Case Report - NC Trauma
Case Report - NC Trauma
Pengelolaan pasien cedera kepala dengan tepat dan cepat diperlukan untuk mencegah
terjadinya cedera sekunder dan menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pengetahuan tentang
neurofisiologi, neurofarmakologi, dan patofisiologi cedera kepala akan menolong pengelola-
an penderita. Prinsip dasar penanganan anestesi pada cedera kepala adalah ABCDE neuro-
anestesia.
Kasus ini mempresentasikan wanita 15 tahun dengan penurunan kesadaran dan
didiagnosa Moderate HI + SBF media dextra+ ICH frontal sinistra + EDH parietal dextra + closed
fracture os parietal dextra + closed fracture femur sinistra yang dilakukan craniotomy evakuasi dalam
anestesi umum. Operasi berlangsung selama 5 jam. Setelah operasi pasien dirawat di NCCU dan
keesokan harinya pindah ke ruangan dengan perbaikan,
Proper management in patient with head injury could prevent secondary barin injury
and reduce morbidity and mortalilty rate. Neurophysiology, neuropharmacology and
patophyisiology of head injury is needed to manage patients with head injury. Basic principle
of anesthesia in head injury is called ABCDE neuroanesthesia.
This case presented a 15 years old female with loss of consciousness due to moderate
HI + right medial SBF + ICH at left frontal + EDH at right parietal + closed fracture right parietal
bone + closed fracture left femur and underwent craniotomy evacuation in general anesthesia.
Duration of surgery was 5 hours and after surgery the patient was treansfered and monitored in
NCCU. The next day, she was transferred to neurosurgery ward fully conscious.
Identitas Pasien
Nama : Nn. S
Umur : 15 tahun
Diagnosis : Moderate HI + SBF media dextra+ ICH frontal sinistra + EDH parietal dextra +
Anamnesis
13 jam SMRS pasien dibonceng dengan menggunakan motor dan terjatuh karena bertabrakan dengan
mobil. Pingsan (+), muntah (+), keluar cairan bercampur darah dari telinga kanan (+), keluar cairan
bercampur darah dari hidung dan mulut (-), pada pasien juga terdapat perubahan bentuk pada paha
kanan. Setelah kecelakaan, pasien dibawa ke IGD RSUD Ciamis dan dirujuk ke RSHS
Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
B : RR 20x/mnt
D : E3M6V5
Secondary Survey
Ekstremitas : a/r femur dextra : deformitas (+), krepitasi (+), ROM terbatas
Di UGD pada pasien dilakukan pemasangan jalur intravena dan diberikan cairan NaCl 0.9% 30
gtt/mnt, Ranitidin 2x150 mg iv, Tramadol 2x100 mg iv, dan dilakukan pemeriksaan laboratorium,
Pasien diobservasi di UGD bedah selama 10 jam dan didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan
PENILAIAN PRE-OPERATIF
Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A : clear
B : RR 18x/mnt
D : E3M5V3
Secondary Survey
Abdomen : datar , lembut, BU (+) normal, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, terpasang traksi pada femur dextra
Lain- lain : pasien terpasang catheter, produksi urine 400 cc/3 jam
Pemeriksaan Penunjang
FAST (-)
Laboratorium (24/05/14)
Hb Ht L Tr PT INR aPTT
Na K Ur Kr
134 4 17 0.44
KESIMPULAN
ASA : IE
Nadi : 71 x/mnt
Respirasi : 21x/mnt
Durante Operasi :
Induksi : Fentanyl 150 mcg, Lidokain 80 mg, Propofol 100 mg, Rocuronium 50 mg
Maintenance : 50 x 2 cc = 100 cc
IWL : 6 x 50 cc = 300 cc
EBV : 65 x 50 cc = 5320 cc
100
Monitoring
HR : 64-89 x/mnt
SpO2 : 99-100 %
Maintenance Anestesi dengan O2 2lpm, Air 2lpm dan Isoflurane 0.4-0.8 vol%, propofol 25-50
Ditemukan duramater tegang, perdarahan ICH clot 25 cc, lisis 20 cc, SCH clot 5 cc
Hb Ht L Tr Na K Cl Ca Mg
8.6 25 12.700 162.000 134 4.3 108 4.87 2.12
GCS E4M6V4
TD : 107/64 mmHg
HR : 68 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Pasien dirawat di NCCU selama 1 hari dan pindah ke ruangan pada tanggal 26 Mei 2014, dalam
keadaan :
GCS : E4M6V5
TD : 110/70 mmHg
HR : 70 x/mnt
RR : 16 x/mnt
Prinsip pengelolaan anestesi pada operasi bedah saraf adalah mengatur Airway, Breathing,
B : ventilasi kendala untuk mendapatkan oksigenasi adekuat dan sedikit hipokarbia pada operasi
C : hindari lonjakan tekanan daah karena bisa memperberat edema serebral dan kenaikan ICP,
hindari faktor mekanis yang meningkatkan tekanan vena serebral, target : normovolemia, normotensi,
D : hindari obat obat dan teknik anestesi yang meningkatkan tekanan intracranial, berikan obat
Prinsip Umum
Pengelolaan anestesi pada cedera, secara prinsip sama dengan pasien peningkatan ICP lainnya. Obat
obatan dan teknik anestesi yang merupakan kontraindikasi pada pasien dengan cedera kepala berat
adalah
- Nafas spontan
- Neurolept analgesia
- Ketamin
- Halotan
- Spinal anestesi
Keterbatasan ini dapat mulai dipertimbangkan bila anestei dilakukan setelah autoregulasi kembali
Pada pasien trauma ini tidak diberikan premedikasi dengan narkotik, namun diberikan neurolept
analgesia saat di emergency dengan tramadol, tramadol diberikan setelah penilaian GCS. Pada pasien
ini tidak dilakukan kontrol pernapasan dan masih bernafas spontan, namun dengan tidal volume yang
b. Menghindari iskemia serebral dengan melihat DO2, PaO2, CPP dan CBF
Pada pasien ini dilakukan induksi dengan obat obatan sebagai berikut :
1. Fentanyl
Penggunaan fentanyl pada dosis kecil tidak memberikan perubahan pada kecepatan
pembentukan CSF dan penurunan pada resistensi absorbsi sehingga tidak memberikan
2. Lidokain
Lidokain menyebabkan penurunan CMRO2 dan CBF serta dapat digunakan untuk
3. Propofol
Propofol menurunkan CBF dan CMRO2 . Sebelum pemberian propofol harus dipastikan
4. Rocuronium
Pemberian muscle relaxant meningkatkan CBF kecuali vecuronium, namun karena tidak
karena onsetnya yang cepat dan sdikit pengaruhnya terhadap dinamika intracranial.
Maintenance anestesi dengan propofol kontinu, rocuronium intermiten, dan isoflurane dalam O2 : air
60:40
Isoflurane pada konsentrasi 0,5% CBF akan menurun, namun pada konsentrasi 0.95% meningkatkan
CBF, tetapi peningkatan ICP oleh isoflurane 1% ini dapat dilawan dengan hipokapnia atau barbiturat
Pada pasien ini diberikan isoflurane 0.4-0,8% dengan frekuensi nafas 12-16x/mnt dengan ventilator,
HR : 64-89 x/mnt
SpO2 : 99-100 %
Pada pasien ini sempat terjadi hipotensi intraoperatif. Seharusnya hipotensi intraoperatif harus segera
diterapi dengan pemberian cairan karena dapat mengakibatkan cedera otak sekunder karena perfusi
otak yang menurun. Selain itu terdapat risiko penurunan tekanan darah yang tiba tiba segera setelah
PaCO2 harus dipertahankan sekitan 35 mmHg dan hindari hiperventilasi bila tidak ada monitoing
oksigenasi otak yang adekuat. Pada pasien ini tidak dilakukan pemantauan ETCO2 dan ventilasi
dilakukan 12-16x/mnt.
Durante operasi diberikan manitol pada pasien ini sebanyak 2x 25 gram dengan jarak 1 jam, dengan
Operasi berlangsung 5 jam dan dilakukan pemberian cairan NaCl0,9% dan RL secara seimbang,
Input Output
Balance
Kristaloid Koloid Darah Kebutuhan Perdarahan Urine
Hb Ht L Tr Na K Cl Ca Mg
Pasien kemudian ditransfer dan dirawat di NCCU selama 1 hari,kemudian dirawat di ruangan
dengan perbaikan.
KESIMPULAN
Pengelolaan pasien dengan cedera kepala berbeda dengan pembedahan pada tumor
otak, karena terjadi peningkatan tekanan intracranial yang tiba tiba akibat trauma
Anestesi pada trauma kepala harus dilakukan dengan prinsip ABCDE neuroanestesi
Harus dihindari PaCO2 < 35 mmHg dalam 24 jam pertama cedera kepala, MAP harus
Manitol dapat digunakan dengan dosis 0.25-1 gram/kg iv dalam > 20 menit. Bolus in-
Terapi cairan juga harus diperhatikan : sirkulasi stabi, normovolemia, isoosmoler, dan
normoglikemia
DAFTAR PUSTAKA
Bisri,T. 2012. Penanganan Neuroanestesia dan Critical Care Cedera Otak Traumatik. Bandun
g : Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran