Air Borne Disease
Air Borne Disease
Air Borne Disease
TUBERKULOSIS
1. DEFINISI
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri
kompleksMycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae
dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputiM.
tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks
tersebut, M. Tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri
ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian
lain tubuh manusia (Masrin, 2008).
3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia tahun 2001 diperkirakan 582 ribu penderita baru atau 271 per 100 ribu
penduduk, sedangkan yang ditemukan BTA positif sebanyak 261 ribu penduduk atau 122 per
100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86 % dan kematian sebanyak 140
ribu. Jumlah penderita di Indonesia ini merupakan jumlah persentase ketiga terbesar di dunia
yaitu 10 %, setelah India 30 % dan China 15 %. Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of
Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %.
Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10
(sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari
keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka
diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun,
dimana 50 penderita adalah BTA positif.
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat penduduk,
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang terkait seperti masalah
kesehatan yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan anggota keluarga, kepadatan
penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya matahari, dll. Sedangkan masalah perilaku
sehat antara lain akibat dari meludah sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota
keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dll. Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara
lain menyangkut ketersediaan obat, penyuluhan tentang penyakit dan mutu pelayanan
kesehatan. Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah adalah adanya resistensi
dari kuman yang disebabkan oleh obat (multidrug resistent organism). Kuman yang resisten
terhadap banyak obat tersebut semakin meingkat.
4. GEJALA KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih.Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat
juga dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasi, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) dengan gejala tersebut, dianggap sebagai
tersangka (suspek) pasien TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskospis langsung (Depkes, 2008).
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosa, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk menegakkan
diagnosa dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu- pagisewaktu (S-P-S) (Depkes, 2008).
5. DIAGNOSIS
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak
secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen
SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan
dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.
Pada orang dewasa, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam diagnosis, hal ini
disebabkan suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah
terpapar dengan Mycobacterium tubeculosis. Selain itu, hasil uji tuberkulin dapat negatif
meskipun orang tersebut menderita TB. Misalnya pada penderita HIV (Human
Immunodeficiency Virus), malnutrisi berat, TB milier dan morbili. Sementara diagnosis TB ekstra
paru, tergantung pada organ yang terkena.
Misalnya nyeri dada terdapat pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis
pada limfadenitis TB dan pembengkakan tulang belakang pada Sponsdilitis TB. Seorang
penderita TB ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TB paru, oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada.
Secara umum diagnosis TB paru pada anak didasarkan pada:
�� Gambaran klinik
Meliputi gejala umum dan gejala khusus pada anak.
�� Gambaran foto rontgen dada
Gejala-gejala yang timbul adalah:
• Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
• Milier
• Atelektasis/kolaps konsolidasi
• Konsolidasi (lobus)
• Reaksi pleura dan atau efusi pleura
• Kalsifikasi
• Bronkiektasis
• Kavitas
• Destroyed lung
�� Uji tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan dengan cara intra kutan) Bila uji tuberkulin
positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji
tuberkulin dapat negatif pada anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dan lain-lain).
�� Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan
indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
�� Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan
lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan serologis
sepertiELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
pemakaian dalam klinis praktis.
�� Respons terhadap pengobatan dengan OAT
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang atau
memperkuat diagnosis TB.
6. PENGENDALIAN
Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan berbagai
upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (DirectlyObserved Treatment
Shortcourse). World Health Organization (WHO) merekomendasikan 5 komponen strategi
DOTS yakni :
�� Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk dukungan
dana)
�� Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
�� Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO)
�� Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin
�� Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TB.
Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar tidak terjadi
penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah :
1) Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi
2) Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
penularan.
Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama
adalah memberikan obat anti TB yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai
ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau
menghilangkan faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku
dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari,
mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari
meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik
dan seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan..
Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat.
Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peranserta
masyarakat dalam penanggulangan TB.
Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk; 1) menyembuhkan penderita
sampai sembuh, 2) mencegah kematian, 3) mencegah kekambuhan, dan 4) menurunkan
tingkat penularan.
7. PRINSIP PENGOBATAN
Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip
yang dipakai adalah :
- Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
- Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
�� Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
�� Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
�� Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
�� Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
�� Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Pengobatan Penyakit Tuberkulosis paru
Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis yang digunakan untuk TB paru
sebagaimana tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1
Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Dosis (mg/kg)
harian 3 × seminggu
Isoniasid ( Bakterisid 5 10
H) (4-6 ) ( 8-12 )
Rifampicin ( Bakterisid 10 10
R) ( 8 -12 ) ( 8 -12 )
Pyrazinamid Bakterisid 25 35
(Z) ( 20-30 ) ( 30-40 )
Steptomycin Bakterisid 15 -
(S) ( 12-18 )
Etambutol ( Bakteriostatik 15 30
E) ( 15-20 ) ( 20-35 )
(Depkes,2008)
(Depkes,2008)
Tabel 3
Efek samping berat OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petujuk pelaksanaan
kulit dibawah
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah - Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,
muntah (permulaan ikterus segera lakukan tes fungsi
karena obat) hati.
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan rejatan (syok ) Rifampisin Hentikan Rifampisin
(Depkes,2008)
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit” dilakukan
dengan menyingkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Sementara dapat diberikan anti
histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal – gatal tersebut pada
sebagian pasien akan hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi kemerahan kulit.
Bila keadaan seperti ini terjadi maka OAT yang diberikan harus dihentikan, dan ditunggu
sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien
perlu dirujuk. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau
karena kelebihan dosis (Depkes, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
1. ___________ Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Tuberkulosa Paru untuk Kader,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1990, Jakarta, hal 1-11.
2. __________ Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Depkes RI, Sagung Seto, 2000,
hal 234-242.