Bab Ii
Bab Ii
Bab Ii
BAB II
PEMBAHASAN
Usia, jenis kelamin serta jumlah persalinan pervaginam yang pernah dialami
sebelumnya merupakan faktor resiko yang sudah dipastikan dan secara parsial
menyebabkan peningkatan insidensnya pada wanita. Faktor resiko lain yang
diperkirakan merupakan penyebab gangguan ini adalah infeksi saluran
kemih , menopause, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan penggunaan
berbagai obat. Gejala ruam, dekubitus, infeksi kulit serta saluran kemih dan
pembatasan aktivitas merupakan konsekuensi dari inkontinensia urin.
Biaya perawatn bagi pasien inkontinensia urin diperkirakan lebih dari 10,3
milyar US $ pertahunnya (AHCPR, 1992). Biaya psikososial dari
inkontinensia urin sangat besar, yaitu: perasaan malu, kehilangan kepercayaan
diri dan isolasi sosial merupakan hasil yang umumnya terjadi. Inkontinensia
6
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi
infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila
vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen
topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani
prostatektomi. Dan bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan
misalnya dengan makanan kaya
serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan
laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih
karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes
melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang
berlebihan yang
bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti
kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan
kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau
gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke
7
2.3 Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan
fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan.
Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang
berpusat di pusat.berkemih disacrum. Jalur aferen membawa informasi
mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2000).
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih
melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung
kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang
mempersyarafi otot dasar panggul (Guyton, 1995).
2.4 Pathway
Penyakit kronis , imobilisasi,
Perubahan Obat-obatan
ETIOLOGI Dm, gagal jantung
anatomi&fungsi tubuh
Gangguan
Tahanan uretra
aktifitas kolinergik
Kegagalan uretra
Sensasi untukpada
Inkontinensia berkemih
lansia
Tekanan abdomen
Output berlebih
Rembesan urin
involunteer
Pengeluaran urin
.
Keluaran
tnp disadari
urin tdk
MK : Inkontinensia G3an psikiatrik diinginkan
urinarius stres
MK: Resikosolasisosial
2. Urge incontinence
Terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi
tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet. Pada
banyak kasus, kontraksi kandung kemih yang tidak dihambat merupakan
faktor yang menyertai; keadaan ini dapat terjadi pada pasien disfungsi
neurologi yang mengganggu penghambatan kontraksi kandung kemih atau
pada pasien dengan gejala lokal iritasi akibat infeksi saluran kemih atau
tumor kandung kemih.
3. Overflow incontinence
11
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir
terus menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat
mengosongkan isinya secara normal dan mengalami distensi yang
berlebihan. Meskipun eliminasi urin terjadi dengan sering, kandung kemih
tidak pernah kosong. Overflow inkontinence dapat disebabkan oleh
kelainan neurologi (yaitu, penggunaan obat-obatan, tumor, striktur dan
hiperplasia prostat). Kandung kemih neurogenik dibahas secara terpisah
dalam bagian berikutnya.
4. Inkontinensia fungsional
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang
utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat
pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia
Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak
mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi.
a. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
b. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi
pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
c. Cysometry
12
d. Urografi ekskretori
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur
dan fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
3. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
4. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urgensi,
bila terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnyamemerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi inidilakukan terhadap tumor,
batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic(pada wanita).
5. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat
14
2.9 Penatalaksanaan
Penanganan inkontinensia urin bergantung pada faktor penyebab yang
mendasarinya, sebelum terapi yang tepat dapat dimulai, munculnya masalah
ini harus diidentifikasi dahulu dan kemungkinan keberhasilan terapi diakui.
Jika
Penyebab yang bersifat reversibel dan sering terjadi secara singkat dapat
diingat melalui singkatan DIAPPERS . penyebab ini mencakup keadaan
berikut: delirium, infeksi saluran kemih, atrofik vaginitis atau uretritis,
pharmacologic agents ( agens farmakologi; preparat antikolinergik, sedatif,
alkohol, analgesik, diuretik, relaksan otot, preparat adrenergik), psichologic
factors (faktor psikologis; depresi, regresi), excessive urin production (asupan
cairan yang berlebihan, kelainan endokrin yang menyebabkan diuresis),
restricted activity (aktivitas yang terbats), dan stool impaction (impaksi fekal)
(AHCPR, 1992), setelah semua ini berhasil diatasi, pola urinasi pasien
biasanya kembali normal.
Tindakan lain yang dapat dilakukan perawat untuk membantu pasien dalam
mengatasi inkontinensia adalah membantu pasien dalam mengatasi
inkontinensia adalah dengan memulai program prompted voiding atau habit
training dan mendorong pasien untuk meningkatkan asupan cairan untuk
mencegah konstipasi serta pengerasan feses yang sering menjadi faktor
penyebab inkontinensia urin pada seorang pasien yang sedentarik. Latihan
kandung kemih yang mencakup penggunaan strategi perilaku atau
biofeedback mungkin juga bermanfaat.
2.12.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau
cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun),
dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup
kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
1. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang.
17
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum.
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi
peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensi.
a. Pemeriksaan Sistem
1) B1 (breathing).
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis
karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah
kelainan pada perkusi.
2) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
3) B3 (brain).
Kesadaran biasanya sadar penuh
4) B4 (bladder).
18