Hubungan Kematangan Emosi Dengan Konformitas Pada Remaja
Hubungan Kematangan Emosi Dengan Konformitas Pada Remaja
Hubungan Kematangan Emosi Dengan Konformitas Pada Remaja
REMAJA
Fema Rachmawati
Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Kapas 9, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta, 55166
[email protected]
Abstract
This study aimed to determine the relationship between the emotional maturity to
conformity in adolescents. The subjects were students of class XI at SMA
Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Data collection methods used in this research is the
scale, the scale of conformity and emotional maturity scale. Analysis using Pearson's
correlation technique of Product Moment and help computing statistical program
SPSS for Windows 18:00. Categorization results showed 90 contained 73% of the
study subjects had the emotional maturity of categorization was, 92 contained 74% of
the study subjects had moderate conformity to the categorization. Based on the
comparison of hypothetical Mean Mean empirical and emotional maturity
categorization of subjects included in the study were likely to be high, whereas
conformity categorization of subjects included in the study were likely to be high.
The results of the correlation coefficient r = 0.278 with a significance level (p) 0.002
(p <0.01). The results showed that there is a significant positive relationship between
the variables with the variables of emotional maturity on adolescent conformity.
Based on the analysis we concluded that there is a significant positive relationship
between the variables of emotional maturity on adolescent conformity with the
variable, meaning that the higher the emotional maturity of higher conformity,
conversely the lower the lower the emotional maturity of conformity.
Keywords: Emotional maturity and conformity
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi
dengan konformitas pada remaja. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI pada
SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu skala konformitas dan skala
kematangan emosi. Analisis dengan menggunakan teknik korelasi dari Pearsons
Product Moment dan bantuan komputasi program statistik SPSS 18.00 for Windows.
Hasil kategorisasi menunjukkan 90 subjek penelitian terdapat 73% memiliki
kematangan emosi pada kategorisasi sedang, 92 subjek penelitian terdapat 74 %
memiliki konformitas pada kategorisasi sedang. Berdasarkan perbandingan Mean
empirik dan Mean hipotetik kematangan emosi subjek penelitian termasuk dalam
kategorisasi sedang cenderung tinggi, sedangkan konformitas subjek penelitian
termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi. Hasil koefisien korelasi r =
0,278 dengan taraf signifikansi (p) 0,002 (p < 0,01). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel kematangan
emosi dengan variabel konformitas pada remaja. Berdasarkan hasil analisis tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif sangat signifikan antara
variabel kematangan emosi dengan variabel konformitas pada remaja, artinya
semakin tinggi kematangan emosi semakin tinggi konformitas, sebaliknya semakin
rendah kematangan emosi semakin rendah konformitas.
Kata kunci: Kematangan emosi dan Konformitas
Pendahuluan
Sekarang ini teknologi berkembang sangat pesat. Semua informasi lebih cepat
diterima dan disebarkan melalui berbagai macam media. Baik media cetak ataupun
media elektronik. Semua data atau informasi yang dibutuhkan dapat diakses melalui
internet, dapat dilihat melalui media elektronik seperti televisi ataupun majalah.
Semua informasi tentang mode, gaya hidup atau perkembangan gadget dapat
diperoleh dengan sangat mudah. Perkembangan teknologi informasi menciptakan
kemudahan bagi manusia dalam melakukan berbagai macam kegiatan, baik dalam
bidang pendidikan, sosial dan sebagainya. Teknologi akan selalu berkembang sejalan
dengan semakin tingginya ilmu pengetahuan. Bagi para remaja perkembangan
teknologi sangat menguntungkan. Remaja dapat mengakses internet untuk
memudahkan mereka menambah pengetahuan. Perkembangan remaja sekarang tidak
lepas dari teknologi yang ada sekarang.
Remaja merupakan masa transisi pencarian jati diri. Remaja menghabiskan
waktunya lebih banyak di luar rumah, mereka lebih senang berkumpul bersama
teman sebaya. Remaja membuat kelompok dan membuat suatu norma atau aturan
yang harus dipatuhi. Remaja melakukan banyak hal ketika bersama dengan teman
sebaya. Mereka menyamakan model, tingkah laku, gaya berpakaian dan lainnya.
Sebagian remaja meniru hal tersebut dari model yang mereka idolakan. Mereka
melihat dari televisi, internet, majalah dan media lainnya. Melalui perkembangan
teknologi sekarang ini, semakin mudah remaja untuk mengakses informasi yang
mereka inginkan. Apapun yang dikenalkan atau perilaku yang ditampilkan model
tersebut yang ditiru dalam kehidupan sehari-hari agar dianggap selalu up to date,
semakin popular, dan terlihat sama di lingkungan teman sebayanya. Bukan hanya
mode dan gaya hidup saja yang remaja tiru, namun perkembangan ilmu pengetahuan
juga dapat remaja akses lebih cepat. Mereka mengimitasi segala yang mereka lihat
dari televisi, maupun majalah dari idolanya dan menerapkannya dikehidupan sehari-
hari. Keinginan mengubah keyakinan atau perilaku agar terlihat sama dengan yang
lain disebut dengan konformitas.
Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain
dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh meraka. Tekanan
untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja (Santrock,
2003). Konformitas teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif.
Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif
menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, mencoret-coret, dan
mempermainkan orang tua dan guru. Namun, banyak konformitas pada remaja yang
tidak negatif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya,
misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan
anggota perkumpulan. Keadaan seperti ini dapat melibatkan aktivitas sosial yang
baik, misalnya ketika suatu perkumpulan mengumpulkan uang untuk alasan yang
benar (Santrock, 2003).
Pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan tingkah laku lebih besar dari pada pengaruh keluarga. Hal ini
disebabkan karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman
sebaya sebagai kelompok. Sebagai contoh dengan alasan ingin diterima oleh
kelompoknya, maka remaja mencoba minum minuman keras, mengkonsumsi obat
terlarang atau merokok tanpa mempertimbangkan perasaannya sendiri, remaja
cenderung mengikutinya. Tidak hanya hal negatif saja yang remaja ikuti, misal
remaja berada pada lingkungan kelompok yang suka membaca buku, remaja tersebut
juga akan ikut membaca buku agar saat bersama kelompoknya tidak dkucilkan karena
wawasannya yang kurang.
Penelitian mengenai konformitas lebih banyak menunjukkan konformitas
negatif seperti penelitian Cipto (2010) menunjukkan bahwa konformitas terhadap
kelompok juga merupakan salah satu faktor sosial dan cultural yang menyebabkan
perilaku minum alcohol. Tekanan yang berupa ajakan maupun paksaan membuat
subjek tidak enak menolak ajakan minum minuman beralkohol yang dilakukan oleh
teman sebayanya.
Rasa takut terhadap celaan sosial tersebut membuat emosi remaja menjadi
tidak terkontrol. Rasa takut yang berlebihan dapat membuat emosi remaja menjadi
tidak stabil dan mampu melakukan apa saja demi mendapatkan pengakuan tersebut
tanpa memikirkan akibat dari emosinya.
Pada akhir masa remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional
yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang
lain, seperti dalam periode sebelumnya. Remaja sudah bisa menguasai emosinya
sehingga tidak meledak-ledak seperti saat remaja awal tersebut dikatakan matang
secara emosi.
Remaja yang matang emosinya dapat mengontrol segala respon emosi dengan
baik tanpa takut berbeda dengan yang lain saat berada dalam kelompok. Remaja
dengan kematangan emosi yang baik cenderung akan merespon segala sesuatunya
dengan baik sehingga konformitas yang muncul akan bersifat positif. Namun, remaja
yang kematangan emosinya kurang baik, cenderung akan melalukan konformitas
yang negatif dan akan melakukan apa saja agar tidak ditolak oleh anggota
kelompoknya. Peneliti menjadi tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara kematangan emosi dengan konformitaspada remaja.
Konformitas
Menurut Cialdini & Goldstein (Taylor, dkk, 2009) Konformitas adalah
tendensi untuk mengubah keyakinan atau periloaku seseorang agar sesuai dengan
perilaku orang lain. Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa konformitas
adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang
norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok.
Zebua dan Nurdjayadi (2001) menambahkan bahwa konformitas berarti
tunduk pada kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa
yang telah diperbuat oleh kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa konformitas adalah tendensi seseorang untuk mengubah keyakinannya agar
sama perilaku dengan orang lain.
Taylor, dkk (2004) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu:
a. Peniruan
Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau
ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas.
b. Penyesuaian
Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu
bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan
penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.
c. Kepercayaan
Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain
semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap
orang lain.
d. Kesepakatan
Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial
yang mampu menimbulkan konformitas.
e. Ketaatan
Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu
atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform
terhadap hal-hal yang disampaikan.
Kematangan Emosi
Menurut Goleman (2003) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Periode kehidupan emosinya sangat menonjol yaitu pada masa
remaja, karena itu banyak perbuatan atau tingkah laku yang kadang-kadang sulit
untuk dimengerti atau diterima dengan pikiran yang baik (Walgito, 2004).
Chaplin (2002) mengatakan bahwa kematangan emosi merupakan suatu
keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional
dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosi yang
pantas bagi anak-anak.Istilah kematangan atau kedewasaan emosi seringkali
membawa implikasi adanya kontrol emosional. Bagian terbesar orang dewasa
mengalami pula emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu
menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya di tengah-tengah situasi sosial.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi
merupakan kemampuan individu untuk mengontrol emosinya secara tepat, tidak
meledak-ledak dan tidak kekanak-kanakan.
Metode
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Variabel Tergantung : Konformitas (Y)
2. Variabel Bebas : Kematangan Emosi (X)
Menurut Azwar (2010) populasi adalah sekumpulan subjek yang akan dikenai
generalisasihasil penelitian, dengan syarat harus memiliki ciri-ciri dan karakteristik
yaitu tercatat sebagai siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan duduk di kelas
XI. Subjek yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi
kelas XI di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik
sama dengan populasi (Azwar, 2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling, yaitu teknik
pengambilan subjek dengan melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan
terhadap subjek secara individual (Azwar, 2010). Sampel dalam penelitian ini dipilih
dengan cara menggunakan random terhadap kelompok kelas, untuk mendapatkan
jumlah kelas tersebut harus melakukan randomisasi terhadap jumlah kelas yang ada
dengan cara melakukan undian.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala. Skala adalah daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek
yang disusun berdasarkan aspek-aspek dari atribut yang akan diukur. Penelitian ini
menggunakan dua (2) buah skala yaitu Skala Konformitas dan Skala Kematangan
Emosi.
Skala konformitas terdiri dari 50 aitem. Skala ini disusun berdasarkan aspek
konformitas, yaitu peniruan, penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan dan ketaatan.
Sedangkan skala kematangan emosi terdiri dari 50 aitem. Skala ini disusun
berdasarkan ciri-ciri kematangan emosi, yaitu dapat menerima keadaan diri sendiri
dan orang lain secara obyektif, tidak bersifat impulsive, mampu mengontrol emosi,
sabar dan penuh pengertian, dan mempunyai tanggung jawab.
Pengambilan data uji coba skala konformitas dan skala kematangan emosi
dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012, sedangkan pengambilan data
penelitian dilakukan pada tanggal 7-10 Januari 2013 di SMA Muhammadiyah 3
Yogyakarta.
Pada penelitian ini semua jawaban yang telah diisi subjek diskor dan
ditabulasi, selanjutnya data uji coba tersebut dilakukan analisis aitem.Estimasi
koefisien reliabilitas dalam penelitian menggunakan metode single trial
administration yaitu dengan penyajian satu bentuk skala yang dikenakan sekali saja
pada sekelompok subjek untuk menghasilkan informasi mengenai keajegan
(konsistensi) internal alat ukur (Suryabrata, 2005). Pengukuran reliabilitas alat ukur
menggunakan teknik Alpha (Cronbach) sedangkan indeks daya diskriminasi aitem
diperoleh berdasarkan corrected item total correlation. Analisis aitem dengan
menggunakan komputer program SPSS (Statistical Product & Service Solution) 18.0
version for windows.
Hasil
Aitem-aitem konformitas yang daya diskriminasinya tidak mencapai korelasi
aitem totalnya maka aitem tersebut akan disingkirkan atau diperbaiki terlebih dahulu
sebelum dapat menjadi bagian dari skala, karena dengan membuang aitem tersebut
alpha skala akan menjadi lebih tinggi, maka dilakukan dua tahap sehingga didapat 20
aitem valid dan 30 aitem gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,874.
. Aitem-aitem yang daya diskriminasinya tidak mencapai korelasi aitem
totalnya maka aitem tersebut akan disingkirkan atau diperbaiki terlebih dahulu
sebelum dapat menjadi bagian dari skala, karena dengan membuang aitem tersebut
alpha skala akan menjadi lebih tinggi, maka dilakukan dua tahap sehingga didapat 37
aitem valid dan 13 aitem gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,882.
Skor Empirik dan Hipotetik Skala Kematangan Emosi dan Skala Konformitas
Empirik Hipotetik
Variabel Mi
Mean SD Maks Min Maks
n
Kematangan
Emosi 76.10 6.793 60 94 62,5 12,5 25 100
Konformitas 68.65 5.061 54 81 62,5 12,5 25 100
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas dengan judul Hubungan Kematangan
Emosi dengan Konformitas pada Remaja disimpulkan bahwa:
1. Adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan emosi
dengan konformitas pada remaja. Artinya, semakin tinggi kematangan
emosi semakin tinggi konformitas, sehingga hipotesis dalam penelitian ini
diterima.
2. Adapun sumbangan efektif dari variabel bebas terhadap variabel tergantung
sebesar 8%, artinya kematangan emosi mempengaruhi konformitas sebesar
8% selebihnya ada faktor lain yang dapat mempengaruhi konformitas.
3. Kematangan emosi subjek penelitian termasuk dalam kategorisasi sedang
cenderung tinggi.
4. Konformitas subjek penelitian termasuk dalam kategorisasi sedang
cenderung tinggi.
Saran
1. Toeritis
Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitian
tentang konformitas dengan melihat faktor lain karena konformitas tidak hanya
dipengaruhi oleh kematangan emosi saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain seperti faktor lingkungan, faktor individu dan faktor pengalaman.
Selain faktor-faktor tersebut peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar
membatasi konformitas positif dan negatif secara jelas, sehingga peneliti
selanjutnya dapat mengadakan penelitian dengan melihat faktor dan kelemahan
tersebut.
2. Praktis
Berdasarkan hasil penelitian antara kematangan emosi dengan konformitas pada
remaja didapat hubungan positif artinya semakin tinggi kematangan emosi
semakin tinggi konformitas, namun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari,
remaja masih sulit untuk mengontrol emosinya dan masih banyak yang
berperilaku konformitas. Disaran bagi para orang tua, guru maupun konselor
mampu membantu remaja untuk mengontrol emosinya agar lebih terkontrol
dengan cara menyalurkan pada kegiatan yang positif dan memberikan
pemahaman agar menjadi diri sendiri itu lebih baik dari pada harus mendengarkan
apa kata orang lain yang membuat remaja menjadi conform.
DAFTAR PUSTAKA