Bab Ii Tinjauan Pustaka 2.1 HEC-RAS

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HEC-RAS
Aplikasi HEC-RAS, yaitu aplikasi yang diberikan secara freeware oleh
Hydrologic Engineering Center Us Army. Aplikasi HEC-RAS ini menitik beratkan
pada analisa Hidraulika pada sebuah Sungai / River Analysis Sistem, lain halnya
dengan aplikasi serupa yang di keluarkan yaitu HEC-HMS yang menitik beratkan
kepada analisa Hidrologinya.
Analisis yang dilakukan oleh HEC-RAS adalah analisis Aliran Steady,
Unsteady dan Sediment Transport. Aliran Steady adalah sebuah aliran dimana
jumlah cairan yang mengalir per detik melalui bagian apapun, adalah konstan. Aliran
Steady pun di bagi menjadi 2, yaitu Uniform Flow dan Non Uniform Flow.
Sedangkan UnSteady Flow adalah sebuah aliran di mana jumlah cairan yang
mengalir per detik melalui bagian apapun adalah tidak konstan.
Simulasi aliran di saluran terbuka (open channel) merupakan salah satu cara
untuk mempelajari pola aliran di sepanjang saluran tersebut. Simulasi dilakukan
secara nyata dengan mengalirkan air ke saluran yang umumnya dibuat dalam skala
laboratorium (model fisik) atau secara virtual dengan melakukan serangkaian
hitungan hidraulik yang umumnya diwadahi dalam suatu perangkat program aplikasi
komputer (model matematik). Melalui model fisik, sejumlah fenomena fisik aliran di
saluran atau sungai nyata (prototipe) ditirukan di saluran atau sungai yang dibuat
dengan ukuran yang lebih kecil (model). Interpretasi terhadap fenomena yang
diamati atau diukur di model akan memberikan petunjuk terhadap fenomena yang
(seolah-olah) terjadi di prototipe. Model matematik menirukan fenomena fisik aliran
di saluran nyata (prototipe) melalui serangkaian persamaan matematik yang
menjabarkan hubungan antar variabel-variabel aliran (variabel geometri, kinematik,
dinamik). Apabila pada model fisik dilakukan pengukuran atau pengamatan untuk
mendapatkan parameter aliran, pada model matematik parameter aliran diperoleh
melalui hitungan atau penyelesaian persamaan matematik.
Versi aplikasi HEC-RAS yang terbaru adalah versi 5.0 tetapi dalam
pengoperasiannya dengan versi sebelumnya yaitu versi 4.1 tidak jauh berbeda.
Langkah selanjutnya adalah pengisian geometri data sungainya, dengan menginput
2

Long Section dan Cross Section sungai. Setelah itu barulah memasukan data hujan
yang di perlukan ataupun data yang ingin di analysis. Hal yang terpenting adalah
menentukan sistem Analysis yang akan kita Run apakah Steady Flow atau Unsteady
Flow, setelah semua data diinput maka Runing Program bisa dijalankan.
Saat Running terjadi kesalahan HEC-RAS tidak mengeluarkan hasil dari
running tersebut maka masih terdapat kesalahan dalam pengisian data / input data
dan biasanya terdapat keterangan kesalahann yang harus diperbaiki.
Hasil running HEC-RAS adalah sebuah hasil analysis hidraulika yang dapat kita
lihat, yaitu berupa sebuah gambar profil melintang dan memanjang sungai. tidak
hanya gambar, output yang dihasilkan juga dapat berupa tabel tabel data.

2.2 Sungai

Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung


dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian
hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara
kelaut (Soewarno,1991). Apabila aliran sungai berasal dari daerah gunung api
biasanya membawa material vulkanik akibat erupsi gunung api dan kadang-kadang
dapat terendap di sembarang tempat sepanjang alur sungai tergantung kecepatan
aliran dan kemiringan sungai yang curam.
Sungai Progo hilir merupakan sungai yang terletak di sebelah barat dari lereng
Gunung Merapi dan bermuara di Pantai Trisik Kabupaten Bantul. Sungai Progo hilir
merupakan urat nadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. (Winditiatama,
2011). Sungai Progo merupakan urat nadi sumber kehidupan bagi masyarakat di
sekitarnya. Kebanyakan desa-desa yang berada di sungai sangat bergantung pada
sumber daya alam dari Sungai Progo hilir tersebut sebagai mata pencaharian untuk
menghidupi keluarganya, yaitu dengan cara pemanfaatan air sungai untuk pengairan
sawah maupun perkebunan juga penambangan pasir.

2.3 Hidrometri

Hidrometri adalah cabang ilmu (kegiatan) pengukuran air, atau pengumpulan


data dasar bagi analisis hidrologi (Harto, 1993). Berarti hidrometri adalah
pengumpulan data mengenai sungai, baik yang menyangkut ketinggian mukaair,
3

kecepatan sungai, maupun debit sungai serta sedimentasi atau unsur lain. Beberapa
pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan hidrometri adalah sebagai berikut :

1. Kecepatan aliran

Kecepatan aliran merupakan komponen aliran yang sangat penting. Hal


ini disebabkan oleh pengukuran debit secara langsung pada suatu penampang
sungai tidak dapat dilakukan (paling tidak dengan cara konvensional).
Kecepatan ini diukur dalam dimensi satuan panjang suatu waktu, umumnya
dinyatakan dalam meter/detik (m/d). Pengukuran kecepatan aliran dapat
dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah pengukuran dengan
pelampung (float). Pelampung digunakan sebagai alat pengukur kecepatan aliran
apabila diperlukan kecepatan aliran dengan tingkat ketelitian relative kecil.
Pengukuran dilakukan dengan cara :
a. Sebuah titik (tiang, pohon, atau tanda lain) ditetapkan di salah satu sisi
sungai, dan satu titik disisi lain sungai. Sehingga kalau ditarik garis semu
antara dua titik tersebut, maka garis akan tegak lurus searah sungai.
b. Ditetapkan jaran (L) tertentu, misalnya 5 m, 10 m, 20 m, atau 50 m
(tergantung kebutuhan dan keadaan) antara kedua titik tersebut semakin
besar kecepatan, sebaliknya jarak semakin panjang.
c. Memanfaatkan sebarang benda yang dapat mengapung apabila pelampung
khusus tidak tersedia.
d. Pelampung tersebut dilempatkan beberapa meter disebelah dari pertama
(titik mulai) dan gerakannya diikuti, apabila pelampung tersebut melewati
gari pertama, maka tombol stopwatch ditekan, dan pelampung tersebut
diikuti terus, ketika pelampung sampai dititik kedua (titik selesai) maka
stopwatch kembali ditekan. Dengan demikian, maka waktu (t) yang
diperlukan aliran untuk menghanyutkan pelampung dapat diketahui.
4

Gambar 2. 1 Pengukuran kecepatan aliran

Sumber : Triadmodjo, 1993

e. Kecepatan aliran (v) dapat dihitung dengan :7

𝐿
V=𝑡 …………………………………………………………….....(2.1)

Keterangan :
L = jarak

t = waktu

f. Perlu diketahui disini bahwa kecepatan yang diperoleh adalah kecepatan


permukaan sungai, bukan kecepatan rata-rata penampang sungai, masih
harus dikalikan dengan factor koreksi C. Besar C ini berkisar antara 0,85-
0,95 (Harto, 1993)
g. Hal ini perlu diperhatikan bahwa pengukuran cara ini tidak boleh dilakukan
sekali, karena distribusi kecepatan aliran permukaan tidak merata. Oleh
sebab itu dianjurkan paling tidak dilakukan tiga kali percobaan, yaitu
sepertiga kiri sungai, bagian tengah, sepertiga kanan sungai. Hasil yang
diperoleh kemudian dirata-rata.

2. Pengukuran tinggi muka air


5

Pengukuran luas penampang memerlukan tinggi muka air, pengukuran


tinggi muka air dapat dilakukan dengan bermacam-macam alattergantung dari
kondisi aliran sungai yang akan diukur. Pengukuran tinggi muka air dapat
diketahui dengan alat perum gema (Echo Sounder).

Gambar 2. 2 Pengukuran tinggi muka air


Sumber : Triadmodjo, 1993
3. Pengukuran lebar aliran

Pengukuran lebar aliran juga digunakan untuk mengetahui lebar dasar


saluran yang nantinya digunakan mendapatkan luas penampang. Pengukuran
lebar aliran dilaksanakan menggunakan alat perum gema (Echo Sounder)

4. Pengukuran debit

Debit (discharge) atau besarnya aliran sungai (stream flow) adalah volume
aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai persatuan
waktu. Biasanya debit dinyatakan dalam satuan m3/d atau liter/detik. Aliran
adalah pergerakan air di dalam alur sungai. Pada dasarnya perhitungan debit
adalah pengukuran luas penampang, kecepatan aliran, dan tinggi muka air.
Rumus yang umumnya digunakan adalah
𝑄 = 𝐴. 𝑣 ………………………………...……………….(2.2)
Keterangan :
Q = debit (m3/d)

A = luas

v = kecepatan aliran rata-rata. (m/d)


6

2.4 Sedimen

Sedimen merupakan material hasil erosi yang dibawa oleh aliran sungai dari
daerah hulu kemudian mengendap di daerah hilir. Proses sedimentasi meliputi
proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition), dan pemadatan
(compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat komplek,
dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetic yang merupakan
permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding
bersama aliran, sebagian akan tertinggal diatas tanah sedangkan bagian lainnya
masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen. Untuk ukuran dan
beratnya partikel tanah tersebut akan menentukan jumlah besarnya angkutan
sedimen.
Kemampuan tanah itu untuk terkikis tidak hanya tergantung pada ukuran
partikel –partikelnya tetapi juga pada sifat fisik bahan organik dan organik yang
terikat bersama sama partikel tersebut. Apabila partikel tanah tersebut terkikis dari
permukaan bumi atau dari dasar dan tebing sungai maka endapan yang di hasilkan
akan bergerak atau berpindah secara kontinyu menurut arah aliran yang
membawanya menjadi angkutan sedimen yang dapat diukur. (Soewarno, 1991)
Menurut Soewarno (1991), muatan sedimen terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Muatan Sedimen Melayang

Muatan sedimen melayang (suspended load) dapat dipandang sebagai material


dasar sungai (bed material) yang melayang didalam aliran sungai dan
terdiri terutama dari butiran – butiran pasir halus yang senantiasa di dukung oleh
air dan hanya sedikit sekali intraksinya dengan dasar sungai karena selalu di
dorong ke atas oleh turbulensi aliran. Partikel sedimen melayang bergerak
melayang di dalam aliran sungai apabila aliran itu turbulen, tetapi apabila aliran
sungai itu laminer maka konsentrasi sedimennya akan berkurang dari waktu ke
waku dan akhirnya mengendap, sama seperti halnya apabila keadaan aliran sungai
itu tidak mengalir, seperti misalnya alirannya menggenang, akan tetapi pada
umumnya aliran sungai adalah turbulen, dan oleh karena itu tenaga gravitasi
partikel – partikel sedimen dapat ditahan oleh gerakan turbulensi aliran, putaran
arus (eddies) membawa gerakan partikel sedimen kembali ke atas dan tidak
menggendap. Muatan sedimen melayang di bagi menjadi tiga keadaan, yaitu:
a. Apabila tenaga gravitasi sedimen lebih besar dari pada tenaga turbulensi aliran
7

maka partikel sedimen akan mengendap dan akan terjadi pendangkalan


(agradasi) pada dasar sungai.
b. Apabila tenaga gravitasi sedimen sama dengan tenaga turbulensi aliran maka
akan terjadi keadaan seimbang (equilibrium) dan partikel sedimen tersebut
tetap konstan terbawa aliran sungai ke arah hilir.
c. Apabila tenaga gravitasi sedimen lebih kecil dari pada tenaga turbulensi aliran
maka dasar sungai akan terkikis dan akan terjadi penggerusan (degradasi) pada
dasar sungai.

2. Muatan Sedimen Dasar

Partikel partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai secara keseluruhan
di sebut dengan muatan sedimen dasar (bed load). Adanya muatan sedimen dasar
ditunjukan oleh gerakan partikel partikel dasar sungai, gerakan itu dapat bergeser,
menggelinding atau melonjat lonjat akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar
sungai. Gerakan ini kadang kadang dapat sampai jarak tertentu dengan ditanda
ibercampurnya butiran partikel tersebut kearah hilir, keadaan ini pada umumnya
dapat dijumpai pada daerah kaki gunung api dimana material dasar sungainya
terdiri dari pasir. Sungai mengalirkan air bersama sedimen yang terdapat dalam
aliran air tersebut. Di bagian hulu kandungan sedimennya tinggi, tetapi setelah
sampai di bagian hilir terjadilah pengendapan. Akibat dari pengendapan yang
terus menerus maka endapan akan menjadi lebih tinggi dari dataran sekitarnya,
dan alur sungai berpindah mencari dataran yang elevasinya lebih rendah. Alur
sungai yang stabil dapat dicapai, apabila dapat diatur kapasitas sedimen yang
masuk kedalam alur sungai seimbang dengan kapasitas yang keluar di muara
sungai. Menurut ukurannya,sedimen dibedakan menjadi liat, debu, pasir, dan pasir
besar

2.3.1 Klarifikasi Distribusi Ukuran Butiran

Ukuran partikel merupakan karakteristiksedimen yang dapat diukur secara


nyata. Beberapa ahli hidraulika menggunakan klasifikasi ukuran butiran menurut
AGU (American Geophisical Union), sebagaimana yang diperlihatkan pada tabel 2.1
dibawah. Serta menggunakan teknik analisis penyaringan dengan metodeayak kering
dan ayak basah yang menggunakan saringan sedimen bertingkat dengan diameter
berbeda-beda. Ayakan nomor 200 digunakan untuk memisahkan partikel pasir dari
8

partikel yang lebih halus seperti lumpur dan lempung. Ukuran butiran ditetapkan
berdasarkan ukuran saringan (untuk butiran kasar) dan ukuran/diameter sedimentasi
(untuk butiran halus).

Tabel 2. 1 Klasifikasi ukuran butiran menurut American Geophysical Union (AGU)

Interval/range Interval/range
Nama Nama
(mm) (mm)
4096 – 2048 Batu sangat besar 1/2 – 1/4 Pasir sedang
2048 – 1024 Batu besar 1/4 – 1/8 Pasir halus
1024 – 512 Batu sedang 1/8 – 1/16 Pasir sangat halus
512 – 256 Batu kecil 1/16 – 1/32 Lumpur kasar
256 – 128 Kerakal besar 1/32 – 1/64 Lumpur sedang
128 – 64 Kerakal kecil 1/64 – 1/128 Lumpur halus
64 – 32 Kerikil sangat kasar 1/128 – 1/256 Lumpur sangat halus
32 – 16 Kerikil kasar 1/256 – 1/512 Lempung kasar
16 – 8 Kerikil sedang 1/512 – 1/1024 Lempung sedang
8–4 Kerikil halus 1/1024 – 1/2048 Lempung halus
Lempung sangat
4–2 Kerikil sangat halus 1/2048 – 1/4096
halus
2–1 Pasir sangat kasar
Koloid
1 – 1/2 Pasir kasar

Sumber :Garde & Raju, 1985

2.3.2 Analisis Ukuran Butiran Sedimen


Analisa butiran merupakan dasar tes laboratorium untuk mengidentifikasi tanah
dalam sistem klarifikasi teknik. Sedangkan analisis saringan agregat adalah
penentuan presentase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringan
kemudian persentase digambarkan dalam grafik pembagian butir (SNI 03-1969-
1990). Pengujian menggunakan satu set saringan standart ASTM (American Society
for Testing and Materials), oven untuk mengeringkan sampel, cawan untuk
menyimpan sedimen baik setelah ditimbang maupun belum ditimbang, timbang
untuk menimbang sampel yang tertahan disetiap saringan.
Setiap tanah memiliki grafik tertentu karena antara tanah yang satu dengan
9

yang lainnya memiliki butir-butir yang berbeda bentuk dan distribusinya tidak
pernah sama. Cara menentukan gradasi adalah :
1. Analisa Saringan

Menurut Muntohar (2009;68-69), penyaringan merupakan metode yang biasanya


secara langsung untuk menentukan ukuran partikel dengan didasarkan pada batas
bawah ukuran lubang saringan yang digunakan, batas terbawah dalam saringan
adalah ukuran terkecil untuk partikel pasir. Dalam analisis saringan, sejumlah yang
memiliki ukuran lubang yang berbeda-beda disusun dengan ukuran yang terbesar di
atas yang kecil. Sampel tanah dikeringkan dalam oven, gumpalan tanah dihancurkan
dan sampel tanah akan lolos melalui sususan saringan setelah digetarkan. Tanah yang
tertahan pada masing-masing saringan ditimbang dan selanjutnya dihitung persentase
tanah yang tertahan pada saringan tersebut. Bila Wi adalah berat tanah yang tertahan
pada saringan ke-i (dari atas susunan saringan) dan W adalah berat tanah total, maka
persentase berat yang tertahan adalah :

𝑤𝑖
% berat tertahan pada saringan = × 100% ……………….………………. (2.3)
𝑤

Dengan :

wi = berat tertahan

w = berat total tertahan

Tabel 2.2 Pengujian analisa saringan agregat

No Saringan Berat Tertahan % Tertahan % Lolos


% Tertahan (gr)
(mm) Saringan (mm) Komulatif (gr) Komulatif

NO 75,2 (3”)

NO 63,5 (21/9)

NO 50,8 (2”)

NO 36,1 (11/2)

NO 25,4 (1”)

NO 19,1 (1/4”) 9,97 9,97 40 96,00

NO 12,7 (1/2)
10

NO 9,52 (3/8) 22,95 32,9 43,20 86,80

NO 4 43,54 76,56 30,6 69,40

NO 8 49,58 126,04 50,40 49,60

NO 20 33,07 469,11 63,60 36,40

NO 30

NO 40 18,49 177,54 71,00 29,00

NO 50

NO 80 17,19 194,73 77,90 22,10

NO 100 2,76 194,73 77,90 22,10

NO 200 3,31 200,80 80,30 19,70

PAN

Sumber : Metode Pengujian Tentang Analisa Saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI 03 –
1969 – 1990)

Kemudian hasilnya digambarkan pada grafik presentase yang lebih kecil dari
pada saringan yang diberikan (partikel yang lolos saringan) pada sumbu partikel dan
ukuran partikel pada sumbu horizontal (dalam skala logaritma). Grafik ini dinamakan
dengan kurva distribusi ukuran partikel atau kurva gradasi seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.3
11

Gambar 2.3 Analisis perbandingan diameter dengan komulatif butir yang lolos
saringan.

Sumber : Penelitian angkutan sedimen Sungai Progo hilir dengan rumus empiris
2017

2. Menentukan Berat Jenis

Berat jenis sedimen adalah perbandingan antara berat sedimen dengan berat air
pada volume yang sama dan pada temperatur tertentu. Untuk mendapatkan nilai berat
jenis butir tanah, digunakan rumus : (Muntohar, 2009)

(𝑊2 −𝑊1 )
𝐺𝑠 = (𝑊4 −𝑊1 )−(𝑊3 −𝑊2 )
……………………….……….………………. (2.4)

Keterangan :

𝐺𝑠 = berat jenis butir sedimen

𝑊1 = berat piknometer kosong (gram)

𝑊2 = berat piknometer + sampel kering (gram)

𝑊3 = berat piknometer + sampel kering + aquades (gram)

𝑊4 = berat piknometer + aquades jenuh (gram)

2.3.3 Rumus Empiris Angkutan Sedimen Dasar

Dalam Kironoto,1997 mengatakan bahwa persamaan angkutan sedimen dasar


pertama kali di pelajari oleh Du Boys pada tahun 1879. Secara umum persamaan -
persamaan angkutan sedimen yang ada dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu :
12

a. Persamaan yang diperoleh dengan pendekatan empirik.


b. Persamaan dengan pendekatan analisis dimensi.
c. Persamaan yang diperoleh dengan pendekatan semi teoritik.

1. Metode Meyer-Petter dan Muller

Persamaan ini termasuk dalam persamaan yang diperoleh dengan pendekatan


empirik. Persamaan ini dianggap lebih unggul dibandingkan dengan persamaan -
persamaan yang lainnya karena range data yang digunakan sangat besar
(Kironoto,1997).
2 2
𝑞3 𝐼 𝑇𝑏 3
=𝑛+𝑏 ………………………………...………………...……. (2.5)
𝑑 𝑑

Dengan :

𝑘𝑔.𝑓
q = debit tiap satuan lebar satuan waktu yang menentukan bedload Tb. (𝑚.𝑑𝑒𝑡)

𝑘𝑔.𝑓
Tb = berat bedload di udara tiap satuan lebar tiap satuan waktu. (𝑚.𝑑𝑒𝑡)

d = diameter butiran yang representative. (mm)

I = kemiringan garis energy.

n,b = koefisien.
Persamaan diatas diturunkan dengan berdasarkan data material sedimen
seragam dengan rapat massa ρs= 2680 kg/m³. Kemudian persamaan tersebut
dikembangkan untuk material sedimen tidak seragam. Dalam Kironoto,1997 Meyer–
Peter dan Muller menyatakan bahwa gesekan atau kehilangan energi yang terjadi
pada dasar sungai ( ripple atau dunes ) disebabkan oleh bentuk gelombang (shape
roughness) dan ukuran butiran ( grain roughness ).
Nilai koefisien kekasaran ( ks’ ) karena dianggap yang terakhir lebih
menentukan nilai transportasi sedimen dasar ( bedload ) maka ditempatkan dalam
rumus angkutan sedimen dasar total ( Tb ). Dengan rumus Strickler :
3 1
ū = 𝐾𝑠 𝑅 2 𝐼 2 ………………………………...………………….………….. (2.6)

dengan :

Ks = koefisien kekasaran

R = radius hidrolik
13

I = kemiringan atau slope


diperoleh kemiringan garis energi akibat gesekan butiran ( I’ ) sebagai fungsi I total:
𝐾𝑠
I’ = ( 𝐾′𝑠 )2 * I ………………………………...……………………………... (2.7)

yang kemungkinan diperbaiki berdasarkan percobaan menjadi :


3
𝐾𝑠
I’ = ( 𝐾′𝑠 )2 * I ………………………………...……………………………... (2.8)

Sehingga :
3
𝐼 𝐾𝑠
μ = 𝐼′ = ( 𝐾′𝑠 )2 ………………………………...……………………………... (2.9)

biasa disebut ripple factor


dengan :
Ks = koefisien kekasaran strickler
K = kekasaran akibat butiran
Dengan demikian rumus Meyer Peter dan Muller yang sesuai untuk angkutan
sedimen dasar dengan material sedimen tidak seragam adalah :
𝑄𝑠 𝐾𝑠 2 𝛾𝑤 1 2
𝛾𝑤 (𝐾𝑠′ )3 ℎ𝐼 = 0,047 ( 𝛾𝑠 − 𝛾𝑤 )𝑑𝑚 + 0,25 ( )2 (𝑇𝑏)3 ….................(2.10)
𝑄 𝑔

Dengan :
γw = berat jenis air
𝑄𝑠 𝑅 𝑄𝑠
= ℎ = faktor koreksi berhubung dengan tampang saluran, = 1 untuk B = ∞
𝑄 𝑄

𝐾𝑠 2
(𝐾𝑠′ )3 = Riple factor

dm = diamtere median ≈ d50 – d60


γs = berat jenis sedimen
Tb = berat sedimen (padat) dalam air tiap satuan panjang tiap satuan waktu
𝑇𝑏
Volume sedimen padat = 𝛾𝑤− 𝛾𝑠 (m3 / m.det)

Catatan :
a. Dalam satuan m k s γw = ρw g = 1000 . 9,8 = 9800 N/m3
b. Dalam keadaan kritik Tb = 0 maka rumus MPM menjadi : τo
𝛾𝑤 ℎ 𝐼
(𝛾𝑤− 𝛾𝑠)𝑑𝑚
= 0,047 B=∞;μ=1
𝜏˳
(𝛾𝑤− 𝛾𝑠)𝑔 𝑑𝑚
= 0,047

Meyer-Petter dan Muller melakukan beberapa kali percobaan pada flume


dengan coarse-sand, dan menghasilkan hubungan empiris antara ф dan Ψ sebagai
14

berikut :
3
ф = (4𝛹 − 0,188)2
1
𝑆 = ф (𝑔 𝛥 𝐷𝑚3 )2
Dimana :
𝜇ℎ𝐼
𝛹 =
𝛥 𝐷𝑚
𝜌𝑠 − 𝜌𝑤
𝛥 =
𝜌𝑤
Ripple factor :
3
𝐶 2
𝜇 = ( ′)
𝐶
12ℎ
𝐶′ = 18 log
𝑑90
ū
𝐶 =
√ℎ 𝐼
Keterangan :
S = volume angkutan sedimen per meter lebar per satuan waktu (m3/det/m’)
Dm = diameter efektif
= D50 – D60

2. Metode Einsten

Einstein merupakan ahli pertama yang mencoba menurunkan persamaan


angkutan sedimen dasar ( bed load ) dengan metode persamaan teoritik,yaitu dengan
teori statistik. Persamaan ini diturunkan secara dua tahap. Tahap pertama tahun 1942
dimana Einstein belum memperhitungkan konfigurasi dasar sungai pada
persamaanya. Pada tahap kedua yaitu tahun 1950 Einstein memodifikasi persamaan
sebelumnya dengan memperhitngkan konfigurasi dasar sungai.

Metode pendekatan Einstein didasarkan pada dua konsep dasar. Konsep dasar
pertama bahwa konsep kondisi kritik untuk terjadinya angkutan sedimen ditiadakan
karena kondisi kritik pada awal pergerakan sedimen sangat sulit untuk didefinisikan.
Konsep dasar kedua adalah angkutan sedimen dasar lebih dipengaruhi oleh fluktuasi
aliran yang terjadi akibat nilai rata-rata gaya aliran yang bekerja pada partikel
sedimen.

Dengan demikian bergerak atau berhentinya suatu partikel sedimen lebih tepat
15

dinyatakan dengan konsep probabilitas yang menghubungkan gaya angkat


hidrodinamik sesaat dengan berat partikel dalam air.

Adapun langkah – langkah untuk menghitung angkutan sedimen dengan


persamaan Einstein adalah sebagai berikut (Kironoto,1997) :

1. Menentukan nilai ( Rb’ ) jari-jari hidraulik akibat pengaruh kekasaran butiran


(grain roughness ) dengan cara coba – coba hingga niali debit aliranya sama
dengan niali debit aliran yang sudah diketahui ( Qhitungan = Qdiketehui )
a. Menghitung kecepatan gesek akibat kekasaran butiran
U* = √𝑔 𝑅𝑏 ′ 𝑆 ……………………...………………………... (2.11)
dengan :
g = gravitasi
Rb’ = jari-jari hidraulik akibat kekerasan butiran
S = kemiringan dasar sungai atau slope

b. Menghitung tebal lapis sub – viscositas

Nilai viskositas atau kekentalan air dapat dilihat pada tabal di bawah ini:

Tabel 2. 2 Nilai viskositas atau kekentalan air

Temperatur ( ºC ) Viskositas ( Ns / m² ) × 10-3

0 1,79 × 10-3

5 1,51 × 10-3

10 1,31 × 10-3

15 1,41 × 10-3

20 1,00 × 10-3

25 8,91 × 10-4

30 7,96 × 10-4

35 7,20 × 10-4

40 6,53 × 10-4

50 5,47 × 10-4
16

Temperatur ( ºC ) Viskositas ( Ns / m² ) × 10-3

60 4,66 × 10-4

70 4,40 × 10-4

80 3,34 × 10-4

90 3,15 × 10-4

100 2,82 × 10-4


Sumber : Kironoto 1997

Rumus tebal lapis sub – viskositas :


11,6 𝑢
𝛿′ = ……………………………...………………………... (2.12)
𝑢′

Dengan :
δ’ = tebal lapisan sub – viskositas
u = viskositas atau kekentalan air
u’ = kecepatan gesek akibat kekasaran butiran
c. Menentukan faktor koreksi pengaruh viskositas (x)
𝐾𝑠 𝑑65
= ……………………………...…………………..…... (2.13)
𝛿′ 𝛿′

Dengan :
Ks = nilai kekasaran butiran
δ’ = tebal lapis sub – viskositas
Kemudian hasil dari persamaan di atas diplotkan pada Gambar 3.4 di bawah
ini yang diturunkan dari grafik Nikuradse untuk mendapatkan nilai faktor
koreksi pengaruh viskositas ( x )
17

Gambar 2. 3 Faktor koreksi dalam persamaan distribusi kecepatan logaritmik


Sumber : Kironoto, 1997
d. Menetukan kecepatan aliran rata –rata
12,27 𝑅𝑏 ′ 𝑥
Û/U˟ ′ = 5,75 𝑢′ log( ) …………...……………………….…...
𝐾𝑠

(2.14)
Dengan :
Û = kecepatan aliran rata-rata
Rb’= jari-jari hidraulik akibat kekasaran butiran
x = faktor koreksi pengaruh viskositas
Ks = nilai kekasaran butiran = d65
e. Menghitung intensitas aliran
(ρs−ρw).𝑑35
Ψ’= ……………………...…………………..…......... (2.15)
1000(𝑆.𝑅𝑏 ′ )

Dengan :
Ψ’ = Intensitas aliran
g = gravitasi
γ = berat jenis air
d35 = ukuran rata-rata butiran dari d35
Rb’ = jari-jari hidraulik
Nilai dari hambatan aliran (β35) diplotkan ke grafik Gambar 3.5 untuk
mendapatkan nilai Û /U*'. Dari persamaan tersebut didapat kecepatan gesek
akibat konfigurasi dasar sungai ( u’’)
18

Gambar 2. 4 Grafik menentukan v/u’’


Sumber : Kironoto, 1997

f. Menghitung jari – jari hidraulik akibat konfigurasi dasar sungai ( Rb’ )


𝑈˟"′2
𝑈˟ " = √𝑔 𝑅𝑏 ′′ 𝑆 𝑅𝑏 ′′ = ……...…………………..…... (2.16)
𝑔𝑠

Dengan :

Rb’’ = jari-jari hidraulik akibat konfigurasi dasar sungai

g = gravitasi

S = kemiringan dasar sungai

𝑈˟ " = kecepatan gesek akibat konfigurasi dasar sungai

g. Menghitung jari-jari total

Rb = Rb’ + Rb’’ ………………………...………………….…... (2.17)

Dengan :

Rb = jari-jari hidraulik total

Rb’ = jari-jari hidraulik akibat kekasaran butiran

Rb’’ = jari-jari hidraulik akibat konfigurasi dasar sungai

h. Menghitung debit control

Q = A . 𝑈˟ " ………………………...………………………….…... (2.18)


19

Dengan :

Q = debit hitungan

A = luas penampang (( B1+B2 )*h, h = Rb

𝑈˟ " = kecepatan aliran


Jika nilai debit hitungan mendekati debit pengukuran lapangan maka asumsi
nilai jari – jari hidraulik akibat kekasaran butiran sudah benar, jika tidak
mendekati maka asumsi salah.s
2. Menghitung angkutan sedimen dengan asumsi jari – jari hidraulik akibat
kekasaran butiran ( Rb ) yang sudah benar. Adapun langkah – langkahnya adalah
sebagai berikut:

(ρs−ρw)
a. Menghitung 𝛥 = …………………...…………….…... (2.19)
ρw

b. Menghitung kecepatan gesek akibat kekasaran butiran (u’) dengan


persamaan 2.16

c. Menghitung µ = (C/C')3/2 …………………...…………….…... (2.20)

d. C = U/(R*I)0.5 ………………………………………...….... (2.21)

12𝑅
e. C’= 18 log ………………………………………...….... (2.22)
𝐷₆₅

Dengan :
Û = kecepatan aliran rata-rata
R = jari-jari hidraulik akibat kekasaran butiran
D₆₅ = ukuran rata-rata butiran dari d₆₅
f. Menghitung
µ.𝑅.𝐼
Ψ’ =∆.D₃₅

Dengan :
µ = ripple factor
D₃₅ = fraksi yang tertampung sebanyak 35%
g. Mencari ф (suatu konstanta)
Ф = 0.044638 + 0.36249 Ψ’ + 0.226795 Ψ’ + 0.0036 Ψ’ ….... (2.23)
h. Menghitung sedimen bed load yang ditrasnport

a. S = Ф (∆.g. D₃₅ )0.5 ………..………………...…………….…... (2.19)


20

Dengan :

S = sedimen bed load yang ditrasnport (m3/dt/m’)


Ф = ripple factor

g = gravitasi

D₃₅ = fraksi yang tertampung sebanyak 35%

3. Metode Acker’s and White

Data-data yang harus diketahui :

- Ukuran diameter sedimen (D50)

- Kemiringan dasar saluran (I)

- Temperature (t)

- Berat jenis sedimen (γs)

- Berat jenis air (γ)

- Gravitasi (g)

- Kecepatan rata-rata (ū)

Langkah-langkah perhitungan :

1. Hitung kecepatan geser (U*)


𝑈 ∗ = √𝑔 ℎ 𝐼

2. Hitung U*’, dimana U*’ adalah harga U* dihitung dari ū dengan suatu
asumsi bahwa ukuran butiran merupakan kekasaran dasar.
ū
𝑈 ∗′ =
10 ℎ
5,64 log 𝐷
50

3. Parameter-parameter yang digunakan


1
𝛥𝑔 3
 𝐷𝑔𝑟 = 𝐷50 × ( 𝜐2 )

9,66
 𝑚= + 1,34
𝐷𝑔𝑟
21

 n = 1 – 0,56 × log Dgr

2 −3,53)
 C = 10(2,86 log 𝐷𝑔𝑟−(log 𝐷𝑔𝑟)

0,23
 𝐴= + 0,14
(𝐷𝑔𝑟)1/2

4. Hitung Fgr

𝑈 ∗𝑛 . (𝑈 ∗′ )1−𝑛
𝐹𝑔𝑟 =
(𝛥. 𝑔. 𝐷50 )1/2

5. Hiturng Ggr

𝑚
𝐹𝑔𝑟
𝐺𝑔𝑟 = 𝐶 ( − 1)
𝐴

6. Volume total sedimen (S)

ū 𝑛
𝑆 = 𝐺𝑔𝑟 × ū × 𝐷50 × ( ∗ )
𝑈

4. Metode Engelund and Hansen

Data-data yang harus diketahui :

- Ukuran diameter sedimen (d50)

- Kemiringan dasar saluran (s)

- Temperature (t)

- Lebar dasar saluran (B)

- Debit rancangan (Q)

- Berat jenis sedimen (γs)

- Berat jenis air (γ)

- Gravitasi (g)

Langkah-langkah perhitungan :

1. Hitung koefisien Chezy (C)


22

12𝑅
C = 18 log 𝐷₆₅

2. Hitung kecepatan butiran (U*)

Û = 𝐶(ℎ. 𝐼)⁰′⁵

U* = √𝑔 𝐼 ℎ Dari grafik

3. Dari D dan SF didapat kec jatuh butiran

12,27 𝑅𝑏 ′ 𝑥
4. Hitung Û/U˟ ′ = 5,75 𝑢′ log( )
𝐾𝑠

Û
5. Hitung 𝐹𝑟 = (𝑔 ℎ)⁰̇⁵

τ
6. Hitung 𝑓 =
(0.5 ρ U )²

(γs−γ)
7. Hitung ∆ = γ

8. Volume total sedimen (S)

𝑅.𝐼
 𝛹 = ∆.𝐷₅₀aru

 𝛷 = 0.1(𝑓‾1 )(𝛹²ʼ⁵)

 𝑆 = 𝛷(∆𝑔𝐷₅₀³)⁰ʼ⁵)

You might also like