4711 9135 1 SM PDF
4711 9135 1 SM PDF
4711 9135 1 SM PDF
abstrak
A. PENDAHULUAN
Agenda lingkungan hidup kini sudah menjadi agenda internasional di segala
bidang, baik politik, perdagangan dan industri. Agenda ini muncul dan semakin menguat
karena kesadaran lingkungan kini semakin merata justru karena kekhawatiran yang
semakin besar dengan terancamnya kualitas bumi kita sebagai satu-satunya tempat hidup
di alam semesta. Isu lingkungan merupakan masalah yang sudah menjadi masalah global
(mendunia). Memasuki abad ke-21, dunia sebenarnya sedang memasuki zaman
lingkungan, tepatnya era restorasi lingkungan yang didasari oleh cinta pada bumi dan
segenap kehidupan di dalamnya. Gencarnya pembangunan berbasis industri disegala
sektor telah menggantikan lahan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan dan
kelestarian lingkungan. Hampir setiap negara, termasuk Indonesia tidak akan terlepas
dari masalah lingkungan. Hal ini juga berlaku bagi Kota Sukabumi, Jawa Barat. Di
Sukabumi, kini muncul minimarket-minimarket dan ruko-ruko yang menggantikan lahan
pertanian. Di sisi lain, pembangunan seperti yang disebutkan di atas dapat menciptakan
lapangan pekerjaaan, namun di sisi lain tidak semua dapat “menikmati” hasil
pembangunan tersebut. Pernyataan tersebut ditegaskan Fauzi (2006, hlm. 229) bahwa
salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan adalah bagaimana
pemenuhan kebutuhan pembangunan dapat tercapai, tetapi di sisi lain mempertaruhkan
kelestarian lingkungan.
Kegiatan pembangunan dan pesatnya kemajuan teknologi di berbagai bidang
telah dan akan terus menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif pada
lingkungan, yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang pada akhirnya akan
berakibat pada penurunan kualitas atau degradasi lingkungan. Kegiatan pembangunan
terjadi pada berbagai sektor industri, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan,
pariwisata, kesehatan, pertambangan, perumahan, perdagangan dan transportasi.
Kegiatan-kegiatan tersebut diperkirakan akan dan telah mempengaruhi kelestarian
lingkungan hidup. Kegiatan pembangunan apabila tidak memperhatikan kualitas
lingkungan tentunya akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem dan
terjadinya degradasi lingkungan seperti tanah longsor, erosi, sedimentasi, penggundulan
hutan, peningkatan lahan kritis, pencemaran tanah, air dan udara, abrasi pantai, instrusi
air asin, serta penurunan debit air permukaan dan air tanah.
Terkait dengan masalah lingkungan yang makin hari makin bertambah banyak
dan beragam tersebut, sangat diperlukan adanya suatu pengelolaan agar lingkungan yang
ada yang sudah mengalami penurunan kualitas tersebut tidak menjadi semakin parah
namun terjadi pemulihan yang lebih baik. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
pembangunan nasional diarahkan untuk menerapkan konsep pembangunan berwawasan
lingkungan atau pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salah satu
unsur dalam konsep pembangunan berkelanjutan tersebut adalah pendidikan lingkungan
hidup (environmental education).
Secara formal pendidikan lingkungan hidup menjadi salah satu alternatif yang
rasional untuk memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum. Pendidikan
lingkungan hidup merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi sarana yang sangat penting dalam
menghasilkan sumber daya manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan
berkelanjutan (Yustina, 2006: 55). Melalui pendidikan inilah, diharapkan adanya
respons (tanggapan) dari semua pihak termasuk warga sekolah yang merupakan garda
terdepan dalam menyikapi isu sosial tersebut.
Mengatisipasi hal tersebut dikeluarkanlah kebijakan Pendidikan Lingkungan
Hidup antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional
No.03/MenLH/02/2010, No.01/II/K B/2010 tanggal 1 Februari 2010 tentang Pendidikan
Lingkungan Hidup melalui program Adiwiyata. Sebuah kesepekatan yang diputuskan
berdasarkan beberapa pertimbangan penting yaitu: untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, untuk
melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan memerlukan sumber daya manusia
yang sadar dan mampu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan bahwa
pengetahuan, nilai, sikap, perilaku dan wawasan mengenai lingkungan hidup perlu
diberikan sejak dini kepada seluruh lapisan masyarakat dan peserta didik pada semua
satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Adiwiyata yaitu sebuah program yang
bertujuan untuk menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat
pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, peserta didik, dan pekerja lainnya),
untuk mendorong upaya upaya penyelamatan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang pada akhirnya dapat mewujudkan
kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan berdasarkan norma
kebersamaan, keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian lingkungan hidup dan
sumber daya alam.
Mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan hidup merupakan komitmen
sekolah secara sistematis yang mengembangkan program-program untuk
menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah.
Tampilan fisik sekolah ditata secara rapi sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi
seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berprilaku ramah lingkungan. Lingkungan
Sekolah yang kondusif sangat diperlukan agar tercipta proses pembelajaran yang
bermutu.
Sekolah yang peduli akan lingkungannya perlu mendapat perhatian kita semua,
alasannya sederhana, “Bumi kita semakin rusak” lingkungan tempat kita berada sudah
tidak lagi memberikan rasa nyaman. Siapakah yang merusak Bumi ini, jangan
sepenuhnya menyalahkan pihak lain atau orang lain. Siapa yang harus memperbaiki
lingkungan?. Memahami makna sekolah yang peduli lingkungan seharusnya berbuat
untuk menciptakan kualitas lingkungan sekolah yang kondusif, ekologis, lestari secara
nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif
dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal. Dengan demikian sekolah yang
peduli lingkungan adalah salah satu program Kementrian Negara Lingkungan Hidup
dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam
upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam program ini diharapkan setiap warga sekolah
di SMPN 3 Sukabumi ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang
sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif.
B. PEMBAHASAN
Sekolah merupakan komunitas masyarakat yang terdiri dari peserta didik, guru,
kepala sekolah, dan tata usaha dan karyawan yang di dalamnya merupakan salah satu
media efektif bagi pembelajaran dan penyadaran warga sekolah. Agar individu-individu,
mulai dari guru, murid, dan pekerja terlibat dalam upaya menghentikan laju kerusakan
lingkungan yang disebabkan tangan manusia. Dalam upaya mempercepat
pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup khususnya jalur pendidikan formal pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah, untuk mendorong terciptanya pengetahuan dan
kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup maka pada tanggal
21 Februari 2006 telah dicanangkan PROGRAM ADIWIYATA.
(http://www.menlh.go.id/adiwiyata/).
Berdasarkan administratifnya,
Sukabumi merupakan Kota di Jawa Barat
yang memiliki luas wilayah relatif kecil
dibanding dengan luas wilayah Kabupaten.
Terdapat sejumlah 16 SMP dengan status
negeri yang tersebar di tujuh Kecamatan. Secara infrastruktur, SMP Negeri 3 dapat
dikatakan memadai, hal ini dapat dilihat dari jalan yang mudah di akses dengan berbagai
macam transportasi dan ketersedian listrik yang dilengkapi wifi atau jaringan internet.
Sesuai dengan Visi sekolah, yakni Dengan Iman dan Takwa, SMP NEGERI 3 Unggul
dalam Bahasa, Berprestasi, Sehat dan Peduli Lingkungan, maka SMPN 3 berupaya
untuk menanamkan dan pengimplementasian
nilai-nilai religius di sekolah, berprestasi baik
akademik maupun non akademik dan
menghasilkan semua warga sekolah termasuk
peserta didik untuk membiasakan diri berprilaku
hidup budaya hidup bersih dan sehat serta
mengajak untuk mencintai dan peduli terhadap
lingkungannya.
Upaya menanamkan pola hidup bersih
dan sehat serta kepeduliaan terhadap lingkungan
menjadi agenda sekolah selama tiga tahun terakhir. Pengembangan, perubahan dan
perbaikan sarana-prasarana sekolah seperti penambahan tempat sampah, pembuatan
tempat cuci tangan, pembuatan TOGA dan green house, komposter, hydroponik,
perbaikan kantin sehat, adanya kebijakan-kebijakan baru kepala sekolah seperti
kebijakan penghematan kertas, air, listrik dan adanya gerakan “Gerebeg Sampah” dan
“Sampah balad kuring” dan penanaman seribu pohon, dilakukan pimpinan sebagai
upaya mengatasi isu-isu sosial di lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah dikatakan baik jika didukung terciptanya situasi belajar
yang kondusif. Lingkungan yang kondusif itu apabila di sekolah dan sekitarnya terdapat
sejumlah hal yang dibutuhkan oleh sekolah. Lingkungan sekolah yang kondusif itu
adalah bahwa sekolah yang sesuai dengan peruntukannya sebagai lokasi sekolah. Selain
itu terdapat fasilitas transportasi yang lancar, saluran air memadai, dan pepohonan sesuai
dengan aturan lingkungan hidup. Lingkungan yang berada dalam lokasi sekolah yaitu
ruang kelas, halaman, kantin, tempat sampah, WC, tempat parkir, dan taman atau kebun.
Unsur utama dan penunjang memiliki keterkaitan dan ketergantungan, artinya peserta
didik, guru dan materi pelajaran akan berarti sesuai dengan yang diharapkan apabila di
dalamnya terdapat unsur seperti kelancaran transportasi, ruangan kelas yang memadai,
halaman sekolah yang luas, kantin yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
pihak berwenang, WC yang memenuhi syarat kesehatan, tempat parkir yang sesuai
dengan kebutuhan, dan tanaman yang hijau serta indah.
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan dapat memberikan kontribusi, dengan
banyaknya sekolah di Sukabumi yang kini menaruh perhatiannya terhadap masalah
lingkungan (sekolah adiwiyata). Adanya sekolah adiwiyata tidak lain untuk
menanamkan nilai kesadaran lingkungan terhadap semua warga sekolah, termasuk
peserta didik. Kantor Lingkungan Hidup (KLH) “gencar” bekerjasama dengan sekolah
mengembangkan empat prinsip sekolah berwawasan lingkungan, seperti: kebijakan
berwawasan lingkungan, pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan
lingkungan berbasis partisipatif dan pengelolaan sarana ramah lingkungan. Dengan
demikian, jika sekolah dapat menerapkan empat indikator tersebut, maka akan sesuai
dengan prinsip berkelanjutan. Hal ini ditegaskan Soemarwoto (1989, hlm. 8), dalam
konsep pembangunan, ketiga pilar yakni, ekonomi, sosial dan lingkungan hidup harus
seimbang dan mendukung satu sama lain.
Adiwiyata menurut Susy (2011, hlm. 3) sebagai “tempat yang baik dan ideal
dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang
dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju
kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan”. Depdiknas (2002: 675), menyatakan
bahwa lingkungan hidup adalah “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya”. Adiwiyata atau
lingkungan hidup merupakan suatu ruang atau tempat yang ideal dan strategis, karena di
dalamnya terjadi interaksi secara kondusif untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh, Susy (2011, hlm.3) menyatakan tujuan program adiwiyata adalah
“mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung
pembangunan yang berkelanjutan”. Menciptakan lingkungan yang kondusif menjadi
tanggung jawab semua elemen yang ada di sekolah tersebut. Adapun yang ada di
sekolah adalah kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha, dan pegawai lainnya.
Semuanya bertanggung jawab mewujudkan lingkungan yang kondusif.
Program Adiwiyata dalam mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan,
hendaknya mendasarkan pada norma yang berlaku dalam masyarakat. Rehli (diakses 22
Januari 2014) meyatakan bahwa program dan kegiatan yang dikembangkan harus
berdasarkan norma-norma dasar dan kehidupan yang meliputi antara lain “kebersamaan,
keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber
daya alam”. Agar suasana lingkungan yang kondusif dapat tercapai sebagaimana yang
diharapkan, maka kesemua norma tersebut perlu dimiliki semua komponen yang ada di
sekolah tersebut.
Susy (2011:3) menyatakan bahwa pelaksanaan program adiwiyata diletakkan
pada dua prinsip dasar yaitu “prinsip partisipatif dan berkelanjutan”. Prinsip partisipatif
artinya komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan
proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggungjawab dan peran. Prinsip
berkelanjutan artinya bahwa seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus
menerus secara komprehensif.
C. METODE PENELITIAN
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
implementasi program Adiwiyata di SMPN 3 Sukabumi yang meliputi kebijakan
berwawasan lingkungan, pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan
lingkungan berbasis partisipatif, pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan, dan
hambatan-hambatan pelaksanaan program Adiwiyata, dan melihat perilaku warga
sekolah di SMPN 3 Sukabumi dalam pengelolaan lingkungan sekolah.
Pendekataan penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Menurut Norman dan
Yvonna (2009, hlm. 3), penelitian kualitatif sebagai: “serangkaian praktik interpretatif,
tidak mengunggulkan satu metodologi pun”. Penelitian kualitatif dalam praktiknya
tergantung pendapat dari masing-masing penelitinya. Straus (2003, hlm. 4) menyatakan
penelitian kualitatif sebagai “jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau hitungan lainnya”. Penelitian kualitatif dapat memberi rincian
yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh penelitian kuantitatif.
Penelitian kualitatif menurut Creswell (2010, hlm. 5) “peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan
studi pada situasi yang alami”. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan
bersifat penemuan. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk
mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk
mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah
perkembangan.
Penelitian ini dilakukan di SMPN 3 Sukabumi sebagai sampel wilayah atau
tempat penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2013.
Subjek penelitian ditentukan dengan teknik “Purposive Sampling”, yaitu orang yang
paling banyak mengetahui tentang Program Adiwiyata yaitu tim adiwiyata sekolah yang
terdiri dari (1) Kepala sekolah/ wakil 1 orang, (2) Guru 5 orang, (4) Peserta didik 5
orang, (5) Komite 1 orang, (6) Petugas kebersihan 1 orang yang dikategorikan ke dalam
sumber primer sedangkan sumber data sekunder peneliti peroleh melalui studi pustaka
yaitu yang terkait dengan dokumen Program Adiwiyata.
Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri,
sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2005:59) menyatakan”dalam penelitian
kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri”. Dalam
penelitian ini peneliti terjun langsung melakukan segala proses penelitian untuk
melakukan pengumpulan data seperti menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini data di analisis dengan metode yang dikemukakan oleh
Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono (2005, hlm. 62) yaitu dengan reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur pengumpulan data dengan
menggunakan beberapa teknik dan alat pengumpulan data. Instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan
dokumentasi.
Warga sekolah (Pimpinan sekolah/ wakil, guru, siswa, komite sekolah dan
petugas kebersihan sekolah) SMPN 3 Sukabumi sudah memiliki perilaku yang peduli
dalam pengelolaan lingkungan sekolah seperti a) menanam dan merawat tanaman
adanya taman di setiap kelasnya, green house, pembibitan tanaman dan kolam ikan, b)
membuang sampah pada tempatnya serta pengelolaan sampah yang baik seperti adanya
bank sampah, pengomposan dan daur ulang sampah, c) menghemat pemakaian air,
listrik dan menghemat pemakaian alat tulis kantor (ATK) seperti adanya slogan hemat
listrik, hemat air, gunakan spidol seperlunya dan lain-lain.
G. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, implementasi sekolah yang berwawasan
lingkungan dan berbudaya lingkungan dapat dilaksanakan oleh semua warga sekolah
termasuk pimpinan sekolah, guru, karyawan, peserta didik dan penjaga sekolah. Sekolah
dapat bekerjasama dengan instansi terkait dalam hal ini Kantor Lingkungan Hidup dan
Dinas Pendidikan guna mewujudkan sekolah yang peduli lingkungan. Kerjasama yang
baik di antara semua pihak dan komitmen yang jelas di antara semua warga sekolah
maka keempat indikator yang menjadi ciri sekolah yang berwawasan lingkungan dapat
terlaksana dengan sebagaimana mestinya. Program Adiwiyata perlu diterapkan di
sekolah-sekolah untuk membentuk perilaku peduli terhadap lingkungan bagi warga
sekolah.
2. Saran
Agar pelaksanaan sekolah berwawasan dan berbudaya lingkungan dapat
mencapai sasaran dan tujuan yang telah diterapkan, maka perlu adanya monitoring yang
berkelanjutan mulai dari persiapan, proses pelaksanaan, dan hasil yang dicapai, sehingga
pelaksanaan ini bermanfaat secara optimal. Setelah semua pelaksanaan dimonitoring,
maka perlu dievaluasi agar kelemahan atau kekurangan yang terjadi dapat diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Akhmad. (2006). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Straus, Anselm dan Corbin, Juliet. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Yustina. 2006. Hubungan Pengetahuan Lingkungan Hidup dengan Persepsi, Sikap dan
Minat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Guru Sekolah Dasar di Kota -
Pekanbaru. Jurnal Biogenisis. Vol. 2 No. 2 Oktober 2006.
(http://blhd.tanjabbarkab.go.id/kategori/rehli/pengertianadiwiyata.html) diakses 22
Januari 2014.