0% found this document useful (0 votes)
47 views20 pages

Bab 2 Bunda

This document provides an overview of postpartum and cesarean section. It defines the postpartum period as beginning 2 hours after birth until 6 weeks later. It describes the typical physiological changes a woman experiences like uterine involution and breast changes. It also discusses the psychological changes like dependence, confidence, and responsibility. The document then explains cesarean section, including its definition, benefits, and risks that must be considered before deciding on the procedure.

Uploaded by

Nurul Ulfah
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
47 views20 pages

Bab 2 Bunda

This document provides an overview of postpartum and cesarean section. It defines the postpartum period as beginning 2 hours after birth until 6 weeks later. It describes the typical physiological changes a woman experiences like uterine involution and breast changes. It also discusses the psychological changes like dependence, confidence, and responsibility. The document then explains cesarean section, including its definition, benefits, and risks that must be considered before deciding on the procedure.

Uploaded by

Nurul Ulfah
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Postpartum
2.1.1 Pengertian Masa nifas (puerperium)
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari).
Masa nifas adalah 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
berikutnya. Waktu yang tepat disebut postpartum adalah 2-6 jam, 2 jam
sampai 6 hari, 2 jam sampai 6 minggu (boleh juga disebut 6 jam, 6 hari,
dan 6 minggu) pasca seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu
bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air.
Melaksanakan skiring secara komprehensif dengan mendeteksi masalah,
mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang
meliputi pemerilsaan plasenta, pengawasan TFU, konsistensi rahim,
keadaan umum. Bila ada masalah maka harus melakukan tindakan sesuai
standar pelayanan (Vivian, 2011).
Peran dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas Bidan
memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post
partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain:
1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas.
2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
4. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu
dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6. Memberikan konselinguntuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi
yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
7. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya
untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.
8. Memberikan asuhansecara professional (Vivian, 2011). Tahapan-
tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:
a) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan.
b) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh Alat alat
genetalia yang lamanya 6 sampai 8 minggu.
c) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan
mempunyai komplikasi (Vivian, 2011).

2.2 Perubahan Fisiologi Dan Psikologi Post Partum


2.2.1 Perubahan Fisiologi
1. Involusi Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil.otot uterus berkontraksi segera
pada post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-
otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah
plasenta lahir (Vivian,2011). Table: tinggi fundus uteri dan berat uterus
menurut masa involusi (Saleha, 2009).
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Bayi lahir Plasenta lahir1
minggu 2 minggu 6 minggu 8 minggu setinggi Pusat 2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat simpisis tidak teraba diatas simpisis Bertambah kecil
Sebesar normal 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30
gram.
2. Servik
Segera setelah berakhirnya kala TU, serviks menjadi sangat lembek,
kenur, dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet, terutama
dibagian anterior. Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan
vaskularitasnya yang tinggi, lubang serviks lamban laun mengecil,
beberapa hari setelah persalinan diri retak karena robekan dalam
persalinan. Rongga leher serviks bagian luar akan membentuk seperti
keadaan sebelum hamil pada saat 4 minggu pospartum (Saleha, 2011).
Perubahan –perubahan yang terdapat pada servik setelah post partum
bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
corpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi sedangkan servik tidak
berkontraksi,sehingga pada perbatasan antara corpus dan servik uteri
terbentuk semacam cincin.Warna servik merah kehitaman karena penuh
pembuluh darah dan konsisitensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan,
tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam kavum uteri, setelah 2
jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari,dan setelah 1 minggu hanya dapat
dimasukkan 1 jari kedalam kavum uteri. Halini baik diperhatikan dalam
menangani kala III(uri) (Soleha, 2011).
3. Payudara (Mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi
secara alami. Laktasi adalah proses pembentukan dan pengeluaran ASI.
Fisiologi laktasi itu sedangkan prolaktin meningkat. Hisapan bayi pada
puting susu memacu atau merangsang sendiri adalah pada saat persalinan
hormone estrogen dan progesteron menurun kelenjar hipofise anterior
untuk mempruduksi atau melepaskan proklatin sehingga terjadi sekreksi
ASI. Pada wanita menyusui involusi menjadi lebih efesien, yang
kemungkinan berkaitan dengan peningkatan aliran oksitosin (meningkat
kontraksi, retraksi, serat otot uterus). Hal ini berarti bahwa involusi akan
berlangsung lebih lambat bila uterus tidak dapat melakukan kontraksi,
retaksi secara efektif. Ini dapat terjadi setelah sectio caesarea, uterus robek
atau sisa produk konsepsi (Johnson, 2013).
2.3 Perubahan Psikologis
1. Fase taking in atau tahap tergantunganTerjadi pada hari 1-2 post
partum,perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, pasif dan tergantung.Ibu
tidak menginginkan kontak dengan bayinya bukan berarti tidak
memperhatikan. Dalam fase ini yang diperlukan ibu adalah informasi
tentang bayinya,bukan cara merawat bayi.
2. Fase Taking Holdase ini berlangsung sampai kira-kira 10 hari.Ibu
berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian terhadap dirinya mengatasi
tubuhnya, misalnya kelancaran miksi dan defikasi, melakukan aktefitas
duduk, jalan, belajar tentang perawatan diri dan bayinya, timbul kurang
percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu melakukan
perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung terutama
bagi bagi ibu muda atau primipara karena pada phase ini seiring dengan
terjadinya post partum blues.
3. Fase letting Go atau saling ketergantungan Dimulai sekarang minggu ke 5-
6 pasca kelahiran.Tubuh ibu telah sembuh,secara fisik ibu mampun
menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit.
Kegiatan seksualnya telah dilakukan kembali (Soleha, 2009).
4. Tanda –Tanda Bahaya Pada Masa Setelah persalinan terjadi beberapa
perubahan penting diantaranya makin meningkatnya pembentukkan urin
untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi penyerapan beberapa bahan
tertentu melalui pembuluh darah vena sehingga terjadi peningkatan suhu
badan sekitar 0,5 oC yang bukan merupakan keadaan patologis atau
menyimpang pada hari pertama. Perlukaan karena persalinan merupakan
tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi
pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua
alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan
meningkatnya suhu badan melebihi 38° C tanpa menghitung hari pertama
dan berturut-turut selama dua hari (Enkin, 2005).
Gambaran klinis infeksi umum dapat dalam bentuk :
1. Infeksi Lokal Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan,
perubahan warna lokal, pengeluaran lochia bercampur nanah, mobilisasi
terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
2. Infeksi General Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat diatas 39
oC, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, pernapasan dapat
meningkat dan napas terasa sesak, kesadaran gelisah sampai menurun dan
koma, terjadi gangguan involusi uterus, L ochia: berbau, bernanah serta
kotor.

2.4 Sectio Caesaria


1. Pengertian Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Bobak
(2004) menjelaskan bahwa sectio caesarea merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk melahirkan janin dengan kelahiran janin melalui insisi
transabdomen atau membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding
uterus ( histerektomi). Persalinan sectio caesaria adalah persalinan melalui
sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat
janin > 1. 000 gr atau umur kehamilan > 28 minggu (Winknjosasto, 2005).
2. Keuntungan dan Kerugian Sectio CaesariaSebelum keputusan untuk
melakukan tindakan sectio caesariadiambil, harus dipertimbangkan secara
teliti dengan resiko yang mungkin terjadi. Pertimbangan tersebut harus
berdasarkan penilaian pra bedah secara lengkap yang mengacu pada syarat
syarat pembedahan dan pembiusan dalam menghadapi kasus gawat darurat
(Saifuddin, 2009).Tindakan sectio caesaria memang memiliki keuntungan
dn kerugian. Keuntungannya diantara lain adalah proses melahirkan
memakai waktu yang lebih singkat, rasa sakit minimal, dan tidak
mengganggu atau melukai jalan lahir. Sedangkan kerugian tindakan ini
dapat menimpa baik ibu atau bayi yang dikandungnya.
a. Kerugian yang dapat menimpa ibu antara lain:
1. Resiko kematian empat kali lebih besar dibanding persalinan normal.
2. Darah yang dikeluarkan dua kali lipat dibanding persalinan normal.
3. Rasa nyeri dan penyembuhan luka pascaoperasi lebih lama
dibandingkan persalinan normal.
4. Jahitan bekas operasi beresiko terkena infeksi sebab jahitan itu
berlapis-lapis dan proses keringnya bisa tidak merata.
5. Perlekatan organ bagian dalam karena noda darah tidak bersih.
6. Kehamilan dibatasi dua tahun setelah operasi.
7. Harus di caesaria lagi saat melahirkan kedua dan seterusnya.
8. Pembuluh darah dan kandung kemih bisa tersayat pisau bedah.
9. Air ketuban masuk pembuluh darah yang bisa mengakibatkan.
10. Kematian mendadak saat mencapai paru-paru dan jantung (Sunaryo,
2008).
b. Sedangkan kerugian yang dapat menimpa bayi antara lain :
1. Resiko kematian 2 –3 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang
lahir melalui proses persalinan biasa.
2. Cenderung mengalami sesak nafas karena cairan dalam paru-parunya
tidak keluar. Pada bayi yang lahir normal, cairan itu keluar saat terjadi
tekanan.
3. Sering mengantuk karena obat penangkal nyeri yang diberikan kepada
sang ibu juga mengenai bayi (Widjarnako, 2008).

2.5 Mobilisasi Dini


2.5.1 Pengertian
Mobilisasi dini adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan
melakukan aktifitas atau kegiatan. Mobilisasi merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang
menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini
merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal
ini esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian
mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologi. Bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas
mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan
membimbing selekas mungkin berjalan (Wirnata, 2010).
Mobilisasi dini post sectio caesarea adalah suatu pergerakan, posisi
atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan
dengan persalinan caesarea. Untuk mencegah komplikasi post operasi
sectio caesarea ibu harus segera dilakukan mobilisasi sesuai dengan
tahapannya. Oleh karena setelah mengalami secsio saesarea, seorang ibu
disarankan tidak malas untuk bergerak pasca operasi secsio sesarea, ibu
harus mobilisasi cepat. Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun
mobilisasi dini harus tetap dilakukan secara hati –hati (Wirnata, 2010).
Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang
membaik. Pada pasien post operasi secsio caesarea 6 jam pertama
dianjurkan untuk segara menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak
tubuhyang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan
jari-jarinya agar kerja organ pencernaan segara kembali normal (Kasdu,
2005 ).

2.5.2 Tujuan Mobilisasi


Menurut Fitriyahsari (2010) tujuan dari mobilisasi adalah untuk
Mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu
pernafasan menjadi lebih baik, Memperlancar eliminasi urin,
mengembalikan aktifimas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal
dan dapat memenuhi kebutuhan gerak harian, memberikan kesempatan
perawat dan pasien berinteraksi atau komunikasi. Menurut Vivian, (2011)
Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan, Menglancarkan
pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi puerperium, mempercepat
involusi uteri, melancarkan fungsi alat grastrointestinal dan alat kelamin,
meningkatkan kelancaran perdaran darah sehingga mempercepat fungsi
ASI dan pengeluaran sisa metabolisme, kesempatan yang baik untuk
mengajarkan ibu memelihara atau merawat anaknya.
2.5.3 Manfaat Mobilisasi
Pada sistem kardio vaskuler dapat meningkatkan cura jantung,
memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung,
menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik vena, pada sistem
respirator meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan,
meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan,
meningkatkan pengembangan diafgragma pada sistem metabolik dapat
meningkatkan laju metabolisme basal, peningkatkan penggunaan glukosa
dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan
mobilisasi lambung, meningkatkan produksi panas tubuh, pada sistem
muskuloskletal memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendiri.
Memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa
otot pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi
kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap sters, perasaan lebih baik,
dan berkurangnya penyakit (Potter, 2005).

2.5.4 Tahap –Tahap Mobilisasi


Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap, tahap-tahap mobilisasi
dini pada ibu post partum operasi secsio caesarea (Kasdu, 2002). 6 jam
pertama Ibu postsecsio caesarea istirahat tirah baring, mobilisasi dini yang
bisa dilakukang adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan
ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegakkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
a. 6-10 jam Ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli. Makan dan minum dibantu,
mengangkat tangan, mengangkat kaki, menekuk lutut, menggeser
badan. Setelah 24 jam Ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk. Dapat mengangkat tangan setinggi mungkin, balik kekiri dan
kekanan tanpa bantuan, latihan pernafasan serta makan dan minum
tanpa dibantu.
b. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
2.5.5 Pelaksanaan Mobilisasi
Menurut Aliahani (2010) pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post
partum secsio caesarea terdiri dari:
a. Hari ke 1:
1. Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat dimulai sejak 6 -
10 jam setelah ibu sadar.
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidurterlentang
sedini mungkin setelah sadar.
b. Hari ke 2 :
1. Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam –dalam
lalu menghembuskannya disertai batuk –batuk kecil yang gunanya
untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan
kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih.
2. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk.
3. Selanjunya secara berturut-turut,hari demi hari ibu yang sudah
melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari.
c. Hari ke 3 sampai ke 5 :
1. Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah
operasi.
2. Mobolisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat
dapat membantu penyembuhan luka. Sedangkan menurut
(Handiyani, 2009) prosedur pelaksanaan mobilisasi terdiri dari :
1. Hari 1-4
a. Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak tangan Ibu
berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak lingkaran
dengan telapak tangan kaki satu demi satu. Gerakan ini
seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan ibu
jari kaki ke satu arah, lalu kearah lainnya. Kemudian
regangkan masing-masing telapak kaki dengan cara
menarik jari-jari kaki ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung
telapak kaki kearah sebaliknya sehingga ibu merasakan otot
betisnya berkontraksi. Lakukan gerakan ini dua atau tiga
kali sehari.
b. Bernafas dalam-dalam Berbaring dan tekukkan kaki sedikit.
Tempatkan kedua tangan ibu di bagian dada atas dan tarik
nafas. Arahkan nafas ke arah tangan ibu, lalu tekanlah dada
saat ibu menghembus nafas. Kemudian tarik nafas sedikit
lebih dalam. Tempatkan kedua tangan diatas tulang rusuk,
sehingga ibu dapat merasakan paru-paru mengembang, lalu
hembuskan nafas seperti sebelumnya. Cobalah untuk
bernafas lebih dalam sehingga mencapai perut. hal ini akan
merangsang jaringan–jaringan disekitar bekas luka.
Sanggah insisi ibu dengan cara menempatkan kedua tangan
secara lembut diatas daerah tersebut. Kemudian, tarik dan
hembuskan nafas yang lebih dalam lagi beberapa kali.
Ulangi sebanyak tiga atau empat kali (Handiyani, 2009).
c. Duduk tegak Tekuk lutut dan miring kesamping, putar
kepala ibu dan gunakan tangan-tangan ibu untuk membantu
dirinya ke posisi duduk. Saat melakukan gerakan yang
pertama, luka akan tertarik dan terasa sangat tidak
nyaman,namun teruslah berusaha dengan bantuan lengan
samapai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi itu selama
beberapa saat. Kemudian, mulailah memindahkan berat
tubuh ke tangan, sehingga ibu dapat menggoyangkan
pinggul kearah belakang. Duduk setegak mungkin dan tarik
nafas dalam-dalam beberapa kali. Luruskan tulang
punggung dengan cara mengangkat tulang-tulang rusuk.
Gunakan tangan ibu untuk menyangga insisi. Cobalah
batuk 2 atau 3 kali (Handiyani, 2009).
d. Bangkit dari tempat tidur gerakkan tubuh ke posisi duduk.
Kemudian gerakkan kaki pelan-pelan kesisi tempat tidur.
Gunakan tangan ibu untuk mendorong kedepan dan
perlahan turunkan telapak kaki ke lantai. Tekanlah sebuah
bantal dengan ketat diatas bekas luka ibu untuk menyangga.
Kemudian cobalah bagian atas tubuh ibu. Cobalah
meluruskan seluruh tubuh lalu luruskan kaki-kaki ibu
(Aliahani, 2010).
e. Berjalan Dengan bantal tetap tertekan diatas bekas luka,
berjalanlah kedepan. Saat berjalan usahakan kepala tetap
tega, bernafas lewat mulut. Teruslah berjalan selama
beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur
(Handiyani, 2009).
f. Berdiri dan meraih Duduklah dibagian tepi tempat tidur,
angkat tubuh hingga berdiri. Pertimbangkanlah untuk
mengontraksikan otot-otot punggung agar dada
mengembang dan merenggang, cobalah untuk mengangkat
tubuh, mulai dari pinggang perlahan-lahan, melawan
dorongan alamiah untuk membungkuk, Lemaskan tubuh
kedepan selama satu menit (Handiyani, 2009).
g. Menarik perut berbaringlah ditempat tidur dan kontraksikan
otot-otot dasar pelvis, dan cobalah untuk menarik perut.
Perlahan-lahan letakkan kedua tangan diatas bekas luka dan
berkontraksilah untuk menarik perut menjauhi tangan ibu,
lakukan 5 kali tarikan dan lakukan 2 kali sehari.
h. Saat menyusui Tarik perut sembari menyusui. Kontraksikan
otot-otot perut selama beberapa detik lalu lemaskan.
lakukan 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui (Alihani,
2010).
i. Menekuk pelvis
Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian bawah
ketempat tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis akan
menekuk. Lakukan 4 hingga 8 tekukkan selama 2 detik.
j. Meluncurkan kaki
Berbaring dengan lutut ditekuk dan bernafaslah secara
normal. Lalu luncurkan kaki diatas tempat tidur ,menjauhi
tubuh. Seraya mendorong tumit, ulurkan kaki,sehingga ibu
akan merasakan sedikit denyutan disekitar insisi. Lakuakan
4 kali dorongan untuk satu kaki.
k. Sentakan pinggul
Berbaringlah di atas tempat tidur,tekukkan kaki keatas dan
rentangkan kaki yang satu lagi. Lakukan gerakan menunjuk
ke arah jari-jari kaki. Dorong pinggul pada sisi yang sama
dengan kaki yang tertekuk ke arah bahu, lalu lemaskan.
Dorong kaki menjauhi kaki menjauhi tubuh dengan lurus.
Lakukan 6 hingga 8 pengulangan untuk masing-masing
tubuh.
l. Menggulingkan lutut
Berbaring ditempat tidur, kemudian letakkan tangan
disamping tubuh untuk menjaga keseimbangan. Perlahan –
lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut
hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar. Lakukan 3 kali
ayunan lutut kemasing-masing sisi. Akhiri dengan
meluruskan kaki.
m. Posisi jembatan Berbaringlah diatas tempat tidur dengan
kedua lutut tertekuk. Bentangkan kedua tangan ke bagian
samping untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki kebawah
dan perlahan-lahan angkat pinggul dari tempat tidur.
Rasakan tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini
lima kali sehari.
n. Posisi merangkak
Perlahan-lahan angkat tubuh dengan bertopang kedua
tangan dan kaki diatas tempt tidur. Saat ibu
mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tidak
nyaman sedikitpun ibu dapat menambah beberpa gerakan
dalam rangkaian ini. Tekan tangan dan kaki di tempat tidur
dan cobalah untuk melakukan gerakan yang sama dengan
sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong kearah bahu.
Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa
seolah–olah menggoyang–goyangkan ekor. Lakukan
gerakan ini 5 kali sehari.
a) Fase Destruksi ( 1-6 hari)
Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi
dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan
menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi
hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa
keberadaan sel tersebut.
b) Fase Proliferasi (durasi 3-24 hari)
Fibrolas memperbanyak diri dan membentuk jaringan-jaringan untuk
sel-sel yang bermagrasi. Fibrolast melakukan sintesis kolagen dan
mukopolisakarida.
c) Fase Maturasi (durasi 24-365 hari)
Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit,sel epitel
pada pinggir luka dan sisa-sisa folikel membelah dan mulai
berimigrasi diatas jaringan glanurasi baru.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Sectio Caesareaa.


a. Faktor Luka
1. Kontaminasi Luka
Tehnik pembalutan yang tidak adekuat, bila terlalu kecil
memungkinkan invasi dan kontaminasi bakteri jika terlalu kencang
dapat mengurangi Suplayoksigen yang membawa nutrisi dan oksigen.
2. Edema
Penurunan suplay oksigen melalui gerakan meningkat tekanan
intersisial pada pembuluh darah. Hemoragi Akumulasi darah
menciptakan ruang rugi sel-sel mati yang harus disingkirkan.
b. Faktor Umum
1. Usia
Makin tua pasien,makin kurang lentur jaringan.
2. Nutrisi
Pada penyembuhan luka kebutuhan luka akan nutrisi meningkat
seiring dengan stress fisiologis yang menyebabkan defisiensi protein,
nutrisi yang kurang dapat menghambat sintesi kolagen dan terjadi
penurunan fungsi leokosit.
3. Obesitas
Pada pasien obesitas jaringan adipose biasanya mengalami avaskuler
sehingga mekanisme pertahanan terhadap mikroba sangat lemah dan
mengganggu suplayc nutrisi kearah luka,akibatnya penyembuhan luka
menjadi lambat.
4. Medikasi
Pada beberapa obat dapat mempengaruhi penyembuhan luka, seperti
steroid, anti koagulan, anti biotic spectrum luas.
c. Faktor Local
1. Sifat injuri
Kedalaman luka dan luas jaringan yang rusak mempengaruhi
penyembuhan luka, bahkan bentuk luka.
2. Adanya infeksi
Jika pada luka terdapat kuman pathogen penyebab infeksi, maka
penyembuhan luka menjadi lambat.
3. Lingkungan setempat
Dengan adanya drainase pada luka. PH yang harusnya antara 7,0
sampai 7,6 menjadi berubah sehingga mempengaruhi penyembuhan
luka. Selain itu, adanya tekanan pada area luka dapat mempengaruhi
sirkulasi daerah pada daerah luka.

2.7 Indikator Pemulihan Pasca Sectio Caesarea dengan Mobilisasi Dini


Pada hari ke tiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan
pulang kerumah apabila tidak terjadi komplikasi. Perkembangan kesembuhan
ibu pasca sectio carsarea dapat dilihat dari hari kehari. Hari kedua setelah
operasi ibu berusaha buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan
melakukannya dikamar mandi dengan dibantu suami atau keluarga. Hari
ketiga umumnya inu baru akan buang air besar, dimana saat awal setelah
persalinan ibu mengalami sembelit. Pada hari ke empat lochea pada ibu pasca
operasi normalnya 2x ganti doek/hari, perubahan ini menunjukkan bahwa
rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk kembali ke kondisi dan
ukuran yang norma.
1. Pada hari kelima fundus uteri
Berada pada pertengahan pusat simfisis dan hari ketujuh setelah operasi
luka bekas sayatan mengering (Kasdu, 2012).
2. Perawatan luka
Luka insisi diinspeksikan setiap hari, sehingga pembalut yang relative
ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. Secara normal
jahitan kulit diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Paling
lambat pada hari ketiga post partum pasien sudah dapat mandi tanpa
membahayakan luka insisi. Perawatan persalinan sectio caesarea meliputi
perawatan luka insisi, diet, mobilisasi dini, aspek kontrol ulang, aktivitas
seksual paska melahirkan, dan involusi uterus. Perawatan pertama selesai
operasi adalah pembalutan luka dengan baik, sebelum penderita
dipindahkan dari kamar operasi (Ismail, 2009). Perawatan luka insisi
diperiksa setiap hari dan jahitan kulit atau kelp diangkat padahari ke
empat setelah pembedahan. Pada hari ketiga port partum, mandi dengan
pancuran tidak membahayakan insisi. Jaringan subkutis yang tebal (lebih
dari 3 cm) merupakan faktor resiko ntuk infeksi luka operasi (Ismail,
2009).
3. Cara merawat bekas sayatan operasi
Menurut Kasdu (2005) merawat bekas sayatan biasanya benang operasi
terserap secara otomatis. Beberapa cara merawat bekas sayatan operasi
sebagai berikut :
a. Bagi ibu yang sudah bisa mandi tanpa diseka, sebaiknya mandi
dengan shower atau mandi bersiram, kalau ingin mandi bersiram,
kalau ingin mandi di Bath up bersihkan tempat mandi sebelum dan
setelah digunakan.
b. Setelah mandi segera keringkan bekas sayatan tersebut dengan handuk
yang lembut, kertas, tisu atau kapas.
c. Jangan memakai celana dalam yang pendek (jenis bikini) karena
celana seperti ini akan menekan bekas sayatan sehingga akan terasa
sakit.
d. Kalau bekas sayatan menjadi bengkak kemerahan dan terasa sakit
segera periksa ke dokter karena tanda-tanda ini menunjukkan
terjadinya infeksi.
4. Pemberian cairan Pasien dengan masalah perawatan kesehatan yang
memerlukan intervensi pembedahan biasanya menjalani prosedur
pembedahan yang mencakup pemberian anestesi local, regional atau
umum. Perkembangan preparat anastesik, akhir-akhir ini telah difokuskan
pada obat-obatan kerja singkat dan pemulihan yang lebih cepat. Anestesi
secara umum sering dapat menimbulkan mual dan muntah pada saat
digunakan, yang kemudian menimbulkan komplikasi yang serius dan
bersifat fatal, sehingga perawat menyampaikan kepada pasien untuk
berpuasa sebelum operasi. Hal ini dilakukan untuk menghentikan semua
asupan oral hingga 4 jam dan makanan padat antara 2 sampai 6 jam
sebelum operasi. Karena 24 jam pertama penderita puasa pascaoperasi,
maka pemberian cairan peri infus, harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit yang diperlukan, agar jangan terjadi hipertermia, dehidrasi dan
komplikasi pada organ-organ tubuh. Cairan tubuh yang diberikan
biasanya dektrosa 5% gram fisioligis dan ringer laktat secara bergantian.
Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya 20n
tetes permenit, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal ini
dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan (Perry dan Potter,
2009).

2.8 Pengeluaran Lokhea


Lokhea adalah cairan yang dikeluarkan uetrus melalui vagina dalam
masa nifas sifat lokhea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran dan
lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari tempat
melekatnya plasenta).Lokhea dibagi dalam beberapa jenis (Soleha, 2009) :
a. Lokhea rubra
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks
kaseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lokhea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca
persalinan.
c. Lokhea serosa
Bewarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 hari pasca
persalinan.
d. Lokhea alba
Cairan putih, setelah 2 minggu.
e. Lokhea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
f. Lochiostasis
Lokhea tidak lancar keluarnya, apabila pengeluaran lokhea lebih lama dari
pada yang disebabkan kemungkinan adanya :
a) Tertinggalnya plasenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang
kurang baik.
b) Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lokhea rubra lebih
banyak karena kontraksi uterus dengan cepat.
c) Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga
lebih lama mengeluarkan lokhea dan lokhea berbau anyir atau amis.
Bila lokhea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian
bawah kemungkinan diagnosisnya adalah metrisis. Metritis adalah
infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
tersebar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi abseb pelvik, peritonitis, syok septik (Soleha, 2009).

2.9 Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Proses Pecepatan Penyembuhan


Postpartum
Menurut Kasdu, 2005 mobilisasi akan membantu memperoleh
kekuatan, mempercepat kesembuhan postpartum SC dan memudahkan kerja
usus besar serta kandung kemih. Dengan adanya mobilisasi secara langsung
berdampak pada akselerasi proses penyembuhan post partumhasil penulisan
yang dilakukan oleh Jensen Situmarong (2010) menyebutkan bahwa ibu post
sectio caesareayang melakukan m0bilisasi dini dapat mempercepat proses
penyembuhan luka. Mobilisasi dini dilakukan oleh ibu post sectio, baik yang
mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan
mempunyai variasi tergantung pada keadaan umum, jenis persalinan atau
tindakan persalinan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat
mempercepat proses pengeluaran lokhea dan membantu proses penyembuhan
luka (Manuaba, 2009).
Bobak (2004), menjelaskan mobilisasi dini sangat bermanfaat untuk
melancarkan sirkulasi trombosit. Sebagian besar ibu pasca Sectio Caesarea
dapat melakukan mobilisasi dini setelah efek-efek obat-obatan yang diberi
saat melahirkan telah hilang aktifitas tersebut sangat berguna bagi semua
sistem tubuh paru terutama bagi fundus usus, kandung kemih, sirkulasi dan
paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembekuan (trombosit)
pada pembuluh. Banyak manfaat melakukan mobilisasi dini yang telah
dikonfirmasikan oleh sejumlah penulis, para wanita, menyatakan bahwa
mereka merasa lebih baik dan kuat setelah melakukan mobilisasi dini dan
komplikasi kandung kemih dan konstifasi jarang terjadi (Farrer, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2007) dengan judul
hubungan mobilisasi dini pada ibu post SC (Sectio caesarea) dengan proses
penyembuhan luka operasi diruang kebidanan Rsudam provinsi lampung
dengan hasil penelitian tidak ada hubungan secara statistik antara mobilisasi
dini post operasi dengan penyembuhan luka (p < 0,05).
Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh Purnawati, dkk, (2014),
dengan judul “Efektifitas Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Partum Terhadap
Percepatan Proses Penyembuhan Luka Sectio Caesarea Fase Inflamasi Di
Rsud Sanggau Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
efektifitas mobilisasi dini pada ibu post partum terhadap percepatan proses
penyembuhan luka sectio caesarea fase inflamasi. Dengan metode penelitian
ini pre-eksperimen dengan desain the one shot case study. Jumlah sampel 28
responden yang dilakukan dengan consevutive sampling. Analisa penelitian
menggunakan uji alternatif Fisher. Dari analisa mobilisasi dini pada ibu post
sectio caesarea terhadap percepatan penyembuhan luka fase inflamasi dengan
menggunakan uji alternatif Fisher didapatkan hasil nilai p = 0,001 dimana
nilai p < 0,05.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Salamah, (2015), dengan judul
“Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Pemulihan Luka Post Sectio Caesarea
Di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015”. Metode
penelitian ini korelasional dengan pendekatan kohort prospektif. Sampel
adalah ibu bersalin dengan cara SC yang dirawat di Ruang Alamanda III
RSUD Panembahan Senopati Bantul bulan Mei 2015 berjumlah 36 orang,
diambil dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian adalah lembar
observasi, data dianalisis dengan uji chi square. Pelaksanaan mobilisasi dini
pada ibu post SC sebagian besar dilaksanakan dengan baik (63,9%) dan luka
post SC sebagian besar sudah pulih (86,1%). Hasil uji chi square diketahui p-
value = 0,006.

2.10Kerangka Teori
Kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah di ketahui
dalam suatu masalah tertentu. Setelah di jelaskan berbagai pendekatan teori,
maka pada akhir bab ini di jelaskan teori-teori yang di gunakan salam
penelitian, penjelasan di gambarkan dalam bentuk teori.
Faktor yang mempengaruhi proses
Keadaan umum klien Kesembuhan faktor endogen :
- Gangguan koagulasi sistem
Imun
- Usia
Mobilisasi dini - Kebutuhan nutrisi
Faktor eksogen :
- Perawatan luka
- Infeksi
Faktor penyulit :
- Derajat luka
- Kecemasan
- Ketakutan
- Support system Waktu kesembuhan luka fase proliferasi
- Sosial budaya

Fase penyudahan
Fase inflamasi

Fase proliferasi

Gambar 2.1

Kerangka Teori “Hubungan Mobilisasi Pada Post Section Caesaria (SC) Dengan
Proses Penyembuhan Luka Operasi Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
Tahun 2018”, Sumber : Sjamsuhidayat (1997), & Sumiardi (1997), Modifikasi
dalam Salamah, (2015).

You might also like