Bakhtiar K Scan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10

MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
PERTUMBUHAN DAN LAJU MORTALITAS LOBSTER BATU HIJAU (Panulirus homarus)
DI PERAIRAN CILACAP JAWA TENGAH

Nurul Mukhlish Bakhtiar, Anhar Solichin, Suradi Wijaya Saputra1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Lobster merupakan salah satu komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya
intensitas penangkapan yang tidak terkendali menyebabkan ukuran rata - rata lobster yang tertangkap semakin
kecil dan nilai ekonomisnya semakin rendah. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan
beberapa informasi mengenai aspek biologi lobster. Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui
pertumbuhan, laju mortalitas, dan pola rekrutmen lobster. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September
sampai Bulan Januari di Perairan Cilacap. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik
pengambilan data simple random sampling. Lobster yang didaratkan di TPI Menganti dan Sentolokawat diambil
seluruh hasil tangkapan kemudian dilakukan identifikasi, pengukuran panjang, dan penimbangan berat. Data
diambil setiap satu bulan sekali selama lima bulan. Data dianalisis ukuran pertama kali tertangkap, faktor
kondisi, nisbah kelamin, hubungan panjang-berat, pendugaan parameter pertumbuhan, laju mortalitas, dan pola
rekrutmen. Didapatkan hasil ukuran pertama kali tertangkap (L50%=43,5mm) kurang dari setengah panjang
asimtotik (½L∞=55,5mm). Hubungan panjang-berat lobster jantan yaitu W = 0,00293 L2,71 dan lobster betina W
= 0,00196 L2,83. Faktor kondisi pada lobster jantan (1,02) dan betina (1,01) mempunyai tingkat kemontokan yang
sama. Nisbah kelamin yang didapatkan antara lobster jantan dibanding lobster betina yaitu 1,774 : 1. Hasil uji
chi square antara jantan dan betina didapatkan berbeda nyata sehingga dapat dinyatakan tidak seimbang.
Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy lobster jantan Lt =110(1-e-0,31(t+0,37)) dan lobster betina Lt=94,5(1-e-
0,26(t+0,47)
), sehingga dapat dinyatakan pertumbuhan lobster jantan lebih cepat daripada lobster betina. Mortalitas
total (Z) didapatkan sebesar 1,6 per tahun, mortalitas alaminya (M) sebesar 0,69 per tahun, mortalitas
penangkapan (F) sebesar 0,91 per tahun. Tingkat eksploitasi (E) didapatkan sebesar 0,57 per tahun sehingga
dapat dikategorikan termasuk dalam keadaan penangkapan berlebih. Pola penambahan baru lobster di Perairan
Cilacap ini memiliki dua puncak yaitu pada bulan Juni dan Oktober. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penangkapan lobster P. homarus sudah dalam keadaan growth overfishing yang
dikhawatirkan akan mengarah kepada recruitment overfishing.

Kata kunci: Panulirus homarus, hubungan panjang-berat, pertumbuhan, laju mortalitas, pola rekrutmen

ABSTRACT

Lobster is one of valuable comodity with higher price in the market. The high intensity of uncontrolled
fishing causes the average size of the first caught is smaller than the economic size so the price is getting
cheaper. Because of that, this research was held to give information about aspects of biology of spiny lobster.
The purpose of this research is to know about growth, mortality, and recruitment pattern of spiny lobster. This
research conducted in september to january. The method used in this research is descriptive method with simple
random sampling technique. The catch of lobster that ashore in TPI Menganti and Sentolokawat identified and
measured the length and weight. Data taken every month for five months. Data analyze of this research are the
first size of caught, length-weight analyze, condition factor, growth parameter, mortality, and recruitment
pattern. The result of first size of caught (L50%=43,5mm) is lower than the half of asymptotic length (½
L∞=51,47). Length-weight relationship of male lobster is W = 0,00293 L2,71 and female lobster is W = 0,00196
L2,83. The condition factor of male (1,02) and female (1,01) lobster has equal of plupmness. Sex ratio of male and
female lobter has been tested use chi square and the result is unbalanced. Von Bertalanffy equation for male
lobster is Lt =110(1-e-0,31(t+0,37)) and female lobster is Lt=94,5(1-e-0,26(t+0,47)), so it can be stated the male lobster
growing faster than female lobster. Total mortality (Z) is obtained about 1,6 a year, natural mortality (M) is
obtained about 0,69 a year, and mortality of catch (F) is obtained about 0,91 a year. The level of exploitation (E)
is obtained about 0,57 a year, so it can be categorized in state of overfishing. The recruitment pattern of lobster
on Cilacap waters has two peaks in June and October. Based on the results of this research it can be concluded
that the fishing of lobster P. homarus on Cilacap waters in state of growth overfishing which it is feared will lead
to recruitment overfishing.

Key words: Panulirus homarus, length-weight relationship, growth, mortality, recruitment pattern

1) Penulis Penanggungjawab
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
1. Pendahuluan
Perairan Indonesia yang beriklim tropis membawa konsekwensi suburnya terumbu karang yang
merupakan habitat bagi udang karang (Panulirus spp.). Dari seluruh produksi udang laut, udang karang
merupakan komoditas penting kedua setelah penaid. Oleh karena itu Udang karang merupakan komoditas
perdagangan penting yang menarik untuk diusahakan penangkapannya (Dradjat, 2004).
Lobster merupakan salah satu komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hasil tangkapan
lobster di Perairan Cilacap terdapat di dua TPI yaitu TPI Menganti dan TPI Sentolokawat. Lobster yang
didaratkan di TPI Menganti hanya ada satu jenis yaitu P. homarus, sedangkan yang didaratkan di TPI
Sentolokawat ada 6 jenis yaitu P. homarus, P. longipes longipes, P. penicilatus, P. polyphagus, P. versicolor,
dan P. ornatus. Dari beberapa jenis lobster yang tertangkap, P. ornatus merupakan lobster yang paling mahal
harganya. Satu kilogram lobster mutiara (P. ornatus) berkisar antara Rp. 400.000,- hingga Rp. 1.000.000,-
tergantung dari ukuran lobster yang tertangkap. Ada juga lobster yang tiap hari selalu ada stoknya yaitu lobster
batu hijau (P. homarus). Lobster batu hijau merupakan lobster dengan harga menengah yakni berkisar antara Rp.
300.000,- hingga Rp. 600.000,-.
Lobster merupakan salah satu spesies ekonomis penting dan menjadi komoditas ekspor. Lobster
merupakan salah satu target tangkapan utama nelayan, karena harga jual lobster yang sangat tinggi. Tingginya
intensitas penangkapan dan banyaknya jumlah nelayan lobster menyebabkan kurang adanya pengelolaan
terhadap ketersediaan stok lobster di perairan. Kurangnya pengendalian intensitas penangkapan juga
menyebabkan ukuran rata - rata lobster yang tertangkap semakin kecil. Ukuran yang semakin kecil menyebabkan
nilai ekonomis lobster semakin rendah. Kurangnya informasi mengenai musim puncak penangkapan lobster juga
menyebabkan usaha penangkapan pada bulan – bulan tertentu mengalami penurunan produksi. Melihat kondisi
tersebut maka diperlukan studi mengenai aspek biologi lobster terutama pada pertumbuhan, laju mortalitas, dan
pola rekrutmen lobster tersebut. Penelitian ini menggunakan spesies P. homarus, karena spesies ini merupakan
salah satu komoditas unggulan data hasil penelitian diharapkan dapat menjadi landasan untuk pengelolaan
sumberdaya kerang selanjutnya.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertumbuhan lobster, laju mortalitas, dan pola
rekrutmen lobster P. homarus di Perairan Cilacap. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012
sampai Januari 2013 di Perairan Cilacap. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi
mengenai parameter pertumbuhan, laju mortalitas, dan pola rekrutmen lobster batu hijau (P. homarus) yang
selanjutnya diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pengelolaan sumberdaya lobster di masa mendatang.

2. Materi dan Metode Penelitian


A. Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lobster batu hijau yang didaratkan di dua TPI, yaitu
TPI Menganti dan TPI Sentolokawat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jangka sorong untuk
mengukur panjang dengan ketelitian 0,1 milimeter. Timbangan elektrik digunakan untuk mengukur berat lobster
ketelitian 0,1 gram. Kaca pembesar atau LUP digunakan untuk pengamatan lobster. Kertas folio dan ballpoint
digunakan untuk menulis. Komputer digunakan sebagai alat untuk mengolah data. Kamera digital digunakan
sebagai alat untuk mendokumentasikan kegiatan. Buku Identifikasi yang digunakan adalah buku identifikasi
lobster menurut Chan (1998).
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Tujuan dari metode deskriptif ini
untuk memberikan suatu deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Penentuan lokasi sampling
Berdasarkan survei pendahuluan, bahwa hasil tangkapan hanya didaratkan di dua TPI, yaitu di TPI
Menganti kisik dan TPI Sentolokawat. Setiap TPI yang mendaratkan hasil tangkapan lobster diambil seluruh
tangkapan tersebut untuk dijadikan sampel. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu bulan sekali selama lima
bulan, yaitu mulai bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013.
Pengambilan sampel lapangan
Teknik pengumpulan data menggunakan simple random sampling. Data yang dikumpulkan antara lain
ukuran panjang (mm) lobster, berat (gr) lobster, dan alat tangkap yang digunakan (jenis, ukuran mata jaring, dan
jumlah alat tangkap). Sampel yang didapatkan akan diidentifikasi menggunakan buku referensi yang ditulis
Chan (1998), yaitu dengan membedakan, warna dan bentuk tubuh, bentuk alat kelamin jantan dan betina, serta
dapat dillihat berdasarkan bentuk pada tanduk terdepan, bentuk abdomen, dan bentuk telson. Panjang karapas
diukur mulai dari ujung tanduk (dekat mata) hingga batas antara karapas dan abdomen menggunakan jangka
sorong. Berat lobster diukur dengan menimbang menggunakan timbangan elektrik. Data alat tangkap yang
digunakan didapatkan dengan wawancara langsung dengan nelayan.

2
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
Ukuran pertama kali tertangkap
Analisis penangkapan lobster batu hijau (Panulirus homarus) dapat dilihat berdasarkan struktur ukuran
dengan menghitung ukuran pertama kali tertangkap, ukuran rata-rata tertangkap, baik berdasarkan data panjang
karapas maupun berat. Menurut Saputra (2009), ukuran panjang karapas pertama kali tertangkap Lc50%
diperoleh melalui plotting antara persentase frukuensi kumulatif ukuran ikan dengan ukuran ikan itu sendiri.
Apabila dari titik potong antara kurva dengan titik 50% yang ditarik vertikal memotong sumbu x (panjang),
maka akan diperoleh ukuran rata-rata 50% ikan yang tertangkap. Nilai tersebut akan menjelaskan bahwa 50%
ikan yang tertangkap kurang dari ukuran mesh size alat tersebut dan 50% lainnya berukuran lebih besar dari
ukuran tersebut.
Analisa hubungan panjang-berat
Menurut Effendie (1997) analisis hubungan panjang berat, dihitung dengan menggunakan
persamaan:

Dimana:
W = berat tubuh (gram)
L = panjang karapas (mm)
a = konstanta atau intersep
b = eksponen atau sudut tangensial
Persamaan ini dapat diselesaikan melalui transformasi linear logaritme dalam bentuk sebagai berikut :
log W = log a + b log L
Dengan demikian persamaan ini dapat diselesaikan seperti menyelesaikan persamaan linier biasa.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan atau tidak dalam pertambahan panjang dan berat lobster
jantan dan betina pada bulan yang sama, maka dilakukan analisis kovarian menurut petunjuk Steel dan Torrie
(1980). Uji t nilai b terhadap 3 bertujuan untuk mengetahui apakah pertumbuhan lobster tergolong isometrik atau
alometrik. Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Nilai b = 3, sehingga pertumbuhan bersifat isometrik
H1 : Nilai b ≠ 3, sehingga pertumbuhan bersifat allometrik
Jika b = 3, maka pertumbuhannya isometris, yaitu tingkat pertumbuhan panjang, lebar dan tinggi ikan
adalah sama (Everhart dan Youngs, 1981). Jika tidak sama dengan 3, pertumbuhannya allometris, yaitu
allometris positif apabila b > 3 dan allometris negatif apabila b < 3.
Faktor Kondisi
Perhitungan faktor kondisi (Ponderal Index) berdasarkan pada data panjang dan berat, menurut
Effendie (1997) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:
Kn = Faktor Kondisi
W = Berat rata-rata sesungguhnya
W’ = Berat rata-rata perhitungan (aLb)
Nilai faktor kondisi akan lebih penting dan lebih bermakna jika dibandingkan antar ukuran atau antar
lokasi, karena jika terpaku hanya kepada satu nilai FK tidak banyak artinya, atau bahkan tidak ada (Saputra,
2009).
Pendugaan parameter pertumbuhan
Perhitungan persamaan pertumbuhan menggunakan metode ELEFAN I (electro length frequency
analysis) yang terdapat dalam paket program FISAT II. L∞ dapat diduga menggunakan rumus Pauly (1984)
dengan rumus:

Dimana:
Lmaks = panjang sampel tertinggi yang didapatkan
Dalam program ELEFAN I data yang digunakan akan menghasilkan palung dan puncak untuk menduga
indeks yang sesuai (Rn) dalam rumus:
Rn = 10ESP/ASP/10
Dimana:
ASP = Available Sum Peak
ESP = Explained Sum Peak
Nilai Rn (indeks kesesuaian) digunakan untuk menduga nilai K (koefisien pertumbuhan) dalam bentuk
skala 0,1 – 10,0. Kemudian untuk mendapatkan pendugaan nilai K yang terbaik menggunakan output dari
Response surface analysis.
Penentuan nilai t0 menurut Saputra (2009) menggunakan rumus empiris Pauly dengan menggunakan
hubungan regresi berganda antara umur teoritis saat panjang ikan nol (t 0) dengan panjang infinity (L∞) dan K,
yaitu sebagai berikut:

3
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares

Dimana:
L∞ = Panjang infiniti (cm)
K = Koefisien pertumbuhan Von Bertalanffy
Laju pertumbuhan diduga dengan model Von Bertalanffy (Gulland, 1983) dengan rumus sebagai berikut:
)
)
Dimana :
Lt = Panjang ikan pada umur t (cm)
L∞ = Panjang infiniti (cm)
t0 = Umur teoritis ikan pada panjang 0
K = Koefisien pertumbuhan Von Bertalanffy
Pendugaan laju mortalitas
Penghitungan nilai Z (mortalitas total) didapatkan dengan menggunakan metode kurva tangkapan yang
dikonversi ke panjang, dalam paket program FISAT II. Rumus penghitungan hilai Z adalah sebagai berikut:
)
Dimana:
Ni = jumlah ikan pada panjang kelas i
∆ti = Waktu yang dibutuhkan ikan untuk tumbuh pada panjang kelas i
ti = umur pada nilai tengah panjang kelas i
M (mortalitas alami) dihitung berdasarkan rumus empiris Pauly (1984) dengan memasukkan parameter K
per tahun, L∞ (mm), dan T (rata-rata suhu permukaan air tahunan dalam derajat Celcius). Rumus empiris Pauly
adalah sebagai berikut:

Dimana:
M = Koefisien mortalitas alami
L∞ = Panjang infiniti (cm)
K = Koefisien pertumbuhan Von Bertalanffy
T = Suhu rata – rata perairan Indonesia kurang lebih 28oC (Subani 1977 dan Data SPL Bulan
September 2012 hingga Januari 2013)
Mortalitas penangkapan (F) dapat dihitung dengan mengurangkan mortalitas total (Z) terhadap mortalitas
alami (M), dengan rumus di bawah ini:
, menjadi:
Dimana:
Z = Koefisien mortalitas total
F = Koefisien mortalitas penangkapan
M = Koefisien mortalitas alami
Berdasarkan nilai dugaan laju mortalitas akibat penangkapan (F) dibagi dengan laju mortalitas total (Z),
maka laju eksploitasi (E) dapat diduga dengan rumus berikut:

Dimana:
E = Laju eksploitasi atau bagian dari mortalitas yang disebabkan oleh penangkapan.
F = Mortalitas penangkapan
Z = Mortalitas total
Jika nilai E = 0,5 menunjukkan bahwa nilai tersebut optimum (E opt), hal ini didasarkan pada asumsi
bahwa hasil berimbang adalah optimum bila F=M (Gulland 1971 dalam Pauly 1983).
Pola rekrutmen
Pola rekrutmen didapatkan menggunakan program FISAT II pada sub program recruitmen pattern.
Program tersebut akan menampilkan persentase rekruitmen selama penelitian. Hasil dari pendugaan berupa
histogram dengan memasukkan file dengan format .lfq (grouped frequencies) yang akan digunakan kemudian
memasukkan nilai L∞, K, dan to yang telah dihitung sebelumnya.
3. Hasil dan Pembahasan
Deskripsi lokasi
Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas di Jawa Tengah, dengan batas wilayah sebelah selatan
Samudra Hindia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Brebes, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota
Banjar Propinsi Jawa Barat. Terletak diantara 10804’30” - 109030’30” garis Bujur Timur dan 7030’ - 7045’20”
garis Lintang Selatan, mempunyai luas wilayah 225.360,840 Ha. Jarak terjauh dari barat ke timur 152 km dari
Kecamatan Dayeuhluhur ke Kecamatan Nusawungu dan dari utara ke selatan sepanjang 35 km yaitu dari
Kecamatan Cilacap Selatan ke Kecamatan Sampang (http://www.cilacapkab.go.id).

4
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
Distribusi panjang
Lobster yang sudah teridentifikasi, kemudian dilakukan pengukuran panjang dan berat. Panjang yang
didapatkan kemudian dianalisa dengan progression analysis untuk mengetahui kohort pada masing – masing
histogram setiap bulan. Distribusi panjang karapas P. homarus dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi Panjang Pada Bulan September Sampai Januari

Ukuran pertama kali tertangkap


Berdasarkan analisa ukuran pertama kali tertangkap bahwa panjang asimtotik (L∞) Panulirus homarus
111 mm. Setengah panjang asimtotik (½ L∞) didapatkan 55,5 mm. Ukuran panjang karapas pertama kali
tertangkap (L50%) yaitu 43,5 mm, plotting ukuran karapas pertama kali tertangkap dapat dilhat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ukuran Pertama Kali Tertangkap Panulirus homarus.

Hubungan panjang berat


Pendugaan hubungan panjang berat didasarkan pada sampel yang diperoleh dari hasil tangkapan pada
bulan September 2012 hingga Januari 2013. Data hasil perhitungan panjang berat dan faktor kondisi dari
penelitian ini tersaji dalam Tabel 1.
5
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
Tabel 1. Hasil Analisa Panjang Berat dan Faktor Kondisi Panulirus homarus
Data dan Hasil Perhitungan
Parameter
Jantan dan Betina Jantan Betina
n 699 447 252
W=aLb 0,00249 L2,76 0,00293 L2,71 0,00196 L2,83
Pola pertumbuhan Allometrik (-) Allometrik (-) Allometrik (-)
Faktor Kondisi 1,02 1,01
Perbandingan nisbah kelamin 1,774 : 1
Perbandingan nisbah kelamin P. homarus, antara jantan dengan betina yaitu 1,774 : 1. Faktor kondisi
yang didapatkan untuk jantan yaitu 1,02 dan betina 1,01 artinya antara jantan dan betina kemontokannya sama.
Nilai b yang didapatkan untuk jantan dan betina sebesar 2,76 dengan nilai b jantan sebesar 2,71 dan betina 2,83.
Uji t dilakukan pada jantan, betina, dan gabungan didapatkan hasil bahwa b ≠ 3, sehingga dapat disimpulkan
termasuk dalam kategori allometrik negatif. Persamaan hubungan panjang-berat pada lobster gabungan (jantan
dan betina) yaitu W = 0,00249 L2,76, pada lobster jantan yaitu W = 0,00293 L2,71 dan lobster betina W = 0,00196
L2,83. Kisaran ukuran panjang karapas lobster jantan yaitu 23-97 mm, sedangkan untuk panjang karapas lobster
betina kisaran ukurannya antara 26-90 mm. Grafik hubungan panjang karapas dan berat tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Panjang Karapas (mm) dan W (gr) P. homarus di Perairan Cilacap
Pendugaan parameter pertumbuhan
Pendugaan parameter pertumbuhan pada persamaan Von Bertalanffy, dengan menggunakan alat bantu
software FiSAT II dan rumus empiris Pauly (1984) untuk menduga t 0. Hasil penghitungan pendugaan parameter
pertumbuhan tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penghitungan Pendugaan Parameter Pertumbuhan.
Parameter Jantan Betina Keterangan
Lmax (mm) 97 90 Pengamatan
L∞ (mm) 110,00 95,62 ELEFAN I dalam FiSAT II
K (per tahun) 0,31 0,26 ELEFAN I dalam FiSAT II
t0 -0,37 -0,47 Rumus Pauly (1984)
Lt Lt = 110(1-e- Lt = 95,62(1-e- Model pertumbuhan Von
0,31(t+0,37) 0,26(t+0,47)
) ) Bertalanffy
Hasil di atas dapat dilihat bahwa Lmax atau panjang maksimal pada saat pengamatan didapatkan hasil
lobster jantan yaitu 97 mm dan betina 90 mm. L∞ didapatkan dengan cara dihitung menggunakan ELEFAN I
dalam softwae FiSAT II diperoleh L∞ jantan 110 mm, dan L∞ betina 95,62 mm. Nilai K diperoleh untuk lobster
jantan 0,31 dan nilai K lobster betina 0,26. Nilai t0 jantan sebesar -0,37 dan betina sebesar -0,47. Persamaan
Von Bertalanffy (VGBE) untuk lobster jantan yaitu Lt = 110(1-e-0,31(t+0,37)), dan betina yaitu Lt = 95,62(1-e-
0,26(t+0,47)
).
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pertambahan panjang lobster jantan (K = 0,31) lebih cepat
dibandingkan lobster betina (K = 0,26). Lobster jantan memiliki ukuran lebih panjang dibandingan dengan
lobster betina. Tabel di atas juga menggambarkan bahwa untuk mencapai ukuran maksimum dibutuhkan waktu
lebih dari 10 tahun. Berdasarkan kunci pertumbuhan lobster tersebut dapat dibuat suatu kurva pertumbuhan
sebagaimana disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva Hubungan Antara Umur dengan Panjang Karapas P. homarus


6
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
Laju mortalitas
Laju mortalitas pada penelitian ini hasilnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Laju Mortalitas Panulirus homarus
Parameter Nilai Keterangan
Menggunakan kurva berdasarkan konversi panjang
Z 1,6
dalam FISAT II
M 0,69 Menggunakan rumus Pauly (1984)
F 0,91 F=Z-M
E 0,57 E=F/Z
Hasil nilai Z (mortalitas total) yang didapatkan sebesar 1,6 per tahun, mortalitas alami (M) sebesar 0,69
per tahun, Nilai F sebesar 0,91 per tahun. Hasil tersebut menggambarkan bahwa mortalitas penangkapan (F)
lebih besar dibandingkan dengan mortalitas alami (M). Nilai E (laju eksploitasi) didapatkan dari hasil
penghitungan E = F / Z, dari rumus tersebut didapatkan nilai E sebesar 0,57 per tahun.
Pola rekrutmen
Pola rekrutmen didapatkan dengan memasukkan nilai L∞, K, dan t0, kemudian dihitung menggunakan
software FiSAT II. Hasil penghitungan persentase dari pola rekrutmen dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Bulanan Penambahan Baru Panulirus homarus
Bulan Persentase Rekrutmen (%)
Januari 5,78
Februari 3,74
Maret 13,92
April 12,13
Mei 12,01
Juni 17,32
Juli 10,81
Agustus 9,64
September 3,13
Oktober 8,07
November 3,45
Desember 0
Berdasarkan tabel 6 di atas, prosentase tertinggi didapatkan pada bulan Juni yaitu sebesar 17,32 %.
Prosentase kedua dan ketiga berada pada bulan Maret dan April dengan prosentase masing – masing sebesar
13,92 % dan 12,13 %. Tabel tersebut dapat disajikan dalam bentuk histogram pada Gambar 5

Gambar 5. Pola Rekrutmen Panulirus homarus


Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa rekrutmen terjadi hampir setiap bulan, hanya bulan Desember
saja yang tidak ada rekrutmen. Pendugaaan puncak rekrutmen P. homarus berkisar pada bulan Juni dan Oktober.
Struktur ukuran
Lobster yang didapatkan di perairan Cilacap pada penelitian ini sebanyak 699 ekor dengan jumlah lobster
jantan sebanyak 447 ekor dan jumlah lobster betina 252 ekor. Ukuran lobster terkecil yang didapatkan yaitu 23
mm (panjang karapas) dan ukuran terpanjang 97 mm (panjang karapas). Keseluruhan sampel yang diambil setiap
bulan didapatkan modus yaitu 41 mm dengan hasil tangkapan sebanyak 35 ekor. Pada ukuran di bawah 41 mm
frekuensinya sedikit karena pada ukuran tersebut kemungkinan belum masuk ke daerah penangkapan. Ukuran
yang lebih besar dari 40 mm semakin lama semakin menurun, karena persentase tertangkap lebih besar dan juga
kemungkinan adanya pengaruh mortalitas alami dimana lobster yang sudah tua akan mati.
Hasil dari pendugaan kelompok umur didapatkan di setiap pengambilan sampel terdapat 5 kelompok
umur pada bulan September sampai Desember, namun bulan Januari hanya terdapat 4 kelompok umur. Populasi
terbanyak pada bulan September yaitu berjumlah 138 ekor dengan ukuran rata- rata panjang karapas 41,92 mm.
Bulan Oktober pada ukuran rata – rata panjang karapas 28 mm memiliki jumlah populasi terbanyak yaitu 38
ekor. Bulan November ukuran rata – rata panjang karapas 50,9 mm memiliki populasi terbanyak yaitu 28 ekor.
Populasi terbanyak pada bulan Desember yaitu 35 ekor dengan ukuran rata – rata panjang karapas 28,1 mm.
Bulan Januari hanya terdapat 4 kelompok, pada ukuran rata – rata panjang karapas 42,93 mm memiliki jumlah
populasi terbanyak yaitu 109 ekor. Berdasarkan perhitungan kelompok umur dan jumlah populasi yang

7
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
didapatkan, terdapat perbedaan ukuran panjang karapas yang memiliki populasi terbanyak pada tiap bulannya.
Perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan perbedaan lokasi penangkapan dan lobster belum atau sudah
memasuki daerah penangkapan.
Hasil perhitungan kelompok umur pada bulan September sampai Januari, lobster diperkirakan berumur
0,5 tahun sampai 2,5 tahun. Masing – masing kelompok umur memiliki rentang 0,5 tahun. Ukuran ekonomis
lobster untuk kategori layak konsumsi yaitu berada di atas 100 g, berdasarkan perhitungan panjang – berat
didapatkan pada ukuran 47 mm lobster bisa masuk dalam kategori konsumsi (A1). Berat 100 g sudah masuk
kategori A1 dan pada standar berat tersebut sudah termasuk ukuran layak konsumsi dengan harga Rp. 300.000,- /
Kg. Ukuran panjang karapas lobster 47 mm kemudian dilakukan perhitungan umur dengan rumus Von
Bertalanffy, hasil perhitungan yaitu pada ukuran 47 mm memiliki umur sekitar 1,06 tahun. Dapat disimpulkan
bahwa lobster dapat mencapai ukuran ekonomis pada umur lebih dari 1 tahun. Ukuran yang kurang ekonomis
sangat merugikan nelayan karena nila jual lobster yang rendah dan dari sisi pengelolaan banyaknya ukuran
lobster yang masih kecil apabila tertangkap dapat berpotensi terhadap growth overfishing. Lobster yang belum
sempat mencapai ukuran dewasa atau lebih dari ½ L∞ apabila tertangkap, lobster tersebut tidak dapat melakukan
reproduksi sehingga dikhawatirkan jumlahnya akan terus menurun. Ukuran pertama kali tertangkap yaitu 43,5
mm (panjang karapas). Ukuran tersebut belum layak tertangkap karena belum memasuki ukuran ekonomis
dengan berat rata – rata sekitar kurang dari 100 g. Ukuran yang layak konsumsi akan menguntungkan nelayan
karena pendapatan mereka pun semakin tinggi dan usaha penangkapan yang dilakukan sepadan dengan biaya
operasional. Nelayan di Cilacap rata – rata menggunakan alat tangkap gillnet, walaupun ada juga yang
melakukan penangkapan dengan menyelam. Mesh size yang digunakan untuk menangkap lobster yaitu 3 inchi (1
inchi = 2,54 cm) dengan selektifitas 1,71.
Ukuran pertama kali tertangkap (Lc50%) yang didapatkan sebesar 43,5 mm lebih kecil daripada ukuran
setengah panjang asimptotik (1/2 L∞) yang didapatkan yaitu 55,5 mm. Berdasarkan ukuran modus (41 mm) dan
Lc50% tersebut maka ukuran lobster yang tertangkap di Perairan Cilacap termasuk dalam kategori masih kecil.
Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dari sisi peluang reproduksi lobster tidak terjamin, dan dari sisi
pemanfaatannya termasuk dalam kategori penangkapan berlebih (growth overfshing) karena didominasi oleh
lobster berukuran kecil. Kondisi ini juga dapat mengarah pada recruitment overfishing, karena kesempatan bagi
lobster untuk berkembang biak semakin kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2008) di Perairan
Kebumen juga didapatkan hal serupa, yakni Lc50% didapatkan sebesar 44,5 mm sedangkan ½ L∞ yang
didapatkan 47,6 mm sehingga ukuran yang tertangkap lebih kecil dari ukuran ideal.
Menurut Saputra et al. (2008), ukuran rata-rata tertangkap atau ukuran pertama kali tertangkap idealnya
tidak lebih kecil dari setengah panjang infiniti (L∞)-nya. Hal ini berarti, dari sisi peluang reproduksi masih
terjamin dan dari sisi pemanfaatannya menunjukkan bahwa eksploitasi masih belum berlebih.
Analisa panjang berat
Nilai b menggambarkan pola pertumbuhan pada lobster P. homarus nilai b yang didapatkan sebesar
2,758. Dengan menggunakan uji t terhadap b, ditarik kesimpulan bahwa b ≠ 3 karena t hitung ≥ t tabel. Nilai b <
3 tersebut dapat dinyatakan bahwa pola pertumbuhan lobster P. homarus bersifat Allometrik negatif, dimana
pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan beratnya. Effendi (1987) mengatakan, nilai yang lebih
besar atau lebih kecil dari 3 pertumbuhan ikan dikatakan allometrik. Jika nilai b<3 , maka pertambahan panjang
lobster tersebut tidak seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertambahan panjangnya lebih cepat dari pada
pertambahan beratnya.
Faktor kondisi yang didapatkan pada lobster jantan yaitu sebesar 1,02 dan betina 1,01. Berdasarkan nilai
tersebut dapat dinyatakan bahwa lobster jantan dan betina mempunyai tingkat kemontokan yang sama. Nisbah
kelamin yang didapatkan antara lobster jantan dibanding lobster betina yaitu 1,774 : 1. Hasil uji chi square
antara jantan dan betina didapatkan berbeda nyata sehingga dapat dinyatakan tidak seimbang antara jumlah
jantan dibandingkan jumlah betina. Effendi (1997) menyatakan keseimbangan perbandingan antara individu
jantan dan betina kemungkinan terjadinya pembuahan sel telur oleh spermatozoa semakin besar. Variasi nisbah
kelamin tejadi karena tiga faktor yaitu perbedaan tingkah laku seks, kondisi lingkungan dan lokasi penangkapan.
Pertumbuhan lobster
Hasil pendugaan parameter pertumbuhan P. homarus, didapatkan nilai K lobster jantan sebesar 0,31 dan
nilai K betina sebesar 0,26. Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy lobster jantan Lt =110(1-e-0,31(t+0,37)) dan
lobster betina Lt=94,5(1-e-0,26(t+0,47)). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sanders dan Bouhlel (1984) dalam
Jayakody (1993) di Yaman didapatkan nilai K lobster jantan (K=0,46) lebih besar dari betina (K=0,44). Di India
P. homarus yang diteliti oleh Mohammed dan George (1968) dalam Jayakody (1993) didapatkan nilai K lobster
jantan sebesar 0,72 dan betina 0,62, Jayakody (1993) melakukan penelitian mengenai P. homarus di Sri Langka
mendapatkan nilai K lobster jantan sebesar 0,41 lebih besar dari betina yang memiliki nilai K sebesar 0,39. Dari
hasil – hasil penelitian tersebut terlihat bahwa nilai K umumnya lebih besar dari penelitian ini.
Hasil penelitian P. homarus yang dilakukan oleh Mahasin (2003) di Perairan D. I. Yogyakarta,
didapatkan panjang total asimtotiknya 13,8 cm dengan nilai K sebesar 0,36 per tahun. Penelitian mengenai P.
homarus juga dilakukan oleh Dradjat (2004) di Perairan Kebumen, mendapatkan hasil panjang asimtotiknya
10,7 cm dengan nilai K sebesar 0,6 per tahun. Di daerah pantai Pangandaran juga pernah dilakukan penelitian
8
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
mengenai P. homarus oleh Suman et al. (1994), dari penelitian tersebut didapatkan hasil panjang total
asimtotiknya sebesar 110,5 mm dengan nilai K sebesar 0,75 per tahun. Sedangkan Subani (1983), juga pernah
melakukan penelitian mengenai P. homarus di Selat Bali dan didapatkan hasil panjang asimtotiknya sebesar
30,51 cm (TL) dengan nilai K sebesar 1,03. Berdasarkan uraian di atas terlihat untuk lobster di Perairan Cilacap
dan Perairan Yogyakarta memiliki nilai K yang relatif sama, tetapi lebih kecil dibanding dengan nilai K dari
Perairan Kebumen, Pangandaran, dan Bali.
Namun berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Smale (1978) dalam Arellano (1989) di Durban,
Afrika Selatan didapatkan nilai K lobster jantan sebesar 0,18 dan betina 0,34, sehingga pertumbuhan lobster
betina di Durban lebih cepat daripada lobster jantan. Terlihat bahwa untuk lobster jantan memiliki nilai K lebih
kecil dari lobster di Perairan Cilacap. Perbedaan nilai pertumbuhan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
ukuran sampel yang dianalisis, periode pengambilan sampel, kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan.
Menurut Froese et al.(2000), nilai K > 0,3 per tahun termasuk dalam kategori yang tinggi.
Menurut Morgan (1980) bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu makanan, suhu, dan
densitas. Menurut Suman et al. (1994), adanya perbedaan pertumbuhan udang karang dari berbagai perairan
diduga disebabkan oleh perbedaan kisaran ukuran udang yang dianalisis, kelimpahan makanan, dan kondisi
perairan serta metode analisis yang digunakan. Sementara menurut Tiews et al. (1970) dalam Sudrajad dan
Nugroho (1983) berpendapat bahwa perbedaan kecepatan pertumbuhan spesies yang sama pada perairan yang
berbeda antara lain disebabkan oleh kondisi lingkungan. Apabila dikaitkan dengan habitat lobster yang hidup di
perairan tropis, maka pada umumnya udang di perairan tropis mempunyai nilai K lebih tinggi dibandingkan
dengan perairan yang dingin. Nilai K juga terkait dengan metabolik ikan atau udang yang merupakan suatu
fungsi temperatur. Spesies pelagis lebih sering aktif daripada demersal dan memiliki nilai K yang tinggi
(Mahasin, 2003).
Beverton dan Holt (1959) dalam Saputra (2009) beranggapan bahwa parameter kurvatur pertumbuhan
(K) berkaitan dengan umur ikan, karena K menggambarkan waktu yang diperlukan untuk mencapai L∞, dan
umur yang panjang berkaitan dengan mortalitas. Secara umum, ikan yang memiliki nilai K yang tinggi
mempunyai M yang besar, dan spesies dengan nilai K yang rendah mempunyai mortalitas yang rendah. Ikan
yang tumbuh lambat (K rendah) akan cepat punah jika mortalitasnya tinggi.
Laju mortalitas
Mortalitas total (Z) pada penelitian ini didapatkan sebesar 1,6 per tahun dan mortalitas alaminya (M)
sebesar 0,69 per tahun. Mortalitas akibat penangkapan (F=Z-M) dapat diduga sebesar 0,91 per tahun. Mortalitas
penangkapan lebih tinggi daripada mortalitas alami, dapat diartikan bahwa kematian akibat penangkapan lebih
tinggi daripada kematian pada habitatnya. Tingkat eksploitasi (E) didapatkan sebesar 0,57 per tahun. Tingkat
eksploitasi tersebut lebih tinggi dari yang disarankan oleh Gulland (1971), yaitu eksploitasi dapat dikatakan
optimal bila mortalitas alami dan mortalitas penangkapan seimbang sehingga E opt= 0,5. Tingkat eksploitasi yang
sekarang terjadi dapat dikatakan rawan terhadap sumberdaya lobster di Perairan Cilacap, oleh karena itu perlu
adanya pengelolaan dalam hal penangkapan dan apabila pengelolaan kurang efektif maka eksploitasi harus
dipertahankan pada kondisi seperti sekarang.
Laju mortalitas merupakan kecepatan kematian yang dialami oleh lobster dalam kurun waktu tertentu.
Sebab-sebab mortalitas pada suatu populasi antara lain karena kegiatan penangkapan (fishing), pemangsaan
(predation), penyakit, dan ketuaan (Effendie, 1997; Sparre dan Venema 1999).
Pola rekrutmen
Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa rekrutmen lobster terjadi hampir setiap bulan. Pola
penambahan baru lobster di Perairan Cilacap ini memiliki dua puncak yaitu pada bulan Juni dan Oktober.
Penambahan lobster baru dipengaruhi oleh sifat lobster, dimana untuk lobster jenis P. homarus mampu memijah
lebih dari satu kali dalam satu tahun (Chittleborough, 1974).
Penelitian yang dilakukan oleh Suman (1994) yang dilakukan di Perairan Pangandaran didapatkan bahwa
puncak penambahan Lobster terjadi pada bulan Oktober (musim barat) dan bulan April (musim timur).
Penelitian yang dilakukan oleh Jayakody (1993) di Sri Langka juga mendapatkan dua puncak penambahan baru
lobster yaitu pada bulan April dan bulan September. Dari ketiga pernyataan tersebut terlihat bahwa puncak
penambahan baru lobster dalam satu tahun terjadi dua kali, berlangsung antara bulan April – Mei dan September
– Oktober.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Lobster jantan dan betina memiliki kemontokan yang relatif sama, dengan Kn = 1,02 pada jantan dan Kn =
1,01 pada betina;
2. Pertumbuhan lobster termasuk dalam kategori sedang hingga cepat, dengan K jantan (0,31) dan K betina
(0,26);
3. Laju mortalitas tangkap (F) sebesar 0,91 per tahun sehingga lebih tinggi dari mortalitas alami (M) sebesar
0,69 per tahun;

9
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-10
MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares
4. Tingkat eksploitasi yang didapatkan sebesar 0,57 per tahun sehingga melebihi optimum (E opt=0,5) dan dapat
dinyatakan dalam kondisi penangkapan berlebih (over-exploited). Pemanfaatan lobster di Perairan Cilacap
termasuk dalam kategori growth-overfishing karena lobster yang ditangkap didominasi oleh ukuran yang
masih kecil (LC50% = 43,5); dan
5. Puncak rekrutmen dari hasil pendugaan terjadi berkisar pada bulan Juni dan Oktober.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Bapak Atmo dan Bapak Syueb yang telah membantu penulis
selama kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih ditujukan pula kepada Dr. Ir. Suradi Wijaya Saputra, MS dan Ir.
Anhar Solichin, MSi atas bimbingannya dalam penyusunan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Chan, T. Y. 1998. Shrimps and Prawns. Dalam : Carpenter KE, VH Niem. (Ed.). The Living Marine Resources
of the Western Central Pacific. Vol. 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and
Agriculture Organization of the United Nations Rome. Kanna, Iskandar. 2006. Lobster. Kanisius.
Yogyakarta.
Chittleborough, R. G. 1974. Home Range, Homing, and Dominance in Juvenile Western Rock Lobster. Aust. J.
Mar. Freshwat Res. 25, 227-234.
Dradjat, F. M. 2004. Bioekonomi Udang Karang (Panulirus spp.) pada Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil di
Kabupaten Kebumen dan sekitarnya. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta
Froese, R., M.L.D. Palomares and D. Pauly, 2000. Estimation of life history key facts of fishes. p. 167-175. In R.
Froese and D. pauly (eds.) Fishbase 2000: concepts, designs & data source. ICLARM, Manila,
Philippines.
Jayakody, D. S. 1993. On The Growth, Mortality, and Recruitment of Spiny Lobster (Panulirus homarus) in Sri
Lanka Waters. Naga The ICLARM Quarterly, Oct. 1993: 38-43
Mahasin, M. Z. 2003. Kajian Stok dan Bioekonomi Lobster (Panulirus spp.) untuk Menunjang Pemanfaatan
Berkelanjutan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Morgan, G. R. 1980. Population Dynamics of Spiny Lobster. Dalam J.S. Cobb dan Bruce F. P. (eds), The
Biology and Management of Lobster II, Academic Press, New York :189-217.
Saputra, W. S. 2008. Status Pemanfaatan Lobster (Panulirus sp) di Perairan Kebumen. Jurnal Saintek Perikanan
Vol. 4, No. 2, 2009 : 10 – 15.
Saputra, W. S., S. Rudiyanti, dan A. Mahardhini. 2008. Evaluasi Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Ikan Gulamah
(Johnius sp) berdasarkan Data TPI PPS Cilacap. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4, No. 1, 2008 : 56 –
61.
Saputra, W. S. 2009. Dinamika Populasi Berbasis Riset. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Semarang.
Spare, P. dan S. C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis: Buku I Manual. Kerjasama PBB,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.
Subani, W., B. Sadhotomo dan K. Suwirya. 1983. Penelitian tentang Pertumbuhan dan Beberapa Parameter
Biologi Udang Patung (Panulirus homarus) di Perairan Pantai Selatan Bali. Laporan Penelitian
Perikanan Laut No. 24: 57-65
Sudrajad, A. dan D. Nugroho. 1983. Penelitian Pendahuluan Beberapa Aspek Biologi Ikan Selar (Selaroides
leptolepis) di Perairan Paparan Sunda. Laporan Penelitian Perikanan Laut No. 29 :79 – 88.
Suman, A., W. Subani dan P. Prahoro. 1994. Beberapa Parameter Biologi Udang Patung (Panulirus homarus) Di
Perairan Pangandaran Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Peneltian Perikanan Laut.
Jakarta

10

You might also like