Glaukoma Sudut Tertutup Primer Oculo Dextra Sinistra
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Oculo Dextra Sinistra
Glaukoma Sudut Tertutup Primer Oculo Dextra Sinistra
Abstrak:
Mata adalah organ dari sistem visual. Mereka memberikan penglihatan, kemampuan
untuk memproses rinci visual, serta memungkinkan beberapa fungsi respon foto yang
independen terhadap penglihatan. Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang
mengakibatkan kerusakan saraf dan kehilangan penglihatan mata. Jenis yang paling umum
adalah glaukoma sudut terbuka dan glaucoma sudut tertutup. Faktor risiko glaukoma meliputi
peningkatan tekanan dalam mata, riwayat keluarga kondisi, migrain, tekanan darah tinggi,
dan obesitas. Untuk tekanan mata nilai lebih besar dari 21 mmHg sering digunakan dengan
tekanan yang lebih tinggi yang mengarah ke risiko yang lebih besar. Mekanisme glaucoma
sudut terbuka diyakini keluar lambat dari aqueous humor melalui trabecular meshwork
sementara di glaukoma sudut tertutup blok iris trabecular meshwork. Jika diobati dini
mungkin untuk memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit dengan obat,
perawatan laser, atau operasi. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk menurunkan tekanan
mata. Sejumlah jenis operasi glaukoma dapat digunakan pada orang yang tidak merespon
terhadap pengobatan. Pengobatan tertutup glaukoma sudut adalah keadaan darurat medis.
Berdasarkan hal tersebutlah penting kiranya bagi kita sebagai satu diantara banyak
tenaga kesehatan untuk lebih mengetahui dan memahami konsep serta tindakan apa yang
harus dilakukan terhadap masalah di atas. Bagaimana penyakit tersebut dapat terjadi, apa
penyebabnya dan bagaimana penanganannya. Itulah yang harus kita pahami, di mana hal
itulah yang nantinya sangat diharapkan oleh masyarakat untuk menekan lajunya angka
kejadian penyakit glaukoma.
Anamnesis
Dalam setiap pemeriksaan anamnesis harus selalu dilakukan dengan benar, karena hal
ini sangat membantu dalam membuat suatu diagnosis dan juga langkah terapi yang akan
dilakukan. Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis adalah:
Pemeriksaan Fisik
Berikut beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mendiagnosa glaukoma:
1) Penlight/senter
Pupil
Gunakan penlight untuk melihat bagian depan mata dan amati baik-baik bentuk pupil dan
responnya terhadap cahaya. Pupil dengan bentuk ireguler dan respon cahaya yang menurun
dapat mengindikasikan adanya sinekia posterior dari uveitis atau bekas trauma yang pernah
dialami, yang keduanya dapat mengarah kepada glaukoma. Jika pasien mengalami penurunan
ketajaman penglihatan dan pupil terlihat masih hitam, katarak bukan penyebabnya
2) Lapang Pandang
Tes Konfrontasi
Satu mata pasien ditutup dan pemeriksa duduk di seberangnya, menutup matanya pada
sisi yang sama. Satu objek, biasanya kepala jarum berukuran besar, kemudian digerakkan
dalam lapang pandang mulai dari perifer menuju ke pusat. Pasien diminta mengatakan kapan
ia pertama kali melihat objek tersebut. Tiap kuadran diperiksa dan lokasi bintik buta
ditentukan. Selanjutnya, lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa.3 Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 lapangan
pandang bagian sentral. Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan
lapangan pandang pada glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey,Octopus,
atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent. 3
Normal Glaukoma
Gambar 1. Perubahan-perubahan lapangan pandang pada glaucoma4
3) Funduskopi
Funduskopi dilakukan untuk pemeriksaan retina dengan menggunakan (1) oftalmoskopi
direk dan (2) oftalmoskopi indirek yang mampu melihat retina sampai ke area yang sangat
perifer. Teknik yang harus dikuasai oleh nonspesialis adalah oftalmoskopi direk. Oftalmoskop
direk memberikan (1) suatu bayangan refleks fundus (2) pandangan yang diperbesar dari
papil saraf optik, makula, pembuluh darah retina, dan retina hingga ekuator. Oftalmoskopi
direk terdiri dari (1) sumber cahaya, yang ukuran dan warnanya dapat diubah (2) sistem lensa
yang memungkinkan kelainan refraksi pemeriksa dan pasien dikoreksi. Beberapa hal yang
perlu dinilai dalam oftalmoskopi direk, antara lain: Temukan lempeng optik, nilailah batasnya
(apakah jelas), nilailah warna lempeng (apakah pucat), nilailah mangkuk optik. Periksa
daerah makula. Apakah refleks fovea normal (pada orang muda lekukan fovea tampak
sebagai cahaya pinpoint terang di tengah retina). Apakah terdapat lesi abnormal seperti
perdarahan, eksudat atau cotton wool spot. Kembalilah ke lempeng optik dan ikuti tiap
cabang pembuluh darah utama hingga ke perifer. Apakah diameter pembuluh darah normal,
apakah arteri menekan vena di tempat mereka bersilangan (A/V Nipping), apakah terdapat
emboli di arteriol. Pada glaukoma dapat terlihat: 4
- Kelainan papil saraf optik (papil glaukomatous) pembesaran cup yang konsententrik,
saraf optik pucat atau atropi, saraf optik tergaung
- Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau
- Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar
Gambar 2. Normal funduskopi (kiri) dan funduskopi pada pasien Glaukoma (kanan)4
Pemeriksaan Penunjang
1) Tonometri
Tonometri adalah istilah generik untuk pengukuran tekanan intraokular.
Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang
dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan luas
tertentu kornea. Tonometer-tonometer aplanasi lain adalah tonometer Perkin dan
TonoPen yang portabel; pneumatotonometer, yang bermanfaat apabila permukaan
kornea ireguler dan dapat digunakan walaupun terdapat lensakontak ditempatnya.
Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur indentasi kornea yang
ditimbulkan oleh beban tertentu.
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Hasil sekali
pembacaan tidak menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma sudut
terbuka primer, banyak pasien akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal
saat pertama kali diperiksa. Sebaiknya peningkatan tekanan intraokular, semata-mata
tidak selalu berarti bahwa pasien mengidap glaukoma, karena untuk menegakkan
diagnosis diperlukan bukti-bukti lain berupa adanya diskus optikus glaukomatosa
atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan tekanan intraokular terus menurus
meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi
okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.2
2) Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang
diantaranya terdapat jalinan trabecular, konfigurasi sudut ini-yakni apakah lebar
(terbuka), sempit, atau tertutup-menimbulkan dampak penting pada aliran keluar
humor akueus. Lebar sudut kamera anterior dapat diperkirakan dengan pencahayaan
oblik kamera anterior dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan
kedalaman kamera anterior perifer dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan
dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut.
Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera, dan prosesus iris dapat terlihat,
sudut ditanyakan terbuka. Apabila hanya garis schwalbe atau sebagian kecil dari
jalinan trabekular yang dapat terlihat, sudut dikatakan sempit. Apabila garis schwalbe
tidak terlihat, sudut tertutup.2
4) Biomikroskopi
Digunakan untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer
atau sekunder (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2002).
5) OCT (Optikal Coherent Tomography).
Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf
optik sehingga jika terdapat kerusakan dapat segera dideteksi sebelum terjadi
kerusakan lapang pandangan, sehingga glaukoma dapat ditemukan dalam stadium
dini (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2002).
6) Perimetri.
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optic (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata
Indonesia, 2002).
Definisi Glukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih
tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan.
(Sidarta Ilyas)
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya
kerusakan pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan,
dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan derajat bervariasi),
dan bahkan sampai kebutaan. (J. Douglas Wurtzbacher)
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan
intraokular yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi syaraf optic
serta defek lapang pandang yang khas. (Von Graefe)
Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain ataupun karena cacat ketika dilahirkan.
Glaukoma Sekunder
Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan. Pada
glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia serta
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma kongenital
primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior,
dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela
kongenital). 5
Anatomi
Sudut Camera Oculi Anterior (COA)
Gambar 4.Anatomi Bilik Mata Depan, Kanalis Schlemm dan Trabekula Meshwork.6
Sudut kamera anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan akar iris. Ciri-
ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula (yang terletak di atas
kanalis Schlemm) dan taji-taji sclera. Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea.
Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang yang dasarnya mengarah ke
korpus siliare. Garis ini tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagenelastik yang
membentuk suatu filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm.
Bagian dalam jalinan ini, yang menghadap ke kamera anterior, dikenal sebagai jalinan uvea;
bagian luar, yang berada di dekat kanalis Schlemm, disebut jalinan korneoskleral. Serat-serat
longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sclera merupakan
penonjolan sclera kearah dalam di antara korpus siliare dan kanalis Schlemm, tempat iris dan
korpus siliare menempel.6
Korpus siliaris
Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang
ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6mm). Korpus siliaris terdiri dari
suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plana dan zona datar, pars plikata. Prosesus
siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks. Prosesus
siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai pembentuk akuos humor. 6
Gambar 5. Iris dan Corpus Ciliaris.6
Akuos humor
Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior
rmata. Kecepatan pembentukannya 1,5-2 uL/menit. Tekanannya sedikit lebih tinggi dari
plasma. Komposisi serupa dengan plasma tetapi cairan ini memiliki komposisi askorbat,
piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.6
Akuos Humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Setelak masuk ke kamera posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior
lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokular
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor akueus plasmoid dan
sangat mirip dengan serum darah.
Aqueous humor dibentuk oleh proseus siliaris, dimana masing-masing proseus ini
disusun oleh epitel lapis ganda, dihasilkan 2-2,5L/menit, mengalir dari kamera okuli
posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan keluar
melalui system vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, juxta kanalikuler, kanal Schlemn
dan selanjutnya melalui saluran pengumpul (Collector channel). Aliran aqueous humor akan
melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada
segmen anterior hingga mencapai ruangan supra khoroid. Untuk selanjtnya akan keluar
melalui sclera yang intak atau saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini
disebut juga dengan jalur uveosklera (10-15%).4
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus
peningkatan tekanan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran aqueous
humor. Beberapa faktor resiko dapat menyertai perkembangan suatu glaucoma termasuk
riwayat keluarga, umur, sex, ras, genetic, variasi diurnal, olahraga dan obat-obatan.
Proses kerusakan papil saraf optik (Cupping) akibat tekanan intraokuli yang tinggi
atau gangguan vaskuler ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya
kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada
akhirnya terjadi penyempitan lapang pandangan dari yang ringan sampai berat.
Fungsi Aqueous Humor:
1. Memelihara tekanan intraokular (TIO) dan mempertahankan bentuk bola mata.
2. Menyediakan nutrisi untuk keperluan metabolisme jaringan okular yang tidak
tervaskularisasi, seperti kornea posterior, jaringan trabekular, lensa, dll.
3. Membuang produk sisa metabolisme
4. Mentransportasikan askorbat sebagai antioksidan
5. Mentransportasikan imunoglobulin4
Sistem Irigasi
Aqueous Humor Diproduksi oleh epitel badan silia (kelenjar di belakang iris) masuk ke
bilik posterior melewati bagian antara iris dan lensa masuk ke pupil bilik anterior
jaringan trabekular meshwork filtrasi melalui kanal Schlemm masuk ke peredaran
darah. 4
Keterangan : kanal Schlemm membentuk sudut antara iris dan kornea
laju alir (produksi) normal : 2-2,5 L/menit
Volume normal : 125 L
laju clearance normal : 1-4 L/ menit/ mmHg
Tekanan intraokular normal: 10-21 mmHg
Hasil akhir dari proses apoptosis sel-sel ganglion retina diyakini menghasilkan
degenerasi aksonal dan diakhiri dengan hilangnya penglihatan secara permanen. Hal yang
cukup menarik, tampaknya ada cukup banyak kesamaan antara kematian sel saraf oleh
apoptosis pada penyakit Alzheimer dan glaukoma. Kerentanan terhadap hilangnya
penglihatan pada TIO bervariasi jauh, dimana beberapa pasien tidak menunjukkan kerusakan
pada TIO yang tinggi, sedangkan pasien lainnya mengalami kehilangan penglihatan yang
progresif meskipun TIO dalam batas normal.
Nilai TIO yang buruk merupakan salah satu cara prediksi pada pasien yang memiliki
penglihatan yang buruk. Bahkan studi terbaru menunjukkan bahwa menurunkan TIO, baik
dengan pretreatment TIO dapat mengurangi resiko perkembangan glaukoma atau bahkan
dapat mencegah timbulnya glaukoma awal pada pasien penyakit mata dengan hipertensi. 4
Etiologi
Etiologi dari Open-Angle Glaucoma
Genetik
Terjadi pada usia dewasa
Penyebab utama adalah: Peningkatan TIO yang mungkin disebabkan karena
penurunan fungsi Trabecular meshwork
Faktor lainnya adalah: Iskemia, penurunan dan ketidakteraturan aliran darah,
eksitotoksisitas, reaksi autoimun, dll
Pada glaukoma sudut lebar sekunder, diakibatkan oleh penyakit lain yang sistemik,
inflamasi, obat, operasi, dll
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kerusakan saraf optic di POAG (Primary Open-
Angle Glaucoma) terjadi pada cakupan luas dari intraokular, dan tingkat perkembangannya
sangat bervariasi. Pasien mungkin menunjukkan tekanan dalam kisaran 20 sampai 30 mmHg
selama bertahun-tahun sebelum penyakit penglihatan ini berkembang. Itulah sebabnya
glaukoma sudut terbuka sering disebut sebagai pencuri penglihatan. 4
Glaukoma congenital
Glaukoma kongenital merupakan gangguan glaukoma dimana tekanan intraokular
meningkat sebagai akibat dari abnormalitas dari perkembangan struktur okular dari infant.
Hal ini mungkin terjadi berkaitan dengan abnormalitas-abnormalitas atau anomali lain yang
mungkin terjadi seperti homocystinuria dan syndrom Marfan. 4
Epidemiologi
Prevalensi glaukoma Indonesia sebesar 0,4 %, masih berada di bawah Jamaika (1,4
%), Inggris (0,64 %) dan Swedia (0,86 %). Survey pada tahun 2002 menempatkan glaukoma
menjadi urutan kedua penyebab kebutaan di seluruh dunia setelah katarak (WHO).
Sekitar 40% dari penderita glaukoma di Indonesia mengalami kebutaan. Penyakit ini
menjadi penyebab ketiga terjadinya kebutaan di Indonesia. Diperkirakan di Amerika serikat
ada 2 juta orang yang menderita glaukoma dengan hampir setengahnya mengalami gangguan
penglihatan dan hampir 70.000 benar-benar buta yang mengakibatkan penderita kebutaan
bertambah 5500 orang tiap tahun (Sidarta Ilyas).
Insidensi 1,8% pada usia lebih dari 40 tahun
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang tanpa
gejala yang nyata.
Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit
tersebut. 4
Faktor Risiko
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya glaukoma seperti:
-
Usia
Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan munculnya glaukoma.
Setiap orang dengan usia di atas 60 th sangat beresiko untuk menderita glaukoma,
dimana pada usia ini resiko akan meningkat hingga 6 kali lipat.
-
Ras
Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko terjadinya glaucoma
meningkat sangat signifikan dibandingkan dengan ras yang lain. Alasan perbedaan ini
belum dapat dijelaskan. Pada orang-orang asia cenderung untuk menderita glaukoma
sudut tertutup, sedangkan pada orang ras yang lain justru beresiko untuk terjadi
glaukoma meskipun tekanan intraokuler rendah.
-
Riwayat Keluarga dengan Glaukoma
Jika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan glaukoma, akan berpotensi untuk
menderita glaukoma, riwayat keluarga meningkatkan resiko 4 hingga 9 kali lipat.
-
Kondisi Medis
Diabetes meningkatkan resiko glaukoma, selain itu riwayat darah tinggi atau penyakit
jantung juga berperan dalam meningkatkan resiko. Faktor risiko lainnya termasuk
retinal detasemen, tumor mata dan radang pada seperti uveitis kronis dan iritis.
Beberapa jenis operasi mata juga dapat memicu glaukoma sekunder.
- Cedera Fisik
Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada mata, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga dapat menyebabkan terlepasnya
lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain itu dapat juga menyebabkan glaucoma
sekunder sudut terbuka. Glaukoma jenis ini dapat terjadi segera setelah terjadinya
trauma atau satu tahun kemudian. Cedera tumpul seperti mata memar atau cedera
tumbus pada mata dapat merusak sistem drainase mata, kerusakan pada sistem
drainase ini yang seringkali memicu terjadinya glaukoma. Cedera paling umum yang
menyebabkan trauma pada mata adalah aktivitas yang berhubungan dengan olahraga
seperti baseball atau tinju.
- Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang
Resiko terjadinya glaukoma meningkat pada penggunaan kortikosterid dalam periode
waktu yang lama. Pada beberapa kasus membuktikan hubungan antara penggunaan
kortikosteroid dengan glaukoma.
- Kelainan Pada Mata
Kelainan struktural mata dapat menjadi penyebab terjadinya glaukoma sekunder,
sebagai contoh, pigmentary glaukoma. Pigmentary glaukoma adalah glaukoma
sekunder yang disebabkan oleh pigmen granule yang di lepaskan dari bagian belakang
iris, granule-granule ini dapat memblokir trabecular meshwork.6,8
c. Glaukoma Kongenitalis
Glaukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan saluran humor aqueus. Glaukoma seringkali diturunkan. 4
d. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat : infeksi,
tumor, katarak yang meluas dan penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran
humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah
penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan pendarahan
kedalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler (Sidarta Ilyas, 2009).
Penanganan Secara Farmakologi
Golongan Obat- obat yang digunakan4
1. -bloker : produksi aqueous humour $
2. Agonis 2-Adrenergik : produksi aqueous humour $
3. Analog Prostaglandin : meningkatkan aliran aqueous humor
4. CAI (Carbonic Anhydrase Inhibitors) : menurunkan kecepatan pembentukan aqueous
humour
5. Parasimpatomimetik/ Kolinergik : terjadinya konstriksi pupil, menstimulasi otot
siliari, dan # aliran aqueous humor
6. Agonis Adrenergik Nonspesifik : # laju pengeluaran aqueous humor
7. Hiperosmotik : $ volume cairan vitreous
Berikut adalah obat-obat yang digunakan untuk terapi glaukoma4
Efek Samping
Kelas Mekanisme Kerja
Okular Sistemik
Konstriksi bronkus
Hipotensi
Rasa terbakar
Bradikardia
Menyengat
-bloker Blokade jantung
Fotofobia
Menutupi
Gatal
Non selektif Mengurangi produksi aqueous hipoglikemia
Pengeluaran air
Timolol humour dengan cara memblok Perubahan kadar
mata
Levobunolol reseptor 2-adrenergik pada lipid
Sensitivitas
ciliary body Impotensi
korneal menurun
Selektif Capek
Hiperaemia
Betaxolol Depresi
Punctate keratitis
Syncope
Diplopia
Bingung
Alopecia
Agonis 2- Mengurangi produksi aqueous Reaksi alergi Depresi SSP
Adrenergik humour; Brimonidin juga okular Mulut kering
diketahui dapat meningkatkan Rasa terbakar Sakit kepala
Brimonidin pengaliran uveoskleral Menyengat Capek
Apraclonidin Penglihatan Mengantuk
kabur Bradikardia
Foreign-body Hipotensi
sensation Hipotermia
Gatal Apnoea
Hiperaemia Gangguan rasa
Lid retraction Syncope
Conjunctial
blanching
Fotofobia
Midriasis
(Apraclonidin)
Penglihatan
kabur
Rasa terbakar
Analog Menyengat
Prostaglandin Hiperaemia
konjungtiva
Analog Foreign-body
prostaglandin sensation
F2 Gatal
Meningkatkan pengaliran
Latanoprost Peningkatan Sangat jarang
uveoskleral
pigmentasi pada
Analog iris
prostamide Penebalan bulu
Bimatoprost mata
Travoprost Reversible
macular oedema
Reactivation of
herpetic infection
Iritis/uveitis
CAI (Carbonic Menurunkan sekresi aqueous Rasa terbakar dan Sakit kepala
Anhydrase humor dari cilliary body menyengat Muntah
Inhibitors) dengan cara memblok secara sementara Kelelahan
aktif sekresi natrium dan ion Ketidaknyamana Mulut kering
Topikal bikarbonat dari ciliary body ke n okular Pusing
Brinzolamid aqueous humor Penglihatan Anafilaksis
Dorzolamid kabur sementara
Jarang terjadi
Sistemik konjungtivitis,
Acetazolamid lid reaction,
Dichlorphenami fotofobia
d
Methazolamid
Parasimpatomi Meningkatkan pengeluaran Sakit mata Sakit kepala
metik / aqueous humor sebagai hasil Berkurangnya Salivasi
Kolinergik dari terbuka dan tertutupnya ketajaman Frekuensi urinasi
trabecular meshwork pada penglihatan di meningkat
Pilokarpin kontraksi otot ciliary sehingga malam hari Kejang perut
Karbakol menurunkan resistensi Penglihatan Tremor
pengeluaran aqueous humor kabur asma
Miosis Hipotensi
Myopic shift Muntah dan Mual
Retinal
detachment
Ketidaknyamana
n dalam
pemblokan pupil
Lakrimasi
2-receptormediated Rasa terbakar Sakit kepala
meningkatkan laju pengeluaran Ocular Hilang kesadaran
aqueous humor discomfort Tekanan darah
Alis sakit meningkat
Hiperemia Takikardia
Alergi Aritmia
Blepharoconjunc Tremor
tivitis Kegelisahan
Laju pernafasan
Jarang terjadi: meningkat
Tidak
menimbulkan
Agonis Rontok pada bulu
adrenergik mata
nonspesifik Stenosis saluran
Dipivefrin Nasolakrimal
Penglihatan
kabur
Penggunaan
dalam waktu
lama (>1 tahun)
dapat
menyebabkan
deposisi pigmen
dalam
konjungtiva dan
kornea
Hiperosmotik Mengurangi volume cairan - Sakit kepala
vitreous Menggigil
Manitol, Pusing
Gliserin, Hipotensi
Isosorbid Takikardia
Mulut kering
Pulmonary
oedema
Terapi Farmakologi4
1. Terapi Hipertensi Okular
Hipertensi okular adalah kondisi dimana tekanan intraokular mata lebih besar dari
tekanan intraokular (TIO) mata normal yaitu > 22 mmHg. Hipertensi okular ini menyebabkan
seseorang memiliki kemungkinan menderita glaukoma akan tetapi belum positif glaukoma.
Terapi untuk mengatasi hipertensi okular diperlukan untuk meminimalisir faktor risiko yang
dapat menyebabkan berkembangnya hipertensi okular menjadi glaukoma. OHTS (Ocular
Hypertensive Treatment Study) adalah studi terapi yang dapat membantu mengidentifikasi
faktor-faktor risiko yang dapat dijadikan pertimbangan untuk terapi hipertensi okular
tersebut. Pasien dengan TIO > 25mmHg, rasio vertical cup:disk lebih dari 0.5, ketebalan
pusat kornea kurang dari 555m mempunyai risiko yang besar berkembang menjadi
glaukoma. Pasien dengan faktor risiko yang signifikan harus diterapi dengan agen topikal
yang sesuai seperti -bloker, agonis 2, inhibitor karbonik anhidrase (CAI), atau analog
prostaglandin yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Agar terapi berjalan optimal maka
hendaknya dimulai pada satu mata untuk menilai keberhasilan terapi dan toleransi pasien.
Penggunaan agen terapi lini kedua dan ketiga (seperti pilokarpin dan epinefrin) diberikan
ketika agen terapi lini pertama gagal menurunkan tekanan intra okular yang bergantung pada
rasio risiko-benefit pada setiap pasien. Pertimbangan biaya, ketidaknyamanan penggunaan,
dan timbulnya efek samping yang sering muncul pada terapi kombinasi, inhibitor
antikolinesterase, dan CAI oral menghasilkan rasio risiko-benefit yang tidak diharapkan oleh
pasien.
Tujuan terapi hipertensi okular adalah untuk menurunkan tekanan intra okular (TIO)
pada level yang memungkinkan penurunan risiko kerusakan syaraf optik, umumnya 20% atau
25%-30% penurunan dari TIO awal pasien. Penurunan yang lebih besar mungkin dibutuhkan
pada pasien dengan risiko tinggi atau pasien yang mempunyai TIO awal yang tinggi. Terapi
obat sebaiknya dimonitor dengan pengukuran TIO, pemeriksaan optic disk, penilaian lapang
pandang dan evaluasi efek samping obat serta kepatuhan pasien. Pasien yang tidak
memberikan respon terhadap obat atau intoleran terhadap obat maka hendaklah obat tersebut
diganti dengan alternatif obat lain. Banyak praktisi yang lebih memilih untuk menghentikan
semua jenis pengobatan pada pasien yang gagal merespon terapi topikal, melakukan
monitoring yang intensif terhadap perkembangan perubahan optic disk atau hilangnya bidang
pandangan, kemudian dilakukan pengobatan kembali ketika terjadi perubahan kondisi pasien.
Algoritma terapi
2. Glaukoma Sudut Tertutup4
Untuk sudut tertutup yang akut, terapi pertama bertujuan untuk menurunkan TIO,
mengurasi rasa sakit, dan menghilangkan udem pada kornea sebagai persiapan untuk terapi
laser iridotomi. Obat kolinergik (agen miotik) dapat meningkatkan efektifitas laser iridotomi
atau iridoplasti pada pra operasi. Untuk kasus yang gawat, sebaiknya digunakan pengobatan
sistemik seperti hiperosmotik oral atau parenteral serta CIA oral atau parenteral untuk
menurunkan TIO dengan cepat dan mencegah kerusakan permanen pada posterior chamber
dan anterior chamber. Topikal timolol dan bribrimonidin/apraklonidin juga dapat digunakan
secara bersamaan dengan CAI topikal (Singapore Ministry of Health [SMOH] 2005). Topikal
anti infamasi juga disarankan untuk digunakan. Saw, Gazzard dan Friedman (2003)
menyarankan untuk memberikan obat aditif latanoprost sebelum dilakukan terapi
menggunakan laser iridotomi. Latanoprost dapat digunakan jika TIO <25 mm.
Kemudian setelah TIO sudah menurun, dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi.
Jika berhasil, maka dilakukan pengontrolan terhadap TIO. Jika telah mencapai target TIO
yang diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan
TIO, pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik.
Namun jika tidak mencapai target TIO yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan
dengan menggunakan obat lain yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi
bedah.
Sementara jika terapi menggunakan laser iridotomi belum berhasil maka dilajutkan
dengan operasi bedah iridektomi. Lalu TIO kembali dilihat apakah telah mencapai target
yang diharapkan atau tidak. Jika telah mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah
selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang
pandang dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai
target TIO yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain
yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.
1. -Blocker
Betatoxolol, carteolol, levobunolol, metipranolol, timolol
Memblok adrenoreseptor 2 pada prosesus siliaris sehingga menurunkan sekresi
aqueous. Memblok reseptor pada pembuluh darah aferen yang memperdarahi
prosesus siliaris. Hal tersebut menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian
menurunkan ultrafiltrasi dan pembentukan aqueous. Obat-obat yang diberikan
sebagai tetes mata dapat diabsorpsi melalui mukosa nasal dan menimbulkan efek
sistemik. Oleh karena itu, -bloker dapat menyebabkan bronkospasme pada pasien
asma atau bradikardia pada pasien yang peka. Jadi sebaiknya dihindari pada
pasien dengan asma, gagal jantung, blok jantung, atau bradikardia. Efek
antiaritmika akan diperkuat oleh -bloker dan efek bradikardianya akan diperkuat
oleh anestetika umum. Pada penderita diabetes, interaksi yang penting adalah
perlambatan naiknya kadar gula darah setelah pembertian insulin atau
antidiabetika oral. Ini menyebabkan bahaya diperpanjangnya reaksi hipoglikemik.
ACE inhibitor dan anestetik dapat meningkatkan efek hipotensif. Analgetik
(AINS) melawan efek hipotensif. Antiaritmia dapat meningkatkan risiko depresi
miokardium dan bradikardia. Antihipertensi meningkatkan efek hipotensi. 4
2. 2-Adrenergic Agonis
Apraclonidine, brimonidine
Menurunkan pembentukan aqueous melalui stimulasi reseptor 2 pada terminal
saraf adrenergic yang menginervasi badan silliaris sehingga menurunkan
pelepasan norefinefrin). Dengan dosis yang amat kecil sudah menurunkan tekanan
darah selama periode waktu tertentu. Oleh karena itu, pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular, gangguan ginjal, serebrovaskular, dan diabetes
penggunaan obat ini harus dengan perhatian khusus terkait dengan obat-obatan
yang digunakan seperti antihipertensi, obat kardiovaskular, monoamine oksidator
inhibitor, dan antidepresan tetrasiklik. 4
3. Carbonic Anhydrase Inhibitor
Brinzolamide, dorzolamide, methazolamide, acetazolamide, dichlorphenamide.
Termasuk golongan sulfonamide yang dapat memberikan efeksistemik seperti
ruam kulit dan bronkospasme. Penggunaan CAI dan diuretic dapat menyebabkan
hipokalemia. penggunaan salisilat dois tinggi menyebabkan asidosis oleh CAI
yang mana dapat menikngkatkan toksisitas salisilat.
Risiko hipokalemia dapat meningkat bila diberikan dengan bambuterol,
efromoterol, pirbuterol, reproterol, rimeterol, dan salmoterol. dengan asetosal
dapat menyebabkan asecosis parah dan meningkatkan efek toksik pada ssp.
asetalozamid meningkatkan efek amfetamin, karbamazepin, efedrin, kuinidin, dan
mengurangi efek histamine dan turunannnya. mempengaruhi keseimbangan
elektrolit dan cairan tubuh. 4
4. Parasympathomimetic Agents
Carbachol, pilocarpine, echothiophate
Pilicarpine tidak dapat bercampur dengan benzalkonium klorida. 4
5. Epinephrine and Dipivefrin
Penggunaan dengan -bloker menyebabkan midriasis4
- Bedah Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil, atau
peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah
laser (mis.Pasien yang tak dapat duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur
filtrasi rutin berhubungan dengan keberhasilan penurunan TIO pada 80 sampai 90%
pasien. 4
Komplikasi
1. Sinekia Anterior Perifer, iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan
menghambat aliran humour akueus.
2. Katarak Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan
pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik, daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan
intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan
atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.
4. Glaukoma Absolut, tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali
adalah glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat
sakit. Keadaan semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol
retrobulbar.9
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan lini 1 . Bila tidak
mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu yang
pendek sekali. Pengawasn dan pengamatan mata yang tidak mendapat serangan diperlukan
karna dapat memberikan keadaan yang sama seperti mata yang dalam serangan. 9
Gaya hidup sehat dan kestabilan emosi dapat membantu memperlambat keparahan
penyakit dan membantu pasien untuk dapat tetap beraktivitas secara normal. (National
Collaborating Centre for Acute Care, 2009), menjaga mata tetap bersih, kosmetik pada mata,
harus berhati-hati dan pilihlah produk yang tidak menyebabkan alergi, tidak menggaruk mata,
saat berenang, menggunakan kacamata berenang, menggunakan kaca pembesar untuk
membaca, pola hidup sehat (istirahat cukup, makan makanan sehat, tidak mengonsumsi
kafein terlalu banyak tidak mengonsumsi garam terlalu banyak, menghindari stres dan
melakukan exercise), mengonsumsi obat atau memakai obat tetes secara teratur dan sesuai
dosis, dan periksa kondisi mata secara teratur.4
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010.
2. Ilyas HS. Pemeriksaan anatomi dan fisiologi mata serta kelainan pada pemeriksaan
mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006.Hal.181-236
3. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2010.hal.212-23
4. Nurcahyo SD. Risk of Sudden Visual Loss Following Filtration Surgery in End-Stage
Glaucoma. Tegal : Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah.hal.3-
34
5. Ameliana D. Glaukoma Semarang: 2014 eprints.undip.ac.id/44546/3/Dina_Ameliana-
22010110120122-BAB_2_KTI.pdf, diakses 19 Maret 2017
6. Allen MY, Higginbotham EJ. Primary open angle glaucoma NewYork : Thieme;
2003.h. 153-160
7. Riordan-Eva P, Cunningham E. Oftalmologi umum. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010; 212-23
8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata
FKUSU; 2007.h.4-7
9. Dwindra M. Glaukoma. Pekanbaru, Riau: Fakultas kedokteran Riau; 2009.hal.6
10. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.167-9.
11. Tham CC. Chronic angle-closure glaucoma. Medscape 2012 Aug 7. Available from
URL:http://emedicine.medscape.com/article/1205154-overview, diakses tanggal 19
Maret 2017