Interactions of Antagonistic Bacteria and Plants: With Induced Systemic Resistance On Maize
Interactions of Antagonistic Bacteria and Plants: With Induced Systemic Resistance On Maize
Interactions of Antagonistic Bacteria and Plants: With Induced Systemic Resistance On Maize
Naskah diterima 16 Februari 2016, direvisi 29 November 2016, dan disetujui diterbitkan 5 Desember 2016
ABSTRACT
Biological control against soil-borne pathogens is an option to reduce disease activity by pathogens through
one or more resistance mechanisms. In the last two decades, interest in biological control usage against soil
borne plant pathogens has increased because this approach can control disease not only solely, but can
also be combined with other strategic control. Colonization of plant roots is an important step for soil borne
pathogens and beneficial bacteria (bacterial antagonists and rhizobacteria). Colonization patterns indicate
that rhizobacteria act as a biocontrol agent or as a growth promoter bacteria formation of microcolonies.
Microcolonies are used as the media for bacteria to interact one with another in order to effectively coincide
with the root exudates. Elicitation or the process of adding elicitor (chemical compounds) in the plant cell is
aimed to induce and enhance the establishment of secondary metabolites, initially shown by Pseudomonas
spp. and other gram-negative bacteria. Some strains of the species Bacillus subtilis, B. cereus and B.
pumilus elicit significantly the incidence or severity of various diseases in a variety of host plants. Elicitation
of systemic induced resistance by these strains is shown in experiments in the greenhouse or in the field on
maize, rice, tomatoes, watermelon, and cucumber. Elicitation by Bacillus spp. wasreported to establish
induced systemic resistance mechanisms in plants affected by leaf spot fungus and bacteria, viruses,
nematodes, damping off and blight disease. With the advancement of this knowledge, one can explore
strains of bacterial species efficiently use as advantageous agents in biological control strategy.
Keywords: Induced resistance, antagonistic bacteria, biocontrol, maize.
ABSTRAK
Pengendalian secara biologi terhadap patogen tular tanah dilakukan untuk menurunkan aktivitas penyakit
oleh patogen melalui satu atau lebih mekanisme. Dalam dua dekade terakhir perhatian pada pengendalian
secara biologi terhadap patogen tanaman tular tanah meningkat, karena dapat memberikan manfaat
pengendalian terhadap penyakit, tidak hanya satu cara, namun dipadukan dengan pengendalian strategis
lainnya. Kolonisasi akar tanaman adalah langkah penting untuk bakteri patogen tular tanah dan bakteri yang
menguntungkan (bakteri antagonis dan rizobakteria). Pola kolonisasi menunjukkan rizobakteria bertindak
sebagai agens biokontrol atau bakteri pemacu pertumbuhan terbentuknya mikrokoloni. Mikrokoloni digunakan
sebagai tempat bagi bakteri untuk berinteraksi satu sama lain agar terkoordinasi lebih baik dengan eksudat
akar. Elisitasi atau proses penambahan elisitor (senyawa kimia) pada sel tumbuhan ditujukan untuk
menginduksi dan meningkatkan pembentukan metabolit sekunder, awalnya ditunjukkan oleh Pseudomonas
spp. dan bakteri gram negatif lainnya. Beberapa strains dari spesies Bacillus subtilis, B. cereus, dan B.
pumilus mengelisitasi secara signifikan kejadian atau keparahan berbagai penyakit pada tanaman jagung,
padi, dan hortikultura. Elisitasi dari ketahanan terinduksi sistemik oleh strain tersebut ditunjukkan pada
percobaan di rumah kaca dan lapang pada jagung, padi, tomat, semangka, dan mentimun. Elisitasi oleh
Bacillus spp. membentuk mekanisme ketahanan sistemik terinduksi pada tanaman yang tertular penyakit
bercak daun cendawan dan bakteri, virus, nematode, mati kecambah, dan penyakit hawar. Berdasarkan
pemahaman pengetahuan ini maka terdapat peluang eksplorasi strains spesies bakteri yang efisien sebagai
pendekatan dalam pengendalian secara biologi.
Kata kunci: Ketahanan terinduksi, bakteri antagonis, biokontrol, jagung.
143
Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 2 2016
144
Djaenuddin: Bakteri Antagonis dan Tanaman Jagung
bukan ketahanan tanaman yang sebelumnya tidak P. fluorescens tidak hanya dapat menghasilkan
mempunyai ketahanan, tetapi pengaktifan mekanisme pigmen pioverdin dan atau fenazin, tetapi juga dapat
ketahanan laten melalui inokulasi patogen atau mikroba menekan populasi patogen dengan cara melindungi akar
(Soesanto 2008). dari patogen dengan mengkolonisasi akar, menghasilkan
senyawa kimia berupa antimikroba dan antibiotik, dan
Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan
berkompetisi dalam penyerapan Fe2+ (Couillerot et al.
dengan pemanfaatan bakteri antagonis, yang berdampak
2009).
terhadap ketahanan tanaman dari gangguan patogen.
Pertahanan tanaman dapat dilakukan secara fisik dan
kimia (Chen et al. 2007). Hasil penelitian Hoerussalam et Peran Senyawa Volatil pada Ketahanan
al. (2013) menyimpulkan bahwa elisitor Bio1, Bio2, Abio1, Terinduksi
dan Abio2 dapat menginduksi ketahanan tanaman jagung
terhadap penyakit bulai (Gambar 1). Hal ini dapat dilihat Ketahanan terinduksi sistemik merupakan mekanisme
dari rendahnya kejadian penyakit pada perlakuan Bio1 yang efektif pada kondisi lapang dan menyediakan
dan Bio2 yang mengindikasikan bahwa kedua elisitor mekanisme alami pengendalian hayati penyakit tanaman.
tersebut berperan dalam mekanisme ketahanan terimbas. Penginduksian ketahanan secara Systemic Acquired
Resistance (SAR) dihubungkan dengan asam salisilat.
Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan daya pertahanan
tanaman yang melibatkan ketahanan terinduksi sistemik,
yang berhubungan dengan peningkatan senyawa
penghambat patogen tanaman, seperti fitoaleksin
(Soesanto 2008). Penelitian Luna et al. (2012) juga
mengindikasikan bahwa ketahanan terinduksi melalui jalur
SAR dapat diwariskan secara epigenetik, gen ketahanan
menjadi aktif pada keturunan arabidopsis yang induknya
telah diberi perlakuan, sehingga keturunannya lebih tahan
terhadap patogen Hyaloperonospora arabidopsis. Hasil
penelitian Ariawan et al. (2015) menunjukkan bahwa
perlakuan rizobakteri sangat nyata (P<0,01) menghambat
pertumbuhan jamur Fusarium sp. (Gambar 2). Adanya
rizobakteri Aeromonas hydrophila mampu menghambat
Gambar 1. Kejadian penyakit pada enam galur jagung.
Sumber: Hoerussalam et al. (2013). pertumbuhan koloni jamur Fusarium sp. secara in vitro.
Gambar 2. Koloni jamur Fusarium sp. pada pengamatan 5 HSI (hari setelah inkubasi).
(a) Koloni Jamur Fusarium sp. Kontrol; (b) Koloni Jamur Fusarium sp. dengan perlakuan rizobakteri A. hydrophila isolat
KtBlt2. (1) A. hydrophila; (2) Jamur Fusarium
Sumber: Ariawan et al. (2015).
145
Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 2 2016
Pada rizobakteri A. hydrophila isolat KtBlt2, mekanisme ekosistem pertanian dalam menunjang keberlanjutan
penghambatannya terhadap patogen melalui produksi sistem produksi pertanian.
antibiotik, toksin, kompetisi ruang dan nutrisi,
Beberapa justifikasi penggunaan bakteri antagonis
menghasilkan siderofor, enzim kitinase, dan HCN
untuk mengatasi masalah penyakit tanaman jagung,
(Fernando et al. 2005 dalam Ariawan et al. 2015).
menurut Soesanto (2009), di antaranya ketidakmampuan
Bakteri antagonis dapat menginduksi resistensi fungisida sintetis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
tanaman terhadap patogen dengan cara mengaktifkan patogen telah resisten terhadap jenis fungisida sintetik yang
lintasan sinyal dan melibatkan hormon asam jasmoik dan selalu digunakan, atau patogen target mampu membentuk
etilen tanaman. Selain itu bakteri antagonis khususnya struktur istirahat, sehingga sulit dikendalikan dengan
rizobakteria dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman fungisida sintetis. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Muis
(Van Loon 2000 dalam Nurhayati 2011). et al. (2015b), bahwa aplikasi gabungan antara formula B.
subtilis TM4 dan 0,5% gum arabic sebagai perlakuan benih,
Ketahanan tanaman juga dapat diinduksi dengan cara
dapat menekan cendawan R. solani in vivo dengan tingkat
menginokulasi dengan mikroba nonpatogenik dan
penularan hanya 2,7%, lebih rendah di antara perlakuan
perlakuan kimia tertentu. Ketahanan sistemik terinduksi
fungisida sintetik dan tidak berdampak negatif terhadap
pada berbagai tanaman yang disebabkan oleh agens
daya tumbuh jagung (Tabel 1).
penginduksi mikroba maupun senyawa kimia ditunjukkan
oleh peningkatan kandungan senyawa tertentu, seperti Di dunia pertanian memungkinkan timbulnya polusi,
enzim β-1.3.glukanase, kitinase, β-1.4 glukosidase, terutama yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimia,
citonase, peroksidase, fenol, dan asam salisilat (Wei et baik pestisida maupun pupuk atau hormon yang tidak
al. 1996 dalam Widnyana et al. 2014). Sadoma et al. bijaksana atau terus menerus. Kemungkinan ini perlu
(2011) melaporkan pengendalian hayati dengan diantisipasi dengan mengurangi penggunaan pestisida
menggunakan agensia hayati tunggal atau kombinasi atau bahan kimia sintetis dengan menggiatkan
dapat menekan perkembangan penyakit bulai pada jagung penggunaan agensia hayati, khususnya untuk
yang disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora mengendalikan patogen tanaman, sehingga sistem
sorghi. produksi tanaman dapat berkelanjutan.
Meskipun harga pestisida terjangkau oleh petani,
Hubungan Biofertilizer Bakteri Antagonis dengan tetapi bila diterapkan dalam skala luas tetap menambah
Ketahanan Sistemik biaya produksi. Apabila tanaman diperlakukan dengan
agensia hayati untuk mencegah timbulnya penyakit
Akibat adanya penginduksi adalah berkurangnya tanaman, mulai sejak perlakuan benih, awal tanam, hingga
intensitas penyakit tanaman dibandingkan dengan tanpa awal berbunga, maka masalah penyakit tanaman dapat
inokulasi penginduksi. Penggunaan Pseudomonas yang dicegah, khususnya pada tanaman di tanah yang sudah
dipilih untuk mendukung kemampuan pertumbuhan tercemar patogen.
tanaman (PGPR) memperlihatkan ketahanan sistemik
terinduksi dalam tanaman (Soesanto 2008). Makarewicz Ketersediaan bakteri antagonis yang melimpah di alam,
et al. (2006) melaporkan bahwa biofertilisasi yang terjadi masing-masing daerah mempunyai kekhususan agensia
adalah akibat enzim fitase yang dikeluarkan dalam hayati sendiri. Mikroba beradaptasi dan membutuhkan
kondisi keterbatasan fosfat pada kolonisasi akar yang
dapat berkontribusi pada pertumbuhan tanaman akibat
Tabel 1. Daya tumbuh dan tingkat infeksi R. solani pada tanaman
peningkatan aktivitas strains B. amyloliquefaciens FZB.
jagung yang mendapat beberapa perlakuan.
Daya Tingkat
PEMANFAATAN BAKTERI ANTAGONIS PADA Perlakuan tumbuh R. solani
(%) (%)
TANAMAN JAGUNG DI INDONESIA
Seed treatment dengan larutan Bacillus 98,7 3,4b
Banyak kasus penyakit tanaman yang belum dapat Seed treatment larutan Bacillus+0,5% gum 99,3 2,7ab
diatasi sampai sekarang, selalu ada pada setiap musim Seed treatment dengan fungisida nordox 99,3 5,4bc
tanam, serta dijumpai pada semua jenis tanaman Seed treatment dengan fungisida metalaxyl 98,7 7,4c
Seed treatment dengan nordox + metalaxyl 99,3 8,1c
termasuk jagung. Oleh karena itu, munculnya
Kontrol positif (inokulasi R. solani) 98,7 18,9d
pengendalian hayati yang salah satunya menggunakan Kontrol negatif (tanpa inokulasi) 98,7 0,0a
mikroba bakteri antagonis perlu diapresiasi dan
dimasyarakatkan, untuk mendukung keseimbangan Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji Duncan 5%
Sumber: Muis et al. (2015b).
146
Djaenuddin: Bakteri Antagonis dan Tanaman Jagung
Tabel 2. Populasi bakteri pada perakaran beberapa tanaman Tabel 3. Daya antagonistik beberapa strain Bacillus spp. terhadap
Graminae. patogen R. solani dan F. moniliforme.
147
Iptek Tanaman Pangan Vol. 11 No. 2 2016
tanaman dalam menekan penyakit layu bakteri pada subtilis (Ehrenberg) Cohn sebagai agensia pengendali
Tomat. J. Fitopatol. Indones. 10(2):61-67. hayati penyakit tanaman jagung. Buletin Penelitian
Hoerussalam, A. Purwantoro, dan A. Khaeruni. 2013. Induksi Tanaman Serealia 1(1):8-15.
ketahanan tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap Muis, A., N. Djaenuddin, dan N. Nonci. 2015b. Evaluasi lima
penyakit bulai melalui seed treatment serta jenis inner carrier dan formulasi Bacillus subtilis untuk
pewarisannya pada generasi S1. Ilmu Pertanian pengendalian hawar pelepah jagung. J. HPT Tropika
16(2):42-59. 15(2):164-169.
Kamilova, F., L.V. Kravchenko, A.I. Shaposhnikov, T. Azarova, Nion, Y.A. and K. Toyota. 2008. Suppresion of bacteria wilt
N. Makarova, and B. Lugtenberg. 2006. Organic acids, and fusarium wilt by a Burkholderia nodosa strain
sugars, and L-tryptophane in exudates of vegetables isolated from Kalimantan soils, Indonesia. Microbes
growing on stonewool and their effects on activities of Environ. 23(2):134-141.
rhizosphere bacteria. Mol. Plant-Microbe Interact. Nurhayati. 2011. Penggunaan jamur dan bakteri dalam
19:250-6. pengendalian penyakit tanaman secara hayati yang
Koumoutsi, A., X-H. Chen, J. Vater, and R. Borriss. 2007. ramah lingkungan. Prosiding Semirata Bidang Ilmu-
DegU and YczE positively regulate the synthesis of ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat. p.316-321.
Bacillomycin D by Bacillus amyloliquefaciens FZB42. Sadoma, M.T., A.B.B. El-Sayed, and S.M. El-Moghazy. 2011.
Appl. Environ. Microbiol. 73:6953-64. Biological control of downey mildew disease of maize
Kuswinanti, T., Baharuddin, dan S. Sukmawati. 2014. caused by Peronosclerospora sorghi using certain
Efektivitas isolat bakteri dari rizosfer dan bahan organik biocontrol agents alone or in combination. J. Agric. Res.
terhadap Ralstonia solanacearum dan Fusarium Kafer El-Sheikh Univ. 37(1):1-11.
oxysporum pada tanaman kentang. J. Fitopatologi Soesanto, L. 2008. Pengantar pengendalian hayati penyakit
Indonesia 10(2):68-72. tanaman, suplemen ke gulma dan nematoda. Rajawali
Luna, E., J.A.B. Toby, M.R. Roberts, V. Flors, and J. Ton. 2012. Pers. 573p.
Next-generation systemic acquired resistance. Plant Soesanto, L. 2009. Pengendalian hayati patogen tanaman:
Physiology 158:844-853. peluang dan tantangan dalam menunjang ketahanan
Makarewicz, O., S. Dubrac, T. Msadek, and R. Borriss. 2006. pangan berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan
Dual role of the PhoP~P response regulator: Bacillus Guru Besar Pada Fakultas Pertanian Universitas
amyloliquefaciens FBZ45 phytase gene transcription Jenderal Soedirman. Departemen Pendidikan
is directed by positive and negative interaction with the Nasional, Universitas Jenderal Soedirman.
phy C promoter. J. Bacteriol. 188:6953-65. Widnyana, I.K., N.P. Pandawani, dan N.I.GAG.E. Martiningsih.
McMilan, S. 2007. Promoting growth with PGPR. The 2014. Uji aplikasi bakteri Pseudomonas alcaligenesis
Canadian Organic Grower. Soil Foodweb Canada Ltd. terhadap kandungan asam salisilat dan total fenol
Soil Biology Lab. &Learning Centre. p. 32-34. dalam upaya menekan penyakit layu fusarium pada
Muis, A. and A.J. Quimio. 2006. Biological control of banded tanaman tomat. Prosiding Seminar Nasional Hasil-
leaf and sheath blight disease (Rhizoctonia solani Hasil Penelitian Unmas, Bali. p.414-419.
Kuhn) in corn with formulated Bacillus subtilis BR23. Zhang, Z., Q. Li, Z. Li, P.E. Staswick, M. Wang, and Y. Zhu.
Indon. J. of Agric. Sci. 7(1):1-7. 2007. Dual regulation role of GH3.5 in salicylic acid
Muis, A., N. Djaenuddin, dan N. Nonci. 2015a. Uji virulensi and auxin signaling during Arabidopsis-Pseudomonas
beberapa isolat bakteri antagonis putative Bacillus syringae interaction. Plant Physiol. 145:450-64.
148