilang. Saat malam hari dan adanya batuk, pasien selalu merasakan sakit pada
dadanya, terkadang ada sesak napas juga. Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami
keluhan yang sama pada umur 1 tahun, sudah berobat ke RS UKI dan sudah menjalani
pengobatan selama 6 bulan sampai tuntas dan dikatakan sembuh oleh dokter. Di keluarga
dan disekitar lingkungan rumah pasien tidak ada yang mempunyai keluhan serupa dengan
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya..
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi Susu sapi (dari Difteri - Peny. Jantung -
lahir – sekarang)
Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -
Demam 2 tahun Kejang - Peny. Darah -
berdarah demam
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis 1 tahun
Parotitis - Operasi - Asma -

Riwayat Penyakit Keluarga


Dikeluarga tidak ada yang mengeluhkan hal serupa

Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke puskesmas menteng. Sakit selama hamil (-),
demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit dan anyang-anyangan (-
), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah sakit
Ditolong oleh : dokter
Masa gestasi : kurang bulan
Berat lahir : 2000 gram
Panjang lahir : 45 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)

Kelainan bawaan :
(-)

Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18 bulan
BCG √
DPT √ √ √
Polio √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √ √

Riwayat tumbuh kembang:


• Pertumbuhan gigi pertama : 12 bulan
• Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
• Psikomotor :

• Tengkurap : 4 bulan
• Duduk : 5 bulan
• Berdiri : 10 bulan
• Berjalan : 14 bulan
• Berbicara : 14 bulan
• Membaca/menulis : -

Riwayat makanan :

 0 - 2 bulan : ASI Ekskulsif tiap 2-3 jam sekali, selama 10-15 menit, hisapan kuat, di
payudara kanan dan kiri bergantian
 2 - 6 bulan : ASI tiap 5 jam sekali, selama 5-10 menit, hisapan kuat, payudara kanan
dan kiri. Susu kedelai 5 botol (120 cc)/hari, habis 5x/hari
 6 - 12 bulan : Susu kedelai 5 botol (120 cc)/hari, habis dalam 3x/hari, nasi tim berisi
wortel : 2x/hari ukuran piring anak
 12 bulan – sekarang : susu kedelai 3 botol (120 cc) dalam sehari sebanyak 3x, nasi
dengan sayur + daging/ayam/ikan 3x/hari ukuran piring anak

Kesimpulan : kualitas dan kuantitas makanan cukup sesuai usia.

Data Perumahan
Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah tembok,
kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih dari sumur. Terdapat jamban keluarga.
Limbah buangan ke saluran atau selokan yang ada. Keadaan lingkungan jarak antara rumah
berdekatan, cukup padat. Penyinaran matahari, pertukaran udara dan kebersihan rumah
kurang. Terdapat penerangan listrik.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : 21 Mei 2018
Pukul : 14.00 WIB

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : kompos mentis
 Frekwensi Nadi : 86 x/menit (reguler,kuat angkat,isi cukup)
 Frekwensi Pernafasan : 25 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 36,7 °C
 Data Antropoemetri
√ Berat Badan : 10 kg
√ Tinggi Badan : 84 cm
• Kepala : Normocephali (lingkar kepala 45,5 cm)
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat,
sklera tidak ikterik, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Lapang, sekret +/+, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak kotor
• Tonsil : T1 – T1, tenang : tenang, tidak hiperemis
• Faring : tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks

• Dinding thoraks : Diameter laterolateral > anteroposterior

• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris


Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
• Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki +/+, Wheezing -/-
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat, limpa
dan hepar tidak teraba membesar
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-), Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

Pemeriksaan Naurologis
Nervus Cranialis
 I : Penciuman baik
 II : Visus kasar baik
 III : Refleks cahaya langsung +/+
 IV : Refleks cahaya tidak langsung +/+
 V : Rasa raba simetris kanan dan kiri
 VI : Normal ke segala arah
 VII : Wajah simeris
 VIII : Nistagmus (-), pendengaran baik
 IX : Disfonia (-), disfagia (-)
 X : Tidak dilakukan
 XI : Menoleh dan angkat bahu normal
 XII : Tremor (-), fasikulasi (-), deviasi (-)

Pemeriksaan Refleks

Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR ++/++, refleks APR ++/++

Refleks patologis
Babinski -/-, chaddock -/-, gordon-/-, schaffer -/-, oppeinheim -/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-

Refleks meningen

Kaku kuduk (-), kernig (-), laseque (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 21 Mei 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil
 Laju Endap Darah  11 mm/jam
 Hemoglobin  12,9 g/dL
 Leukosit  12.300/µL
 Eritrosit  4,91 10^6/µL
 Hematokrit  39,9 %
 Basofil  0%
 Eosinofil  6%
 Neutrofil Batang  4%
 Neutrofil Segmen  30 %
 Limfosit  58 %
 Monosit  2%
 Trombosit  597.000/µL
 MCV  81,2 fL
 MCH  26,3 pg
 MCHC  32,4 g/dL
 SGOT  19 U/L
 SGPT  14 U/L

V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli Anak RSU UKI dengan keluhan batuk
sejak 2 minggu yang lalu. Batuk dirasakan sangat sakit dan mengganggu tidur pasien, batuk yang
terjadi adalah batuk kering. Batuk yang dirasakan terus-menerus tanpa henti. Sebelum terjadinya
batuk, menurut ibu pasien anaknya sempat demam dan pilek. Saat malam hari dan adanya batuk,
pasien selalu merasakan sakit pada dadanya, terkadang ada sesak napas juga. Sebelumnya pasien
sudah pernah mengalami keluhan yang sama pada umur 1 tahun, sudah berobat ke RS UKI dan
sudah menjalani pengobatan selama 6 bulan sampai tuntas dan dikatakan sembuh oleh dokter.

VI. Diagnosa Kerja


• Bronkopneumonia

VII. Diagnosa Banding


• Tb relaps
• Pertusis
• Bronkiektasis

VIII. Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : Lunak
• IVFD : RL 10 tetes per menit (makro)
• MM : Ceftriaxone 2 x 600 mg (iv)

- Kenacort 2 ½ tab
- Mucopeck 2 ½ tab 3 x 1 pulv (po)
- Ryvell 10 mg 1 tab
- Teophylin 25 mg
- Salbutamol 0,2 mg 3 x 1 pulv (po)
- Nymiko 3 x 1 ml (po)
- Sanmol syr 3 x 1 cth (po)
- Ventolin 1 cc
- Pulmicort 1 cc 2 x 1 inhalasi
- Nacl 2 cc
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

 Foto Thoraks

 Tes Mantoux

X. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia ad bonam
 Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Keluhan Status Diagnosa Terapi
22/05/2018 Batuk KU : Tampak sakit Bronkopneumo Diet: Lunak
kering sedang ni
PH : 1 IVFD : RL 10 tpm (makro)
masih ada
Kes : Composmentis
PP : 15 namun mm/
sudah TD : 90/70 mmHg
- Ceftriaxone 2 x 600 mg (iv)
berkurang, Nadi : 84 x/menit
nafsu - Kenacort 2 ½ tab
makan RR : 28x/menit
- Mucopeck 2 ½ tab 3 x 1 pulv
baik, mual Suhu: 36,7ºC
(-), muntah - Ryvell 10 mg 1 tab
(-). BAB Kepala : Normocephali
dan BAK - Teophylin 25 mg
Mata : Cekung -/-,
tidak ada skela ikterik -/-, - Salbutamol 0,2 mg 3 x 1 pulv
keluhan konjungtiva anemis -/-,
- Nymiko 3 x 1 ml
pupil isokor
- Sanmol syr 3 x 1 cth
Telinga : Liang telinga
lapang, sekret -/-, - Ventolin 1 cc
serumen -/-
- Pulmicort 1 cc 2 x 1 inhalasi
Hidung : cavum nasi
- Nacl 2 cc
lapang, sekret -/-,
deviasi septum (-)
Thoraks :
I : pergerakan dinding
dada simetris, retraksi
sela iga (-)
P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND vesikuler,
ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 4x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT 0,98”,
edema (-)
23/05/2018 Batuk KU : Tampak sakit Bronkopneumo Diet: Lunak 1000 kkal
kering (-), sedang nia
PH : 2 IVFD : RL 10 tpm (makro)
demam (-),
Kes : Composmentis
PP : 16 pilek (-), mm/
napsu TD : 100/70 mmHg
makan - Ceftriaxone 2 x 600 mg (iv)
baik, Nadi : 84x/menit
- Kenacort 2 ½ tab
mual(-), RR : 24x/menit
BAB dan - Mucopeck 2 ½ tab 3 x 1 pulv
BAK tidak Suhu: 36,6ºC
ada - Ryvell 10 mg 1 tab
Kepala : Normocephali
keluhan - Teophylin 25 mg
Mata : Cekung -/-,
skela ikterik -/-, - Salbutamol 0,2 mg 3 x 1 pulv
konjungtiva anemis -/-,
- Nymiko 3 x 1 ml
pupil isokor
- Sanmol syr 3 x 1 cth
Telinga : Liang telinga
lapang, sekret +/+, - Ventolin 1 cc
serumen -/-
- Pulmicort 1 cc 2 x 1 inhalasi
Hidung : cavum nasi
- Nacl 2 cc
lapang, sekret -/-,
deviasi septum (-)
Thoraks :
I : pergerakan dinding
dada simetris, retraksi
sela iga (-)
P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND vesikuler,
ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 4x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT 0,96”,
edema (-)
TINJAUAN PUSTAKA

Bronkopneumonia

DEFINISI

Bronkhopneumonia adalah peradangan paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.


Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksuda mukopurulen membentuk bercak- bercak
konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti
infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul
sebagai infeksi primer1.

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011)

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris, Pneumonia interstitiali,


Bronkopneumonia.
2. Berdasarkan asal infeksi yaitu Pneumonia yang didapat dari masyarakat
(community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit
(hospital-based pneumonia).
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri, Pneumonia virus, Pneumonia
mikoplasma dan Pneumonia jamur.

ETIOLOGI

Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama di sebabkan oleh virus, di samping bakteri,
atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk melakukan penelitian pada pneumonia anak dan
menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30% dan bakteri saja
22%.2,3

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalahStreptokokus group B, Respiratory


Sincytial Virus (RSV). Pada bayi: Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus. Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu
virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Organisme atipikal: Mycoplasma
pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi. Pada anak besar – dewasa
muda, Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis. Bakteri: Pneumokokus,
Bordetella pertusis, M. tuberculosis.3

PATOFISIOLOGI

Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan
faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks
batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag
alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011):

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui
inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas
bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan
sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara
patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et al., 2011):

a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula4

MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.2

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pad bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasif,
etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.2,3

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.3

DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupakan


dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak
umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam,
sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.3

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan
kelainan.

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan sebagai berikut; darah perifer lengkap, C-
Reactive Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis, pemeriksaan rontgen toraks.
Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering di temukan pada keadaan bakteremi dan risiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi.

C-Reactive Protein (CRP) adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1 dan TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui,
namun CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.

Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat
dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau
antiDnase B. pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis specimen
dapat berasal dari usap tenggorokan, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru.

Pemeriksaan rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang di rawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak sudah
ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat
sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen
toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut. Secara
umum gambaran toraks terdiri dari:

 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial


cuffing , dan hiperaerasi
 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram .konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris, atau terlihat sebgai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi
tumor paru,dikenal sebagai round pneumonia.
 Bronkopneumonia,ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.3

TATALAKSANA

Sebagian besar pneumonia pada ank tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat-ringanya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.4

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inapadalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjaedi
harus dipantau dan diatasi.4

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam,


yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011) :

a. Penatalaksaan Umum

1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.

2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.


b. Penatalaksanaan Khusus

1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.

2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung

3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.


Pneumonia ringan, amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

• Pneumonia Berat
• Bila ada sesak napas
• Harus dirawat dan diberikan antibiotik
• Pneumonia
• Bila tidak ada sesak napas
• Ada napas cepat dengan laju napas :
• > 50 x/mnt untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
• > 40 x/mnt untuk anal >1-5 tahun
• Tidak perlu dirawat, berikan antibiotik oral
• Bukan pneumonia
• Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
• Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas

Bayi berusia di bawah 2 bulan

• Pneumonia
• Bila ada naps cepat ( > 60 x/mnt) atau sesak napas
• Harus di rawat dan di berikan antibiotik
• Bukan pneumonia
• Tidak ada napas cepat atau sesak napas
• Tidak perlu dirwat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

WHO dan UNICEF bekerjasama mengembangkan suatu aksi yang dikenal dengan
Global Action Plan for the Treatment and Control of Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD)
dengan tujuan untuk mencegah kematian yang disebabkan Pneumonia dan juga Diare.
GAPPD menuntun pemerintah untuk mengembangkan usaha pencegahan, pengobatan dan
pertahanan terhadap pneumonia dan diare di lingkup anak-anak.5,6

Untuk mencapai usaha pengobatan pneumonia pada anak yang lebih efektif,
pedoman pengobatan dan klasifikasi pneumonia pada anak yang di buat oleh WHO telah di revisi
pada tahun 2014. WHO mengklasifikasi 2 kategori baru,yaitu6 :

 Pneumonia diobati dengan amoksilin oral dan edukasi untuk perawatan di rumah
 Pneumonia berat memerlukan antibiotik suntik

Tujuan pengubahan klasifikasi dibanding sebelumnya adalah untuk


menyederhanakan pengobatan pada pasien rawat jalan, mengurangi jumlah obat yang diminum
selama rawat inap, mendapatkan keuntungan yang lebih baik dari pengobatan. Oral amoksilin juga
menggantikan kotrimoksazol sebagai lini pertama bagi pengobatan pneumonia. Untuk anak usia 2
– 59 bulan yang di diagnosa dengan pneumonia dan terdapat klinis napas cepat dan retraksi dada,
amoksilin oral adalah lini pertama basis pengobatan rawat jalan. Oral amoksilin lebih efektif untuk
menangani napas cepat dan retraksi dada pada pneumonia.5,6
ANALISIS KASUS

PEMBAHASAN DISKUSI

Diagnosis bronkopneumonia pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- Batuk sejak 2 minggu yang lalu.
- Demam dirasakan hilang timbul
- Saat malam hari dan adanya batuk, pasien selalu merasakan sakit pada dadanya,
terkadang ada sesak napas juga.

b. Pemeriksaan fisik
Ditemukan rhonki di basal kedua paru
c. Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis ( 12,3 10³/µL )

Menururt IDAI, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori,serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat
adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut:
takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah. Namun pada kasus
ini hanya ditemukan demam, sesak napas, dan rhonki pada gejala dan pemeriksaan fisik yang
merupaka klinis bronkopneumonia.

Pemeriksaan rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang di rawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Pada kasus ini pasien telah
melakukan foto thoraks dan masih terdapat infiltrat minimal dengan kesan bronkopneumonia.

Untuk terapi mengikuti ketentuan dari WHO yang mengeluarkan pedoman baru, dimana
antibiotik lini pertama bagi anak dengan pneumonia adalah amoksisilin karena keuntungannya
yang lebih efektif disbanding antibiotic lain dalam mengatasi infeksi paru pada bronkopneumonia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Pathophysiology: clinical concepts of disease processes. Edisi ke-
4. Jakarta: EGC; 1994.
2. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes;
2009.
3. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2015.
4. Kliegman RM, Stanton BMD, St. Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson buku
ajar ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.
5. Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet].USA: Medscape LLC.;
2014[Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.com/article/967822-
medication.
6. UNICEF. The challenge: pneumonia is the leading killer of children [internet]. New
York: UNICEF; 2014 [disitasi 2014 Sep 17].Tersedia dari:
http://www.childinfo.org/pneumonia.html

You might also like