Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap Sifat Dan Perilaku Mekanik Laminasi Bambu Petung

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Forum Teknik Sipil No.

XIX/1-Januari 2009 1021

PENGARUH EKSTRAK TEMBAKAU TERHADAP SIFAT DAN


PERILAKU MEKANIK LAMINASI BAMBU PETUNG
Setyawati1), Morisco2), T.A. Prayitno3)
1) Setda Kab. Buleleng, Jl. Pahlawan No. 1 Singaraja
2) Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM, Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta
3) Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta

ABSTRACT

Timber supply is diminishing in addition to the trend to lower quality but higher cost of wood
production manufacturing. However, because the demand of this material continues, an alternative
or substitution on the use of timber, such as bamboo laminated, is desirable. Having susceptible
character to powder by beetles attack, bamboo must be passed through preservation process before
it is applied as laminating materials, but chemical preservative materials used in industrial process
bring negative impacts to the environment. One of human and environmental friendly preservatives
is the tobacco extract. Nevertheless, the most effective concentration of tobacco extract and its
influence to the adhesive materials have not been well recognized.
This research objective was to investigate the influence of tobacco extract to the natural and
mechanic behaviour of laminated bamboo. Dried tobacco flake was mixed with water in variable
concentration of 100, 125, 150 and 175 gram/liter. Bamboo split were given treatment in boiling
water with tobacco extract solutions. As benchmarking, bamboo split also preserved with boiling
water (without preservatives materials) and 5% concentration of borax. Non preservative bamboo
was used as the control.
The result of experiment showed that tobacco extract concentration of 150 gram/liter caused
61,33% insect mortality and 1,87% decreased weigh, which is effective to be used as preservative
in compare to other three concentrations. Water content and density observation showed that
preservation using 150 gram/liter extract tobacco comparing to non preservative boiling
preservation, produced smaller value of water content and larger value of density than borax
preservative. Preservation using 150 gram/liter tobacco extract produced highest value of
compression parallel to grain and modulus of the bamboo elasticity Petung mechanic properties
were 277,95 MPa and 170,34 MPa, respectively. Mechanical properties of laminated bamboo that
were significantly influenced by preservative variation showed that highest values for compression
parallel to grain and modulus of elasticity were 66,09 MPa and 127,12 MPa, respectively and
reached by preservation using 100 gram/liter tobacco extract.

Keywords : preservation, tobacco extract, bamboo laminated.

PENDAHULUAN rentan terhadap serangan kumbang bubuk, dalam


proses pembuatan laminasi bambu harus dilakukan
Bambu dipilih sebagai bahan alternatif kayu
pengawetan yang pada prinsipnya untuk meng-
untuk bahan konstruksi bangunan karena bambu
gantikan sap bambu yang disukai oleh kumbang
mempunyai beberapa keunggulan, yaitu cepat
bubuk dengan bahan lainnya yang berfungsi seba-
tumbuh, mudah didapat, harganya murah, buluh-
gai racun bagi serangga sekaligus meningkatkan
nya panjang dan mudah diolah serta pada arah
durabilitas bambu. Bahan pengawet yang lazim
sejajar serat mempunyai sifat mekanik yang lebih
digunakan untuk pengawetan bambu (boraks)
baik daripada kayu (Subiyanto, dkk., 1994). Salah
merupakan bahan kimia beracun, baik terhadap
satu pemanfaatan bambu yang sedang dikem-
serangga/bubuk, bagi manusia dan hewan serta
bangkan adalah pembuatan laminasi bambu yang
dapat mencemari lingkungan.
pada umumnya menggunakan bambu petung
(Dendrocalamus sp). Mengingat bambu sangat
1022 Setyawati, Morisco, T.A.Prayitno, Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap Sifat

Nikotin dalam daun tembakau memiliki bambu dalam bentuk bilah adalah perebusan
potensi sebagai insektisida dan merupakan insek- bambu dengan larutan pengawet selama kurun
tisida paling awal yang direkomendasikan penggu- waktu tertentu (Morisco, 2006).
naannya pada tahun 1763 untuk membasmi hama Sutjipto, dkk (2002) menyatakan bahwa
aphid pada tanaman sayuran dan tanaman hias ekstrak daun tembakau dapat digunakan sebagai
(Othmer, 1966 dalam Sutjipto, 2002). Ekstrak bahan pengawet kayu untuk mengurangi serangan
tembakau merupakan salah satu bahan pengawet rayap kayu kering. Ekstrak tembakau diperoleh
yang digunakan untuk pemeliharaan bangunan dengan cara merendam serbuk daun tembakau
kayu oleh masyarakat yang tinggal di daerah dalam air panas di dalam suatu penangas air panas
Kudus (Parwoto, dkk., 2003). Limbah/sortiran selama 3 jam, kemudian disaring sehingga diper-
daun tembakau yang cukup banyak dapat diguna- oleh larutan ekstrak daun tembakau di dalam air,
kan sebagai bahan pengawet yang ramah ling- kemudian digunakan untuk merendam contoh uji
kungan, maka dilakukan penelitian yang bertujuan kayu. Ekstrak daun tembakau di dalam air panas
untuk mengetahui konsentrasi ekstrak tembakau dengan formula 120 gram/1000 ml air telah
yang efektif untuk pengawetan bambu dan menyebabkan mortalitas rayap kayu kering sebesar
mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan 96%, cukup efektif digunakan sebagai bahan
ekstrak tembakau terhadap sifat mekanik dan daya pengawet pada kayu kelapa dengan cara rendaman
lekat perekat UF pada produk laminasi bambu. dingin selama 24 jam. Dalam penelitian Cahyan-
Dalam penelitian ini perlakuan pengawetan daru dkk. (2005) disimpulkan bahwa tembakau
dilakukan dengan cara perebusan menggunakan dapat mengawetkan kayu karena adanya kandung-
bahan pengawet ekstrak tembakau dan boraks an bahan aktif alkaloid yang bersifat membunuh
serta perebusan tanpa bahan pengawet untuk atau menghambat pertumbuhan jasad.
mengawetkan bambu petung. Limbah/sortiran
daun tembakau sebagai bahan pengawet dan jenis
LANDASAN TEORI
Urea Formaldehida (UA-104) sebagai bahan pere-
kat dengan jumlah perekat terlabur 50#MDGL. Keawetan alami bambu tergolong rendah dan
Parameter yang akan diteliti adalah perilaku fisika secara khusus daya tahan tersebut tergantung pada
(kadar air dan kerapatan) dan sifat mekanika (kuat jenis dan kondisi alam serta lingkungan dimana
tarik, kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak bambu digunakan. Sifat keterawetan menentukan
lurus serat, kuat geser sejajar serat, lentur/MOR) mudah tidaknya suatu jenis bambu dimasuki larut-
serta mortalitas rayap dan pengurangan berat pada an bahan pengawet yang ditentukan oleh beberapa
bambu yang telah diawetkan. Sedangkan untuk faktor yaitu sifat bambu, teknik pengawetan,
bambu sebagai produk laminasi diteliti pada sifat kondisi bambu saat diawetkan dan sifat bahan
mekanik dan keteguhan rekatan dengan melakukan pengawet yang digunakan.
uji lentur, geser, tekan dan tarik. Bahan pengawet yang ideal yaitu memiliki
daya penetrasi yang cukup tinggi, memiliki daya
TINJAUAN PUSTAKA racun yang ampuh terhadap organisme perusak,
bersifat permanen, aman dipakai, tidak bersifat
Penelitian Matangaran, 1987 dengan metode korosif, tidak mudah terbakar dan harganya
perebusan pada suhu 55oC - 60oC selama 10 menit murah. Bateman (1922) dalam Hunt dan Garrat,
menunjukkan bahwa pati di dalam bambu akan 1986 menyatakan bahwa agar suatu bahan
mengalami gelatinisasi sempurna dan terurai men- pengawet beracun terhadap perusak kayu, haruslah
jadi amilosa yang larut dalam air dan amilopektin. larut dengan cukup ke dalam cairan tubuh organis-
Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan merebus me penyerang kayu untuk dapat mencapai dosis
bambu dalam air mendidih sampai 60 menit yang mematikan. Oleh karena cairan tubuh itu
sebagian pati dalam bambu akan terurai sehingga merupakan air, maka bahan pengawet harus dapat
kerentanan bambu terhadap serangan bubuk kayu larut dalam air. Dalam penelitian ini digunakan
kering berkurang secara meyakinkan (Nandika, bahan pengawet yang larut dalam air. Menurut
dkk., 1994). Cara yang efektif untuk pengawetan Suranto (2002) salah satu perlakuan yang dapat
Forum Teknik Sipil No. XIX/1-Januari 2009 1023

diterapkan untuk meningkatkan keterawetan kayu diperoleh dari hasil budidaya masyarakat di daerah
adalah melalui perebusan yaitu perlakuan merebus Nanggulan, Kulon Progo.
kayu di dalam air bersuhu tinggi. Dengan pere- Peralatan yang digunakan dapat dikelompok-
busan kondisi fisik kayu akan semakin melunak kan menurut fungsinya sebagai berikut :
dan elastis sehingga zat ekstraktif dalam kayu akan
1. Peralatan pengawetan bambu (drum bekas
berkurang.
minyak/olie utuh dan lingkaran, jerigen,
ember, corong, saringan dan gelas ukur),
CARA PENELITIAN
2. Peralatan pembuatan laminasi bambu (gergaji
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sirkel, mesin serut, timbangan analog, kempa
adalah bambu petung dari Desa Alas Ombo, hidrolik dan alat bantu lainnya),
Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa 3. Peralatan pengujian sifat fisika dan mekanika
Tengah; limbah daun tembakau diperoleh dari UD. bambu petung serta balok laminasi (moister-
Taru Harum, Desa Brajan Karangdukuh, meter, oven, timbangan digital, kaliper, dial
Jogonalan, Klaten yang lolos saringan 10 mm gauge dan Universal Testing Machine/UTM),
tertahan 2 mm dan lolos saringan 2 mm; bahan
4. Peralatan pengujian mortalitas rayap (tabung
perekat jenis UF (Urea Formaldehyde) UA-104
kaca, pinset, timbangan digital, moistermeter
berupa perekat cair berwarna putih dan bahan
dan alat bantu lainnya).
pengeras (hardener) U-12 berupa bubuk warna
putih dari PT. Palmolite Adhesive Indonesia (PAI) Langkah penelitian secara umum terlihat pada
Probolinggo, Jawa Timur dan rayap kayu kering diagram alir berikut ini:

Mulai

Pembuatan Bilah Bambu

Pengawetan Bambu

Pembuatan Benda Uji Pembuatan Benda Uji


Laminasi Pendahuluan

Pengujian Pengujian

Pengumpulan data

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian


1024 Setyawati, Morisco, T.A.Prayitno, Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap Sifat

Pengawetan dilakukan dengan tahapan mortalitas rayap dan pengurangan berat


pemotongan bambu menjadi bilah, pembuatan menggunakan standar ASTM 3345-74. Benda uji
ekstrak tembakau dengan 4 variasi konsentrasi balok laminasi menggunakan standar ASTM D-
yaitu 100, 125, 150 dan 175 gram/liter kemudian 143-94. Pembuatan benda uji laminasi dilakukan
dilanjutkan dengan pengawetan bilah bambu dengan 2 tahap perekatan dan pengempaan untuk
menggunakan ekstrak tembakau, boraks dan mendapatkan dimensi benda uji yang diinginkan.
perebusan (tanpa bahan pengawet). Ekstrak Sebelum dilakukan perekatan, bilah bambu diserut
tembakau diperoleh dengan cara merebus serbuk untuk mendapatkan ketebalan tertentu yang merata
daun tembakau dalam air panas di dalam suatu serta dilakukan pensortiran terhadap ukuran dan
penangas air panas sampai mendidih, kemudian bentuknya. Proses pengempaan dilakukan pada
disaring sehingga diperoleh larutan ekstrak daun suhu ruang selama 24 jam (1 hari).
tembakau di dalam air, yang digunakan untuk
merebus bilah bambu petung. Perebusan bilah
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dilakukan sampai mendidih (suhu 100oC) dan
dipertahankan selama + 15 menit (total waktu Hasil Uji Pendahuluan
perebusan + 1 jam) kemudian diangin-anginkan.
1. Kadar Air
Pembuatan benda uji dilakukan setelah
diangin-anginkan dan dikeringkan dengan sinar Hasil perhitungan terhadap uji kadar air
matahari. Jumlah benda uji dan jenis pengujian bambu menunjukkan bahwa kadar air rata-rata dari
dapat dilihat pada Tabel 1. Dimensi benda uji masing-masing benda uji berkisar antara 16,40%
pendahuluan sifat fisika dan mekanika 19,01% (Tabel 2).
menyesuaikan standar ISO 3129-75 sedangkan uji

Tabel 1. Jumlah benda uji dan jenis pengujian bambu petung dan balok laminasi
Jumlah Benda Uji dan Jenis Jenis Perlakuan
Pengujian T.Awet P.Rbs PT.100 PT.125 PT.150 PT175 PB.5
Uji Pendahuluan :
Uji kadar air dan kerapatan 3 3 3 3 3 3 3
Tekan sejajar serat 3 3 3 3 3 3 3
Tekan tegak lurus serat 3 3 3 3 3 3 3
Tarik sejajar serat 3 3 3 3 3 3 3
Kuat lentur (MOR) 3 3 3 3 3 3 3
Kuat Geser sejajar serat 3 3 3 3 3 3 3
Mortalitas Serangga (Rayap) 3 3 3 3 3 3 3
Uji Mekanik Balok Laminasi :
Kuat tekan 3 3 3 3 3 3 3
Kuat tarik tegak lurus garis
3 3 3 3 3 3 3
perekatan
Kuat lentur 3 3 3 3 3 3 3
Kuat geser sejajar garis
3 3 3 3 3 3 3
perekatan
Keterangan :
T.Awet = Tanpa pengawetan (kontrol); PT.150 = Pengawetan ekstrak tembakau 150 g/l;
P.Rbs = Pengawetan Perebusan tanpa pengawet; PT.175 = Pengawetan ekstrak tembakau 175 g/l;
PT.100 = Pengawetan ekstrak tembakau 100 g/l; PB.5 = Pengawetan boraks 5%
PT.125 = Pengawetan ekstrak tembakau 125 g/l;
Forum Teknik Sipil No. XIX/1-Januari 2009 1025

Tabel 2. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Air Kisaran hasil kerapatan bambu petung tersebut
Bambu Petung setara dengan kayu kelas I dengan berat jenis lebih
besar dari 0,9 dan kayu kelas II dengan berat jenis
Kode Kadar Air
No. antara 0,6 -0,9 (SNI Kayu, 2002). Hasil analisis
Benda Uji (%)
varian menunjukkan adanya interaksi antara
1. T.Awet 16,50
perlakuan dengan kerapatan benda uji.
2. P.Rbs. 16,50
3. PT.100 19,01 Perbedaan pengaruh perlakuan terhadap kadar
4. PT.125 17,34 air dan kerapatan bambu petung tersebut menun-
5. PT.150 16,40 jukkan hasil yang kurang konsisten, hal ini diaki-
6. PT.175 17,87 batkan oleh kemungkinan dalam pelaksanaan
7. PB.5% 18,23 penelitian ini tidak menyertakan posisi benda uji
Keterangan : Sama dengan keterangan Tabel 1. dalam suatu batang bambu sebagai parameter
penelitian sedangkan kadar air dan kerapatan
Analisis varian menunjukkan adanya interaksi batang bambu berbeda-beda dalam satu batang.
antara perlakuan dengan kadar air benda uji. Hasil Faktor umur bambu yang digunakan dalam pene-
pengujian kadar air rata-rata bambu petung litian diperkirakan sama (kurang lebih 3 tahun)
tersebut berada pada titik keseimbangan kayu berdasarkan ciri-ciri fisiknya dan dalam rumpun
kering udara di Indonesia yaitu antara 12% - 20% yang sama, namun dalam pelaksanaannya sulit
(Prayitno, 2006). Kadar air yang disyaratkan untuk untuk menentukan secara tepat umur bambu terse-
mendapatkan perekatan yang sempurna adalah 6 but. Perbedaan umur bambu dapat menyebabkan
12% menggunakan bahan urea formaldehyde perbedaan kadar air dan kerapatan bambu yang
adhesive UA-104 yang diproduksi PT. Pamolite diteliti.
Adhesive Industry Probolinggo Jawa Timur, oleh
sebab itu sebelum proses laminasi dilakukan, bilah 3. Sifat Mekanika Bambu Petung
bambu harus dikeringkan lagi mencapai kadar air
yang disyaratkan tersebut. Pengujian pendahuluan dilakukan untuk
mengetahui sifat mekanika bambu petung yang
akan digunakan. Hasil uji pendahuluan sifat meka-
2. Kerapatan
nika bambu petung disajikan pada Tabel 4 berikut.
Hasil rata-rata pengujian kerapatan bambu Hasil uji varian terhadap beberapa sifat
petung pada kisaran 0,73 0,98 g/cm3 disajikan mekanika bambu petung menunjukkan bahwa
pada Tabel 3 berikut ini : perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai hasil
Tabel 3. Rata-rata Hasil Pengujian Kerapatan uji tekan serat, tarik // serat dan modulus patah
Bambu Petung (MOR) sedangkan untuk pengaruh perlakuan
Kode Kerapatan terhadap nilai kuat tekan // serat dan kuat geser //
No. serat tidak signifikan atau tidak ada interaksi. Nilai
Benda Uji (gr/cm3)
1. T.Awet 0,91 kuat tekan serat terjadi kecenderungan penu-
2. P.Rbs. 0,98 runan kekuatan akibat adanya perlakuan terhadap
3. PT.100 0,94 bambu, sedangkan pada nilai kuat tarik // serat dan
lentur (MOR) tampak adanya kecenderungan
4. PT.125 0,87
peningkatan kekuatan akibat perlakuan penga-
5. PT.150 0,93
wetan. Kuat tekan // serat dan kuat geser // serat
6. PT.175 0,73
pada bambu cenderung meningkat dengan adanya
7. PB.5% 0,85
Keterangan : Sama dengan keterangan Tabel 1.
perlakuan dibandingkan bambu kontrolnya.
1026 Setyawati, Morisco, T.A.Prayitno, Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap Sifat

Tabel 4. Nilai Pengujian Pendahuluan Bambu Petung


Tekan // Tekan Tarik Geser // Lentur
Kode
No. Serat Serat // Serat Serat MOR
Benda Uji
(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
1. T.Awet 48,79 22,97 193,14 6,13 112,68
2. P.Rbs. 69,56 24,94 216,43 16,42 121,03
3. PT.100 57,80 17,39 241,69 11,46 123,16
4. PT.125 72,25 20,26 218,58 12,18 131,15
5. PT.150 57,79 16,09 277,95 7,21 170,34
6. PT.175 56,98 16,25 250,55 12,14 121,10
7. PB.5 58,21 16,49 218,37 8,15 125,45
Keterangan : Sama dengan keterangan Tabel 1.

Sifat mekanik yang dihasilkan dari penga- terhadap serangan rayap kayu kering dibandingkan
wetan boraks 5% tidak berbeda jauh dengan hasil dengan benda uji kontrolnya. Hasil pengujian
penelitian Eratodi (2007) yang menghasilkan nilai mortalitas rayap dan pengurangan berat benda uji
rata-rata kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak disajikan dalam Tabel 5 berikut.
lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser, dan Pengujian mortalitas rayap dan pengurangan
kuat lentur (MOR) masing-masing sebesar 52,486 berat tersebut menunjukkan bahwa ekstrak
MPa, 11,030 MPa, 247,395 MPa, 14,366 MPa dan tembakau dapat meningkatkan jumlah mortalitas
117,986 MPa. Bambu merupakan material yang rayap dibandingkan bambu kontrolnya. Mortalitas
tidak homogen, sehingga kekuatan bambu cende- rayap 100% dihasilkan pada pengawet boraks 5%
rung ditentukan oleh pola serat dan jenis beban pada hari ke 28, sedangkan pada pengawet ekstrak
yang didukung. Sifat mekanik yang dihasilkan tembakau mencapai 32% - 50% pada hari yang
masih memenuhi standar tegangan yang diijinkan sama. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas eks-
di Indonesia menurut Frick (2004) yaitu tegangan trak tembakau mencapai 32% - 50% dibandingkan
tarik // serat, tegangan tekan // serat, kekuatan bahan pengawet boraks. Nilai mortalitas rayap
geser dan tegangan lentur yang diijinkan berturut- cenderung terjadi peningkatan dibandingkan
turut sebesar 29,4 MPa, 7,85 MPa, 2,45 MPa dan bambu kontrolnya maupun perlakuan perebusan
9,80 MPa. tanpa pengawet yang menunjukkan adanya
pengaruh yang sangat nyata dari konsentrasi
4. Mortalitas Rayap dan Pengurangan Berat larutan pengawet terhadap peningkatan persentase
mortalitas rayap. Pengawetan ekstrak tembakau
Uji mortalitas rayap dan pengurangan berat yang paling efektif dihasilkan oleh pengawet
dilakukan untuk mengukur sejauh mana ketahanan ekstrak tembakau konsentrasi 150 g/l dengan nilai
bambu yang telah diberi perlakuan pengawetan

Tabel 5. Nilai Mortalitas Rayap dan Pengurangan Berat Bambu Petung


Kode Mortalitas Pengurangan
No. Benda Rayap Berat Kondisi pasca pengujian
Uji (%) (%)
1. T.Awet 20,00 4,11 Terdapat kumbang bubuk
Terdapat sedikit kumbang bubuk
2. P.Rbs. 26,67 0,88
dan sedikit ditumbuhi jamur
3. PT.100 57,33 3,34 Banyak ditumbuhi jamur
4. PT.125 46,67 3,09 Banyak ditumbuhi jamur
5. PT.150 61,33 1,87 Banyak ditumbuhi jamur
6. PT.175 72,67 4,85 Banyak ditumbuhi jamur
7. PB.5% 100,00 4,48 Banyak ditumbuhi jamur
Keterangan : Sama dengan keterangan Tabel 1.
Forum Teknik Sipil No. XIX/1-Januari 2009 1027

mortalitas 61,33% dan pengurangan berat 1,87%. Tabel 6 berikut.


Keberadaan kumbang bubuk pada benda uji Hasil analisis varian menunjukkan adanya
dengan perlakuan perebusan dan kontrol (tanpa pengaruh perlakuan yang sangat signifikan terha-
pengawetan) mengindikasikan bahwa pengawetan dap nilai kuat tekan sejajar serat balok laminasi.
dengan perebusan menggunakan ekstrak tembakau Kecenderungan peningkatan nilai kuat tekan pada
maupun boraks efektif membunuh telur kumbang pengawetan ekstrak tembakau 100 g/l dan 125 g/l
bubuk yang kemungkinan melekat pada bilah dan kemudian terjadi penurunan dibandingkan
selama proses persiapan bahan sebelum proses dengan balok laminasi kontrolnya. Peningkatan
pengawetan. tersebut dimungkinkan karena adanya pengaruh
Penelitian yang dilakukan Sutjipto, dkk dari konsentrasi tertentu dari larutan ekstrak
(2002) menunjukkan bahwa ekstrak tembakau 120 tembakau yang mengandung alkaloid yang meru-
g/l dalam air panas untuk mengawetkan kayu pakan senyawa organik aktif yang mengandung
kelapa dengan proses perendaman dingin telah unsur nitrogen (bersifat sedikit basa) yang dapat
menyebabkan mortalitas rayap kayu kering sebesar memperkuat struktur anatomi bambu, selain itu
96% dengan pengumpanan masing-masing pada kekuatan ikatan antar bilah bambu merupakan
30 ekor rayap dan waktu pengujian selama 2 faktor yang berpengaruh terhadap kuat tekan balok
bulan. Penelitian Cahyandaru, dkk. (2006) meng- laminasi.
gunakan ekstrak tembakau yang diperoleh dengan Pengujian kuat lentur (MOE) sangat dipe-
metode ekstraksi pelarut metanol-asam asetat dan ngaruhi oleh adanya perlakuan. Nilai kuat lentur
diendapkan kembali dengan amoniak menunjuk- pada perlakuan pengawetan ekstrak tembakau
kan bahwa pengumpanan kertas saring yang memberikan kecenderungan adanya penurunan
disemprot dengan ekstrak tembakau dengan kuat lentur terhadap peningkatan konsentrasi
konsentrasi 0,5%, 1%, 2% dan 3% masing-masing bahan pengawet tetapi masih lebih tinggi diban-
terhadap 50 ekor rayap menghasilkan mortalitas dingkan dengan pengawetan boraks dan kontrol-
rayap 100% pada hari ke 4 dibandingkan dengan nya, sedangkan nilai kuat lentur pada balok
kontrolnya yang mencapai mortalitas rayap 100% laminasi dengan pengawetan boraks tidak berbeda
setelah 8 hari pengumpanan. Hasil penelitian di nyata terhadap kontrol. Penurunan kuat lentur
atas menunjukkan bahwa bahan aktif dalam balok laminasi tersebut bukan hanya dipengaruhi
ekstrak tembakau tersebut cukup efektif untuk oleh faktor konsentrasi larutan pengawet, tetapi
mematikan rayap. juga dipengaruhi hal lainnya seperti letak nodia,
variasi susunan bilah, dan lain-lain. Nasriadi
Hasil Uji Balok Laminasi (2004) menyatakan bahwa kuat lentur balok
laminasi tidak ditentukan oleh kadar airnya tetapi
Secara ringkas pengujian mekanik balok variasi susunan laminanya. Kerusakan yang terjadi
laminasi menghasilkan nilai yang disajikan dalam

Tabel 6. Nilai Pengujian Mekanik Balok Laminasi Bambu Petung


Pengujian Mekanik Balok Laminasi (MPa)
Kode
Tarik Geser Modulus Modulus
No. Benda Tekan
Uji Garis // Garis Patah Elastisitas
// Serat
Perekatan Perekatan (MOR) (MOE)
1. T.Awet 62,09 1,48 8,60 106,09 11 105
2. P.Rbs. 60,84 2,01 9,55 101,93 10 584
3. PT.100 66,09 1,73 10,05 127,12 10 507
4. PT.125 65,61 2,41 9,27 122,82 11 059
5. PT.150 58,35 1,50 8,82 115,10 10 027
6. PT.175 60,25 1,93 9,49 111,11 10 804
7. PB.5% 57,58 2,40 8,53 105,97 9 550
Keterangan : Sama dengan keterangan Tabel 1.
1028 Setyawati, Morisco, T.A.Prayitno, Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap Sifat

adalah kerusakan tarik pada permukaan bawah, pengawet dibandingkan dengan tiga perlakuan
berawal dari lapisan perekat yang lemah atau pada pengawetan ekstrak tembakau lainnya.
nodia, semakin banyak dan rapat jarak nodia 3. Ekstrak tembakau dengan konsentrasi 150 gr/l
semakin parah kerusakan yang terjadi pada daerah menghasilkan sifat mekanik bambu petung
tekan tersebut. dengan nilai kuat tarik // serat tertinggi sebesar
Modulus elastisitas yang dihasilkan pada 277,95 MPa dan nilai MOR tertinggi sebesar
kisaran 9.550 MPa 11.105 MPa tidak menun- 170,34 MPa.
jukkan kecenderungan yang berkaitan dengan 4. Jika ditinjau dari sifat mekanik balok laminasi
adanya perlakuan. Jenis maupun konsentrasi bahan yang dipengaruhi oleh variasi pengawetan,
pengawet tidak secara nyata mempengaruhi besar- nilai tertinggi untuk kuat tekan // serat sebesar
nya modulus elastisitas karena tidak menimbulkan 66,09 MPa dan MOR sebesar 127,12 MPa
kerusakan pada struktur bambu. Nilai modulus dihasilkan oleh perlakuan pengawetan temba-
elastisitas sangat berhubungan erat dengan sifat kau dengan konsentrasi 100 gr/l.
bambu, perekatan bilah bambu dan keberadaan
nodia pada bambu laminasi (Sulistyowati, 2008).
Saran
Hasil pengujian kuat tarik tegak lurus garis
perekatan dan geser sejajar garis perekatan balok 1. Penelitian yang berhubungan dengan peng-
laminasi menunjukkan perbedaan yang tidak awetan menggunakan ekstrak tembakau ini
signifikan terhadap benda uji kontrolnya. Hal ini perlu dilakukan lebih dalam menyangkut posisi
menunjukkan bahwa jenis bahan pengawet dalam benda uji dalam satu batang, cara ekstraksi,
hal ini ekstrak tembakau dan boraks maupun lama perebusan, penggunaan ulang larutan
konsentrasinya tidak mempengaruhi kuat rekat pengawet dan menggunakan jenis bambu
bilah bambu karena bilah bambu yang diawetkan lainnya.
tersebut telah diserut permukaannya sebelum 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
dilakukan proses pengeleman/perekatan sehingga pengawetan bambu dengan bahan alami yang
permukaan bilah menjadi halus serta datar dan memiliki aktifitas insektisida serta pengaruh-
dapat saling berhimpit dan bebas dari cairan atau nya terhadap aplikasi bambu laminasi pada
bahan pengawet sehingga menghasilkan rekatan struktur, karena teknologi bambu laminasi
yang homogen. Hal tersebut juga ditunjukkan pada sangat bermanfaat sebagai pengganti kayu
hasil penelitian Sulistyowati (2008) yang meng- yang sumber dayanya semakin menipis, serat-
gunakan bahan pengawet boron plus 6% bahwa nya bernilai seni tinggi dan perkembangannya
bahan pengawet yang tertinggal dalam bilah bam- akan semakin pesat sejalan dengan berkem-
bu tidak meninggalkan endapan pada permukaan bangnya jaman.
bilah sehingga tidak menghalangi proses ikatan
antara perekat dan bilah bambu.
DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN Cahyandaru, N., Parwoto dan Gunawan, A., 2005,
Laporan Studi Bahan Bioaktif dalam Cengkeh
Kesimpulan dan Tembakau untuk Konservasi Kayu, Balai
1. Faktor keragaman/variasi perlakuan terhadap Studi dan Konservasi Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah. (Tidak diterbitkan)
bambu petung sangat berpengaruh nyata
terhadap kadar air, kerapatan, kuat tekan Cahyandaru, N., Sijanto, Saktiningrum, H., dan
Gunawan, A., 2006, Laporan Studi Efektifitas
serat, tarik // serat, MOR bambu petung serta
Ekstrak Tembakau dan Cengkeh sebagai
kuat tekan // serat dan MOR bambu laminasi.
Bahan Pengawet untuk Konservasi Kayu,
2. Ekstrak tembakau dengan konsentrasi 150 gr/l Balai Studi dan Konservasi Borobudur,
telah menyebabkan mortalitas rayap kayu Magelang, Jawa Tengah. (Tidak diterbitkan)
kering sebesar 61,33 %, dan pengurangan berat Eratodi, IGLB., 2007, Kuat Tekan Bambu Lami-
1,87% cukup efektif digunakan sebagai bahan nasi dan Aplikasinya Sebagai Kolom Ukir
Forum Teknik Sipil No. XIX/1-Januari 2009 1029

Pada Rumah Tradisional Bali (Bale Daje/ Tradisional, Balai Studi dan Konservasi
Bandung), Tesis, Fakultas Teknik Universitas Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. (Tidak
Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidak diterbitkan) diterbitkan)
Frick, H. 2004, Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Subiyanto, B., Subyakto, Prasetya, B. dan
Pengantar Konstruksi Bambu, Penerbit Sudiono, 1994, Pengembangan Papan Bambu
Kanisius, Yogyakarta dan Soegijapranata Komposit, dalam Widjaja, E.A., Rifai, M.A.,
University Press, Semarang. Subiyanto, B. dan Nandika, D., Strategi Pene-
Hunt, G.M. and Garratt, G.A., 1986. Pengawetan litian Bambu Indonesia, Sarasehan Peneliti
Kayu (Terjemahan). Penerbit Akademika Bambu Indonesia Serpong, 21-22 Juni 1994.
Pressindo, Jakarta. Sulistyowati, N.A., 2008, Pengaruh Pengawetan
Morisco, 2006, Pemberdayaan Bambu untuk Kese- Terhadap Kekuatan dan Keawetan Produk
jahteraan Rakyat dan Kelestarian Lingkungan. Laminasi Bambu, Tesis, Fakultas Teknik
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (dalam
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, proses)
Yogyakarta. Suranto, Y., 2002, Pengawetan Kayu Bahan
Nandika, D., Matangaran, J.R. dan Tapa Darma, dan Metode, Penerbit Kanisius, Yogya-
I.G.K., 1994, Keawetan dan Pengawetan karta.
Bambu, dalam Widjaja, E.A., Rifai, M.A., Sutjipto, A.H., Fitriana, N. dan Sunyata, A.,
Subiyanto, B. dan Nandika, D., Strategi Pene-
2002, Pengaruh Ekstrak Daun Tembakau
litian Bambu Indonesia, Sarasehan Peneliti
Bambu Indonesia Serpong, 21-22 Juni 1994.
sebagai Bahan Pengawet Kayu Terhadap
Serangan Rayap Kayu Kering pada Kayu
Nasriadi, 2004, Pengaruh Susunan Laminasi Kelapa, Prosiding Seminar Nasional V
Bambu Terhadap Kuat Geser Balok Laminasi
MAPEKI, Bogor, 30 Agustus 1
Galar Bambu Petung, Tesis, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. ( Tidak September 2007.
diterbitkan
Parwoto, Kukuh P.S., dan Gunawan, A., 2003,
Laporan Studi Pengawetan Kayu Secara

You might also like