6 Artikel 97-103 Mesry Mery

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

Artikel

Penelitian

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI DAN MP ASI DENGAN GIZI


BURUK PADA ANAK 6-24 BULAN DI KELURAHAN PANNAMPU
MAKASSAR

THE CORRELATION OF PATTERNS OF BREASTFEEDING AND


COMPLEMENTARY FEEDING WITH MALNUTRITION AT CHILDREN
6-24 MONTHS IN PANNAMPU VILLAGE MAKASSAR

Mery Susanty*,,1, Mesri Kartika1, Veni Hadju1, Sriah Alharini2

*E-mail : [email protected]

1
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
2
RSU Dr.Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Abstract

Malnutrition was still a global problem. Recorded one of three children in the world die every year due to
poor nutritional quality. This study aimed to determine the relationship giving patterns of breastfeeding and
breast milk complementary foods with malnutrition incidence at toddlers aged 6-24 months in the
Pannampu Village. The type of this study was an observational analytic with case control design study.
Purposive sampling was conducted with the total of sample was 60 infants devided in case (n = 30) and
control groups (n = 30). Data was collected through questionnaires and anthropometric measurements of
weight for age (BB/U). Data analysis was performed using chi-square test and odd ratio. Sample in research
mostly have male gender and age ranged between 13 until 24 months. Respondents mostly age ranged
between 20 until 30 years, had elementary level of education and worked as a laborer. The results of this
study showed there a significant relationship between frequency and duration of breastfeeding, the amount
of total calories with the incidence of malnutrition (p = 0,017; OR = 3,75;95% CI = 1,24-11,38), (p = 0,037;
OR = 3,05;95% CI = 1,05-8,83) and (p = 0,000; OR = 21,000;95% CI = 4,198-105,038). We conclude that
there was significant relationship between frequency and duration of breastfeeding and the amount of total
calories with the incidence of malnutrition. This research suggested to mothers who have babies in order to
consider the exact pattern of breastfeeding and breast milk complementary foods to their babies in order to
prevent occurrence of malnutrition.

Keywords: breastfeeding, breast milk complementary foods, malnutrition

Pendahuluan jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan


zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI
Studi-studi di banyak negara berkembang tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat
mengungkap bahwa penyebab utama terjadinya mencukupi kebutuhan pertumbuhan usia sampai
gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak- sekitar enam bulan.1
anak usia balita berkaitan dengan rendahnya
pemberian ASI. Pertumbuhan dan perkembangan Selain ASI, pemberian MP ASI juga turut berperan
bayi dan balita sebagian besar dipengaruhi oleh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah salah

1
Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1,No.2,Februari 2012 : 97-103
satu cara pemberian makanan disamping ASI pada Uji statistik dalam penelitian ini membuktikan
anak usia 6-24 bulan, sebagaimana yang telah adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF serta tentang ASI, begitu juga antara praktek pemberian
diadopsi oleh semua negara di dunia termasuk ASI dengan keberlanjutan pemberian ASI eksklusif.
Indonesia.2
Singkatnya, jika pemberian ASI dan MP ASI dapat
Pemberian makanan tambahan terlalu dini dapat terlaksana dengan baik, tentu akan menimbulkan
menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti dampak positif terhadap pertumbuhan dan
diare, muntah, dan sulit buang air besar. Sebaliknya, perkembangan anak di usia balita. Penelitian ini
pemberian makanan yang terlalu lambat untuk mengetahui hubungan pola pemberian ASI dan
mengakibatkan bayi mengalami kesulitan belajar MP ASI dengan kejadian gizi buruk pada balita umur
mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan 6-24 bulan di kel.Pannampu.
2
bayi kekurangan gizi.
Bahan dan Metode
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Makassar tahun 2010 menunjukkan bahwa kasus gizi Lokasi Penelitian
buruk tertinggi di kota Makassar terdapat di
puskesmas Kaluku Bodoa kecamatan Tallo, dimana Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja
gizi buruk mencapai 8,5% dan gizi kurang 19,17%. puskesmas Kaluku Bodoa, yakni kelurahan
Untuk wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa, Pannampu, kecamatan Tallo, karena memiliki angka
kelurahan Pannampu merupakan kelurahan dengan kejadian gizi buruk tertinggi di Makassar.
persentase gizi buruk tertinggi, yakni mencapai 59
balita atau 4,57%, dan gizi kurang mencapai 167 Desain dan Variabel Penelitian
balita atau 12,94% dari 1.290 balita yang ada di
wilayah tersebut.3 Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan
rancangan case control study dengan pendekatan
Penelitian Hafrida4, anak-anak dengan keadaan gizi retrospektif. Penelitian case control dilakukan
yang lebih baik berkaitan erat dengan perilaku dengan mengidentifikasi subyek-subyek yang
pemberian ASI, dimana mereka yang sudah tidak merupakan kasus, kemudian diikuti dengan ada
diberi ASI lagi ternyata keadaan gizinya lebih tidaknya faktor risiko yang diduga berperan, dalam
rendah. Di samping itu, penelitian Nurmiati 5, hal ini praktek pemberian ASI. Variabel dalam
ketahanan hidup bayi yang pernah mendapat ASI penelitian ini adalah status gizi (variabel dependen)
adalah 984 per 1000, sedangkan ketahanan hidup dan pola pemberian ASI dan MP ASI (variabel
yang tidak mendapat ASI hanyalah 455 per 1000. independen).
Penelitian Manalu6 menunjukkan bahwa anak yang
memiliki status gizi kurang/gizi buruk disebabkan Populasi dan Sampel
oleh MP-ASI/makanan yang kurang baik, jenis
maupun kualitasnya. Kekurangan tersebut Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita
dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan keluarga, yang berusia 624 bulan yang terdapat di wilayah
pengetahuan ibu/keluarga tentang gizi, serta kelurahan Pannampu. Sampel diambil secara
kebiasaan/anggapan yang dipercayai oleh ibu.7 purposive dan berjumlah 60 orang, yang terdiri dari
kelompok kasus dan kontrol. Kelompok kasus
Briawan8 dalam penelitiannya membuktikan, bahwa adalah balita berumur 6-24 bulan yang memiliki
faktor pendukung keberhasilan pemberian ASI status gizi buruk, sedangkan kelompok kontrol yang
eksklusif sampai umur 6 bulan adalah adanya memiliki status gizi baik, dengan jumlah masing-
motivasi ibu untuk menyusui. Sedangkan faktor masing sebanyak 30 orang.
penghambat keberlanjutan pemberian ASI adalah
keyakinan ibu bahwa bayi tidak akan cukup Pengumpulan Data
memperoleh zat gizi jika hanya diberi ASI sampai
umur 6 bulan dan kepercayaan akan susu formula.
2
Hubungan Pola Pemberian ASI dan MP ASI dengan Gizi Buruk pada Baduta (Mery, Mesry)
Data diperoleh dari hasil wawancara menggunakan Jenis kelamin responden pada kedua kelompok
kuesioner dan pengukuran antropometri balita yaitu sebagian besar laki-laki (masing-masing 56,7%).
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Kuesioner Demikian juga dengan rentang umur, sebagian besar
dibuat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sampel berada pada rentang 13-24 bulan (masing-
ASI pada status gizi anak. Penentuan status gizi masing 76,7%). Sementara umur orang tua pada
dihitung dengan menggunakan indikator Z-score kedua kelompok sebagian besar berada di antara 20-
BB/U menurut standar WHO 2005. 30 tahun. Untuk pendidikan, sebagian besar dari
mereka hanya tamatan SD, dan kebanyakan para ibu
Analisis Data berstatus sebagai ibu rumah tangga, sementara ayah
sebagian besar bekerja sebagai buruh harian. Untuk
Data hasil penelitian diperoleh dengan anlisis pendapatan, sebagian besar menghasilkan <Rp
univariat. Analisis bivariat dilakukan untuk 1.000.000/bulan.
mengetahui hubungan variabel dependen dan
independen dalam bentuk tabulasi silang (crosstab)

Tabel 1. Hubungan Pola Pemberian ASI dengan Kejadian Gizi Buruk di kelurahan Pannampu

Kasus Kontrol Total


Variabel p value OR 95% CI
n=30 % n=30 % n=60 %
Melakukan IMD
Tidak 27 90 23 76,7 50 83.3 0,166 2,74 0,63-11,82
Ya 3 10 7 23,3 10 16.7
Frekuensi Menyusui
Kurang (<8x/hr) 16 53,3 7 23,3 23 38,3 0,017 3,75 1,24-11,38
Cukup (8x/hr) 14 46,7 23 76,7 37 61,7
Lama Menyusui
Kurang (<10 17 56,7 9 30 26 43,3 0,037 3,05 1,05-8,83
menit/menyusui)
Cukup (10 13 43,3 21 70 34 56,7
menit/menyusui)
Pemberian ASI Eksklusif
Tidak 23 76,7 17 56,7 50 83,3 0,10 2,51 0,82-7,64
Ya 7 23,3 13 43,3 10 16,7

dengan menggunakan uji statistik chi-square. Pola Pemberian ASI


Kriteria, keputusan pengujian hipotesis terdapat
hubungan yang bermakna antara variabel bebas Hubungan pola pemberian ASI dengan kejadian gizi
dengan variabel terikat jika nilai p < (0,05). buruk ditunjukkan oleh Tabel 1. Berdasarkan hasil
Analisis Odd Ratio (OR) dilakukan untuk mengukur uji statistik, diperoleh nilai probability riwayat IMD
besar faktor risiko variabel independen dengan dengan kejadian gizi buruk p = 0,166 dan untuk
syarat nilai OR > 1 dan nilai 95% CI tidak mencakup penetapan faktor risiko diperoleh nilai OR = 2,74
1. (95% CI = 0,63-11,82). Hasil tersebut menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara pola
Hasil Penelitian pemberian ASI berdasarkan riwayat IMD dengan
kejadian gizi buruk dan ia bukan merupakan faktor
Karakteristik Sampel dan Responden risiko. Sementara nilai probability frekuensi
menyusui dengan kejadian gizi buruk p = 0,017, dan
diperoleh nilai OR = 3,75 (95% CI = 1,24-11,38)

3
Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1,No.2,Februari 2012 : 97-103
untuk penetapan faktor risiko. Ini berarti, ada juga tidak berhubungan dengan kejadian gizi buruk
hubungan signifikan antara pola pemberian ASI OR = 1,902l (95% CI = 0,617-5,863) sehingga
berdasarkan frekuensi menyusui sehari dengan belum dapat ditentukan, apakah variabel ini sebagai
kejadian gizi buruk dan ia merupakan faktor risiko. faktor protektif atau risiko kejadian gizi buruk.
Untuk lama menyusui, nilai probability frekuensi Kecukupan konsumsi kalori memiliki hubungan
menyusui dengan kejadian gizi buruk p = 0,037 dan yang signifikan dengan kejadian gizi buruk dan
OR = 3,05 (95% CI = 1,05-8,83). Ini juga merupakan faktor risiko terjadinya gizi buruk OR =
menunjukkan ada hubungan signifikan antara 21,000 (95% CI = 4,198-105,038), sedangkan
keduanya dan lama menyusui juga termasuk faktor kecukupan konsumsi protein tidak berhubungan
risiko. Sedangkan nilai probability status pemberian dengan kejadian gizi buruk, dan belum dapat
ASI Eksklusif dengan kejadian gizi buruk p = 0,10, ditentukan sebagai faktor risiko kejadian gizi buruk
dan OR = 2,51 (95% CI = 0,82-7,64). Ini (Tabel 2).
menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara
keduanya, dan ASI eksklusif bukanlah faktor risiko. Pembahasan

Hasil analisis antara riwayat IMD dengan kejadian


gizi buruk menunjukkan bahwa tidak terdapat
Tabel 2. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Gizi Buruk di kelurahan Pannampu

Kasus Kontrol Total p


OR 95% CI
Variabel value
n=30 % n=30 % n=60 %
Umur Pemberian MP-ASI 0,389 0,464 0,078-2,751
Pertama
Kurang tepat 2 6,7 4 13,3 6 10,0
Tepat 28 93,3 26 86,7 54 90,0
Frekuensi Pemberian MP-ASI 0,793 0,872 0,312-2,435
Kurang 12 40,0 13 43,3 25 41,7
Cukup 18 60,0 17 56,7 35 58,3
Jenis MP-ASI Saat Ini 0,260 1,902 0,617-5,863
Kurang 11 36,7 7 23,3 18 30,0
Tepat 19 63,3 23 76,7 42 70,0
Total Konsumsi Kalori 0,000 21,000 4,198-
Kurang 18 60,0 2 6,7 20 33,3 105,038
Cukup 12 40,0 28 93,3 40 66,7
Total Konsumsi Protein 0,197 2,364 0,627-8,917
Kurang 8 26,7 4 13,3 12 20,0
Cukup 22 73,3 26 86,7 48 80,0

Pola Pemberian MP ASI hubungan signifikan di antara keduanya dan bukan


merupakan faktor risiko. Ini berarti, balita yang
Berdasarkan umur pemberian MP-ASI pertama, melaksanakan dan yang tidak melaksanakan IMD
didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang memiliki peluang yang sama untuk menderita gizi
signifikan antara ketepatan umur pemberian MP-ASI buruk.
pertama dengan kejadian gizi buruk, dan variabel ini
merupakan faktor protektif terhadap kejadian gizi Hasil tersebut didukung dengan penelitian
buruk berdasarkan analisis Odd Ratio OR = 0,464 Ambarwani9, bahwa memang tidak ada hubungan
(95% CI = 0,078-2,751). Demikian juga dengan antara IMD dengan peningkatan berat badan anak.
frekuensinya OR = 0,872 (95% CI=0,312-2,435). Namun IMD dapat mencegah terjadinya hipotermia
Ketepatan jenis MP-ASI saat ini dengan umur anak pada anak, meningkatkan daya tahan tubuh anak, dan
4
Hubungan Pola Pemberian ASI dan MP ASI dengan Gizi Buruk pada Baduta (Mery, Mesry)
dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI Tidak adanya hubungan pada kedua variabel tersebut
Eksklusif. bisa jadi disebabkan oleh multifaktor, di saat anak
sudah berusia >6 bulan. Antara lain, kurangnya
Hasil analisis juga menunjukkan ada hubungan kemampuan ibu dalam merawat bayinya, sanitasi
antara frekuensi menyusui sehari dengan kejadian lingkungan yang tidak sehat, frekuensi, serta durasi
gizi buruk. Ini berarti, balita yang mendapatkan ASI pemberian ASI yang tidak sesuai.
dengan frekuensi kurang (<8 kali/hari) berisiko
menderita gizi buruk sebesar 3,75 kali lebih besar Kenyataan ini didukung oleh penelitian
dibandingkan balita yang mendapatkan dengan Rachmadewi13, bahwa tidak terdapat hubungan yang
frekuensi cukup (8 kali/hari). nyata antara pemberian ASI eksklusif pada saat
berumur 6 bulan dengan status gizi anak pada masa
Demikian halnya dari hasil penelitian Paramitha 10, baduta p = 0.9004. Tidak berhubungannya praktek
terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi ASI eksklusif dengan status gizi baduta diduga
menyusui dengan kenaikan berat badan bayi saat disebabkan oleh keberadaan faktor lain yang
berusia 1-6 bulan. Ini disebabkan karena bayi yang berhubungan dengan status gizi baduta.
mendapat cukup ASI akan memiliki pertambahan
berat badan yang baik. Bayi yang mendapatkan ASI Namun, ada juga beberapa penelitian yang bertolak
dengan frekuensi yang tepat dan tanpa belakang, seperti penelitian yang dilakukan oleh
makanan/minuman tambahan akan memperoleh Hidayat.14 Hasil tabulasi silang antara pola
semua kelebihan ASI serta terpenuhi kebutuhan pemberian nutrisi saat bayi berusia 0-6 bulan dengan
gizinya secara maksimal sehingga dia akan lebih status gizi balita berdasarkan BB/U, dapat
sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah disimpulkan bahwa seluruh balita yang dulunya
terkena alergi, dan lebih jarang sakit. Hasilnya, bayi mendapatkan ASI Eksklusif, berada dalam kondisi
akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan gizi yang baik.
yang optimal di masa-masa mendatang.11
Fatimah15 mengungkapkan bahwa untuk
Lama menyusui dalam sehari juga berhubungan meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian gizi buruk. Ini berarti, balita yang hendaknya mengurangi bahkan menghilangkan
mendapatkan ASI dengan lama pemberian rata-rata penggunaan susu formula ataupun cairan lainnya
<10 menit tiap 1 kali disusui memiliki risiko yang diberikan kepada bayi pada saat berumur 0-6
menderita gizi buruk sebesar 3,75 kali lebih besar bulan. Selain itu, Tan16 mengungkapkan bahwa status
dibandingkan dengan balita yang disusui selama kerja dan sikap ibu sangat mempengaruhi
10 menit tiap 1 kali. keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Bayi yang disusui dalam waktu yang lebih lama, Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa umur
akan memperoleh semua kandungan zat gizi ASI. pertama pemberian MP-ASI merupakan faktor
Jika pada masa tersebut bayi memperoleh asupan protektif terjadinya gizi buruk. Hasil penelitian ini
gizi yang sesuai, maka pertumbuhan dan bertentangan dengan hasil penelitian dan teori-teori
perkembangannya akan optimal. Hasil tersebut sebelumnya. Hal ini dikarenakan ibu dengan anak
didukung oleh penelitian Amanda12, bahwa terdapat yang tergolong kelompok kasus memberikan MP-
hubungan pada lamanya menyusui dengan status gizi ASI pertama kali dengan tepat, yaitu setelah anak
anak usia <2 tahun berdasarkan indikator BB/U dan berumur 6 bulan. Namun dalam perjalanan
TB/U. selanjutnya, anak tidak mendapatkan MP-ASI yang
tergolong baik secara kualitatif dan cukup secara
Hasil analisis juga menunjukkan status pemberian frekuensi dan kuantitatif makanan, serta frekuensi
ASI Eksklusif tidak berhubungan dengan kejadian sakit anak yang sangat mempengaruhi nafsu makan
gizi buruk. Artinya, balita yang mendapatkan dan dan asupannya.7
yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif memiliki
peluang yang sama untuk menderita gizi buruk. Adapun penelitian sebelumnya oleh Rahmani17, usia
pemberian MP-ASI pertama kali mempunyai

5
Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1,No.2,Februari 2012 : 97-103
hubungan dengan status gizi anak. Sebagian besar Total konsumsi kalori berhubungan dengan kejadian
ibu (69,05%) memberikan MP-ASI tepat waktu gizi buruk dan merupakan faktor risiko. Hal ini
kepada anaknya. Anak yang diberi MP-ASI pada sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu ada
usia > 4 bulan sebagian besar memiliki status gizi hubungan positif antara TKE dengan status gizi anak
baik. balita.18,19 Sementara total konsumsi protein tidak
berhubungan dengan kejadian gizi buruk. Hasil
Hasil penelitian juga menunjukkan tidak adanya penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian
hubungan yang signifikan antara frekuensi sebelumnya yang menunjukkan rendahnya tingkat
pemberian MP-ASI dengan kejadian gizi buruk, dan konsumsi protein anak. Hal ini dikarenakan anak-
ketidakcukupan frekuensi pemberiannya menjadi anak sebagian besar memiliki kebiasaan makan
faktor protektif kejadian gizi buruk. Hasil penelitian dengan pola yang tidak teratur dan di luar kebiasaan
Manalu6 menunjukkan frekuensi makan anak yang makan dengan makanan pokok yang sedikit. Mereka
terbanyak adalah 2 kali sehari (63,41%) dan yang cenderung mengonsumsi lebih banyak sumber
terendah 1 kali sehari (9,76%). Kemudian diperoleh protein seperti bakso, ikan, tempe, tahu, dan
anak yang frekuensi makannya sedikit, memiliki sebagainya. Selain didukung pula oleh akses
status gizi yang tidak baik. memperoleh ikan yang mudah, karena letak pasar
yang dekat, sehingga konsumsi ikan cenderung
Hasil penelitian menunjukkan ketidaksesuaian tinggi.
dengan penelitian sebelumnya, bahwa tidak ada
hubungan antara frekuensi pemberian MP-ASI Kesimpulan dan Saran
dengan kejadian gizi buruk. Hal ini dikarenakan
bahwa dalam penelitian konsumsi makan anak Terdapat hubungan signifikan antara pola pemberian
belum beragam, jumlah dan kualitas makanan yang ASI berdasarkan frekuensi menyusui dan lama
dikonsumsi juga masih kurang. menyusui sehari dengan kejadian gizi buruk dan
merupakan faktor risiko, Demikian juga dengan pola
Tidak terdapat hubungan yang bermakna pada jenis pemberian MP-ASI (konsumsi kalori) memiliki
pemberian MP-ASI dengan kejadian gizi buruk. Hal hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi
ini dikarenakan sebagian besar ibu hanya buruk dan merupakan faktor risiko. Disarankan
memberikan nasi bubur atau nasi keras dengan kepada ibu agar memperhatikan pola pemberian ASI
memberikan salah satu dari sumber zat gizi lain, dan MP ASI yang tepat kepada bayinya untuk
terutama yang berasal dari ikan, telur, tahu, tempe, mencegah terjadinya gizi buruk.
dan sayur-sayuran.
Daftar Pustaka

1. Siregar, A. Pemberian ASI Eksklusif dan


Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal
Gizi Kesehatan Masyarakat 2004; 3(2): 81-92.
2. Cott, P. Seri Budaya Anak. Makanan Sehat
untuk Bayi dan Balita. Jakarta: Dian Rakyat;
2003.
3. Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Jumlah
Balita Gizi Buruk di Kota Makassar. Makassar:
Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan; 2010.
4. Hafrida. Studi Positive Deviance pada
Keluarga Miskin yang Mempunyai Anak Usia
12-24 Bulan di Kelurahan Belawan Bahari
kecamatan Medan Belawan Medan. Jurnal
Penelitian USU 2004; 6(2): 50-69.

6
Hubungan Pola Pemberian ASI dan MP ASI dengan Gizi Buruk pada Baduta (Mery, Mesry)
5. Nurmiati. Pengaruh Durasi Pemberian ASI 13. Rachmadewi, A. Pengetahuan, Sikap dan
Terhadap Ketahanan Bayi di Indonesia. Jurnal Praktek Pemberian ASI serta Status Gizi Baduta
Makara Kesehatan 2008; 12(2): 47-52. di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Pangan, Gizi
6. Manalu, A. Pola Makan dan Penyapihan dan Kesehatan 2009; 1(2): 65-73.
Serta Hubungannya dengan Status Gizi Batita di 14. Hidayat. Hubungan Antara Pola Pemberian
desa Palipi kecamatan Silima Pungga-Pungga Nutrisi Saat Bayi Berusia 0-6 Bulan dengan
Kabupaten Dairi (Skripsi). Sumatera Utara: Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Universitas Sumatera Utara; 2008. Kenjeran Surabaya. Jurnal Media Gizi Pangan
7. Fatimah. Pengetahuan dan Praktek Keluarga 2009; 9(1): 69-75.
Sadar Gizi Ibu Balita. Jurnal Kesehatan 15. Fatimah, et al. Breastfeeding in Malaysia:
Masyarakat 2010, 4(4): 23-5. Results of The Third National Health and
8. Briawan, D. Hubungan Pengetahuan, Sikap Morbidity Survey (NHMS III). Mal J Nutr
dan Praktek Ibu dengan Keberlanjutan 2006; 16(2): 195-206.
Pemberian ASI Ekslusif dari Umur 4 Menjadi 6 16. Tan, KL. Factors Associated with Non-
Bulan. Jurnal Media Gizi dan Keluarga 2007;31 exclusive Breastfeeding among 4-Week Post
(1): 54-62. Partum Mothers in Klang District, Peninsular
9. Ambarwani. Inisiasi Menyusui Dini dan ASI Malaysia. Mal J Nutr 2006; 15(1): 11-18.
Eksklusif. Jurnal Suhuf 2008; 20(3): 55-64. 17. Rahmani, O.Z. Hubungan Status Pekerjaan
10. Paramitha, D. Hubungan Frekuensi Ibu, Pola Menyusui dan Usia Pemberian
Menyusui dan Status Gizi Ibu Menyusui dengan Makanan Pendamping ASI. Sumatera Utara:
Kenaikan Berat Badan Bayi Usia 1-6 Bulan di Universitas Sumatera Utara; 1997.
Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin Utara. 18. Sunawang. Pertumbuhan Anak Indonesia
Jurnal Ilmu Kesehatan S1 Keperawatan 2010; dan MP-ASI Sebuah Tinjauan Analisis
2(12): 43-54. Prosiding. Jakarta: Kongres Nasional Persagi
11. Soetjiningsih. ASI Petunjuk untuk Tenaga dan Temu Ilmiah XII Jakarta, 2002.
Kesehatan. Jakarta: EGC; 1997. 19. Supariasa, I. Penilaian Status Gizi. Jakarta:
12. Amanda, G. Hubungan Lamanya Pemberian EGC; 2001.
Asi dengan Status Gizi Anak Usia Kurang dari 2
Tahun di kecamatan Kartasura. Jurnal Penelitian
Kesehatan 2011; 5(4): 71-80.

You might also like