Friesian Holland Cattle Crossbreed Reproduction Performance Different Parity Covered Cooperative Area at Semen Gandusari Subdistrict Blitar Regency
Friesian Holland Cattle Crossbreed Reproduction Performance Different Parity Covered Cooperative Area at Semen Gandusari Subdistrict Blitar Regency
Friesian Holland Cattle Crossbreed Reproduction Performance Different Parity Covered Cooperative Area at Semen Gandusari Subdistrict Blitar Regency
ABSTRAK
Kata kunci: Perkawinan per kebuntingan, Angka konsepsi dan Inseminasi buatan
ABSTRACT
This research was carried out in KUD Semen, Gandusari, Blitar start from 12 nd
February to 12 nd March 2014. The purpose of this research was to determine the
reproductive performances of crossbreed Holstein Friesian cow in the region of KUD Semen.
The material used cattle used as the acceptors were 200 heads with 50 heads to each parity.
The method used in this study was case study. The samples were gathered by purposive
sampling method. Descriptive analysis was to analyze data of S/C and CR in terms of mean
SD for different parity. The results of the research value of the S / C, at parity 1, 2, 3 and 4
were of 1,86 ± 0,857 ; 2,2 ± 1,355 ; 2,36 ± 1,257 ; and 2,08 ± 1,21 respectively. And the value
of CR in parity 1, 2, 3 and 4 were 42 % ± 0,5 ; 38% ± 0,49 ; 34% ± 0,8 ; 42% ± 0,5
respectively. Conclusion of this research indicated that the S/C was still below (2,13 + 17)
expectation, where as 39% CR was a similar reproduction performance in differen Friesian
Holland cattle cross breed.
Key words : Service per conception, Conception rate and Artificial Insemination
1
PENDAHULUAN Toharmat dan Anggraeni, 2011).
Kebutuhan susu dari tahun ke Efisiensi reproduksi pada usaha
tahun terus meningkat dari tahun 2001- peternakan sapi perah harus dilakukan
2005 sebesar 239.908 ton di Jawa Timur dengan baik untuk mendapatkan
(Zuhriyah, 2010). Seiring dengan keuntungan dalam usahanya. Oleh
peningkatan jumlah konsumsi susu di karena itu, dalam usaha peternakan sapi
Jawa Timur sebesar 277.142 ton, perah PFH, reproduksi juga berpengaruh
tingginya permintaan terhadap susu untuk peningkatan jumlah ternak,
menyebabkan angka produksi lebih karena usaha peternakan sapi perah hasil
rendah dari angka konsumsi susu. Salah utamanya adalah susu, tampilan ternak
satu upaya untuk memenuhi kebutuhan berpengaruh terhadap reproduksinya.
susu yaitu dengan meningkatkan jumlah Jika ternak sapi perah penampilan
populasi sapi perah. Reproduksi sapi reproduksinya baik, maka
perah merupakan salah satu faktor produktivitasnya dapat dikatakan baik
pendukung yang paling berpengaruh pula. Jadi, mengawinkan ternak harus
dalam meningkatan jumlah populasi sapi tepat pada waktunya sehingga jarak
perah. Peningkatan populasi ternak sapi selang beranak tidak begitu panjang,
perah dan produksi ternak sapi perah produksi susu lebih optimal dan terus
sangat tergantung kepada keberhasilan berlanjut.
reproduksinya, apabila reproduksi tidak Pada saat ini masih belum
diatur dengan baik maka tingkat terdapat gambaran mengenai tampilan
produksi akan rendah (Fanani, Subagyo reproduksi pada paritas yang berbeda
dan Lutojo, 2013). Pentingnya dari hasil evaluasi IB di Wilayah KUD
reproduksi dalam peningkatan jumlah Semen Kecamatan Gandusari Kota
populasi sapi perah juga berpengaruh Blitar. KUD Semen merupakan koperasi
dalam usaha peternakan sapi perah, yang berada di daerah peternakan yang
karena hasil utama dari usaha sapi perah sangat potensia,l sebagian besar
adalah susu. Berbagai upaya telah masyarakatnya beternak sapi perah.
dilakukan pemerintah untuk Untuk meningkatkan populasi sapi perah
meningkatkan produktivitas sapi perah diwilayah kerja KUD Semen bisa
di dalam negeri. Salah satu upaya untuk menggunakan metode IB, karena sistem
meningkatkan mutu genetik sapi perah perkawinan ini menggunakan semen
yang dapat dilakukan adalah melakukan dari pejantan unggul, sehingga
program Inseminasi Buatan (IB). keturunan betina yang dihasilkan
Inseminasi Buatan merupakan program diharapkan mempunyai produksi susu
yang telah dikenal oleh peternak sebagai yang tinggi.
teknologi reproduksi ternak yang efektif Berdasarkan dari hasil
(Susilawati, 2011). penjelasan tersebut perlu dilakukan
Budidaya sapi perah di suatu penelitian mengenai tampilan
peternakan rakyat sampai saat ini reproduksi ternak pada berbagai paritas,
memiliki peran penting sebagai sebab dalam proses siklus reproduksi
produsen utama penghasil susu segar di ternak dipengaruhi oleh indikasi jumlah
dalam negeri. Kinerja reproduksi sapi partus induk sapi, yang diukur dengan
perah dapat dilihat dari parameter IB seberapa besar S/C dan CR pada sapi
yang dapat dijadikan tolak ukur guna PFH di wilayah kerja KUD Semen
mengevaluasi efisiensi reproduksi sapi Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar
perah betina, yaitu S/C dan CR. Semua yang merupakan salah satu daerah
parameter tersebut merupakan evaluasi peternakan sapi perah PFH.
dari peranan teknologi IB yang
diketahui dapat berpengaruh terhadap
peningkatan populasi sapi perah yang
nantinya mampu untuk meningkatkan
produksi susu (Atabany, Purwanto,
2
MATERI DAN METODE Service per Conception
merupakan suatu ukuran untuk
Materi: mengetahui berapa kali sapi betina
Materi yang digunakan yaitu dikawinkan sampai bunting (Susilawati,
indukan sapi perah (PFH) sebanyak 200 2011).
ekor dari berbagai paritas, yaitu pada
paritas 1, 2, 3, dan 4 yang masing- HASIL DAN PEMBAHASAN
masing paritas berjumlah 50 ekor. Service per conception
Data hasil penelitian tampilan
Metode: reproduksi sapi peranakan friesian
Penelitian ini dilakukan dengan holstein pada paritas yang berbeda
metode studi kasus dengan terhadap Service per conception
pengumpulan data primer dan sekunder. disajikan pada gambar 1.
Data primer adalah data yang hanya
dapat diperoleh dari sumber asli atau
pertama. Dalam penelitian ini data
primer diperoleh dari hasil wawancara S/C
dengan peternak saat IB dan 2,36
pengamatan langsung di lapang. Data 2,5 2,2 2,08
sekunder adalah data yang sudah 1,86
2
tersedia dan siap dikumpulkan. Data P1
Nilai S/C
3
reproduksi ditinjau dari S/C pada paritas kebuntingannya dengan palpasi rektal.
1 memenuhi angka yang normal paritas Susilawati (2011) menyatakan bahwa
yang lain (2, 3, dan 4) diatas normal. palpasi rektal merupakan metode
Purwanta dan Agung (2005) pemeriksaan kebuntingan yang praktis,
menyatakan rendahnya tampilan mudah dilaksanakan dan dapat diyakini
reproduksi terlihat dari rendahnya angka kebenarannya. Inseminator yang sudah
konsepsi, tingginya services per cukup lama bertugas di lokasi penelitian
conseption dan masih panjangnya dianggap cukup terampil dalam
calving interval. Analisis data yang telah melakukan inseminasi pada sapi
dilakukan di tempat penelitian rata-rata sehingga dapat dikatakan kecil
sapi di inseminasi hingga bunting 2–3 kemungkinannya tingginya S/C akibat
kali inseminasi atau 2,13 ± 1,17 hasil kurang terampilnya petugas inseminator
ini ada pada kisaran hasil penelitian di wilayah kerja KUD Semen.
Rasad (2009), yang berpendapat bahwa Tingginya nilai S/C menunjukan
indukan sapi perah FH terhadap catatan gambaran reproduksi yang tidak efisien
perkawinan menunjukan bahwa untuk dan akan merugikan secara ekonomis.
menghasilkan suatu kebuntingan
dibutuhkan 1-5 kali perkawinan atau Conception rate
rata-rata 2,20 ± 0,92 kali perkawinan. Hasil penelitian Conception rate
Umur ternak tidak berpengaruh terhadap disajikan pada gambar 2.
nilai S/C sehingga bertambahnya umur
induk tidak akan menurunkan nilai S/C
maka penampilan reproduksi tidak CR
selalu bertambah baik (Wardana, 2008).
Wahyu (2013) berpendapat bahwa S/C 60%
42% 42%
Persentase CR
4
ditinjau dari angka konsepsinya perkawinan yang positif, sehingga hanya
menunjukkan hasil dibawah angka dengan satu kali perkawinan, akan
normal, sehingga angka konsepsi dari menghasilkan kebuntingan hal ini
hasil penelitian yang telah dilakukan berpengaruh terhadap angka
sangat kurang baik karena dibawah kebuntingan (Conception Rate).
standar.
Angka konsepsi (CR) masih Profil Paritas
sangat rendah pada lokasi penelitian Paritas merupakan tahapan
karena peternak kurang cermat dalam seekor indukan ternak yang mampu
mengamati estrus, waktu perkawinan bunting hingga melahirkan anak (Aries,
yang kurang tepat serta jarak rumah 2009). Paritas pertama, yaitu ternak
inseminator dengan akseptor yang cukup indukan sapi PFH yang pertama kalinya
jauh serta medan yang sulit sehingga bunting dan mampu melahirkan pedet
menghambat datangnya inseminator pertama kalinya saat melahirkan.
untuk melakukan inseminasi. Udin Umumnya sapi paritas pertama
(2005) menjelaskan bahwa bervariasnya diwilayah kerja KUD Semen memiliki
angka kebuntingan dapat disebabkan umur rata-rata 3 – 3,5 tahun, karena sapi
oleh jarak kawin pertama yang berbeda, muda paritas pertama umumnya pada
disamping itu lama menyusui dan faktor umur 2 – 3 tahun sudah di kawinkan
inseminator dalam melaksanakan atau di Inseminasikan, sedangkan paritas
pelayanan IB. Arifiantini, dkk. (2010), kedua yaitu ternak indukan sapi PFH
memiliki kesamaan pendapat bahwa yang sudah melahirkan pedet yang
rendahnya CR hasil inseminasi dengan kedua kalinya, demikian juga dengan
semen beku kemungkinan disebabkan kelahiran – kelahiran paritas berikutnya.
oleh beberapa faktor, pertama Indukan sapi PFH yang sudah beranak
terlambatnya waktu inseminasi, kedua dua kali biasanya berumur 4 – 4,5 tahun.
kemungkinan kurangnya jumlah Yaniesa (2011) menyatakan bahwa
spermatozoa motil yang paritas induk tidak memberikan
diinseminasikan. Sedangkan menurut kontribusi terhadap tampilan reproduksi
Udin (2005) bahwa dengan ternak yang di ukur melalui faktor masa
memperpanjang jarak kawin pertama kosong, di pertegas dengan pendapat
pascapartum tidak memperbaiki angka Ihsan dan Tjatur (2011), berpendapat
kebuntingan (CR) untuk mendapatkan bahwa tampilan reproduksi ternak tidak
efisiensi reproduksi atau perfomans terhadap paritas. Daya reproduksi ternak
reproduksi yang baik dapat dilakukan dipengaruhi oleh produktivitas oleh
dengan kawin pertama pascapartum ternak itu sendiri. Paritas dan umur
yang tidak terlalu lama. induk mempunyai hubungan yang erat
Peranan dokter hewan ataupun dengan angka paritas (Wardana, 2008).
petugas kesehatan ternak di wilayah Semakin tua umur induk ternak akan
KUD Semen sangat diperlukan dalam menyebabkan kondisi indukan sapi akan
membantu peternak untuk melakukan terus menurun dan kemampuan
pengecekan rutin terhadap indukan reproduksinya ikut menurun pula.
akseptor untuk mendiagnosa jenis
penyakit gangguan reproduksi. Selain Pakan
itu, juga perlunya bimbingan ataupun Pakan dibutuhkan untuk
penyuluhan secara teratur mengenai memenuhi kebutuhan nutrisi hidup
manajemen teknik beternak yang baik, pokok dan produksi ternak. Haryanti
pencegahan dan penanggulangan yang (2009) menyatakan bahwa Pakan yang
terkait dengan gangguan reproduksi baik adalah yang mengandung zat
ternak. Rasad, dkk. (2008) menyatakan makanan yang mencukupi kualitas dan
bahwa induk sapi pada saat tepat kuantitasnya, seperti energi, protein,
(berahi) akan memudahkan pelaksanaan lemak, mineral dan juga vitamin, yang
IB, serta akan memberikan respon semuanya dibutuhkan dalam jumlah
5
yang tepat dan seimbang untuk masih dibawah nilai harapan, yaitu
kebutuhan ternak. Pakan yang diberikan sebesar 2,13 ± 1,17 dan 39%.
dan manajemen pemberian pakan juga 2. Hasil perhitungan penelitian, paritas
berpengaruh terhadap nilai angka
yang berbeda tidak berpengaruh
konsepsi (Nuryadi dan Wahjuningsih,
2011). Pada umumnya peternak dilokasi nyata terhadap nilai Conception rate
penelitian memberikan pakan ternak dan Service per conception.
berupa rumput gajah, rumput lapang,
tebon jagung, singkong, silase tebon SARAN
jagung, dan konsentrat yang diperoleh
dari KUD setempat. Teknik pemberian Saran yang diharapakan dari
pakan dibagi menjadi 3 kelompok, yakni penelitian ini adalah sebagai berikut:
yang memfokuskan pemberian pakan 1. Peternak disarankan untuk
pada “ pre- partum”, “post- partum”,
meningkatkan pola
atau kombinasi lainnya (Winugroho,
2002). Peternak umumnya di wilayah pemeliharaan ternak yaitu
kerja KUD Semen dari hasil wawancara dengan melakukan pengamatan
dalam teknik pemberian pakan ternak berahi yang lebih intensif lagi
umumnya seragam atau disamakan dengan memperhatikan tanda-
kecuali setelah melahirkan atau post tanda berahi.
partum lebih diperbanyak dalam 2. Peternak dalam pelaporan berahi
pemberian pakan tambahan yang
ke inseminator untuk dilakukan
umumnya adalah konsentrat yang
diperoleh dari KUD Semen sehingga inseminasi buatan tepat waktu.
pengalaman dalam beternak dan usia 3. Peternak memperbaiki
peternak juga berpengaruh terhadap pencatatan data-data reproduksi
efisiensi reproduksi ternak. Fanani, dkk. yang meliputi tanggal estrus,
(2013), menyatakan faktor manajemen tanggal IB dan tanggal partus
seperti pengalaman dalam pemeliharaan agar dapat mengetahui
ternak akan mempengaruhi kemampuan
perkembangan reproduksi
seorang peternak dalam mengelola
peternakannya dan faktor yang sangat ternak dengan optimal.
berpengaruh dalam hal pengetahuan tata
cara beternak sapi perah adalah DAFTAR PUSTAKA
pengalaman, pendidikan dan usia
peternak. Umumnya peternak dilokasi Anggraeni, A. 2003. Keragaan produksi
penelitian diwilayah kerja KUD Semen susu sapi perah: kajian pada
dalam pemberian pakan harian tidak faktor koreksi pengaruh
pernah diukur kuantitas maupun lingkungan internal. Balai
kualitasnya oleh peternak . Penelitian Ternak, Wartazoa
Vol. 13 No.1. Bogor.
6
Atabany, A., Purwanto B. P., Purwanto, Prasetyo, A. A. 2009. Status Fertilitas
T. Toharmat dan A. Anggraeni, Induk Sapi Persilangan
A. 2011. Hubungan masa Limousin pada Berbagai Paritas.
kosong dengan produktivitas Jurusan Produksi Ternak
pada sapi perah friesian holstein Fakultas Peternakan Universitas
di Baturaden, Indonesia. Media Brawijaya. Malang.
Peternakan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. 34 (2) : Purwanta dan Agung, W. B. 2005.
77- 82. Conception rate, service per
conception and calving inverval
Fanani, S., Subagyo, Y.B.P., dan Lutojo. of dairy. Jurnal Agrisistem,
2013. Kinerja reproduksi sapi Desember 2005, Vol.1 (1-9 ).
perah peranakan friesian Yogyakarta.
holstein (PFH) di Kecamatan
Pudak, Kabupaten Ponorogo. Rasad, S. D. 2009. Evaluation
Tropical Animal Husbandry performance reproduction on
Vol. 2 (1), Januari: 21-27. dairy cattle case study in
sinarjaya dairy cattle
Gumilar, A., S. 2013. Tampilan cooperation. Agripet:Vol (9)
Reproduksi Sapi Perah Pada No.1: 43-49.
Berbagai Paritas di Wilayah
KUD Batu. Skripsi. Fakultas Rasad, S. D., Kuswaryan, S., Sartika, D.,
Peternakan, Universitas dan Salim, R. 2008. Kajian
Brawijaya. Malang. Pelaksanaan Program
Inseminasi Buatan Sapi Potong
Haryanti, N. W. 2009. Kualitas Pakan di Jawa Barat. Prosiding
dan Kecukupan Nutrisi Sapi Seminar Nasional Sapi Potong –
Simmental di Peternakan Mitra Palu.
Tani Andini, Kelurahan Gunung
Pati, Kota Semarang. Jurusan Susilawati, T. 2011. Tingkat
Nutrisi dan Makanan Ternak, Keberhasilan Inseminasi Buatan
Fakultas Peternakan, Universitas Dengan Kualitas dan Deposisi
Diponegoro. Semarang. Semen yang Berbeda pada Sapi
Peranakan Ongole.
Ihsan, M. N dan Tjatur, A.N.K.. 2011.
The performances of Susilawati, T. 2011. Spermatology.
reproductive friesian holstein Penerbit Universitas Barwijaya
(FH) dairy cows at various Press. Malang.
parity and month of lactation in
different altitude. Vol. 11(2): 1- Udin, Z. 2005. Pengaruh Kawin Pertama
10. Pascapartum Sapi Potong
Terhadap Angka Kebuntingan di
Nuryadi dan Wahjuningsih, S. 2011. Kodya Padang. Buletin
Penampilan reproduksi sapi Peternakan. 29 (4).
Peranakan Ongole dan
Peranakan Limousin di Wahyu, A. E. S., Isnaini, N. dan
kabupaten Malang. Jurusan Wahjuningsih, S 2013.
Produksi Ternak Fakultas Tampilan Reproduksi Sapi
Peternakan Universitas Peranakan Limousin di
Brawijaya. J. Ternak Tropika KecamatanTanggunggunungKa
Vol. 12, No.1: 76-81. bupatenTulungagung.http://fap
et.ub.ac.id/wpcontent/uploads/
2014/01/JurnaL.pdf.
7
Wahyudi, L., Susilawati, T., dan
Wahjuningsih, S. 2013.
Tampilan Reproduksi Sapi
Perah Pada BerbagaiParitas di
Desa Kemiri Kecamatan
Jabung Kabupaten Malang. J.
Ternak Tropika Vol. 14, No.2:
13-22.