Analisis Struktur Kinerja Dan Perilaku Industri Rokok
Analisis Struktur Kinerja Dan Perilaku Industri Rokok
Analisis Struktur Kinerja Dan Perilaku Industri Rokok
ABSTRACT
Tobacco industry is one of important manufacturing industry in Indonesia. There are several changes in
structure, performance, and behavior of this industry during 1991-2008. This study aim is to analyze the
differences between clove cigarette and white cigarette industries with SCP method. Analysis of industrial
structure with CR4 index and barriers to entry. Industry performance is measured by Price Cost Margin
(PCM) approach. Factors that affect the performance itself are analyzed by the Ordinary Least Square
(OLS) method. The results of structural analysis show that the level of industry concentration of clove
cigarettes went from tight oligopoly (84.29 percent) to medium oligopoly (52.65 percent) during research
period. In contrast, white cigarette industry remained in tight oligopoly level with an average value of CR4
about 94.33 percent. The average value of MES which reflects the barrier to entry in white cigarette
industries is higher (95.17 percent) than in cigarette industries (72.85 percent). Regression analysis on a
clove cigarette industry indicates that the variable X-eff and growth are significantly positive, whereas a
variable number of firms significantly negative effect on PCM. In white cigarette industry, a significant
variable to the PCM is the X-eff (0.366799). The analysis of behavior between the two industries cannot
be separated from government regulation, especially in setting of the selling price. Promotion, although it
increasing production costs, remains to be important strategy to maintain the industry market share.
Analisis Hambatan Masuk Industri rokok kretek lokal yang pada umumnya
Ukuran yang digunakan untuk bersifat home industry, sehingga lebih mudah
menganalisis hambatan masuk industri dimasuki oleh masyarakat (Muslim dan
adalah dengan Minimum Efficiency Scale Wardhani, 2008).
(MES). Secara umum, rata-rata nilai MES
untuk industri rokok putih lebih tinggi Analisis Kinerja Industri Rokok di
dibandingkan dengan nilai MES pada industri Indonesia
rokok kretek. Rata-ratanya mencapai 94,73 Kinerja industri rokok diukur dengan
persen, jauh lebih tinggi dibandingkan pendekatan Price Cost Margin (PCM). PCM di
dengan rata-rata MES pada rokok kretek yang sini memiliki pengertian sebagai proksi dari
hanya sebesar 72,85 persen. Semakin tinggi nilai keuntungan yang berasal dari kelebihan
nilai MES, maka semakin tinggi pula penerimaan industri atas biaya langsung.
hambatan masuk dalam industrinya. Dengan Nilai PCM pada industri rokok di Indonesia
demikian dapat dikatakan bahwa hambatan dapat dilihat pada Tabel 3.
masuk pada industri rokok putih lebih tinggi Secara umum, rata-rata PCM yang diraih
dibandingkan dengan pada industri rokok industri rokok putih jauh lebih tinggi (63,05
kretek. persen) jika dibandingkan dengan rata-rata
Hambatan masuk yang sangat tinggi PCM pada industri rokok kretek (30,33
pada industri rokok putih disebabkan oleh persen). Hal ini berlangsung wajar, karena
adanya kepemilikan modal yang kuat, jumlah perusahaan dalam industri rokok
efisiensi produksi, serta kemampuan putih sangat sedikit, sehingga pesaing yang
manajemen yang unggul pada industri ini. ada juga sedikit. Kondisi ini mengakibatkan
Sedangkan pada industri rokok kretek, tingkat keuntungan yang diperoleh
hambatan industrinya lebih rendah perusahaan besar dalam industri rokok putih
dibandingkan industri rokok putih juga semakin besar.
dikarenakan adanya perusahaan-perusahaan
menunjukkan industri rokok putih sangat menunjang pendidikan. Proses promosi yang
mampu meminimalkan biaya input produksi seperti ini meskipun meningkatkan belanja
mereka. iklan4 rokok, namun diyakini produsen
sebagai langkah untuk menciptakan
ANALISIS PERILAKU INDUSTRI ROKOK hubungan yang positif dengan masyarakat.
DI INDONESIA
Strategi Harga ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
Khusus untuk industri rokok, penetapan MEMPENGARUHI KINERJA INDUSTRI
ROKOK
harga tidak dapat ditentukan sendiri oleh
produsen. Terdapat peran pemerintah yang Industri Rokok Kretek
berfungsi sebagai pengendali harga jual rokok Berdasarkan Tabel 5. didapatkan bahwa
di pasaran. kriteria kebaikan model pada industri rokok
Pemerintah menetapkan harga jual kretek dapat terpenuhi. Hal ini tercermin dari
eceran (HJE) rokok sebagai dasar pengenaan terpenuhinya asumsi atas uji autokorelasi, uji
cukai rokok. Namun, HJE tidak harus menjadi multikolienaritas, serta uji heteroskedastisitas
harga transaksi pasar (HTP) yang dibayarkan dengan R2 sebesar 0.814188. Hasil regresi pada
oleh konsumen akhir (Lampiran 2). model industri rokok kretek menunjukkan
bahwa variabel independen yang signifikan
terhadap PCM mencakup Growth, Jumlah
Usaha, dan X-eff.
1 Iklan Rokok Gudang Garam misalnya, memiliki beragam varian yaitu Gudang Garam Merah, Gudang Garam Filter,
Gudang Garam Surya Pro, dan beberapa varian lain, masing-masing mempunyai nama dasar yang sama dengan
penambahan frasa untuk membuat citra dari rokok tersebut. Pencitraan tersebut menggambarkan suatu kegiatan,
dimana ketika orang merokok tidak hanya sekedar menghirup dan mengeluarkan asap, tapi juga menciptakan gaya
hidup yang bisa meningkatkan gengsi (Tanudjaja,B.B. Kreativitas Pembuatan Iklan Produk Rokok di Indonesia. NIRMANA
Vol. 4, No. 1, Januari 2002: 85 – 98).
2 Sampoerna Foundation (SF) sejak diluncurkan telah diberikan pada 5000 mahasiswa yang berprestasi namun tidak
mampu untuk menempuh pendidikan sarjana di bidang Ekonomi atau Teknik Terapan pada universitas-universitas
dalam negeri untuk jangka waktu tidak lebih dari 4 (empat) tahun. .(www.BursaBeasiswa.com. Juli 2005)
3 Sejak tahun 1984 melalui program Djarum Bakti Pendidikan, Djarum Bakti Pendidikan telah berubah menjadi Djarum
Beasiswa Plus yang saat ini telah diberikan pada 32.000 mahasiswa. mahasiswa S1 berprestasi tinggi dari berbagai
Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta di seluruh Indonesia. (www.BeasiswaBelajar.com. 2008)
4 Belanja iklan rokok meningkat dari Rp. 1,6 Triliun (2006) menjadi 3,5 Triliun (2010) untuk kategori pengiklan terbesar
produk komersial (Nielsen Advertising Services, 2010).
Koefisien dari X-eff pada model ini 2. Pemerintah berperan dalam menentukan
bernilai 0,366799. Hal ini mengindikasikan harga jual rokok dengan cara menetapkan
bahwa setiap penambahan X-eff sebesar 1 pajak atas cukai rokok. Perilaku yang
persen akan meningkatkan PCM sebesar dilakukan produsen rokok dalam rangka
0,366799 persen. Perusahaan rokok putih yang memperoleh pasar yang sebesar-besarnya
merupakan anak perusahaan rokok asing adalah dengan meningkatkan belanja iklan
telah mampu menjadi perusahaan yang rokok serta stategi promosi yang menarik,
bekerja dengan sangat efisien. Kepemilikan seperti sponsor acara tertentu dan
modal dan penguasaan teknologi yang tinggi program-program beasiswa.
dalam produksi rokok putih dinilai sebagai 3. PCM dan X-eff sebagai indikator kinerja
alasan mengapa produsen-produsen rokok pada industri rokok putih memiliki nilai
putih sangat efisien. Hal inilah yang rata-rata yang lebih tinggi dari industri
menyebabkan perusahaan-perusahaan rokok rokok kretek. Semakin tinggi nilai PCM
putih mampu memperoleh keuntungan yang maupun X-eff maka kinerja dari suatu
sangat besar. industri dikatakan semakin baik. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja dari
industri rokok mencakup Growth, Jumlah
KESIMPULAN DAN SARAN
usaha, dan X-eff. Faktor yang
KESIMPULAN mempengaruhi kinerja industri rokok
Berdasarkan hasil analisis yang telah putih adalah X-eff.
dilakukan pada industri rokok kretek dan
industri rokok putih di Indonesia selama SARAN
periode 1991-2008, maka diperoleh Saran yang diajukan dalam penelitian ini
kesimpulan yang sesuai dengan tujuan adalah sebagai berikut:
penelitian, yaitu: 1. Industri rokok harus tetap
1. Struktur industri rokok kretek dengan mempertahankan kinerjanya yang sudah
indikator CR4 memiliki perubahan tren sangat efisien. Hal ini penting bagi
dari oligopoli ketat (84,29 persen) menuju keberlanjutan dari pencapaian tingkat
ke oligopoli sedang (52,65 persen). keuntungan yang tinggi.
Struktur industri rokok putih masih 2. Bagi penelitian selanjutnya, agar
bertahan pada tingkat oligopoli ketat menggunakan variabel-variabel lain
dengan rata-rata CR4 sebesar 94,33 persen. dalam meregresikan model supaya
Rata-rata MES industri rokok rokok putih didapatkan bentuk model yang semakin
(95,17 persen) lebih tinggi dibandingkan baik.
dengan MES industri rokok kretek.
Lampiran 3. Acara Olahraga dengan Sponsor Utama Produsen Rokok Tahun 2004-2008
Nama Produsen Rokok Acara yang disponsori
1. PT. Djarum - Djarum Bakti Olahraga (semua olahraga)
- ISL, Indonesia Super League (Sepak Bola)
- PB Djarum (Bulu Tangkis)
- Liga Djarum Indonesia (Sepak Bola)
- Djarum Super Adventure (Petualangan)
- Djarum Super Submission Gappling(Beladiri)
2. PT. HM Sampoerna - A Mild Basket Competition (Basket)
- Copa Dji Sam Soe Indonesia (Sepak Bola)
- Sampoerna Hijau Voli Proliga (Bola Voli)
3. PT. Bentoel International - Bentoel International 4x4 Championship
Investama Tbk. (Otomotif)
- Sponsor utama Tim Arema (Sepak Bola)
4. PT. Gudang Garam - Perkumpulan Tenis Meja (PTM) Surya
- PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni)
Sumber : www.scribd.com. Jeratan Rokok Srategi dan Bisnis Industri Rokok dan Pembentukan-Citranya-Di-Masyarakat.
Diakses 27 Mei 2011