Hubungan Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Lansia Di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No.

2, September 2015

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN KUALITAS


TIDUR LANSIA DI POSBINDU ANYELIR
KECAMATAN CISARUA KABUPATEN
BANDUNG BARAT

Elis Deti Dariah1 Okatiranti²


1,2
Universitas BSI Bandung
1elisdetidariah7@yahoo.co.id, 2okatiranti.otr@bsi.ac.id

ABSTRACT - According to the Central Bureau of Statistics, in 2005 in Indonesia there


are 18,283,107 elderly population. Many elderly people face a variety of health problems
that need immediate attention and integrated. Along with bertambahnnya age, there will
be a decrease in body function in the elderly, physically, physiologically, and
psychologically. Mental health problems that often occur in the elderly are anxiety,
depression, insomnia, paranoia and dementia. Anxiety experienced by the elderly can
cause trouble sleeping and can affect concentration, alertness, and also increases health
risks. Lack of sleep in elderly give effect to the physical, cognitive abilities, and quality of
life. The research objective is to identify the relationship anxiety with the quality of sleep
of elderly in Posbindu Carnations Cisarua District of West Bandung regency. This study
uses a correlation method, using cross sectional survey design, using accidental sampling
technique. The population in this study was 198 elderly, the sample used is the elderly
who come to posbindu, with a sample of 66 people. This study data analysis using the
Spearman rank correlation test. The results showed that none of the respondents who do
not experience anxiety, very few respondents (7.6%) had mild anxiety, most respondents
(60.0%) had moderate anxiety, a small percentage of respondents (31.8%) experienced
anxiety weight, and none of the respondents experienced a panic. In addition, most
respondents (45.4%) had a good sleep quality and some of the respondents (54.6%) had
poor sleep quality. The analysis shows the relationship between the level of anxiety and sleep
quality of the elderly, with a 0.765 correlation value which indicates that the two variables
relate strong and a p-value of 0.000 (α <0.001).
Keywords: Elderly, Anxiety, Sleep Quality

ABSTRAK - Menurut Biro Pusat Statistik, pada tahun2005 di Indonesia terdapat


18.283.107 penduduk lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan
yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Seiring dengan bertambahnnya usia, maka
akan terjadi penurunan fungsi tubuh pada lansia, baik fisik, fisiologis, maupun psikologis.
Masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi pada lansia adalah kecemasan, depresi, insomnia,
paranoid, dan demensia. Kecemasan yang dialami lansia dapat menyebabkan kesulitan tidur
serta dapat mempengaruhi konsentrasi, kesiagaan, dan juga meningkatkan resiko-resiko
kesehatan. Kekurangan tidur pada lansia memberikan pengaruh terhadap fisik,
kemampuan kognitif, dan juga kualitas hidup. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi
hubungan kecemasan dengan kualitas tidur lansia di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, dengan
menggunakan rancangan survey cross sectional, dengan menggunakan teknik accidental
sampling. Populasi pada penelitian ini adalah 198 lansia, sampel yang digunakan yaitu lansia
yang datang ke posbindu, dengan sampel 66 orang. Analisa data penelitian ini
menggunakan uji korelasi Rank Sperman. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak
satupun dari responden yang tidak mengalami kecemasan, sangat sedikit responden
(7,6%) mengalami kecemasan ringan, sebagian besar responden

ISSN: 2338-7246 87
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

(60,0%) mengalami kecemasan sedang, sebagian kecil responden (31,8%) mengalami


kecemasan berat, dan tidak satupun responden mengalami panik. Selain itu sebagian
responden (45,4%) mengalami kualitas tidur yang baik dan sebagian lagi responden
(54,6%) mengalami kualitas tidur yang buruk. Hasil analisa menunjukan adanya
hubungan antara tingkat kecemasan dan kualitas tidur lansia, dengan nilai korelasi 0,765
yang menandakan bahwa kedua variabel berhubungan yang kuat dan nilai p 0,000 (α <
0,001).
Kata Kunci: Lansia, Kecemasan, Kualitas Tidur
I. PENDAHULUAN kecemasan, depresi, insomnia, paranoid,
1.1 Latar Belakang Penelitian dan demensia, jika lansia mengalami
Pada tahun 2000, jumlah penduduk masalah tersebut, maka kondisi itu dapat
berusia 60 tahun ke atas diperkirakan mengganggu kegiatan sehari-hari lansia.
meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari Mencegah dan merawat lansia dengan
jumlah penduduk. Pada tahun 2005, masalah kesehatan jiwa adalah hal yang
jumlah ini diperkirakan meningkat sangat penting dalam upaya mendorong
menjadi ±18,3 juta (8,5%). Pada tahun lansia bahagia dan sejahtera di dalam
2005-2010 jumlah lanjut usia akan sama keluarga serta masyarakat (Maryam dkk,
dengan jumlah angka balita, yaitu sekitar 2012).
19,3 juta jiwa (9%) dari jumlah Kecemasan adalah kekhawatiran
penduduk. Bahkan pada tahun 2020- yang tidak jelas dan menyebar yang
2025, Indonesia akan menduduki berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
peringkat negara dengan struktur dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak
jumlah penduduk lanjut usia tertinggi memiliki obyek yang spesifik.
setelah RRC, India dan AS dengan umur Kecemasan dialami secara subjektif dan
harapan hidup di atas 70 tahun. Menurut dikomunikasikan secara interpersonal
perkiraan Biro Pusat Statistik, pada tahun (Stuart, 2012). Gejala kecemasan yang
2005 di Indonesia terdapat 18.283.107 dialami oleh lansia adalah ; perasaan
penduduk lanjut usia. Jumlah ini akan khawatir/takut yang tidak rasional akan
melonjak hingga ±33 juta orang lanjut kejadian yang akan terjadi, sulit tidur,
usia (12% dari total penduduk) pada rasa tegang dan cepat marah, sering
tahun 2020, dengan umur harapan hidup mengeluh akan gejala yang ringan atau
kurang lebih 70 tahun (Nugroho, 2012). takut dan khawatir terhadap penyakit
Menurut Darmojo (2009) yang berat dan sering membayangkan
mengatakan bahwa “menua” (menjadi hal-hal yang menakutkan/rasa panik
tua) adalah suatu proses menghilangnya terhadap masalah yang besar (Maryam
secara perlahan kemampuan jaringan dkk, 2012).
untuk memperbaiki diri/mengganti diri Kecemasan yang dialami oleh lansia
dan mempertahankan struktur dan fungsi juga dapat menyebabkan kesulitan tidur
normalnya sehingga tidak dapat bertahan serta dapat mempengaruhi kosentrasi dan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan kesiagaan, dan juga meningkatkan resiko-
memperbaiki kerusakan yang diderita. resiko kesehatan, serta dapat merusak
Menurut (Nugroho, 2012) menyebutkan fungsi sistem imun. Kekurangan tidur pada
bahwa pengertian usia lanjut adalah lansia memberikan pengaruh terhadap
mereka yang telah berusia 60 tahun atau fisik, kemampuan kognitif dan juga
lebih. kualitas hidup (Maryam dkk, 2012).
Lansia banyak menghadapi berbagai Istirahat dan tidur merupakan
masalah kesehatan yang perlu kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
penanganan segera dan terintegrasi. semua orang. Setiap orang memerlukan
Seiring dengan bertambahnya usia, maka kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup
akan terjadi penurunan fungsi tubuh pada agar tubuh dapat berfungsi secara
lansia, baik fisik, fisiologis maupun normal. Pada kondisi istirahat dan tidur,
psikologis. Masalah kesehatan jiwa yang tubuh melakukan proses pemulihan untuk
sering terjadi pada lansia adalah mengembalikan stamina tubuh hingga

ISSN: 2338-7246 88
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

berada dalam kondisi yang optimal Setiap tahun di dunia,


(Guyton & Hall, 2007). diperkirakan sekitar 20%-50% orang
Pola tidur mencakup kualitas dan dewasa melaporkan adanya gangguan
kuantitas tidur seseorang dimana kualitas tidur dan sekitar 17% mengalami
tidur adalah jumlah tahapan NREM dan gangguan tidur yang serius. Di Indonesia
REM yang dialami seseorang dalam belum diketahui angka pastinya, namun
siklus tidurnya, dan kuantitas tidur adalah prevalensi pada orang dewasa mencapai
jumlah lamanya waktu tidur yang 20% (Potter & Perry, 2005). Sedangkan
dihabiskan seseorang dalam sehari prevelensi gangguan tidur pada lansia
(Tarwoto & Wartonah, 2006). Pola tidur cukup tinggi yaitu sekitar 67%.
yang tidak menetap akan memberikan Walaupun demikian hanya satu dari
dampak terhadap kekurangan tidur delapan kasus yang menyatakan bahwa
sehingga akan mempengaruhi kondisi gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh
fisik dan psikis seseorang (Mass B, dokter (Amir, 2007).
James, 2002). Dalam melakukan perawatan
Gangguan pola tidur yaitu terhadap lansia, setiap anggota keluarga
keadaan ketika individu mengalami atau memiliki peranan yang sangat penting.
beresiko mengalami suatu perubahan Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
dalam kuantitas atau kualitas pola oleh anggota keluarga dalam
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak melaksanakan perannya terhadap lansia,
nyaman atau mengganggu gaya hidup yaitu; memberikan kasih sayang,
yang diinginkannya (Carpenito, menyediakan waktu dan memberikan
2007). Irwin Feinerg mengungkapkan perhatian, menghormati dan menghargai,
bahwa sejak meninggalkan masa remaja, bersikap sabar dan bijaksana terhadap
kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif perilaku lansia, membantu melakukan
tetap. Luce dan Segal mengungkapkan persiapan makan bagi lansia, jangan
bahwa faktor usia merupakan faktor menganggapnya sebagai beban,
terpenting yang berpengaruh terhadap memberikan kesempatan untuk tinggal
kualitas tidur (Nugroho, 2012). bersama, membantu mencukupi
Semakin bertambahnya usia kebutuhannya, memberikan dorongan
berpengaruh terhadap penurunan dari kepada lansia untuk tetap mengikuti
periode tidur. Kebutuhan tidur umur 60 kegiatan di luar rumah, memeriksakan
tahun ke atas rata - rata 6 jam sehari. Orang kesehatan secara teratur, memberikan
yang berusia lebih dari 60 tahun sering dorongan untuk tetap hidup bersih dan
menyampaikan keluhan gangguan tidur, sehat, serta mencegah terjadinya
terutama masalah kurang tidur (Aziz, kecelakaan baik di dalam maupun di luar
2008). Gangguan pola tidur pada kelompok rumah (Maryam dkk, 2012).
usia lanjut cukup tinggi. Pada usia lanjut Semakin luasnya pelaksanaan
tersebut tentunya ingin tidur enak dan upaya kesehatan dan keberhasilan
nyaman setiap hari, yang merupakan pembangunan nasional di semua sektor,
indikator kebahagiaan dan derajat kualitas mendorong peningkatan kesejahteraan
hidup (Prayitno, 2002). sosial ekonomi serta kesehatan.
Masalah tidur yang sering Berhubungan dengan pertambahan
dialami oleh orang lanjut usia adalah penduduk dan keberhasilan pelaksanaan
sering terjaga pada malam hari, program keluarga berencana telah dapat
seringkali terbangun pada dini hari, sulit dideteksi adanya pergerakan jumlah
untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat penduduk usia muda ke arah penduduk
sangat pada siang hari (Davison dkk, berusia tua. Hal ini berarti perlu pula
2006). Sedangkan menurut Darmojo peningkatan pelayanan dan pembinaan
(2009), gangguan tidur pada lansia dapat kesehatan bagi usia lanjut. Peran perawat
dibagi menjadi ; kesulitan masuk tidur, dalam melaksanakan pelayanan dan
kesulitan untuk mempertahankan tidur pembinaan bagi usia lanjut yaitu ; dengan
nyenyak dan bangun terlalu pagi. upaya promotif : upaya petugas
kesehatan untuk memberikan semangat

ISSN: 2338-7246 89
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

hidup lanjut usia, agar merasa tetap kesehatan pun banyak terjadi, dan
dihargai dan tetap berguna baik bagi menurut petugas posbindu menyebutkan
dirinya sendiri, keluarga maupun orang sebagian lansia mengalami kesulitan
lain, upaya preventif : upaya pencegahan tidur. Kualitas tidur terganggu salah
terhadap kemungkinan terjadinya satunya dapat disebabkan karena rasa
komplikasi terhadap penyakit-penyakit khawatir / cemas yang berlebih. Dan
yang disebabkan oleh proses penuaan, berdasarkan hasil wawancara dengan 10
upaya kuratif : upaya pengobatan bagi orang lansia, 8 lansia memiliki masalah
lanjut usia dimana penanggulangannya kesulitan tidur. Mereka mengeluh sering
perlu melibatkan banyak multidisiplin terbangun pada malam hari dan sulit
ilmu kedokteran, upaya rehabilitatif : untuk memulai tidur kembali. Menurut 6
upaya untuk mengembalikan fungsi orang lansia hal ini disebabkan karena
organ tubuh yang sudah menurun adanya rasa khawatir, tegang serta takut
(Dinkes Kabupaten Bandung Barat, yang berlebihan yang sering mereka
2012). alami, 2 orang lansia lainnya mengatakan
Di wilayah Dinas Kesehatan karena adanya rasa nyeri yang mereka
Kabupaten Bandung Barat terdapat 242 rasakan, sedangkan 2 orang lagi
posbindu dari 31 puskesmas. Tetapi tidak mengatakan tidak mengetahui
semua posbindu aktif dalam kegiatan penyebabnya, sehingga mereka juga
lansia. Posbindu yang aktif salah satunya sering merasa mengantuk pada siang hari
terdapat di wilayah kerja puskesmas dan hal tersebut dapat mengganggu
Cimareme, Cikole, Cisarua, Cipendeuy aktivitas lansia pada siang hari.
dan Gunung Halu. Dan posbindu yang Berdasarkan data dan fenomena
memiliki banyak lansia yaitu Cimareme yang didapat, maka peneliti tertarik
dengan jumlah lansia 850, Cikole 668 untuk mengadakan penelitian tentang
lansia, Cisarua 565 lansia, Cipendeuy “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
486 lansia dan Gunung Halu 362 lansia. Kualitas Tidur Lansia di Posbindu
Sedangkan untuk gangguan emosional, Anyelir Desa Kertawangi Kecamatan
ada 17 lansia yang mengalami gangguan Cisarua Kabupaten Bandung Barat”.
emosional di Cisarua, 10 lansia di
Gunung Halu dan yang lainnya tidak 1.2 Perumusan Masalah
memiliki gangguan emosional (Dinkes Berdasarkan uraian diatas penulis
Kabupaten Bandung Barat, 2012). merumuskan masalah penelitian
Tidak semua desa memiliki yaitu“Bagaimana Hubungan Tingkat
posbindu, dan tidak semua posbindu aktif Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Lansia
dalam kegiatan lansia. Oleh karena itu di Posbindu Anyelir Desa Kertawangi
peneliti memilih posbindu yang paling Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung
aktif dalam kegiatan lansia. Berdasarkan Barat ? ".
survei pendahuluan yang telah dilakukan
oleh peneliti, posbindu anyelir memiliki 1.3 Tujuan Penelitian
jumlah lansia terbanyak dan merupakan 1.3.1 Tujuan Umum
posbindu yang paling aktif di wilayah Mengidentifikasi hubungan
kerja Puskesmas Cisarua. Posbindu tingkat kecemasan dengan kualitas tidur
Anyelir memiliki data 198 lansia. Terdiri pada lansia di Posbindu Anyelir Desa
dari 86 orang laki-laki dan 112 orang Kertawangi Kecamatan Cisarua
perempuan (Puskesmas Cisarua, 2012). Kabupaten Bandung Barat.
Sehingga peneliti sangat tertarik untuk 1.3.2 Tujuan Khusus
melakukan penelitian di wilayah kerja 1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
Puskesmas Cisarua, karena memiliki data pada lansia di Posbindu Anyelir Desa
lansia cukup banyak dan juga paling Kertawangi Kecamatan Cisarua
banyak lansia yang memiliki gangguan Kabupaten Bandung Barat
emosional. 2. Mengidentifikasi kualitas tidur pada
Seiring dengan penurunan fungsi lansia di Posbindu Anyelir Desa
fisik pada lansia maka gangguan

ISSN: 2338-7246 90
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Kertawangi Kecamatan Cisarua menurut Nugroho (2012) menyimpulkan


Kabupaten Bandung Barat pembagian umur berdasarkan pendapat
3. Mengidentifikasi hubungan tingkat beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut
kecemasan dengan kualitas tidur pada usia adalah orang yang telah berumur 65
lansia di Posbindu Anyelir Desa tahun ke atas. Kelompok pra usia lanjut
Kertawangi Kecamatan Cisarua (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60
Kabupaten Bandung Barat. tahun ke atas), kelompok usia lanjut
dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas)
1.4 Manfaat Penelitian (Dinkes Kabupaten Bandung Barat,
1.4.1 Manfaat Teoritis 2012).
Hasil penelitian ini diharapkan 2.1.3 Masalah yang Sering Dihadapi
dapat menambah ilmu dalam bidang oleh Lansia
keperawatan jiwa dan gerontik Bentuk-bentuk permasalahan
berhubungan dengan kecemasan dan yang dihadapi lansia adalah sebagai
kualitas tidur pada lansia. Serta dapat berikut :
menjadi dasar untuk penelitian 1. Demensia
selanjutnya. 2. Stres
1.4.2 Manfaat Praktis 3. Skizofrenia
Bagi tempat penelitian, penelitian 4. Gangguan Kecemasan
ini diharapkan memberi masukan pada 5. Gangguan Psikosomatik
pelayanan kesehatan seperti di posbindu 6. Gangguan penggunaan Alkohol dan
atau panti jompo supaya dapat lebih Zat lain
mengantisipasi faktor-faktor yang dapat 7. Gangguan Tidur / Insomnia
menimbulkan kecemasan pada lansia,
dan dapat mengatasi masalah yang 2.2 Kecemasan
dialami secara bersama-sama untuk dapat 2.2.1 Pengertian Kecemasan
mengurangi tingkat kecemasan sehingga Kecemasan adalah suatu
dapat mengurangi gangguan tidur pada perasaaan tidak santai yang samar-samar
lansia. karena ketidaknyamanan atau rasa takut
yang disertai suatu respon atau suatu
II. TINJAUAN PUSTAKA perasan takut akan terjadi sesuatu yang
2.1 Konsep Lanjut Usia disebabkan oleh antisipasi bahaya. Hal
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia ini merupakan sinyal yang menyadarkan
Kelompok lanjut usia adalah bahwa peringatan tentang bahaya yang
kelompok penduduk yang berusia 60 akan datang dan memperkuat individu
tahun keatas. Menua (menjadi tua) adalah mengambil tindakan menghadapi
suatu proses menghilangnya secara ancaman (Nanda, 2009 dalam Fitria,
perlahan kemampuan jaringan untuk 2013).
memperbaiki diri atau mengganti diri dan 2.2.2 Teori-Teori Psikologis
mempertahankan struktur dan fungsi Penyebab Kecemasan
normalnya sehingga tidak dapat bertahan 1. Faktor Predisposisi
terhadap infeksi dan memperbaiki Menurut Stuart G.W (2012) :
kerusakan yang diderita. Proses menua a. Teori Psikoanalitik
merupakan proses yang terus menerus b. Teori Interpersonal
secara alamiah dimulai sejak lahir dan c. Teori Perilaku
umumnya dialami oleh semua makhluk d. Teori Keluarga
hidup (Nugroho, 2012). e. Teori Biologi
2. Faktor Pencetus
2.1.2 Batasan Lanjut Usia Stresor pencetus dapat berasal dari
Menurut WHO Lanjut usia (elderly) ialah sumber dari sumber internal atau
kelompok usia 60 sampai 74 tahun, eksternal. Stresor pencetus dapat
Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia dikelompokan dalam dua kategori :
75 sampai 90 tahun, usia sangat tua (very a. Ancaman terhadap integritas fisik
old) ialah usia di atas 90 tahun. Dan meliputi disabilitas fisiologis yang

ISSN: 2338-7246 91
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

akan terjadi atau penurunan berkurang atau menyempit, takut


kemampuan untuk melakukan kehilangan kontrol, obyektifitas
aktivitas hidup sehari – hari. hilang.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat 8. Respon emosional : Kewaspadaan
membahayakan identitas, harga diri, meningkat, tidak sadar, takut, gelisah,
dan fungsi sosial yang terintegrasi pada pelupa, cepat marah, kecewa,
individu. menangis dan rasa tidak berdaya.
2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi
2.2.3 Rentang Respon Kecemasan Kecemasan Pada Lansia
Faktor yang mempengaruhi kecemasan
Rentang respon kecemasan antara pada lansia menurut Noorkasiani (2009)
respons adaptif dan mal adaptif. yaitu :

Respons adaptif Respons 1. Faktor Internal


Maladaptif a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Tingkat pendidikan
d) Motivasi
Antisipasi Ringan Sedang Berat 2. Faktor Eksternal
Panik
a) Dukungan keluarga
Bagan 2.1 Rentang respon kecemasan b) Dukungan sosial
( Stuart, 2012 ) 2.2.7 Mekanisme Koping
Koping adalah respon terhadap
stressor yang muncul, dikenal dengan
2.2.4 Tingkat Kecemasan cara mengatasi masalah. Umumnya
Stuart G.W (2012) membagi datang tanpa disadari (Hawari, 2011 ).
kecemasan menjadi 4 tingkatanyaitu : Ada dua mekanisme koping yang
1. Kecemasan Ringan dapat dikategorikan untuk mengatasi
2. Kecemasan Sedang kecemasan, yaitu:
3. Kecemasan Berat 1. Reaksi yang Berorientasi pada Tugas
4. Panik a. Perilaku Menyerang
2.2.5 Respon Fisiologis Kecemasan b. Perilaku Menarik Diri
Menurut Stuart G.W (2012) : c. Perilaku Kompromi
1. Kardiovaskuler : Palpitasi berdebar, 2. Mekanisme Pertahan Ego ( Ego
tekanan darah meningkat/menurun, Oriented Reaction )
nadi meningkat/menurun.
2. Saluran Pernafasan : Nafas cepat 2.3 Konsep Tidur
dangkal, rasa tertekan di dada, rasa 2.3.1 Pengertian Tidur
seperti tercekik. Tidur merupakan suatu keadaan yang
3. Gastrointestinal : Hilang nafsu berulag-ulang, perubahan status kesadaran
makan, mual, rasa tak enak pada yang terjadi selama periode tertentu (Potter
epigastrium, diare. & Perry, 2005).
4. Neuromuskuler : Peningkatan 2.3.2 Fisiologis Tidur
refleks, wajah tegang, insomnia, Fisiologi tidur merupakan
gelisah, kelelahan secara umum, pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
ketakutan, tremor. hubungan mekanisme serebral yang
5. Saluran Kemih : Tak dapat menahan secara bergantian untuk mengaktifkan
buang air kecil. dan menekan pusat otak agar dapat tidur
6. Sistem Kulit : Muka pucat, perasaan dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini
panas/dingin pada kulit, rasa terbakar diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis
pada muka, berkeringat setempat yang merupakan sistem yang mengatur
atau seluruh tubuh dan gatal-gatal. seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf
7. Respon Kognitif : konsentrasi pusat termasuk pengaturan kewaspadaan
menurun, pelupa, raung persepsi dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas

ISSN: 2338-7246 92
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

kewaspadaan dan tidur terletak dalam terjadi penurunan sejumlah fungsi


mensefalon dan bagian atas pons. Selain fisiologi tubuh :
itu, reticular activating system (RAS) Tahap 1
dapat memberikan rangsangan visual, Tingkat transisi.
pendengaran, nyeri, dan perabaan juga Merespon cahaya.
dapat menerima stimulasi dari korteks Berlangsung beberapa menit.
serebri termasuk rangasangan emosi dan Mudah terbangun dengan
proses pikir. rangsangan.
2.3.3 Fungsi Tidur Aktifitas fisik menurun, tanda vital
Fungsi tidur menurut Tarwoto & dan metabolisme menurun.
Wartonah, 2006 adalah restorative Bila terbangun terasa sedang
(memperbaiki) kembali organ – organ bermimpi.
tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali Tahap 2
tersebut berbeda saat Rapid Eye Periode suara tidur.
Movement (REM) dan Nonrapid Eye Mulai relaksasi otot.
Movement (NREM). Nonrapid Eye Berlangsung 10 – 20 menit.
Movement akan mempengaruhi proses Fungsi tubuh berlangung lambat.
anabolik dan sintesis makromolekul Dapat dibangunkan dengan mudah.
ribonukleic acid (RNA). Rapid Eye Tahap 3
Movement akan mempengaruhi Awal tahap dari keadaan tidur
pembentukan hubungan baru pada nyenyak.
korteks dan sistem neuroendokrin yang Sulit dibangunkan.
menuju otak. Selain fungsi di atas tidur, Relaksasi otot menyeluruh.
dapat juga digunakan sebagai tanda Tekanan darah menurun.
terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu Berlangsung 15 – 30 menit.
terdapatnya gangguan tidur yang menjadi Tahap 4
peringatan dini keadaan patologis yang Tidur nyenyak.
terjadi di tubuh. Sulit untuk dibangunkan, butuh
2.3.4 Pola Tidur stimulus intensif.
Pola tidur mencakup kualitas dan Untuk restorasi dan istirahat, tonus
kuantitas tidur seseorang dimana kualitas otot menurun.
tidur adalah jumlah tahapan NREM dan Sekresi lambung menurun.
REM yang dialami seseorang dalam Gerak bola mata cepat.
siklus tidurnya, dan kuantitas tidur adalah 2. Tahapan Tidur REM
jumlah lamanya waktu tidur yang Stadium 4 diikuti lanjut dengan tahap
dihabiskan seseorang dalam sehari tidur paradoks atau tidur REM. Pada
(Tarwoto & Wartonah, 2006). masa ini gelombang EEG menjadi seperti
2.3.5 Tahapan Tidur beta : cepat dan tidak sinkron, mirip dengan
1. Tahapan Tidur NON REM gelombang saat manusia berada dalam fase
Tidur NREM disebut juga sebagai aktivitas, meski pada kenyataannya ia
tidur gelombang-pendek karena sangat sulit dibangunkan. Tonus otot
gelombang otak yang ditunjukkan oleh leher dan anggota gerak minimal, bola
orang yang tidur lebih pendek dari pada mata bergerak cepat dibalik pelupuk mata
gelombang alfa dan beta yang yang menutup. Mimpi terjadi paling
ditunjukkan orang yang sadar. Tidur banyak dalam tahap ini. Pada tahap ini
kemudian berlanjut, gelombang makin biasanya :
lambat dan memperbesar, diselingi Lebih sulit dibangunkan
letupan gelombang seperti cepat dibandingkan dengan tidur NREM.
kumparan. Secara umum, tidur manusia Pada orang dewasa normal REM
dibagi atas dua tahap, yakni tidur yaitu 20 – 25 % dari tidur malamnya.
ortodoks (tidur gelombang lambat)dan Jika individu terbangun pada tidur
tidur paradoks ( R(apid), E(ye), REM maka biasanya terjadi mimpi.
M(ovement)). Pada tidur NON REM

ISSN: 2338-7246 93
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Tidur REM penting untuk III. METODE PENELITIAN


keseimbangan mental, emosi juga 3.1 Desain Penelitian
berperan dalam belajar, memori dan Dalam penelitian ini
adaptasi. menggunakan jenis penelitian
Karakteristik Tidur REM korelasional yaitu jenis penelitian yang
o Mata : Cepat tertutup dan terbuka. tidak hanya melihat gambaran variabel
o Otot-otot : Kejang otot kecil, otot yang diteliti tetapi juga melihat apakah
besar imobilisasi. ada hubungan antara dua atau beberapa
o Penapasan : Tidak teratur, kadang variabel (Arikunto, 2006). Jenis
dengan apnea. hubungan antar variabel pada penelitian
o Nadi : Cepat dan ireguler. ini adalah hubungan simetris. Hubungan
o Tekanan darah : Meningkat atau simetris artinya bahwa kedua variabel
fluktuasi. ada hubungan, dimana variabel yang satu
o Sekresi gaster : Meningkat. disebabkan atau dipengaruhi oleh variabel
o Metabolisme : Meningkat, lainnya (Machfoedz, 2007).
temperatur tubuh naik.
3.2 Kerangka Konsep dan
o Gelombang otak : EEG aktif.
Hipotesis
o Siklus tidur : Sulit dibangunkan.
3.2.1 Kerangka Konsep
2.3.6 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas dan
Kuantitas Tidur Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia :
1. Penyakit Faktor internal Faktor eksternal
2. Lingkungan
a) Usia a) Dukungan keluarga
3. Motivasi b) Jenis Kelamin b) Dukungan sosial
4. Gaya Hidup c) Tingkat Pendidikan
d) Motivasi
5. Stres Psikologis
6. Obat-obatan (Noorkasiani, 2009)

7. Alkohol
8. Diet
Teori Kecemasan
(Stuart, 2012)
2.4 Peran Perawat - Kecemasan
ringan
Peran perawat dalam menanggapi Lansia
- Kecemasan
sedang
kecemasan yang dialami dan menurunkan Proses
- Kecemasan
menghilangnya
derajat kecemasan lansia (Nugroho, 2012), secara perlahan
berat
Berhubu
- Panik
yaitu dengan cara : kemampuan
untuk
ngan /
1. Menyediakan waktu untuk bersama tidak
memperbaiki
atau mengganti berhubun
klien paling sedikit 5 menit 3 kali dan gan
sehari. mempertahankan
fungsi Kualitas tidur
2. Mendengarkan apa yang dibicarakan normalnya. - Baik
klien . (Nugroho, 2008) - Buruk
3. Memberikan penjelasan kepada klien
lanjut usia secara jelas dan ringkas
tentang apa yang akan terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
4. Jangan memberikan lebih dari satu dan kuantitas tidur :
informasi atau rangkaian penjelasan
- Penyakit - Obat-obatan
sekaligus (klien lanjut usia tidak bisa - Lingkungan - Alkohol
menguasai banyak informasi). - Gaya hidup - Diet
5. Jangan menuntut klien lanjut usia - Stres psikologis - Motivasi

ketika terjadi kecemasan. ( Tarwoto & Wartonah, 2006)


6. Tanyakan kepada klien lanjut usia
apa yang dapat anda lakukan untuk
membuat perasaannya lebih tenang.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Hubungan
Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur

ISSN: 2338-7246 94
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

untuk diketahui hubungannya atau


3.2.2 Hipotesis pengaruhnya terhadap variabel lain
Hipotesis adalah jawaban (Nursalam, 2008). Variabel
sementara untuk mengarahkan kepada independent (bebas) dalam penelitian
hasil penelitian (Arikunto, 2006). ini adalah tingkat kecemasan pada
Ha= Terdapat hubungan tingkat lansia di Posbindu Anyelir Desa
kecemasan dengan kualitas tidur pada Kertawangi Kecamatan Cisarua
lansia di Posbindu Anyelir Desa Kabupaten Bandung Barat.
Kertawangi Kecamatan Cisarua 2. Variabel Terikat (Dependent
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013. Variable)adalah variabel yang

nilainya ditentukan oleh variabel


3.3 Populasi, Sampel dan Sampling lain.Variabel dependent adalah faktor
Penelitian yang diamati dan diukur menentukan
3.3.1 Populasi ada tidaknya hubungan atau
Populasi adalah seluruh subjek pengaruh dari variabel bebas

penelitian (Arikunto, 2006). Populasi (Nursalam, 2008). Variabel


dalam penelitian ini adalah setiap yang dependent (terikat) dalam penelitian ini
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan adalah kualitas tidur pada lansia di
(Nursalam, 2008). Adapun populasi Posbindu Anyelir Desa Kertawangi
pada penelitian ini adalah 198 orang Kecamatan Cisarua Kabupaten
lansia di Posbindu Anyelir Desa Bandung Barat.
Kertawangi Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bandung Barat. 3.5 Definisi Konseptual dan
3.3.2 Sampel dan Sampling Definisi Operasional
Penelitian 3.5.1 Definisi Konseptual
Sampel adalah sebagian dari 1. Tingkat Kecemasan
individu atau benda atau objek tertentu Kecemasan adalah kekhawatiran
yang diambil untuk dijadikan wakil atau yang tidak jelas dan menyebar yang
cerminan dari keseluruhan populasi berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
(Arikunto, 2006). Teknik yang digunakan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak
pada penelitian ini menggunakan memiliki obyek yang spesifik.
accidental sampling. Dimana lansia yang Kecemasan dialami secara subjektif dan
datang berkunjung ke posbindu yang akan dikomunikasikan secara interpersonal
diambil untuk dijadikan sampel. (Stuart, 2012). Stuart (2012) membagi
kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :
3.4 Variabel Penelitian a. Kecemasan ringan
Variabel adalah sesuatu yang b. Kecemasan sedang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran c. Kecemasan berat
yang didapatkan oleh suatu penelitian d. Panik
tentang suatu konsep pengertian tertentu 2. Kualitas Tidur
dan mengandung pengertian ukuran atau Kualitas tidur berarti kemampuan
ciri yang dimilki oleh anggota – anggota individu untuk dapat tidur tahapan REM
suatu kelompok yang berbeda dangan dan NREM secara normal, dimana menurut
yang dimiliki oleh kelompok lain Kozier (2010) kualitas tidur pada usia
(Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan dewasa tua meliputi :
landasan teori dan kerangka konsep yang a. Tidur ± 6 jam/hari
ada, maka yang menjadi variabel dalam b. Tahap REM 20 – 25%
penelitian ini adalah: c. Tahap IV NREM menurun dan
1. Variabel bebas (Independent kadang-kadang absen
Variable) merupakan variabel yang d. Sering terbangun pada malam hari
nilainya menentukan variabel lain.
Variabel bebas biasanya 3.6 Tempat Penelitian
dimanipulasi, diamati dan diukur Penelitian ini dilaksanakan di
Wilayah Posbindu Anyelir Desa

ISSN: 2338-7246 95
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Kertawangi Kecamatan Cisarua 7. Saya sering terganggu oleh sakit


Kabupaten Bandung Barat. kepala, nyeri leher atau nyeri otot.
8. Saya merasa badan saya lemah dan
3.7 Waktu Penelitian mudah capek.
Waktu penelitian dilaksanakan 9. Saya merasa jantung saya berdebar-
tanggal 24 Juni – 4 Juli 2013 debar dengan keras dan cepat.
10. Saya sering mengalami pusing.
3.8 Instrumen Penelitian 11. Saya sering pingsan atau merasa
Instrumen penelitian adalah seperti pingsan.
semua alat yang digunakan untuk 12. Saya merasa kaku atau mati rasa
mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki dijari dan dikaki.
suatu masalah atau mengumpulkan, 13. Saya sering BAK lebih dari biasanya.
mengelolah, menganalisa dan 14. Wajah saya terasa panas dan
menyajikan data-data secara sistematis kemerahan.
serta objektif dengan tujuan memecahkan 15. Saya mengalami mimpi-mimpi
suatu persoalan atau menguji suatu buruk.
hipotesis (Arikunto, 2006).
Item respon penurunan kecemasan
3.8.1 Uji Instrumental sebagai berikut :
Dalam penelitian ini, peneliti 1. Saya merasa semuanya akan baik-
menggunakan instrumen Zung Self baik saja dan tidak akan terjadi
Rating Anxiety Scale (ZSAS), yang sesuatu yang buruk.
merupakan instrumen yang dirancang 2. Saya tidak dapat istirahat atau tidak
untuk meneliti tingkat kecemasan secara dapat duduk dengan tenang.
kuantitatif, dan kemudian dapat 3. Saya mudah sesak tersenggal-
dilakukan beberapa modifikasi sesuai senggal.
dengan kebutuhan penelitian. Zung Self 4. Saya merasa tangan saya dingin.
Rating Anxiety Scale (ZSAS) bertujuan 5. Saya sulit dan tidak dapat istirahat
untuk menilai kecemasan sebagai malam.
kelainan klinis dan menentukan gejala Instrument ZSAS digolongkan
kecemasan. Zung Self Reating Ansiety kedalam 4 tingkatan cemas dengan
Scale (ZSAS) merupakan skala dengan rentang skor yaitu : skor 20 = tidak
20 item, mengandung karakteristik yang mengalami kecemasan, skor 21-40 =
biasa ditemukan dari gangguan kecemasan ringan, 41-60 = kecemasan
kecemasan (15 respon peningkatan sedang, 61-80 = kecemasan berat dan
kecemasan dan 5 respon penurunan skor 81-100 = panik. Validitas
kecemasan). instrument ZSAS signifikan berkorelasi
Item respon peningkatan kecemasan dengan Taylor Manifestasi Anxiety Scale
sebagai berikut : (TIMAS) yaitu 0,5 sedangkan untuk
1. Saya merasa lebih gelisah atau gugup reliabilitas instrument ZSAS adalah 0,87
dan cemas dari biasanya. (Wiliam, W. K, 1971).
2. Saya merasa takut tanpa alasan yang Sedangkan instrumen penelitian
jelas. yang digunakan untuk meneliti kualitas
3. Saya merasa marah tersinggung atau tidur dalam penelitian ini adalah
panik. menggunakan kuesioner kualitas tidur
4. Saya merasa seakan tubuh saya dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
berantakan / hancur berkeping- PSQI digunakan untuk mengukur kualitas
keping. tidur lansia (Buysee, 1989). Dalam
5. Saya merasa kesulitan ketika akan kuesioner ini terdapat 7 skor yang
mengerjakan sesuatu dan merasa digunakan sebagai parameter
sesuatu yang menakutkan akan penilaiannya. Tujuh skor tersebut yaitu:
terjadi. kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur,
6. Saya merasa kedua tangan dan kaki kebiasaan tidur, gangguan tidur,
saya gemetar atau bergetar. penggunaan obat tidur, disfungsi siang

ISSN: 2338-7246 96
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

hari. Rentang skor dari kualitas tidur 4. Tabulating


adalah 0-21. Minimum skor = 0 (baik), Setelah dilakukan pengkodean dan
maximum skor = 21 (buruk). Dengan scoring pada semua data selanjutnya
interpretasi total, jika nilai < 5 = kualitas data diolah dengan sistem
tidur baik dan jika nilai >5 = kualitas komputerisasi menggunakan program
tidur buruk. Uji validitas instrumen ini pengolahan data statistik (SPSS).
menggunakan uji korelasi pearson
product moment. Suatu pertanyaan 3.10.2 Analisa Data
dikatakan valid jika nilai rhitung > rtabel. 1. Analisis Univariat
Nilai rtabel instrumen ini adalah 0,325. Dalam mengukur kecemasan
Uji reliabilitas instrumen ini memakai skala Zung Self Anxiety Scale
menggunakan uji reliabilitas Alpha yang terdiri dari 20 item pernyataan dan
Cronbach dengan nilai 0,726. 15 item merupakan gejala somatic serta
digolongkan dalam empat tingkatan
3.9 Prosedur Pengumpulan Data kecemasan : ringan, sedang, berat dan
Pendekatan waktu dalam panik (William, 1971). Untuk analisa
pengumpulan data menggunakan data respon kecemasan menggunakan
pendekatan cross sectional. Menurut Zung Self Anxiety Scale (ZSAS) yang
Budiarto dalam bukunya Machfoedz setiap pernyataan terdiri dari lima pilihan
(2007) penelitian cross sectional adalah jawaban dengan pembobotan nilai
suatu penelitan yang dilakukan dengan sebagai berikut :
pengamatan sesaat atau dalam suatu Selalu (SL) (skor = 5)
periode waktu tertentu dan setiap subjek Sering (SR) (skor = 4)
studi hanya dilakukan satu kali Kadang-kadang (KK) (skor = 3)
pengamatan selama penelitian. Jarang (JR) (skor = 2)
Pada tahap awal pengumpulan Tidak pernah (TP) (skor = 1)
data, peneliti meminta izin (Informed Setelah nilai terkumpul, kemudian
Concent) dan persetujuan terhadap dihitung dan dapat digolongkan ke dalam
responden, dan peneliti mendapatkan 66 tingkatan kecemasan sebagai berikut :
responden dalam waktu 11 hari. Skor 20 : tidak ada kecemasan
Instrumen yang digunakan adalah skor 21-40 : kecemasan ringan
kuesioner. Setelah mendapat persetujuan skor 41-60 : kecemasan sedang
menjadi responden, peneliti langsung skor 61-80 : kecemasan berat
membacakan kuesioner kepada satu per skor 81-100 : kecemasan panik
satu lansia. Sedangkan untuk mengukur
kualitas tidur menggunakan Pittsburgh
3.10 Analisa Data Sleep Quality Index (PSQI). PSQI
3.10.1 Pengolahan Data (Data digunakan untuk mengukur kualitas tidur
Processing) lansia(Buysee, 1989). Dalam kuesioner
1. Editing ini terdapat 7 komponen yang digunakan
2. Coding sebagai parameter penilaiannya. Tujuh
3. Scoring skor tersebut yaitu: kualitas tidur, latensi
tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur,
Kategori Tingkat Kecemasan
Tidak ada kecemasan = 20 gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
Kecemasan ringan = 21-40 disfungsi siang hari. Rentang skor dari
Kecemasan sedang = 41-60 kualitas tidur adalah 0-21. Minimum skor
Kecemasan berat = 61-80 = 0 (baik), maximum skor = 21 (buruk).
Panik = 81=100 Dengan interpretasi total, jika nilai < 5 =
Kategori Kualitas Tidur kualitas tidur baik dan jika nilai >5 =
>5 = kualitas tidur baik kualitas tidur buruk.
<5 = kualitas tidur baik Setelah diklasifikasikan dalam
rentang skor kategori, kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan

ISSN: 2338-7246 97
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

tabulasi dan perhitungan persentase, artinya tidak ada hubungn antara x


dengan rumus sebagai berikut : dengan y.
P = F x 100% = . . . . . % Untuk menginterpretasikan hasil
n analisa data bisa melihat tabel makna
Keterangan : nilai korelasi spearman sebagai berikut :
P : Prosentase
F : Frekuensi Tabel 3.2 Makna nilai korelasi
n : Jumlah responden Spearman
100% : Bilangan tetap Nilai Makna
Setelah dipersentasekan, data 0,8 – 1 Sangat kuat
yang diperoleh kemudian dibuat menjadi 0,6 - 0,79 Kuat
0,4 - 0,59 Cukup kuat
distribusi frekuensi , sebagai berikut : 0,2 – 0,39 Rendah
0 : Tidak satupun 0 – 0,19 Sangat rendah
1-19 : Sangat sedikit
20-39 : Sebagian kecil 3.11 Etika Penelitian
40-59 : Sebagian Dalam melakukan penelitian ini,
60-79 : Sebagian besar peneliti melakukan informad consent
80-99 : Hampir seluruhnya barulah melakukan penelitian dengan
100 : Seluruhnya menekan etika, yaitu menandatangani ijin
(Arikunto,2006) persetujuan dengan nama kerahasiaan
Kemudian hasil penafsiran keluarga penderita yang diteliti dijamin
tersebut dibahas berdasarkan landasan oleh penelitian.
teoritis yang digunakan dari penelitian ini
sampai tuntas, yang kemudian diikuti IV. HASIL PENELITIAN DAN
rangkuman yang diperoleh dari data PEMBAHASAN
faktual tersebut.
2. Analisis bivariat 4.1 Hasil Penelitian
Analisa Bivariat ini digunakan 4.1.1 Karakteristik Responden
untuk mendeskripsikan tabulasi silang Identifikasi karakteristik
antara variabel bebas dan variabel terikat responden ditampilkan pada tabel 4.1 di
serta mencari hubungan antara keduanya. bawah ini.
Untuk menguji adanya hubungan tingkat
kecemasan dengan kualitas tidur pada Tabel 4.1 Jenis Kelamin Lansia
lansia di Posbindu Anyelir Desa

Kertawangi Kecamatan Cisarua No Jenis Frekuensi Prosentase


Kabupaten Bandung Barat. Adapun Kelamin (F) (%)

rumus yang dipakai adalah rumus uji 1 Laki-laki 33 50 %


2 Perempuan 33 50 %
korelasi Spearman karena data yang
Jumlah 66 100 %
dipakai menggunakan skala ordinal.
Dilihat dari tabel 4.1 diatas maka
karakteristik responden berdasarkan jenis
Keterangan : kelamin pada lansia sebanyak 50% lansia
rs = Koefesien Korelasi Spearman laki – laki dan 50% lansia perempuan.
∑ d² = Hasil penguraian nilai x dan y Masing – masing setengahnya dari total
n = Jumlah Sampel Penelitian sampel yaitu sebanyak 66 responden.
Taraf kepercayaan α = 0,01,
dengan tingkat kesalahan 1%. Suatu 4.2 Analisa Data
hubungan dikatakan signifikan, jika rho 4.2.1 Analisa Univariat
hitung lebih kecil dari rho tabel maka H1 Hasil penelitian yang diperoleh
diterima, yang artinya ada hubungan peneliti mengenai hubungan tingkat
antara x dengan y, dan jika nilai rho kecemasan dengan kualitas tidur pada
hitung lebih besar dari rho tabel maka lansia di Posbindu Anyelir Desa
hipotesis yang diajukan di tolak, yang Kertawangi Kecamatan Cisarua

ISSN: 2338-7246 98
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Kabupaten Bandung Barat ini dapat anatara variabel bebas dan variabel
dilihat sebagai berikut : terikat, maka menggunakan analisis
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat sebagai berikut :
Kecemasan Lansia Tabel 4.4 Hubungan Tingkat
Kecemasan dengan Kualitas Tidur
Kecemasan F %
o Lansia di Posbindu Anyelir Desa
Tidak ada Kertawangi Kecamatan Cisarua
0 0
kecemasan Kabupaten Bandung Barat

Kecemasan Variabel Variabel


5 7,6 % s value Α
ringan bebas terikat
,765 ,000 ,001
Kecemasan Tingkat Kualitas
40 60,6 % kecemasan tidur
sedang
Kecemasan
21 31,8 % Dari tabel 4.4 diatas, data
berat
menunjukan bahwa terdapat hubungan
Panik 0 0
antara variabel x (tingkat kecemasan)
Jumlah 66 100 %
dengan variabel y (kualitas tidur) yang
ditandai dengan p < 0,001 dan nilai rs =
Dari tabel 4.2 di atas dapat
0,765. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
terlihat bahwa dari 66 responden, tidak hubungan antara tingkat kecemasan dan
satupun dari responden yang tidak kualitas tidur lansia. Makna nilai korelasi
mengalami kecemasan, sangat sedikit Spearman pada penelitian ini 0,765,
responden yaitu 5 responden (7,6 %) berdasarkan tabel interpretasi makna nilai
termasuk kedalam kategori kecemasan korelasi spearman dapat diartikan bahwa
ringan, sebagian besar responden yaitu koefisien hubungan antara tingkat
40 responden (60,6 %) termasuk kedalam
kecemasan dan kualitas tidur lansia
kategori kecemasan sedang, sebagian
bermakna hubungan yang kuat.
kecil responden yaitu 21 responden (31,8
%) termasuk kategori kecemasan berat,
4.3 Pembahasan
dan tidak satupun responden yang
4.3.1 Tingkat Kecemasan Lansia di
termasuk kedalam kategori panik.
Posbindu Anyelir Kertawangi
Kecamatan Cisarua
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi
Kabupaten Bandung Barat
Kualitas Tidur Lansia
Berdasarkan hasil penelitian
Kualitas Tidur F % (tabel 4.2) terhadap 66 responden, tidak
No
Baik 30 45,4 % satupun dari responden yang tidak
Buruk 36 54,6 % mengalami kecemasan, sangat sedikit
Jumlah 66 100 % responden yaitu 5 responden termasuk
kedalam kategori kecemasan ringan,
sebagian besar responden yaitu 40
Dari tabel 4.3 di atas, responden termasuk kedalam kategori
menunjukan hasil bahwa sebagian dari kecemasan sedang, sebagian kecil
responden yaitu 30 responden (45,4 %) responden yaitu 21 responden termasuk
mengalami kualitas tidur yang baik dan kategori kecemasan berat, dan tidak
sebagian lagi responden yaitu 36 satupun responden yang termasuk
responden (54,6 %) mengalami kualitas kedalam kategori panik.
tidur yang buruk. Pernyataan kecemasan didukung
dengan sebuah teori bahwa kecemasan
4.2.2 Analisa Bivariat merupakan kekhawatiran yang tidak jelas
Dalam penelitian ini uji statistik dan menyebar yang berkaitan dengan
yang digunakan adalah uji spearman perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
rank dengan menggunakan fasilitas Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek
komputer program SPSS 13, untuk yang spesifik. Kecemasan dialami secara
menggambarkan keeratan hubungan subjektif dan dikomunikasikan secara

ISSN: 2338-7246 99
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

interpersonal. Kecemasan sangat akrab Data lain penelitian menunjukan


dengan kehidupan sehari-hari, yang sangat sedikit responden yaitu 5
menggambarkan keadaan khawatir, responden yang mengalami kecemasan
gelisah, dan tidak tentram disertai ringan. Hal ini didukung oleh pernyataan
gangguan sakit, dengan arti kecemasan bahwa kecemasan ringan berhubungan
dapat menjadi bagian dari kualitas tidur, dengan ketegangan dalam kehidupan
terutama pada lansia (Stuart, 2012). sehari – hari, kecemasan ini
Kecemasan yang dialami lansia menyebabkan individu menjadi waspada
disebabkan oleh penurunan kondisi fisik dan meningkatkan lapang persepsinya
seperti hilangnya kemampuan (Stuart, 2012). Mekanisme koping yang
penglihatan, badan mulai membungkuk, dimiliki oleh kelompok kecemasan ringan
kulit keriput dan sekarang sudah tidak memberi pengaruh positif bagi dirinya,
kuat jalan jauh lagi karena cepat lelah, beda sehingga tingkat kecemasan yang
dengan waktu muda disaat dulu kondisi dialaminya hanya berada pada kecemasan
fisik masih kuat. tingkat ringan.
Berdasarkan hasil penelitian, Hasil penelitian juga menunjukan
semua responden mengalami kecemasan bahwa tidak satupun responden yang
dalam rentang yang berbeda-beda. Hasil tidak mengalami kecemasan dan tidak
penelitian menunjukan sebagian besar satupun responden yang termasuk
responden yaitu 40 responden mengalami kedalam kategori panik. Kondisi ini
kecemasan sedang. Hal ini didukung oleh sesuai dengan teori yang menyatakan
teori bahwa kecemasan sedang adalah bahwa dimana seseorang merasa baik-
dimana lahan persepsi terhadap masalah baik saja dan mampu mengatasi reaksi
mulai menurun, individu lebih yang akan terjadi (Kaplan dan Saddock,
memfokuskan pada hal-hal penting saat 1998). Sedangkan tingkat panik dari
itu dan mengesampingkan hal yang lain kecemasan berhubungan dengan
(Stuart, 2012). terperangah, ketakutan, dan teror. Karena
Faktor yang menyebabkan mengalami kehilangan kendali, individu
tingginya angka kecemasan sedang yang yang mengalami panik tidak mampu
terjadi adalah beratnya beban yang melakukan sesuatu walaupun dengan
dihadapi lansia. Serta adanya stresor arahan. Panik mencakup disorganisasi
pencetus yang menyebabkan lansia kepribadian dan menimbulkan
cemas, yaitu ancaman terhadap integritas peningkatan aktivitas motorik,
fisik meliputi disabilitas fisiologis yang menurunnya kemampuan untuk
akan terjadi atau penurunan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi
untuk melakukan aktivitas hidup sehari – yang menyimpang, dan kehilangan
hari (Stuart, 2012). Namun semuanya pemikiran yang rasional. Tingkat
dikembalikan kepada mekanisme koping kecemasan ini tidak sejalan dengan
yang dimiliki oleh individu lansia, jika kehidupan ; jika berlangsung terus
koping yang dimiliki positif maka menerus dalam waktu yang lama, dapat
kecemasan yang ada dapat diminimalisir. terjadi kelelahan dan kematian (Stuart,
Dari hasil data juga menunjukan 2012).
bahwa sebagian kecil responden yaitu 21 Berdasarkan pernyataan diatas,
responden mengalami kecemasan berat. dapat disimpulkan bahwa panik adalah
Hal ini didukung oleh teori bahwa tahapan yang tidak sepatutnya dialami
kecemasan berat individu cenderung oleh lansia. Lansia yang sampai pada
berfokus pada sesuatu yang rinci dan tahap panik, adalah lansia yang sudah
spesifik serta tidak berfikir tentang hal tidak mampu untuk fokus terhadap hal-
lain. Semua perilaku ditujukan untuk hal sekecil apapun. Dengan arti bahwa
mengurangi ketegangan. Individu keadaan panik adalah kondisi yang tidak
tersebut memerlukan banyak arahan memungkinkan bagi lansia untuk
untuk berfokus pada area lain (Stuart, melakukan sesuatu walaupun dengan
2012). arahan. Lansia yang mengalami panik
harus menerima pelayanan keperawatan

ISSN: 2338-7246 100


Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

jiwa, dengan memberikan terapi sampai bangun tidur yang teratur, kontrol
keadaan koping individu menjadi positif. lingkungan seperti jaga kebisingan tetap
Koping yang membaik dapat dilihat dari minimum, menggunakan medikasi,
tanda dan gejala kecemasan meliputi memperhatikan faktor fisiologis atau
fisiologis, kognitif, dan perilaku yang penyakit, serta perhatikan faktor
ditunjukan oleh lansia. psikologis dengan menggunakan tekhnik
4.3.2 Kualitas Tidur Lansia di relaksasi (Potter & Perry, 2005).
Posbindu Anyelir Desa
Kertawangi Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bandung
Barat 4.3.3 Hubungan Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian menunjukan dengan Kualitas Tidur Lansia
bahwa sebagian dari responden yaitu 30 di Posbindu Anyelir Desa
responden (45,4 %) mengalami kualitas Kertawangi Kecamatan
tidur yang baik dan sebagian lagi Cisarua Kabupaten Bandung
responden yaitu 36 responden (54,6 %) barat
mengalami kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan hasil penelitian
Kualitas tidur berarti kemampuan (tabel 4.4), hasil uji statistik dengan
individu untuk dapat tidur tahapan REM menggunakan korelasi Spearman Rank
dan NREM secara normal. Waktu tidur kemudian dianalisis dengan menggunakan
menurun dengan tajam setelah seseorang fasilitas komputer program SPSS versi 13
memasuki masa tua. Pada proses dengan nilai rs sebesar
degenerasi yang terjadi pada lansia, 0,765 yang berarti bahwa bahwa kedua
waktu tidur efektif akan semakin variabel memiliki hubungan yang kuat
berkurang. Sehingga tidak tercapai dan nilai p sebesar 0.000 (α < 0,001). Hal
kualitas tidur yang adekuat dan akan ini menunjukan bahwa hipotesis yang
menimbulkan berbagai macam keluhan diajukan diterima, yaitu Ho ditolak dan
tidur. Disamping itu juga mereka harus H1 diterima. Berdasarkan kriteria uji
menyesuaikan diri dengan perubahan- tersebut maka dapat disimpulkan terdapat
perubahan secara fisik, fisiologis, dan hubungan antara tingkat kecemasan dan
psikologis yang cenderung bergerak ke kualitas tidur pada lansia di Posbindu
arah yang lebih buruk (Kozier, 2010). Anyelir Desa Kertawangi Kecamatan
Hal ini didukung oleh hasil Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
penelitian Khasanah (2012), yaitu Hal ini didukung oleh hasil
sebagian besar responden berumur 60-74 penelitian Susanti 2011, hasil penelitian
sebanyak 75 responden dan yang menunjukkan hampir setengahnya
memiliki kualitas tidur buruk berada pada (43,5%) responden mengalami
usia 60-74 tahun sebanyak 49 responden. kecemasan, dan sebagian besar (65,2%)
Artinya 65,3 % mengalami kualitas tidur responden mengalami insomnia. Hasil
yang buruk. Seseorang mengalami penelitian menunjukan ada hubungan
penurunan pada fungsi organnya ketika antara tingkat kecemasan dengan
memasuki masa tua yang mengakibatkan kejadian insomnia pada lansia usia 60-85
lansia rentan terhadap penyakit seperti tahun. Pernyataan tersebut diperkuat oleh
nyeri sendi, osteoporosis, parkinson. Usia hasil penelitian Wahyu & Arif 2010,
memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur bahwa terdapat hubungan antara
seseorang yang dikaitkan dengan penyakit kecemasan dengan kecenderungan
yang dialami dan kesehatan yang buruk. insomnia pada lansia di Panti Wredha
Hal ini yang menyebabkan lansia Dharma Bakti Surakarta.
mengalami gangguan tidur seiring dengan Seiring dengan proses menua,
bertambahnya usia. tubuh akan mengalami berbagai masalah
Hal ini sesuai teori bahwa kesehatan di antaranya adalah masalah
intervensi keperawatan untuk kebutuhan fisik dan psikologis. Masalah fisik pada
tidur pada lansia yaitu dengan pola tidur lansia adalah mengalami penurunan
bangun seperti pertahankan waktu semua fungsi organ tubuh. Sedangkan

ISSN: 2338-7246 101


Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

masalah psikologis yang seringkali laki-laki dan 33 lansia perempuan tentang


dijumpai pada lansia meliputi perasaan “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
kesepian, takut kehilangan, takut Kualitas Tidur pada Lansia di Posbindu
menghadapi kematian, perubahan Anyelir Desa Kertawangi Kecamatan
keinginan, kecemasan dan depresi. Cisarua Kabupaten Bandung Barat” dapat
Gangguan tidur pada lansia merupakan disimpulkan bahwa :
keadaan dimana seseorang mengalami 5.1.1 Tidak satupun dari responden
suatu perubahan dalam pola istirahatnya yang tidak mengalami
yang disebabkan karena banyaknya kecemasan, sangat sedikit
masalah sehingga menyebabkan lansia responden (7,6 %) mengalami
merasa kurang nyaman dalam hidupnya. kecemasan ringan, sebagian
Karena tidur merupakan suatu proses besar responden (60,6 %)
otak yang dibutuhkan seseorang untuk mengalami kecemasan sedang,
dapat berfungsi dengan baik yang sebagian kecil responden (31,8
diyakini dapat digunakan untuk %) mengalami kecemasan berat,
keseimbangan mental, emosional, dan dan tidak satupun responden
kesehatan fisik(Amir, 2007). mengalami panik.
4.4 Keterbatasan Penelitian 5.1.2 Sebagian dari responden (45,4
Penelitian ini memiliki %) mengalami kualitas tidur
keterbatasan yaitu, karena responden yang baik dan sebagian lagi
yang di teliti para lansia maka kuesioner responden (54,6 %) mengalami
tidak mungkin langsung diisi oleh lansia kualitas tidur yang buruk.
sehingga perlu dibacakan kepada satu per 5.1.3 Adanya hubungan tingkat
satu lansia. Kemudian ada faktor lain kecemasan dengan kualitas tidur
yang menyebabkan lansia cemas yang pada lansia di Posbindu Anyelir
tidak diteliti, sehingga bisa jadi faktor Desa Kertawangi Kecamatan
yang tidak diteliti akan berkontribusi Cisarua Kabupaten Bandung
lebih besar terhadap penyebab kecemasan Barat. Dengan nilai korelasi
lansia. 0.765 yang menandakan bahwa
kedua variabel memiliki
4.5 Implikasi Untuk Keperawatan hubungan yang kuat dan nilai p
Tingginya tingkat kecemasan 0.000 (α < 0,001).
yang berpengaruh terhadap kualitas tidur
pada lansia di suatu daerah pasti 5.2 Saran
mempunyai pencetus. Salah satunya kita 5.2.1 Bagi Tempat Penelitian
harus mengetahui tentang faktor-faktor Diharapkan agar kader dan
yang menyebabkan kecemasan pada petugas kesehatan yang ditugaskan di
lansia. Implikasi dari penelitian ini bahwa posbindu tidak hanya memperhatikan
tidak semua faktor yang diteliti dalam kesehatan fisik para lansia saja, tetapi harus
penelitian ini menjadi faktor yang dominan memperhatikan juga masalah emosional
penyebab kecemasan, sehingga perlu yang dialami lansia dengan cara
penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mengoptimalisasikan program posbindu
bahwa masih banyak faktor lain yang dan diadakannya kegiatan untuk para
sangat berkontribusi terhadap penyebab lansia, dengan itu para lansia mempunyai
kecemasan pada lansia. Agar aktifitas serta dapat mencegah rasa cemas
perkembangan keperawatan menjadi lebih dan mendapatkan hasil kualitas tidur yang
maju, terutama di bidang Keperawatan baik
Jiwa dan Keperawatan Gerontik. 5.2.2 Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini hanya terbatas pada
V. PENUTUP tingkat kecemasan dan kualitas tidur saja
5.1 Kesimpulan sehingga perlunya kajian yang lebih
Berdasarkan hasil penelitian pada mendalam mengenai faktor-faktor yang
66 responden yang terdiri dari 33 lansia mempengaruhi kecemasan lansia dan
kualitas tidur lansia.

ISSN: 2338-7246 102


Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Lansia di Panti Sosial Trisna


DAFTAR PUSTAKA Werdha Melania Tangerang. Skripsi.
UPN Veteran.
Amir, N. (2007). Gangguan Tidur pada Kozier, Barbara, dkk. (2010). Buku Ajar
Lanjut Usia, Diagnosis dan Fundamental Keperawatan: Konsep,
Penatalaksanaan. Jurnal Cermin Proses, dan Praktik, Edisi 7, Volume
Dunia Kedokteran 1. Jakarta : EGC.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Maas B. James. (2002). Power Sleep.
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bandung : Kaifa.
Rineka Cipta. Machfoedz, MS. (2007). Metodologi
Aziz Alimul, Hidayat. (2008). Metode Penelitian (Bidang Kesehatan,
Penelitian Keperawatan dan Teknik Keperawatan, dan Kebidanan).
Analisa Data. Salemba Medika Yogyakarta : Fitramaya.
:Jakarta. Maryam R Siti, Mia Fatma Ekasari,
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Rosdiawati, Ahmad Jubaedi & Irwan
Keperawatan Lanjut Usia. Graha Batu Bara. (2012). Mengenal Usia
Ilmu. Yogyakarta. Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Buysse DJ, Reynolds III CF, Monk TH, Salemba Medika.
Berman SR, Kupfer DJ. Pittsburgh Meridean L. Mass, et all. (2008). Asuhan
Sleep Quality Index. Sebuah Keperwatan Geriatrik : Diagnosis
Instrumen baru untuk Praktek Nanda, Kriteria Hasil Noc &
Psikiatri dan Penelitian. Psikiatri, Intervensi Nic. Jakarta:EGC.
Penelitian tahun 1989. Noorkasiani, S. Tamher. (2009).
Carpenito, Lynda Jual. (2007). Buku Kesehatan Usia Lanjut dengan
Saku Doagnosa Keperawatan edisi Pendekatan Asuahan Keperawatan.
10. Jakarta : EGC. Jakarta : Salemba Medika.
Darmojo, Boedhi. (2009). Ilmu Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut Edisi 4. Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Cipta.
Davison, Gerald C., Neale, John M., Nugroho, Wahjudi. (2012). Keperawatan
(2006). Psikologi Abnormal. Edisi 9. Gerontik dan Geriatrik Edisi 3.
Jakarta : Rajawali Pers. Jakarta : EGC.
Dinas Kesehata Bandung Barat. (2012). Nursalam. (2008). Konsep dan
Buku Pemantau Kesehatan Pribadi Penerapan Metodologi Penelitian
Lanjut Usia. Bandung Barat. Keperawatan, Edisi 2. Jakarta :
Fitria Nita, Sriati Aat, dkk. (2013). Salemba Medika.
Laporan Pendahuluan Tentang Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku
Masalah Psikososial. Jakarta : Ajar Fudamental Keperawatan:
Salemba Medika. Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 4, Volume 2. Alih Bahasa : Renata
(2007). Buku Ajar Fisiologi Komalasari, dkk. Jakarta : EGC. Prayitno,
Kedokteran. Edisi 9. Editor Irawati A. (2002). Gangguan Pola
Setiawan. EGC : Jakarta. Tidur pada Kelompok Usia Lanjut
Hawari, D. (2011). Manajemen Stres, dan Penatalaksanaannya. Bagian
Cemas, Depresi. Jakarta : Balai Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Penerbit Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas Trisakti.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J dan Grebb, J. Stuart, G.W. (2012). Buku Saku
A., (1998). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Keperawatan Jiwa, Edsisi 5. Jakarta.
Pengetahuan Prilaku Psikiatri EGC.
Klinis, Edisi 7. Jilid II. Jakarta : Susanti Yuni. (2011). Hubungan Tingkat
Binarupa Aksara. Kecemasan dengan Kejadian
Khasanah. (2012). Faktor-Faktor yang Insomnia pada Lansia Usia 60-85
Berhubungan dengan Kualitas Tidur

ISSN: 2338-7246 103


Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 2, September 2015

Tahun di Panti Tresna Werdha


Hargo Dadali Surakarta. Skripsi.
Tarwoto dan Wartonah. (2006).
Kebutuhn Dasar Manusia dan
Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Wahyu, W &Arif, W. (2010). Hubungan
Tingkat Kecemasan dengan
Kecenderungan Insomnia pada
Lansia di Panti Werdha Dharma Bakti
Surakarta. Skripsi. UMS.

ISSN: 2338-7246 104

You might also like