Fastfood Obese

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 71

KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD PADA SISWA YANG

BERSTATUS GIZI LEBIH DI SMA KARTINI BATAM

SHINTA JUNITA FITRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT
SHINTA JUNITA FITRI. Consumption Fast Food Habit of Students Which Have
Overweight/Obese Nutritional Status in Kartini Senior High School Batam. Under
direction of BUDI SETIAWAN and VERA URIPI.

The objective of this research was to identify senior high school students
consumption fast food habit between the overweight/obese and normal nutritional
status. Cross sectional study design was applied in this research and sample
were drawn by purposive sampling. The total sample of 60 students, consist of 30
students with overweight/obese nutritional status and 30 students sample with
normal nutritional status. Primary data consisted of characteristic sample,
consumption fast food habit, food consumption recall (2x24 hours), nutrition
knowledge of sample, physical activity recall (2x24 hours), and anthropometry
data (weight and height). Secondary data were included data of Kartini Senior
High School. Data collected using a questionnaire and also with observasional.
Result showed that there was significantly (p<0.05) differences in nutrition
knowledge, food consumption and physical activity, there was no significantly
(p>0.05) differences between pocket money and consumption fast food habit.

Keywords: fast food, senior high school student, overweight/obese


RINGKASAN
SHINTA JUNITA FITRI. Kebiasaan Konsumsi Fast Food pada Siswa yang
Berstatus Gizi Lebih di SMA Kartini Batam. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN
dan VERA URIPI.

Tujuan umum penelitian ini untuk mempelajari dan menganalisis


kebiasaan konsumsi fast food pada siswa yang berstatus gizi lebih di SMA Kartini
Batam. Sedangkan Tujuan khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik
contoh yang berstatus gizi lebih dan normal (jenis kelamin, umur, berat badan,
tinggi badan dan uang saku), mempelajari kebiasaan konsumsi fast food contoh
berstatus gizi lebih dan normal, mempelajari pengetahuan gizi contoh berstatus
gizi lebih dan normal, menganalisis kebutuhan dan aktivitas fisik pada contoh
berstatus gizi lebih dan normal, menganalisis perbedaan uang saku,
pengetahuan gizi, frekuensi konsumsi fast food, konsumsi, dan aktivitas fisik
berstatus gizi lebih dan normal, menganalisis hubungan uang saku dan
pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi fast food pada contoh berstatus
gizi lebih dan normal, dan menganalisis hubungan jenis kelamin, uang saku,
pengetahuan gizi, frekuensi konsumsi fast food, dan aktivitas fisik dengan status
gizi contoh.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional study, Penelitian ini dilakukan di SMA Kartini Batam. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010. Contoh dalam penelitian ini
diambil secara purposive sampling yaitu sebanyak 60 contoh.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung
dengan siswa SMA Kartini dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Data
primer yang digunakan meliputi data karakteristik contoh (jenis kelamin, umur,
berat badan, tinggi badan dan uang saku), Data kebiasaan mengkonsumsi fast
food meliputi data (jenis fast food yang paling disukai, jenis fast food yang paling
tidak disukai, cara pengolahan fast food yang paling disukai, tempat yang paling
sering dikunjungi untuk mengkonsumsi fast food , alasan mengkonsumsi fast
food, ukuran jenis fast food serta frekuensi konsumsi fast food), data konsumsi
pangan dikumpulkan melalui survei dengan metode 24-hour recall selama 2 hari
yang meliputi hari libur dan hari sekolah, data pengetahuan gizi contoh diperoleh
dengan cara wawancara langsung kepada contoh berdasarkan kuesioner.
Kuesioner pengetahuan gizi berisi 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan
memilih jawaban yang paling benar dan data aktivitas fisik diperoleh melalui
metode recall 1x24 jam yang dilakukan dua kali pada hari yang berbeda yaitu
pada hari sekolah dan hari libur. Data sekunder yang dikumpulkan keadaan
umum sekolah diperoleh melalui informasi baik lisan maupun tulisan dari pihak
Tata Usaha sekolah. Data diolah menggunakan Microsoft excell 2007 dan
Statistical Program for Social Sience (SPSS) versi 16,0 for window. Perbedaan
antar variable dianalisis dengan uji beda t (Independent t-Test), sedangkan
hubungan antar variabel menggunakan uji Korelasi Pearson dan Spearman,
sesuai dengan jenis skala dari masing-masing variabel.
Sebagian besar contoh berstatus gizi lebih adalah laki-laki dan normal
adalah perempuan. Sebanyak 80% contoh memiliki besar uang saku berkisar
antara Rp. 15.000-Rp. 20.000 per hari.
Sebagian besar contoh berstatus gizi lebih dan normal menyukai jenis
fast food fried chicken. Sebanyak 45% menyatakan jenis fast food pizza paling
tidak disukai. Hampir seluruh contoh berstatus gizi lebih dan normal menyukai
pengolahan fast food dengan cara digoreng. Restoran fast food yang paling
sering dikunjungi oleh kedua contoh yaitu KFC. Sebagian besar contoh gizi lebih
dan normal mengkonsumsi fast food karena rasanya enak. Hampir seluruh
contoh mengkonsumsi fast food pada waktu yang tidak tentu. Sebagian besar
contoh berstatus gizi lebih menkonsumsi fast food bersama teman dekat dan
contoh normal bersama keluarga.
Sebanyak 46.7% contoh berstatus gizi lebih dan sebanyak 63.3% normal
mengkonsumsi fast food dengan frekuensi 1-3 kali sebulan. Sedangkan,
sebanyak 33.3% contoh berstatus gizi lebih dan sebanyak 23.3% berstatus gizi
normal mengkonsumsi fast food frekuensi 1-2 kali seminggu. Frekuensi 3-5 kali
seminggu dikonsumsi contoh sebanyak 20.0% contoh berstatus gizi lebih dan
sebanyak 13.3% contoh berstatus gizi normal.
Contoh yang berstatus gizi lebih dan normal memiliki tingkat pengetahuan
gizi sedang. Secara keseluruhan tingkat pengetahuan contoh yaitu 6.67%
memiliki tingkat pengetahuan kurang, 71.66% memiliki tingkat pengetahuan
sedang dan 21.67% memiliki tingkat pengetahuan tinggi.
Rata-rata kebutuhan energi contoh berstatus gizi lebih sebanyak 2112
kkal/hari, protein sebanyak 52.8-79.2 g/hari, lemak sebanyak 58.7-82.1 g/hari,
dan karbohidrat 264-314.8 g/hari. Sedangkan rata-rata contoh berstatus gizi
normal sebanyak 2377 kkal/hari, protein sebanyak 59.4-89.1 gr, lemak sebanyak
66-92.4 g/hari, dan karbohidrat sebanyak 297.1-356.6 g/hari. Rata-rata faktor
aktivitas fisik pada hari sekolah yang dilakukan contoh berstatus gizi lebih (1.34)
dan normal (1.53). Rata-rata faktor aktivitas fisik pada hari libur yang dilakukan
contoh berstatus gizi lebih (1.50) dan normal (1.67) . Rata-rata faktor aktivitas
fisik pada hari sekolah dan hari libur pada contoh berstatus gizi lebih (1.42) dan
normal (1.60).
Besar uang saku yang diperoleh contoh yang berstatus gizi lebih dan
normal tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05). Tingkat pengetahuan gizi
contoh yang berstatus gizi lebih dan normal pada penelitian ini terdapat
perbedaan yang signifikan (p<0.05). Frekuensi konsumsi fast food contoh yang
berstatus gizi lebih dan normal tidak terdapat perbedaan yang signifikan
(p>0.05). Rata-rata konsumsi energi contoh dengan status gizi lebih dan normal
terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05). Pada aktivitas fisik dapat diketahui
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara faktor aktivitas fisik contoh
yang berstatus gizi lebih dan normal pada hari sekolah dan hari libur.
Jenis kelamin dengan status gizi contoh tidak terdapat hubungan yang
signifikan yaitu p>0.05. Besar uang saku dengan status gizi contoh tidak adanya
hubungan yang signifikan (p>0.05). Pengetahuan gizi dengan status gizi contoh
terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05). Frekuensi fast food dengan status
gizi contoh tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05). Faktor aktivitas fisik
dengan status gizi contoh terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05).
Tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku dan
pengetahuan gizi dengan frekuensi konsumsi fast food pada contoh. Hal ini
disebabkan uang saku dan pengetahuan gizi pada penelitian ini hampir
homogen.
KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD PADA SISWA YANG
BERSTATUS GIZI LEBIH DI SMA KARTINI BATAM

SHINTA JUNITA FITRI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : Kebiasaan Konsumsi Fast Food pada Siswa yang Berstatus Gizi Lebih
di SMA Kartini Batam
Nama : Shinta Junita Fitri
NRP : I14086022

Disetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dr. Vera Uripi. S, Ked


NIP. 19621218 198703 1 001 NIP. 19511207 198803 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS


NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau


tanggal 4 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara,
putri pasangan Bapak Asirwan dan Ibu Zuraida. Pada tahun 1992 penulis mulai
memasuki pendidikan formal pertama yaitu taman kanak-kanak di TK Aisyiyah.
Selanjutnya pada tahun 1993 sampai 1999 penulis malanjutkan pendidikan SD di
SD Negeri 001 Karimun, dan pada tahun 1999 sampai 2002 di SMPN 1 Karimun
dan pada tahun 2002-2005 penulis melanjutkan sekolah di SMAN 4 Binaan
Karimun.
Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Politeknik
Kesehatan Depkes Padang di Jurusan Gizi. Selama perkuliahan penulis aktif di
organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Pada tahun 2008 penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek di Lampung. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan gelar Ahli
Madya Gizi. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Institut
Pertanian Bogor Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan keridhaan-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan tugas
akhir ini dengan baik. Penyusunan tugas akhir penulis berjudul Kebiasaan
Konsumsi Fast Food pada Siswa yang Berstatus Gizi Lebih di SMA Kartini
Batam dilakukan sebagai salah satu syarat yang harus penulis penuhi dalam
rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana Gizi pada Departemen Gizi
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan dr. Vera Uripi.S, Ked selaku dosen
pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu
dan pikirannya, memberikan arahan, kritikan, saran, dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji
skripsi atas saran yang diberikan.
3. Papa dan Mama (orang tua terbaik) yang telah merawat, membesarkan, dan
mendidik dengan sepenuh hati dan kasih sayang. Serta adik-adikku Mega,
Poppy, dan Rizky yang menjadikan hidup ini penuh makna.
4. Kepala Sekolah SMA Kartini Batam beserta staf guru dan pegawai yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta siswa-siswi terbaik
yang telah membantu.
5. Shelly Gita Perdani, Harisa Totelesi, Revida Rosa, Nuning Hidayati, dan
Hilma Syafli yang telah memberi dukungan selama dua tahun terakhir.
6. Teman-teman semua serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.

Bogor, Januari 2011

Shinta Junita Fitri


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
Tujuan Umum ............................................................................. 3
Tujuan Khusus ............................................................................ 3
Hipotesis ..................................................................................... 4
Kegunaan ......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian fast food ......................................................................... 5
Remaja ............................................................................................. 6
Kebiasaan Makan Remaja ................................................................ 7
Pengetahuan Gizi ............................................................................. 9
Konsumsi Pangan ............................................................................ 9
Kebutuhan dan Kecukupan Gizi Remaja........................................... 10
Status Gizi Remaja ........................................................................... 12
Overweight dan Obesitas Pada Remaja ........................................... 13
Aktivitas Fisik .................................................................................... 15
KERANGKA PEMIKIRAN............................................................................ 16
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ............................................. 18
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ................................................. 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................. 18
Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 21
Defenisi Operasional......................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................... 25
Karakteristik Contoh.......................................................................... 26
Jenis Kelamin.............................................................................. 26
Umur........................................................................................... 26
Uang Saku .................................................................................. 27
Pengetahuan Gizi ............................................................................. 28

i
Kebiasaan Mengkonsumsi Fast Food ............................................... 29
Jenis Fast Food Yang Paling Disukai.......................................... 29
Jenis Fast Food Yang Paling Tidak Disukai ................................ 30
Cara Pengolahan Fast Food ....................................................... 31
Restoran yang Paling Sering Dikunjungi ..................................... 31
Alasan Mengkonsumsi Fast Food ............................................... 32
Waktu yang Paling Sering Dipilih Untuk Mengkonsumsi Fast Food 33
Orang yang Paling Sering Diajak Untuk Mengkonsumsi Fast Food 34
Frekuensi Mengkonsumsi Fast Food .......................................... 35
Konsumsi Energi dan Zat Gizi........................................................... 38
Rata-rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi ..................................... 38
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pada Hari Sekolah dan Hari Libur 39
Kontribusi Energi Fast Food Terhadap Total Energi ................... 40
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ................................................... 40
Kecukupan Energi dan Zat Gizi................................................... 42
Aktivitas Fisik .................................................................................... 43
Hubungan Antara Uang Saku dan Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi
Fast Food ......................................................................................... 46
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 47
Kesimpulan ...................................................................................... 47
Saran................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48
LAMPIRAN .................................................................................................. 52

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kecukupan energi dan protein yang dianjurkan per orang per
hari.
12
2. Kategori status gizi pada remaja menurut WHO 2007. 14
3. Variabel, jenis data, cara pengumpulan data, dan alat
pengumpul data 20
4. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi. 26
5. Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi... 27
6. Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi.. 27
7. Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi 28
8. Sebaran contoh berdasarkan jenis fast food yang disukai dan
status gizi... 29
9. Sebaran contoh berdasarkan jenis fast food yang tidak disukai
dan status gizi 30
10. Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan fast food yang
paling disukai dan status gizi.. 31
11. Sebaran contoh berdasarkan restoran fast food yang paling
sering dikunjungi dan status gizi 31
12. Sebaran contoh berdasarkan alasan mengkonsumsi fast food 33
13. Waktu yang paling sering dipilih untuk mengkonsumsi fast food
dan status gizi. 33
14. Sebaran contoh berdasarkan orang yang paling sering diajak
untuk mengkonsumsi fast food dan status gizi 34
15. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi fast food
dan status gizi... 35
16. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jenis fast
food yang paling banyak dikonsumsi dan status gizi 37
17. Sebaran rata-rata konsumsi energi dan zat gizi berdasarkan
status gizi. 38
18. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi energi dan zat gizi
pada hari sekolah dan hari libur. 39
19. Sebaran contoh berdasarkan kontribusi energi fast food
terhadap total energi contoh pada hari sekolah dan hari libur.. 40

iii
20. Sebaran selang kebutuhan rata-rata energi dan selang zat gizi
berdasarkan status gizi......... 41
21. Sebaran rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi berdasarkan
status gizi... 41
22. Sebaran rata-rata konsumsi dengan kecukupan energi dan
protein berdasarkan status gizi.... 42
23. Sebaran rata-rata konsumsi dengan kebutuhan dan
kecukupan energi dan protein berdasarkan status gizi ... 43
24. Sebaran contoh berdasarkan kategori faktor aktivitas pada hari
sekolah dan status gizi 44
25. Sebaran contoh berdasarkan kategori faktor aktivitas pada hari
libur dan status gizi.. 45

26. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata aktivitas fisik dan


status gizi 45

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data status gizi contoh.. 53


2. Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan yang benar
dan status gizi. 55
3. Sebaran contoh menurut ukuran dan frekuensi konsumsi jenis
fast food yang paling banyak dikonsumsi dan status gizi. 56
4. Jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas
per satuan waktu tertentu (Physical Activity Rate)
(FAO/WHO/UNU 2001 58

v
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi dan kemajuan teknologi di
bidang informasi serta teknologi pangan menyebabkan sebagian penduduk
Indonesia mengalami peningkatan kemakmuran terutama masyarakat di daerah
perkotaan, sehingga terjadi perubahan gaya hidup dalam pemilihan makanan
yang serba praktis yaitu makanan cepat saji (fast food) yang kandungan gizinya
tidak seimbang.
Fast food merupakan jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan,
praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Fast food biasanya berupa lauk
pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, dan corn flakes. Di kalangan remaja
Indonesia terutama perkotaan istilah burger, pizza, fried chicken, french fries
yang biasanya disajikan di restoran fast food tampaknya sudah tidak asing lagi
(Anonim 2010).
Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain penyajian yang cepat
sehingga tidak menghabiskan waktu lama dan dapat dihidangkan kapan dan
dimana saja, higienis dan dianggap sebagai makanan bergengsi. Seperti yang
dinyatakan Suryaalamsyah (2009), saat ini fast food telah menjadi bagian dari
perilaku konsumsi sebagian remaja di luar rumah di berbagai kota dan
diperkirakan cenderung akan semakin meningkat.
Banyak faktor yang membuat para remaja lebih memilih mengkonsumsi
fast food antara lain kesibukan orang tua khususnya ibu yang tidak sempat
menyiapkan makanan di rumah sehingga remaja lebih memilih membeli
makanan diluar, lingkungan sosial dan kondisi ekonomi yang mendukung dalam
hal besarnya uang saku remaja. Selain itu, penyajian fast food yang cepat dan
praktis tidak membutuhkan waktu lama, rasanya enak, sesuai selera dan
seringnya mengkonsumsi fast food dapat menaikkan status sosial remaja,
menaikkan gengsi dan tidak ketinggalan globalitas.
Memasuki era globalisasi, sebagai akibat perubahan gaya hidup dan pola
makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Salah satu masalah gizi
ganda yaitu gizi lebih mulai tampak, terutama di kota-kota besar. Soekirman
(1993) diacu dalam Susanti (1999) menyatakan bahwa, terdapat hubungan yang
erat antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah kota, perubahan pola
konsumsi pangan, dan meningkatnya penyakit degeneratif. Kehidupan yang
modern di lingkungan kota, kemajuan teknologi, sarana yang serba otomatis,
2

menyebabkan hidup menjadi serba mudah. Sebagai akibat dari kehidupan


santai, energi yang tadinya untuk aktivitas tidak terlalu diperlukan lagi dan akan
disimpan sebagai timbunan lemak, yang akhirnya menimbulkan kejadian gizi
lebih.
Riyadi (1996) menyatakan bahwa gizi lebih dapat terjadi pada siapa saja
dan biasa terjadi mulai dari bayi hingga usia lanjut, baik pria maupun wanita. Gizi
lebih dengan derajat berlebihan disebut obesitas. Keadaan anak dan remaja
dapat menyebabkan gangguan perkembangan sosial dan emosional,
peningkatan penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, yang pada akhirnya
nanti dapat menyebabkan peningkatan resiko kematian.
Prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 6-18 tahun di Rusia
adalah 6% dan 10%, di Cina adalah 3,6% dan 3,4% dan Inggris adalah 23-31%
dan 10-17%, bergantung pada umur dan jenis kelamin. Di Indonesia,
berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun 1989,
prevalensi obesitas di Indonesia untuk kota dan desa adalah 1,1% dan 0,7 %,
Angka tersebut meningkat hampir lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 %
pada tahun 1999. Data SUSENAS tahun 2004 prevalensi obesitas di Indonesia
mengalami peningkatan mencapai tingkat yang membahayakan. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2007 (RISKESDAS) prevalensi status gizi lebih di
Provinsi Kepulauan Riau adalah 22,9% yang terdiri dari 11,4% overweight dan
11,5% obesitas. Ada dua kota memiliki prevalensi status gizi lebih di atas angka
prevalensi provinsi yakni Kota Batam dan Tanjung Pinang. Persentase
overweight dan obesitas pada usia 15 tahun ke atas di Kota Batam yaitu 12,8.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara
konsumsi fast food dengan kejadian obesitas. Sebuah penelitian yang dilakukan
selama 15 tahun di Amerika Serikat memperlihatkan, fast food yang sudah
menjadi bagian dari kehidupan modern terbukti berkolerasi positif terhadap
peningkatan obesitas. Orang yang terbiasa makan di restoran cepat saji, minimal
2 kali seminggu, umumnya memiliki bobot badan lebih berat sebanyak 4-5 kg
daripada orang yang tidak makan di restoran cepat saji. Penelitian lainnya juga
dilakukan oleh Telethon Instutute for Child Health Research di Australia tahun
2009 menunjukkan bahwa pola konsumsi fast food mempengaruhi kesehatan
remaja. Sementara di Indonesia, sebuah penelitian di Makassar tahun 2007
menunjukkan bahwa adanya kebiasaan makan keluarga dan keinginan makan
3

remaja yang tinggi terhadap makanan jenis fast food dapat mempengaruhi
peningkatan berat badan yang tidak ideal yang meningkatkan kejadian gizi lebih.
Dewasa ini remaja disibukkan pada jadwal pelajaran yang padat
disekolah, ditambah lagi banyak diantara remaja yang mengambil les tambahan
di luar jam sekolah. Pada hari libur remaja cenderung mengalokasikan waktu
dengan menonton televisi atau jalan-jalan ke mall dan memilih mengkonsumsi
fast food. Hal ini merupakan fenomena yang berkembang pada remaja saat ini
khususnya yang tinggal di perkotaan.
Kota Batam merupakan kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau yang
terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional. Kota ini
memiliki jarak yang dekat dengan Singapura dan Malaysia. Kota Batam juga
merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat ditandai dengan semakin
banyaknya didirikannya mall di Kota Batam yang banyak menjual berbagai jenis
fast food. Hal ini dikhawatirkan akan banyaknya siswa yang cenderung memilih
mengkonsumsi fast food. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik
meneliti tentang kebiasaan konsumsi fast food pada siswa yang berstatus gizi
lebih di SMA Kartini Batam.

Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
kebiasaan konsumsi fast food pada siswa yang berstatus gizi lebih dan normal di
SMA Kartini Batam.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik contoh yang berstatus gizi lebih dan normal
(jenis kelamin, umur, dan uang saku).
2. Mengidentifikasi kebiasaan konsumsi fast food contoh berstatus gizi lebih
dan normal.
3. Mempelajari frekuensi konsumsi fast food contoh berstatus gizi lebih dan
normal.
4. Mengidentifikasi pengetahuan gizi contoh berstatus gizi lebih dan normal.
5. Menganalisis kebutuhan dan aktivitas fisik contoh berstatus gizi lebih dan
normal.
4

6. Menganalisis perbedaan uang saku, pengetahuan gizi, frekuensi


konsumsi fast food, konsumsi, dan aktivitas fisik contoh berstatus gizi
lebih dan normal.
7. Menganalisis hubungan uang saku dan pengetahuan gizi dengan
frekuensi konsumsi fast food contoh berstatus gizi lebih dan normal.
8. Menganalisis hubungan jenis kelamin, uang saku, pengetahuan gizi,
frekuensi konsumsi fast food, dan aktivitas fisik dengan status gizi contoh.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan kebiasaan konsumsi fast food pada contoh berstatus
gizi lebih dan normal.
2. Terdapat hubungan kebiasaan konsumsi fast food dengan karakteristik
dan status gizi pada contoh berstatus gizi lebih dan normal.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat


dan memberikan informasi mengenai gambaran kebiasaan mengkonsumsi fast
food pada contoh yang berstatus gizi lebih dan normal di SMA Kartini Batam.
Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi orang tua, pihak
sekolah dan pemerintah kota.
5

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Fast Food


Istilah fast food pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar
tahun 1950-an dan pelajar merupakan konsumen terbanyak yang memilih menu
fast food. Fast food dipilih karena keterbatasan waktu maupun fasilitas untuk
menyiapkan makanannya sendiri. Fast food merupakan makanan yang dapat
diolah dan disajikan dalam waktu yang singkat dan mudah dalam hitungan
beberapa menit. Menurut Bertram (1975) diacu dalam Hayati (2000) fast food
merupakan istilah yang mengandung dua arti yang berbeda, namun keduanya
sama-sama mengacu pada penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat.
Kedua arti tersebut adalah sebagai berikut : 1) Fast food dapat diartikan sebagai
makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal
mungkin; 2) fast food juga dapat diartikan sebagai makanan yang dapat
dikonsumsi secara cepat. Secara umum produk fast food dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu produk fast food yang berasal dari Barat dan lokal. Fast food
yang berasal dari Barat sering juga disebut fast food modern seperti Mc. Donald,
Kentucky Fried Chicken (KFC), Pizza Hut dan sejenisnya. Makanan yang
disajikan pada umumnya berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan
fast food lokal sering juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti
warung tegal, restoran padang, warung sunda (Hayati 2000).
Fast food merupakan jenis makanan dengan kandungan kalori dan lemak
tak jenuh ganda yang tinggi yang akan berdampak pada peningkatan berat
badan yang tidak ideal sebagai pemicu terjadinya obesitas dan akan berdampak
pada timbulnya ganguan sistem kardiovaskuler pada masa datang. Remaja
merupakan kelompok yang rentan terhadap pola konsumsi makanan jenis fast
food ini (Mustafa 2007). Jacobson dan Fritschner (1989) diacu dalam Suryono
(2000) menyatakan bahwa fast food merupakan suatu fenomena makanan di
pertengahan abad 20-an, yang terbentuk di era baru dimana para orang tua
sibuk bekerja, rewel terhadap makanan, dan orang-orang yang membutuhkan
kepraktisan serta tidak suka memasak.
Menurut Khomsan (2002), fast food dikatakan negatif karena ketidak
seimbangannya (dari segi porsi serta komposisi sayuran sehingga miskin akan
vitamin dan mineral), tinggi garam dan rendah serat (merupakan faktor pemicu
munculnya penyakit hipertensi), serta sumber lemak dan kolesterol
(mengandalkan pangan hewani ternak sebagai menu utama. Ketidakseimbangan
6

zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan
setiap hari. Kelebihan kalori, lemak, dan natrium akan terakumulasi dalam tubuh
seseorang dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif (tekanan darah
tinggi, ateroksklerosis, jantung koroner, dan diabetes mellitus, serta obesitas)
(Novitasari 2005).
Kecenderungan kalangan remaja (ABG) dan anak-anak mengkonsumsi
fast food belakangan ini semakin meningkat seiring meningkatnya dan makin
ramainya outlet-outlet yang menyediakan makanan sejenis. Terdapat
kecenderungan bahwa konsumsi fast food telah menjadi makanan utama tanpa
divariasikan dengan makanan lain, sehingga dikhawatirkan kebiasaan ini
mengganggu kesehatan (Suryono 2000).

Remaja
Remaja atau dalam bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh menuju
kematangan adalah salah satu tahap kehidupan manusia yang merupakan tahap
perkembangan antara masa anak-anak dan dewasa. Pada masa ini dicirikan
dengan berbagai revolusi perubahan fisik, psikologi dan emosional dengan
implikasi hubungan kehidupan sosial yang unik (Hayati, 2000).
Masa remaja adalah masa pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi baik
secara fisik, yang ditandai dengan berkembangnya jaringan-jaringan dan organ
tubuh yang membuatnya lebih berisi maupun secara kejiwaan, yaitu kelabilan
emosi karena merupakan masa transisi dari jiwa kanak-kanak menuju dewasa
(Garwati dan Wijayati 2010). Selanjutnya menurut Arisman (2002) mengatakan
bahwa masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode
kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di
usia 18 tahun. Masa ini merupakan sebuah dunia yang lengang dan rentan
dalam artian fisik, psikis, social, dan gizi. Pertumbuhan yang disertai dengan
perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan.
Masa remaja adalah periode yang kritis dalam perjalanan kehidupan
manusia, karena pada saat itulah individu mulai mengembangkan sikap mental
dan identitas dirinya. Monks, Knoers dan hadianoto (1994) diacu dalam Siswanti
(2007) menyatakan bahwa remaja sebenarnya tidak memiliki tempat yang jelas.
Remaja tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi tidak juga termasuk golongan
orang dewasa atau orang tua. Remaja berada diantara masa kanak-kanak dan
dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik
7

maupun psikisnya. Pada umumnya mereka masih belajar di sekolah menengah


ataupun perguruan tinggi.
Menurut Marat (2009) batasan usia remaja yang umum digunakan oleh
para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini
biasanya dibedakan atas tiga, yaitu usia 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18
tahun masa remaja pertengahan, dan usia 18-21 tahun merupakan masa remaja
akhir. Tetapi, Monks, Knoers dan Haditono (2001) membedakan masa remaja
atas empat bagian yaitu :(1). Masa pra-remaja atau pra-pubertas (usia 10-12
tahun). (2). Masa remaja awal atau pubertas (usia 12-15 tahun). (3). Masa
remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan (4). Masa remaja akhir (usia 18-21
tahun).
Masa remaja merupakan saat dimana seseorang mulai berinteraksi dengan
lebih banyak pengaruh lingkungan dan mengalami pembentukan perilaku.
Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kebiasaan makan remaja. Remaja menjadi lebih aktif, lebih banyak makan di luar
rumah, dan mendapat banyak pengaruh dalam pemilihan makanan yang akan
dimakannya, selain itu remaja juga sering mencoba-coba makanan baru, salah
satunya adalah fast food.

Kebiasaan Makan Remaja


Khumaidi (1989) menyatakan kebiasaan makan merupakan tingkah laku
manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan
yang meliputi, sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Menurut Suhardjo
(1989), kebiasaan makan adalah cara individu memilih pangan dan
mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, sosial, dan
budaya.
Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi status gizi
dan kesehatan. Kebiasaan makan yang tergesa-gesa, termasuk kurang
mengunyah akan membawa efek yang kurang menguntungkan bagi pencernaan
dan cepat merasa lapar kembali. Rasa lapar yang sering muncul akan berakibat
pada konsumsi makanan yang tidak tepat pada waktunya dan bertambahnya
intik makanan. Begitu pula jika frekuensi makan tidak teratur, jarak antara dua
waktu makan yang terlalu panjang menyebabkan adanya kecenderungan untuk
makan lebih banyak dan melebihi kebutuhan (Wirakusumah 1994).
Pada masyarakat kota modern, di mana hampir semua kelompok
masyarakat menghabiskan waktunya dari pagi hingga petang di tempat kerja.
8

Khususnya remaja disibukkan pada jadwal pelajaran yang padat disekolah,


ditambah lagi banyak diantara remaja yang mengambil les tambahan di luar jam
sekolah. Pada hari libur remaja cenderung mengalokasikan waktu dengan
menonton televisi atau jalan-jalan ke mall dan memilih mengkonsumsi fast food.
Hal ini merupakan fenomena yang berkembang pada remaja saat ini khususnya
yang tinggal di perkotaan. Oleh sebab itu kebiasaan makan disebut suatu gejala
sosial budaya yang dapat memberikan dari nilai-nilai yang dianut oleh seseorang
atau sekelompok masyarakat (Suhardjo, 1989).
Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti
lingkungan budaya (cultural environment), lingkungan alam (natural
environment), serta populasi. Remaja biasanya telah mempunyai pilihan sendiri
terhadap makanan yang disenangi. Pada masa remaja, kebiasaan makan telah
terbentuk (Nasution & Khomsan, 1995). Remaja laki-laki cenderung menyukai
makanan yang mengenyangkan sedangkan remaja perempuan cenderung
menyukai makanan yang ringan atau tidak mengenyangkan (Novitasari, 2005).
Kebiasaan makan keluarga menjadi contoh bagi generasi dalam keluarga
tersebut. Kebiasaan keluarga makan berlebihan, frekuensi makan yang sering,
kebiasaan makan snack, dan makan di luar waktu makan akan ditiru oleh anak.
Hardinsyah et al (2002) menyatakan kebiasaan makan keluarga dan susunan
hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga yang
disebut life style (gaya hidup). Gaya hidup merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor sosial, budaya dan lingkungan hidup.
Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern
sulit untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan
antara lain penyajian yang cepat sehingga tidak menghabiskan waktu lama dan
dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, higienis dan dianggap sebagai
makanan bergengsi dan makanan gaul (Kristianti, 2009). Kebiasaan
mengkonsumsi pangan yang nutrisinya kurang seperti fast food dapat
mengganggu status gizi, karena dapat menyebabkan terjadinya obesitas, risiko
terkena hipertensi dan penyakit degeneratif lainnya. Hal ini karena fast food
umumnya tinggi kalori, lemak, dan garam tapi miskin zat gizi lainnya (Deni,
2009).
9

Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari
pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting bagi
terbentuknya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoadmojo
1993).
Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal
maupun informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum yang diterapkan di
sekolah, dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis yang ketat untuk tingkat
usia sasaran. Sementara pendidikan informal tidak terorganisasi secara
structural dan tidak mengenal tingkatan kronologis, keterampilan, dan
pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di lingkungan sekitar manusia
(Hayati, 2000).
Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal,
informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan
kejelasan mengenai objek tertentu (Sukandar 2009).
Menurut Sanjur yang diacu dalam Sukandar (2009), pengaruh
pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin
tinggi tingkat pengetahuan gizi, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik.
Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri,
tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi. Semakin tinggi
tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah
dengan nilai gizi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan
kebiasaan makan dan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat
terpenuhi.
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang di konsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Berdasarkan defenisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan
konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Dodik
1994).
10

Ada beberapa cara untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Secara


umum ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode
penimbangan langsung (weighing method, dan food inventory method), metode
penimbangan tidak langsung, seperti mengingat (food recall 24 hour), metode
pengeluaran pangan (food expenditure method), metode pendaftaran pangan
(food list method), metode fekuensi pangan atau cara lainnya (Hardinsyah &
Dodik 1994).
Food Recall 24 jam merupakan salah satu metode pengumpulan data
konsumsi yang sering digunakan. Metode food recall 24 jam merupakan metode
mengingat kembali, dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang
telah dikonsumsi selama 24 jam. Proses mengingat ini dipandu oleh
pewawancara terlatih yang idealnya adalah seorang ahli gizi, atau orang lain
yang mengerti tentang pangan dan gizi. Cara ini cukup baik diterapkan dalam
survei terhadap kelompok masyarakat. Kelebihan cara ini yaitu mudah dilakukan
dan responden tidak dituntut harus melek huruf, karena yang menyiapkan model
makanan dan mencatat adalah pewawancara (Arisman 2002).
Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh
akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan
kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan
pengeluaran energi yang mencukupi dapat menyebabkan timbulnya gizi lebih.
Kelebihan konsumsi pangan dalam hal ini energi yang berlebihan dalam waktu
yang berkesinambungan akan menyebabkan berat badan meningkat, timbunan
lemak meningkat dan obesitas. Oleh karena itu setiap orang harus
mengkonsumsi sejumlah makanan yang sesuai dengan kecukupan berdasarkan
usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya (Hardinsyah & Martianto 1989).

Kebutuhan dan Kecukupan Gizi Remaja


Hardinsyah & Martianto (1996) membedakan pengertian istilah kebutuhan
gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan Gizi (Nutrient Requirements) adalah
banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat.
Sedangkan kecukupan gizi (Recommended Dietary Allowances) adalah jumlah
masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hampir semua
orang hidup sehat.
Karyadi dan Muhilal (1992) menyatakan bahwa kebutuhan pangan hanya
diperlukan secukupnya, bila kurang maupun lebih dari kecukupan yang
diperlukan, terutama apabila dialami dalam jangka waktu yang lama akan
11

berdampak buruk bagi kesehatan. Adanya interaksi berbagai zat gizi


memberikan gambaran perlunya diupayakan suatu keseimbangan zat-zat gizi
yang dikonsumsi, maka semakin tercapai keseimbangan dalam interkasi antara
zat gizi.
Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnyanya sangat bervariasi
meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan
faktor lainnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat
tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan
pendayagunaan zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh komposisi dan keadaan
makanan secara keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992).
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), kebutuhan gizi antar individu yang
berat badannya relatif sama dan berasal dari kelompok umur yang sama dan
bervariasi. Namun variasi kebutuhan energi lebih kecil dibanding variasi
kebutuhan protein dan zat gizi lainnya pada kelompok umur yang sama. Oleh
karena itu Hamilton dan Whitney (1982) serta Komisi Ahli FAO/WHO/UNU (1985)
menetapkan bahwa angka kecukupan energi seseorang pada kelompok umur
tertentu sama dengan lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan energi (x) kelompok
tersebut. Umumnya energi yang ditambahkan untuk mencapai tingkat aman
sebesar 1-5 persen kebutuhan. Ini berbeda dengan tambahan yang diberikan
pada kecukupan protein dan zat gizi lain sebesar dua standar deviasi atau sekitar
20-30 persen dari rata-rata kebutuhan. Ini karena energi dapat disimpan di dalam
tubuh dalam bentuk lemak yang dapat diubah kembali menjadi energi.
Kekurangan energi dalam jangka pendek dapat ditutup oleh kelebihan konsumsi
energi pada hari lain.
Kebutuhan energi orang yang sehat dapat diartikan sebagai tingkat asupan
energi yang dapat dimetabolisasi dari makanan yang akan menyeimbangkan
keluaran energi, ditambah dengan kebutuhan tambahan untuk pertumbuhan,
kehamilan dan penyusuan yaitu energi makanan yang diperlukan untuk
memelihara keadaan yang lebih baik (Arisman, 2002). Menurut Krauses (2004),
kebutuhan energi anak dan remaja usia 2-20 tahun yaitu 50%-60% asupan
karbohidrat, 25%-35% asupan lemak, dan 10-15% asupan protein.
Menurut Almatsier (2002), penentuan kebutuhan gizi seseorang dalam
keadaan sehat dilakukan berdasarkan umur, gender, aktifitas fisik, serta kondisi
khusus (ibu hamil dan menyusui). Kebutuhan energi ditentukan oleh komponen
utama yaitu Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolisme Rate
12

(BMR) dan aktifitas fisik. AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan
tinggi badan. Berikut rumus perhitungan AMB menurut Harris Benedict (1919)
diacu dalam Almatsier (2002).
AMB = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 X TB) (4,7 x U) (wanita)
= 66,5 + (13,7x BB) + ( 5,0X TB) ( 6,8x U) (pria)

Keterangan :
AMB = Angka Metabolisme Basal (kkal)
BB = Berat badan (kg)
TB = Tinggi badan (cm)
U = Umur (tahun)
Perhitungan kecukupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar
Kecukupan Gizi, yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-
rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi
tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan rata-rata ditambah jumlah
tertentu untuk mencapai tingkat aman (Hardinsyah & Briawan 1994). Berikut
adalah tabel kecukupan energi dan protein yang dianjurkan per orang per hari
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kecukupan energi dan protein yang dianjurkan per orang per hari (Widya
Pangan dan Gizi 2004)
Berat Tinggi Laki-laki Berat Tinggi Perempuan
Umur
Badan Badan Energi Protein Badan Badan Energi Protein
13-15 48 155 2400 60 49 152 2350 57
16-18 55 160 2600 65 50 155 2200 55

Status Gizi Remaja


Gibson (2005) menyatakan status gizi merupakan keadaan kesehatan
tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Selanjutnya menurut
Almatsier (2001) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Menurut Supariasa et al. (2001) status
gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian gizi yang dilakukan secara langsung meliputi antropometri, biokimia,
klinis dan biofisik. Penilaian yang dilakukan secara tidak langsung seperti survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap metode memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Cara pengukuran status gizi secara
13

langsung yang paling sering dilakukan dengan menggunakan metode


antropometri. Antropometri sangat umum digunakan untuk menukur status gizi
anak dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi.
Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al. 2001).
Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan empat metode, salah satu metode tersebut adalah antropometri.
Penilaian status gizi secara antropometri memiliki beberapa keunggulan seperti
prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar, relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya murah, mudah dibawa,
hasilnya akurat dan tepat, dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di
masa lampau, dan umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang,
dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas. Metode antropometri
juga dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Serta metode antropometri juga dapat
digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi (Supariasa
2001).
Overweight dan Obesitas Pada Remaja
Kejadian berlebihnya berat badan pada remaja dapat dikategorikan
menjadi dua golongan yaitu gemuk (overweight) dan obesitas (obesity). Obesitas
adalah kelebihan berat badan sebagai akibat penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan. Overweight adalah kondisi berat badan melebihi berat badan normal
(Rimbawan & Siagian 2004). Dijelaskan lebih lanjut bahwa persamaan keduanya
terletak pada adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang
ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal.
Khomsan (2004) menyatakan obesitas merupakan refleksi ketidakseimbangan
konsumsi dan pengeluaran energi.
Untuk menentukan seseorang memiliki status gizi lebih dapat dilakukan
dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan suatu
pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat badan dengan tinggi
badan. IMT merupakan rumus matematika dimana berat badan (dalam kilogram)
dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) pangkat dua (Steward dan Mann
2007). Pengukuran status gizi yang berlaku pada remaja yaitu menurut umur
(IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U berdasarkan Z score dapat
disajikan pada Tabel 2.
14

Tabel 2 Kategori status gizi pada remaja menurut WHO 2007


Variabel Kategori
> +2 SD Obese
+1 SD < Z score +2 SD Overweight
-2 SD Z score +1 SD Normal

Tipe kegemukan menurut Wirakusumah (1994) dibagi menjadi dua tipe


yaitu Tipe Android (Tipe Buah Apel) dan Tipe Ginoid (Tipe Buah Pear). Tipe
android ditandai dengan penumpukan lemak yang berlenihan di bagian tubuh
sebelah atas yaitu disekitar dada, pundak, leher, dan muka. Pada Tipe Ginoid
lemak tertimbun di bagian tubuh sebelah bawah yaitu disekitar perut, pinggul,
paha, pantat, dan umumnya ditemui pada wanita.
Menurut Hirsch dan Knittle dalam Wirakusumah (1994) tipe kegemukan
berdasarkan kondisi sel dibagi menjadi beberapa tipe yaitu tipe hiperplastik, tipe
hipertropik, dan tipe hiperplastik-hipertropik. Tipe hiperplastik merupakan tipe
kegemukan dengan jumlah sel lebih banyak dibandingkan dengan kondisi
normal. Kegemukan ini terjadi pada masa anak-anak dan sulit terjadinya
penuunan berat badan. Tipe hipertropik merupakan kegemukan dengan jumlah
sel yang normal, namun ukuran sel-sel tersebut besar yaitu lebih besar dari
ukuran sel normal. Sedangkan tipe hiperplastik-hipertropik merupakan
kegemukan dengan jumlah dan ukuran selnya melebihi normal, biasanya dimulai
sejak masa anak-anak hingga dewasa.
Muchtadi (1996) menyatakan bahwa gizi lebih disebabkan karena
konsumsi pangan (zat-zat gizi) yang melebihi kebutuhan normal tubuh manusia.
Salah satu bentuk gizi lebih berupa obesitas, yang seringkali diikuti dengan
timbulnya penyakit kronis seperti ateroklorosis, penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, diabetes mellitus, kanker dan sebagainya.
Novitasari (2005) menyatakan pola makan yang tinggi kalori dan lemak,
seperti yang banyak terkandung dalam berbagai jenis fast food menyebabkan
terjadinya penimbunan energi dalam bentuk lemak. Hal ini akan diperberat
dengan kurangnya aktivitas. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus dan telah
menjadi kebiasaan yang terpola, maka akan terakumulasi dalam tubuh. Lebih
lanjut berbagai gangguan kesehatan yang, seperti penyakit degeneratif akan
menyerang, serta timbulnya berbagai gangguan psikologik (bentuk tubuh yang
tidak sesuai yang diharapkan).
15

Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan
bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa
berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002).
Salah satu faktor penyebab obesitas adalah kurangnya kegiatan fisik,
yang memberikan kesempatan naiknya berat badan. Kegiatan fisik akan lebih
efektif dapat mempertahankan berat badan normal atau menurunkan berat
badan yang berlebihan jika diikuti dengan pembatasan masukan energi
(Soemardjan 1986).
Wirakusumah (1994) menyatakan bahwa gaya hidup yang kurang
menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi seseorang.
Aktivitas fisik diperlukan pemasukan energi berlebih untuk membakar energi
dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan
aktivitas fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi
gemuk. Satato (1994) menyatakan bahwa kemakmuran dan kemudahan hidup
menimbulkan gaya hidup yang sedentaris, yang sangat menurunkan kerja atau
aktivitas fisik dan memberikan kesempatan yang luas untuk makan banyak.
Kemajuan teknologi di perkotaan merupakan faktor pemicu gaya hidup
sedentary yang berkontribusi pada meningkatnya kegemukan. Tersedianya
fasilitas yang menggunakan teknologi tinggi (lift, escalator) mempersempit
peluang untuk melakukan gerak fisik yang optimal. Akibatnya, energi yang masuk
dari makanan tidak digunakan secara optimal, sehingga akan menyebabkan
timbunan lemak dalam tubuh yang menimbulkan kegemukan (Muchtadi 1996).
16

KERANGKA PEMIKIRAN

Fast food merupakan salah satu jenis makanan yang sedang menjadi
trend saat ini. Umumnya fast food disukai oleh anak-anak, remaja sampai orang
dewasa. Fast food merupakan makanan cepat saji yang mengandung energi
tinggi. Saat ini fast food telah menjadi bagian dari perilaku konsumsi sebagian
anak dan remaja di luar rumah di berbagai kota dan cenderung akan semakin
meningkat.
Pengetahuan gizi yang baik pada remaja diharapkan mempengaruhi
konsumsi makanan yang baik sehingga dapat menuju status gizi yang baik pula.
Pengetahuan gizi yang baik gizi juga mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang.
Kebiasaan mengkonsumsi fast food terdiri dari jenis fast food yang paling
disukai, jenis fast food yang paling tidak disukai, restoran yang paling sering
dikunjungi, alasan yang paling mewakili dalam mengkonsumsi fast food, waktu
yang paling sering dipilih untuk mengkonsumsi fast food, orang yang paling
sering diajak untuk mengkonsumsi fast food dan frekuensi dan ukuran konsumsi
fast food.
Remaja cenderung mengkonsumsi berbagai makanan tanpa
memperhatikan kandungan gizi makanan karena terbatasnya pengetahuan gizi
tersebut, sehingga berpengaruh terhadap kebiasaan mengkonsumsi fast food.
Fast food yang mengandung energi tinggi jika dikonsumsi secara berlebihan
dapat mempengaruhi asupan energi yang menimbulkan terjadinya gizi lebih pada
remaja.
Gizi lebih adalah suatu keadaan dimana berat badan seseorang lebih dari
berat badan normal, sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan tinggi badan. Gizi
lebih timbul karena energi yang berasal dari pada energi yang diperlukan tubuh.
Gizi lebih juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, Aktivitas remaja tentunya berbeda
antara hari sekolah dan hari libur. Status gizi dari orang tua yang memiliki status
gizi lebih berpeluang lebih bagi anak untuk menjadi gemuk. Keadaan ini semakin
nyata jika didukung oleh konsumsi energi yang berlebihan dan kurangnya
melakukan aktivitas fisik. Sehingga terjadi kelebihan berat badan dan peimbunan
lemak tubuh yang mengakibatkan obesitas pada remaja, dan penyakit-penyakit
degeneratif lainnya.
17

Karakteristik Contoh
- Jenis kelamin
- Usia Pengetahuan Gizi
- Uang saku

Kebiasaan mengkonsumsi fast


food

- Jenis fast food


- Alasan mengkonsumsi fast
food
- Cara Pengolahan fast food
yang paling disukai
- Restoran fast food yang
paling sering dikunjungi
- Waktu yang dipilih untuk
mengkonsumsi fast food
- Orang paling sering diajak
- Berat badan
untuk mengkonsumsi fast
- Tinggi badan
food
- Frekuensi konsumsi dan
ukuran fast food

Kebutuhan Energi
Konsumsi Pangan
dan Zat Gizi

Status Gizi Lebih


Aktifitas Fisik -Overweight Penyakit
-Obese

Gambar 1 : Kebiasaan Konsumsi Fast Food Pada Siswa Yang Berstatus


Gizi Lebih Pada Siswa SMA Kartini Batam
Keterangan :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Hubungan yang diteliti

Hubungan yang tidak diteliti


18

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross
Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan lokasi sekolah relatif dekat dengan tempat-tempat untuk
mengkonsumsi fast food, terletak di daerah perkotaan dan kebanyakan berasal
dari keluarga ekonomi tinggi. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli-Agustus
2010, yang disesuaikan dengan kalender akademik di SMA Kartini Batam agar
tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh


Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMA Kartini Batam.
Contoh diambil secara purposive dengan kriteria laki-laki dan perempuan,
memiliki status gizi lebih dan normal, bersedia menjadi responden. Teknis
pengambilan contoh adalah seluruh siswa diukur berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) terlebih dahulu, kemudian ditentukan status gizinya berdasarkan
contoh dan diambil sesuai dengan kriteria yaitu siswa memiliki status gizi lebih
dan normal. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah metode
purposive sampling. Contoh yang diambil sebanyak 60 contoh yang terdiri dari 30
orang gizi lebih dan 30 orang normal.
Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi WHO 2007. Klasifikasi
pengkategorian status gizi pun dibagi menjadi 3 kelompok yaitu obese (z > +2
SD), overweight (+1 SD z +2 SD) dan normal (-2 SD z +1 SD). Penentuan
nilai status gizi ditentukan berdasarkan software anthroplus 2007 yang mengacu
pada referensi WHO 2007.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi karakteristik contoh, kebiasaan mengkonsumsi fast food,
konsumsi pangan, pengetahuan gizi contoh, aktivitas fisik dan status gizi. Data
sekunder yang dikumpulkan adalah keadaan umum sekolah.
Data kebiasaan mengkonsumsi fast food meliputi jenis fast food yang
paling disukai, jenis fast food yang paling tidak disukai, cara pengolahan fast food
yang paling disukai, tempat yang paling sering dikunjungi untuk mengkonsumsi
19

fast food , alasan mengkonsumsi fast food, ukuran jenis fast food serta frekuensi
konsumsi fast food. Data frekuensi fast food selama 1 bulan terakhir dikumpulkan
menggunakan Food Frequency Questionnairre (FFQ). Frekuensi konsumsi fast
food dikelompokkan menjadi tidak pernah, 1-3x/bulan, 1-2x/minggu, 3-5x/minggu,
dan 6-7x/minggu. Data ukuran dikelompokkan menjadi kecil, sedang, dan besar.
Data konsumsi pangan dikumpulkan melalui survei dengan metode 24-hour
recall selama 2 hari yang meliputi hari libur dan hari sekolah.
Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan cara wawancara
langsung kepada contoh berdasarkan kuesioner. Kuesioner pengetahuan gizi
berisi 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling
benar. Pertanyaan pengetahuan gizi yang diberikan mencakup gizi secara
umum (8 soal), fast food (6 soal), dan obesitas (6 soal). Skor jawaban siswa
setiap satu pertanyaan diberi nilai satu (1) bila memilih jawaban benar dan skor
nol (0) bila memilih jawaban yang salah atau tidak memilih jawaban. Pertanyaan
mengacu pada Novitasari (2005) dan Sarasvati (2010).
Data aktivitas fisik diperoleh melalui metode recall 1x24 jam yang
dilakukan dua kali pada hari yang berbeda yaitu pada hari sekolah dan hari libur.
Data aktivitas fisik yang dikumpulkan berupa jenis aktivitas yang dilakukan dan
durasi waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Data tersebut diperoleh dengan
menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh setelah mendapat
penjelasan dari peneliti. Data mengenai keadaan umum sekolah diperoleh
melalui informasi baik lisan maupun tulisan dari pihak Tata Usaha sekolah.
Variabel data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat pengumpulan data
secara jelas dapat dilihat pada Tabel 3.
20

Tabel 3. Variabel data, jenis data, cara pengumpulan data, dan alat
pengumpulan data
No Variabel data Jenis data Cara pengumpulan data Alat
pengumpul
data
1. Karakteristik contoh Primer Wawancara Kuesioner,
- Nama timbangan
- Alamat injak digital
- Umur (bathscale),
- Jenis kelamin Microtoise
- Berat badan
- Tinggi badan

2. Kebiasaan konsumsi Primer Wawancara Kuesioner dan


fast food (Jenis fast food, Alasan FFQ
mengkonsumsi fast food,
Cara Pengolahan fast
food yang paling disukai,
Tempat yang paling
sering dikunjungi, Waktu
yang dipilih untuk
mengkonsumsi fast food,
Frekuensi dan ukuran
konsumsi fast food)
3. Pengetahuan Gizi Primer Pengisian kuesioner Kuesioner
tentang gizi, fast food
dan obesitas
4. Konsumsi contoh Primer Metode food recall 2x24 Kuesioner
jam
5. Aktifitas Fisik Primer Kuesioner
Pengisian kuesioner
dengan metode
pencatatan 2x24 jam

6. Karakteristik sekolah Sekunder Dokumen laporan Laporan


- lokasi tahunan tahunan
- jumlah siswa dan
guru
- lama belajar
- sarana dan
prasarana
-kegiatan
ekstrakurikuler
21

Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dan terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif
dan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows.
Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, entry, dan
analisis. Perbedaan antar variable dianalisis dengan uji beda t (Independent t-
Test), sedangkan hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji
korelasi Pearson, Spearman dan Chi-Square.
Data mengenai karakteristik contoh terdiri dari umur 15-17 tahun, jenis
kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Data uang saku dan aktifitas fisik
dikategorikan menggunakan metode Slamet (1993) dari rumus :
IK = NT NR
Kategori
Keterangan:
IK = interval kelas
NT = nilai tertinggi
NR = nilai terendah

Data uang saku dikategorikan menjadi 3 yaitu terdiri dari rendah (10000-
14999), sedang (15000-20000), dan tinggi (20001-25000).
Kebiasaan mengkonsumsi fast food ditabulasi dan dianalisis secara
deskriptif. Analisis statistik yang digunakan dalam pada penelitian ini antara lain
uji beda t (Independent sample t-test) untuk menganalisis perbedaan uang saku,
pengetahuan gizi, frekuensi konsumsi fast food, konsumsi dan aktivitas fisik
contoh. Hubungan antara pengetahuan gizi, uang saku dengan frekuensi fast
food remaja SMA yang berstatus gizi lebih dan normal digunakan uji Korelasi
Spearman. Uji Pearson digunakan untuk melihat hubungan uang saku,
pengetahuan gizi, frekuensi konsumsi fast food, dan aktivitas fisik dengan status
gizi contoh. Uji Chi-Square digunakan untuk melihat hubungan jenis kelamin
dengan status gizi.
Data pengetahuan gizi contoh diberi skor jika jawaban benar dan skor 0
jika jawaban salah, sehingga skor total 20. Pengetahuan gizi contoh
dikategorikan menjadi rendah jika kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika
antara 60-80% jawaban benar dan tinggi jika lebih dari 80% jawaban benar
(Khomsan 2000).
Data aktivitas fisik diketahui dari metode recall 1x24 jam yang dilakukan dua
kali pada hari yang berbeda yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Aktifitas fisik
yang dilakukan contoh dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan dan untuk
22

setiap kegiatan dihitung alokasi waktu yang digunakan. Alokasi waktu dari
aktivitas fisik selama dua hari kemudian dihitung rata-rata. Rata-rata alokasi
waktu tersebut dikalikan dengan pengeluaran energi menurut jenis kegiatan
kemudian dibagi 24 jam.
Menurut Almatsier (2002), komponen utama yang menentukan pengeluaran
energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolic Rate dan
aktivitas fisik. Total energi aktivitas pada hari sekolah dan hari libur digunakan
untuk mengetahui rata-rata pengeluaran energy contoh. Nilai AMB contoh
dihitung dengan menggunakan standar Harris-Benedict (1919) dalam Almatsier
(2002). Cara perhitungan AMB adalah sebagai berikut :

AMB = 655+ (9,6 x BB) + (1,8 X TB) (4,7 x U) (wanita)


= 66,5 + (13,7x BB) + (5,0X TB) ( 6,8x U) (pria)

Keterangan :
AMB = Angka Metabolisme Basal (kkal)
BB = Berat badan (kg)
TB = Tinggi badan (cm)
U = Umur (tahun)
Kebutuhan energi contoh dihitung dengan rumus Kebutuhan Energi Total,
yaitu:

Kebutuhan Energi Total (kkal/hari) = AMB x FA

Keterangan :
AMB = Angka Metabolisme Basal (kkal)
FA = Faktor Aktivitas (Berdasarkan FAO 2001, pada lampiran 4)

Data konsumsi pangan individu yang dikumpulkan ditabulasi dan


kemudian dirata-ratakan per bahan pangan hingga diperoleh rata-rata per
kelompok. Selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk energi, protein, lemak, dan
karbohidrat dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM
2009).
Secara umum penilaian jumlah zat gizi tertentu yang dikonsumsi sebagai
berikut (Hardinsyah & Martianto, 1992):

Gij = BPj x Bddj x KGij


100 100
23

Keterangan : Gij = zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j
BPj = berat pangan atau makanan j yang dikonsumsi (gram)
Bddj = bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari
100 gram pangan atau makanan j)
Kgij = kandungan zat gizi tertentu (i) dar pangan (j) atau makanan
yang dikonsumsi sesuai dengan satuannya

Data konsumsi pangan dapat yang didapat dalam ukuran rumah tangga
(URT), dikonversikan dalam bentuk gram yang kemudian diolah untuk
mengetahui konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat.
24

Definisi Operasional

Contoh adalah siswa-siswi yang duduk di kelas XI SMA dan memiliki status gizi
lebih (+1 SD z +2 SD dan z > +2 SD) dan normal (-2 SD z +1 SD)
(WHO 2007).
Karakteristik contoh adalah identitas contoh yang meliputi jenis kelamin, umur,
BB, TB dan uang saku.
Fast food adalah makanan yang cepat saji dan praktis (ayam goreng, kentang
goreng, burger, pizza, spaghetti dan lainnya) yang berasal dari restoran-
restoran fast food : McDonalds, Kentucky Fried Chicken (KFC), JCo, dll.
Pengetahuan Gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman siswa-siwi
tentang gizi. Pengetahuan diukur dengan kemampuan siswa-siswi
dengan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan gizi, fast food
dan obesitas.
Kebiasaan mengkonsumsi fast food adalah jenis fast food yang paling disukai,
jenis fast food yang paling tidak disukai, cara pengolahan fast food,
restoran yang paling sering dikunjungi untuk mengkonsumsi fast food ,
alasan mengkonsumsi fast food, waktu yang paling sering dipilih untuk
mengkonsumsi fast food, Orang yang paling sering diajak mengkonsumsi
fast food, serta frekuensi dan ukuran menkonsumsi fast food pada
remaja.
Frekuensi konsumsi fast food adalah seberapa sering contoh gizi lebih dan
normal mengkonsumsi fast food selama 1 bulan terakhir yang di beli di
restoran fast food.
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi remaja
gizi lebih dan normal dalam satu hari dengan cara recall 2 x 24 jam pada
satu hari sekolah dan satu hari libur.
Gizi lebih adalah keadaan contoh dimana memiliki berat badan lebih dari normal
berdasarkan kategori WHO 2007 yaitu obese (nilai IMT/U zscore > +2
SD), overweight (+1 SD zscore +2 SD).
Uang saku adalah jumlah uang yang diperoleh remaja dari orang tua setiap hari.
Aktifitas fisik adalah jenis kegiatan fisik yang dilakukan oleh contoh dalam
sehari yang berupa jenis dan durasi waktu melakukan aktivitas.
25

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Sekolah
Sekolah Menengah Atas Kartini adalah salah satu sekolah swasta favorit
yang terletak di Jalan Budi Kemuliaan, Kampung Seraya Kota Batam. Sekolah ini
terletak di tengah pusat kota, dekat dengan mal, mudah dilalui oleh beragam alat
transportasi. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1983 yang diselenggarakan oleh
Yayasan Keluarga Batam. Sekolah ini berdiri di atas areal tanah seluas 13.728
m. Jumlah staf pengajar (guru) di SMA kartini adalah 20 orang dan staf Tata
usaha sebanyak 2 orang.
Siswa SMA Kartini Batam berjumlah 358 orang, terdiri dari 192 siswa
perempuan dan 166 siswa laki-laki. Tiap tingkat memiliki jumlah kelas yang
berbeda beda, Kelas X memiliki 3 kelas, kelas XI memiliki 4 kelas dan kelas XII
memiliki 4 kelas. Jumlah siswa kelas XI yaitu 129 siswa terdiri atas 58 siswa laki-
laki dan 71 siswa perempuan. Waktu belajarnya dimulai dari pukul 07.00-14.00
untuk hari Senin dan Rabu, dari jam 07.00-15.00 untuk hari Kamis, dari jam
07.00-11.30 untuk hari Jumat dan jam 07.00-11.00 untuk hari Sabtu. Fasilitas
yang dimiliki oleh sekolah meliputi fasilitas fisik, lahan, dan non fisik. Fasilitas fisik
yang dimiliki meliputi ruang kelas, ruang guru, perpustakaan, laboratorium,
kantin, musholla, aula, gudang, toilet dan UKS. Fasilitas lahan yang ada terdiri
dari halaman, lapangan olah raga, kebun, dan lapangan parkir. Fasilitas non
fisik/ekstrakurikuler yang ada di sekolah meliputi pramuka, PMR, english club,
sains club, geoclub, modelling, vocal, volly, basket, paskibra, dance, cheers, seni
tari, marching band, roboting, karate, badminton, futsal, jurnalis, photography,
band dan nasyid.
SMA Kartini Batam terletak di daerah yang stategis yaitu terletak di
tengah kota yang relatif dekat dengan mall dan tempat-tempat untuk
mengkonsumsi fast food. Restoran fast food yang terletak dekat dengan dengan
SMA Kartini yaitu Kentucky Fried Chicken (KFC), Mc Donald (McD), Pizza Hut
dan J.Co.
26

Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Siswa SMA Kartini Batam berjumlah 358 orang, terdiri dari 192 siswa
perempuan dan 166 siswa laki-laki. Tiap tingkat memiliki jumlah kelas yang
berbeda beda, Kelas X memiliki 3 kelas, kelas XI memiliki 4 kelas dan kelas XII
memiliki 4 kelas. Jumlah siswa kelas XI yaitu 129 siswa terdiri atas 58 siswa laki-
laki dan 71 siswa perempuan. Tabel 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan
jenis kelamin dan status gizi khususnya kelas XI SMA Kartini Batam.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi

Jenis Lebih Normal Total


Kelamin n % n % n %
Laki-laki 19 63.3 13 43.3 32 53.3
Perempuan 11 36.7 17 56.7 28 46.7
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar contoh yang


berstatus gizi lebih adalah laki-laki, sedangkan sebagian besar contoh yang
berstatus gizi normal adalah perempuan. Contoh yang berstatus gizi lebih
sebanyak 63.3% contoh berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut berlawanan
dengan jumlah contoh yang berstatus gizi normal yaitu perempuan sebanyak
56.7% contoh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Novitasari (2005) dan Risma
(2005) pada siswa/siswi SMA yang sama-sama menunjukkan persentase laki-laki
obes yaitu 56.7%, sedangkan perempuan yaitu 43.4%. Berdasarkan uji statistik
Chi-Square tidak terdapat hubungan (p>0.05) antar jenis kelamin dengan status
gizi contoh.

Umur
Masa remaja umumnya disebut pancaroba atau masa peralihan dari
masa anak-anak menuju arah kedewasaan. Menurut Marat (2009) batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12-21 tahun. Rentang
waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu usia 12-15 tahun masa
remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan usia 18-21 tahun
merupakan masa remaja akhir. Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara
15-17 tahun. Sebagian besar contoh baik yang berstatus gizi lebih maupun
normal berusia 16 tahun. Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi
dapat dilihat pada Tabel 5.
27

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi


Lebih Normal Total
Umur (tahun)
n % n % n %
15 3 10.0 1 3.3 4 6.7
16 23 76.7 26 86.7 49 81.7
17 4 13.3 3 10.0 7 11.7
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Uang saku
Menurut Napitu (1994), uang saku merupakan bagian dari pengalokasian
pendapatan keluarga yang diberikan kepada anak dalam jangka waktu tertentu.
Uang saku contoh dalam penelitian ini merupaka uang saku per hari yang
digunakan contoh untuk jajan disekolah. Uang saku tidak termasuk uang
transportasi (jemputan,bensin motor dan bensin mobil), uang buku dan uang
SPP. Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi
Lebih Normal Total
Uang Saku
n % n % n %
10000-14999 0 0.0 2 6.7 2 3.3
15000-20000 24 80.0 22 73.3 46 76.7
20001-25000 6 20.0 6 20.0 12 20.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Uang saku per hari contoh dibagi menjadi tiga kategori yaitu Rp 10000-
14999, Rp 15000-20000, dan Rp 20001-25000. Tabel 6 menunjukkan bahwa
lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi lebih yaitu 80% dan contoh
berstatus gizi normal yaitu 73.3% mendapatkan uang saku antara Rp 15000-
20000 per hari. Uang saku contoh Rp 10000-14999, hanya terdapat pada contoh
berstatus gizi normal yaitu 6.7%. Sedangkan uang saku Rp 20001-25000 pada
contoh berstatus gizi lebih dan normal yaitu 20%. Hal ini dikarenakan contoh
berasal dari keluarga dengan keadaan sosial ekonomi menengah ke atas,
sehingga mempengaruhi besarnya uang saku anak. Uang saku yang semakin
besar membuat seorang anak lebih leluasa dalam memilih dan mengkonsumsi
makanan yang beragam. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) besar
uang saku yang diperoleh anak yang berstatus gizi lebih dan normal. Hasil
analisis Korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan (p>0.05) antara
besar uang saku dengan status gizi contoh.
28

Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman contoh
tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan contoh dalam menjawab
pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum, fast food, dan obesitas.
Terdapat 20 pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling
benar (Correct-Answer Multiple Choice). Pertanyaan yang diberikan mencakup
gizi secara umum (8 soal), fast food (6 soal) dan obesitas (6 soal).
Berdasarkan Khomsan (2000), tingkat pengetahuan gizi contoh
dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu tingkat pengetahuan rendah (< 60%),
sedang (60-80%) dan tinggi (80% ). Tabel 7 menunjukkan hasil sebaran contoh
berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi
Lebih Normal Total
Pengetahuan Gizi
n % n % n %
Kurang (<60) 2 6.67 2 6.67 4 6.67
Sedang (60-80) 24 80.0 19 63.3 43 71.66
Baik (>80) 4 13.3 9 30.0 13 21.67

Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sebanyak 80.0% contoh yang


berstatus gizi lebih dan sebanyak 63.3% contoh berstatus gizi normal memiliki
tingkat pengetahuan gizi sedang, sebanyak 13.3% contoh yang berstatus gizi
lebih dan 30.0% contoh berstatus gizi normal memiliki tingkat pengetahuan gizi
baik dan 6.67% contoh yang berstatus gizi lebih maupun normal memiliki tingkat
pengetahuan kurang. Secara keseluruhan tingkat pengetahuan contoh sudah
baik. Hal ini dapat dilihat sebanyak 71.66% contoh memiliki tingkat pengetahuan
sedang dan 21.67% contoh memiliki tingkat pengetahuan baik. Namun masih
terdapat penghetahuan gizi kurang pada contoh berstatus gizi lebih dan normal
sebanyak 6.67%.
Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat
diketahui terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat
pengetahuan gizi contoh yang berstatus gizi lebih dan normal. Hal ini
dikarenakan 80.0% contoh berstatus gizi lebih memiliki pengetahuan sedang dan
13.3% memiliki pengetahuan baik sedangkan 63.3% contoh normal memiliki
pengetahuan sedang dan 30% contoh normal memiliki pengetahuan baik. Hasil
29

analisis Korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara


pengetahuan gizi dengan status gizi contoh (p<0.05).
Berdasarkan 20 pertanyaan semua contoh dapat menjawab benar yaitu
dengan menyebutkan susunan menu gizi seimbang, sebanyak 98.3% contoh
dapat menjawab dengan benar pangan yang perlu dikonsumsi untuk
mengimbangi dalam fast food, sebanyak 41.7% contoh dapat menjawab dengan
benar jenis minyak yang mengandung lemak sehat. Selain itu juga diketahui total
nilai tertinggi pada contoh gizi lebih dan normal yaitu 95, nilai terendah pada
status gizi lebih (55) dan normal (50), dan nilai rata-rata pada contoh gizi lebih
(71.7) dan normal (79).

Kebiasaan Mengkonsumsi Fast Food

Jenis Fast Food yang Paling Sering Dikonsumsi


Jenis fast food yang paling disukai oleh contoh adalah fried chicken.
Sebanyak 76,7% contoh memilih fried chicken , sebanyak 10.0% contoh memilih
french fries dan burger, sebanyak 1.7% contoh memilih donat dan pizza.
Sebaran jenis fast food yang paling disukai dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis fast food yang paling disukai
dan status gizi
Jenis Fast Food yang Paling Disukai Lebih Normal Total
n % n % n %
Fried chicken 25 83.3 21 70.0 46 76.7
French fries 2 6.7 4 13.3 6 10.0
Burger 2 6.7 4 13.3 6 10.0
Donat 1 3.3 0 0.0 1 1.7
Pizza 0 0.0 1 3.3 1 1.7
Spageti 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100 60 100.0

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yang berstatus gizi


lebih yaitu 83.3% dan 70.0% contoh berstatus gizi normal menyukai jenis fast
food fried chicken. Sementara hanya 3.3% contoh berstatus gizi lebih memilih
donat, dan hanya 3.3% contoh berstatus gizi normal memilih pizza sebagai jenis
fast food yang paling disukai. Kedua responden sama-sama tidak memilih
spaghetti sebagai jenis fast food yang paling disukai. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Rahmadi (2003) dan Novitasari (2005) yang menyatakan bahwa jenis
fast food fried chicken yang biasa banyak dikonsumsi konsumen.
30

Dipilihnya fried chicken sebagai jenis fast food yang paling sering
dikonsumsi kemungkinan disebabkan oleh bahan baku dan proses
pengolahannya. Jenis fast food ini diolah dengan cara digoreng ini akan lebih
banyak menyerap minyak, dengan penambahan tepung terigu dan bumbu-
bumbu membuat cita rasa yang lebih gurih dan renyah. Kalori dari fried chicken
(KFC) yaitu 460 kkal dan lemak 43.9 g, sedangkan fried chicken (McD) yaitu 369
kkal dan lemak 15.2 g.

Jenis Fast Food yang Paling Tidak Disukai


Seluruh contoh yang berstatus gizi normal dan gizi lebih tidak ada yang
tidak menyukai donat. Persentase tertinggi pertama untuk jenis fast food yang
paling tidak disukai oleh contoh yaitu pizza. Sebanyak 43.3% contoh yang
berstatus gizi lebih dan 46.7% contoh yang berstatus gizi normal memilih pizza
untuk jenis fast food yang paling tidak disukai. Persentase tertinggi kedua untuk
jenis fast food yang paling tidak disukai oleh contoh yang berstatus gizi lebih dan
gizi normal yaitu spaghetti. Sebanyak 33.3% contoh berstatus gizi lebih 40%
contoh yang berstatus gizi normal memilih spaghetti sebagai fast food yang
paling tidak disukai. Sebaran contoh berdasarkan jenis fast food yang paling
tidak disukai dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis fast food yang paling tidak disukai
dan status gizi
Jenis Fast Food yang Paling Tidak Disukai Lebih Normal Total
n % n % n %
Fried chicken 1 3.3 1 3.3 2 3.3
French fries 1 3.3 0 0.0 1 1.7
Burger 5 16.7 3 10.0 8 13.3
Donat 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Pizza 13 43.3 14 46.7 27 45.0
Spaghetti 10 33.3 12 40.0 22 36.7
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa pizza merupakan jenis fast


food yang paling tidak disukai oleh contoh, kemungkinan disebabkan pizza
merupakan makanan yang tidak mengenyangkan. Hal ini disebabkan bahan
utama pizza yaitu tepung terigu yang ditambah dengan bumbu-bumbu, sedikit
daging dan sayuran. Selain itu harga pizza juga relatif mahal bagi seorang
pelajar.
31

Cara Pengolahan Fast Food


Cara pengolahan fast food dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua
yaitu digoreng dan sdipanggang. Cara pengolahan sangat menentukan cita rasa
yang gurih dalam fast food. Cara pengolahan dengan digoreng lebih
menghasilkan cita rasa yang gurih, sehingga lebih banyak dipilih oleh sebagian
besar konsumen fast food. Selain itu, cita rasa yang dihasilkan oleh cara
pengolahan fast food dengan digoreng lebih sesuai dengan selera orang
indonesia. Cara pengolahan dengan digoreng mengandung energi lebih tinggi
daripada cara pengolahan dengan dipanggang karena pengolahan dengan
digoreng lebih banyak menyerap minyak daripada yang dipanggang. Sebaran
contoh berdasarkan carapengolahan fast food yang paling disukai dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan fast food yang paling
disukai dan status gizi
Cara pengolahan Fast Food yang paling Lebih Normal Total
disukai
n % n % n %
Digoreng 27 90.0 25 83.3 52 86.7
Dipanggang 3 10.0 5 16.7 8 13.3
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 86.7% contoh menyukai


pengolahan dengan digoreng. Sebanyak 90% contoh yang berstatus gizi lebih
dan 83.3% contoh berstatus gizi normal menyukai cara pengolahan fast food
dengan digoreng. Jenis fast food yang digoreng lebih banyak menyerap minyak
daripada yang dipanggang. Hal ini akan mempengaruhi cita rasa pada makanan,
sehingga menyebabkan contoh lebih banyak memilih pengolahan dengan cara
digoreng.

Restoran Fast Food yang Paling Sering Dikunjungi


Semakin menjamurnya restoran-restoran fast food yang yang letaknya
strategis dan dekat dengan sekolah dapat mengakibatkan perilaku makan remaja
menjadi terbiasa dengan mengkonsumsi fast food secara rutin dan terus
menerus. Sebaran contoh restoran yang paling sering dikunjungi dapat dilihat
pada Tabel 11.
32

Tabel 11 Sebaran contoh restoran yang paling sering dikunjungi dan status gizi
Tempat yang paling sering dikunjungi Lebih Normal Total
n % n % n %
KFC 21 70.0 19 63.3 40 66.7
MCD 7 23.3 10 33.3 17 28.3
PIZZAHUT 1 3.3 1 3.3 2 3.3
JCO 1 3.3 0 0.0 1 1.7
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Tabel 11 menunjukkan tempat yang dipilih contoh untuk mengkonsumsi


fast food yang paling sering dikunjungi contoh yaitu KFC. Sebanyak 66.7%
contoh yang berstatus gizi normal dan lebih memilih KFC sebagai restoran fast
food yang paling sering dikunjungi. Selain itu jenis fast food yang disukai remaja
pada penelitian ini jenis fast food yang diolah dengan cara digoreng seperti fried
chicken.
Pada penelitian ini sebanyak 70.0% contoh berstatus gizi lebih dan 63.3%
contoh berstatus gizi normal memilih KFC sebagai restoran yang paling sering
dikunjungi. Hal ini diduga selain di KFC memiliki menu-menu cukup beragam dan
sesuai selera remaja, KFC juga menyediakan suasana yang nyaman dengan
menghadirkan program music. Saat ini dunia yang sangat dekat dengan remaja
yaitu musik, sehingga sebagian remaja mengakui lebih nyaman berada di
restoran KFC dibandingkan restoran fast food yang lain.
Pada penelitian ini sebanyak 3.3% contoh berstatus gizi lebih memilih
JCO sebagai restoran yang paling sering dikunjungi. Hal ini diduga donut bukan
merupakan makanan yang mengenyangkan dan memiliki harga yang cukup
mahal, sehingga contoh jarang memilih JCO sebagai restoran yang dikunjungi.

Alasan Mengkonsumsi Fast Food


Tidak satupun dari 60 contoh memilih gengsi, mengenyangkan, dan
penyajian menarik sebagai alasan mengkonsumsi fast food. Sebanyak 13.3%
contoh berstatus gizi normal memilih rasa lapar, 3.3% contoh memilih ajakan
teman, 10.0% contoh memilih harga terjangkau, 3.3% contoh memilih mudah
ditemui, 6.7% contoh memilih tempat nyaman dan 10.0% contoh memilih
penyajian menarik. Sedangkan contoh berstatus gizi lebih memilih rasa lapar
sebanyak 13.3%, 3.3% contoh memilih harga terjangkau. Sebanyak 53.3%
contoh berstatus gizi normal dan sebanyak 73.3% contoh berstatus gizi lebih
33

memilih rasa enak sebagai alasan mengkonsumsi fast food. Sebaran contoh
berdasarkan alasan mengkonsumsi fast food dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran contoh alasan mengkonsumsi fast food dan status gizi
Alasan Yang Paling Mewakili Dalam Lebih Normal Total
Mengkonsumsi Fast Food
n % n % n %

Rasa lapar 4 13.3 4 13.3 8 13.3


Penyajian menarik 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Mengenyangkan 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Ajakan Teman 0 0.0 1 3.3 1 1.7
Rasa Enak 22 73.3 16 53.3 38 63.3
Harga terjangkau 1 3.3 3 10.0 4 12.5
Mudah ditemui 0 0.0 1 3.3 1 1.7
Gengsi 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Tempatnya nyaman 0 0.0 2 6.7 2 3.3
Penyajian cepat 3 10.0 3 10.0 6 10.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Dari Tabel 12 diketahui alasan yang paling banyak dipilih kedua contoh
dalam mengkonsumsi fast food adalah rasanya enak. Sebanyak 73.3% contoh
berstatus gizi lebih dan sebanyak 53.3% contoh berstatus gizi normal memilih
rasa enak sebagai alasan mengkonsumsi fast food. Sama halnya dengan
penelitian Suryaalamsyah (2009) yaitu alasan contoh memilih makan di restoran
fast food karena cita rasa makanannya.

Waktu Yang Paling Sering Dipilih Untuk Mengkonsumsi Fast Food


Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak 83.3% contoh berstatus gizi
normal dan 73.3% contoh berstatus gizi lebih mengkonsumsi fast food pada
waktu yang tidak tentu, contoh mengkonsumsi fast food tidak terbatas pada hari
sekolah atau hari libur. Konsumsi fast food dengan waktu yang tidak tentu ini,
menggambarkan bahwa fast food tidak hanya dikonsumsi pada waktu libur saja,
akan tetapi pada sebagian contoh kemungkinan fast food telah menjadi bagian
dari menu harian dan frekuensi konsumsinya cenderung meningkat. Tabel 13
menunjukkan waktu yang paling sering dipilih contoh untuk mengkonsumsi fast
food dan status gizi.
34

Tabel 13 Waktu yang paling sering dipilih contoh untuk mengkonsumsi


fast food dan status gizi
Waktu Yang Paling Sering Dipilih Untuk Lebih Normal Total
Mengkonsumsi Fast Food
n % n % n %
Hari Sekolah 5 16.7 2 6.7 7 11.7
Hari Libur 3 10.0 3 10.0 6 10.0
Hari Sekolah dan Hari Libur 22 73.3 25 83.3 47 78.3
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Sebanyak 16.7% contoh berstatus gizi lebih memilih hari sekolah,


sebanyak 10.0% contoh memilih hari libur dan sebanyak 73.3% contoh memilih
hari sekolah dan hari libur sebagai waktu mengkonsumsi fast food. Sedangkan
sebanyak 6.7% contoh berstatus gizi normal memilih hari sekolah, 10.0% contoh
memilih hari libur, dan 83.3% contoh memilih hari sekolah dan hari libur sebagai
waktu mengkonsumsi fast food.

Orang Yang Paling Sering Diajak Untuk Mengkonsumsi Fast Food

Menurut Arisman (2002), banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan


konsumsi pada remaja yaitu keluarga dan teman. Teman sebaya berpengaruh
besar pada remaja dalam hal memilih makanan. Selain itu kebiasaan makan
keluarga menjadi contoh bagi generasi dalam keluarga tersebut. Kebiasaan
keluarga makan berlebihan, frekuensi makan yang sering, kebiasaan makan
snack, dan makan di luar waktu makan akan ditiru oleh anak. Orang yang paling
sering diajak untuk mengkonsumsi fast food dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Orang yang paling sering diajak untuk mengkonsumsi fast food dan
status gizi
Orang Yang Paling Sering Diajak Untuk Lebih Normal Total
Mengkonsumsi Fast Food
n % n % n %
Keluarga 7 23.3 14 46.7 21 35.0
Saudara/kerabat 0 0.0 1 3.3 1 1.7
Teman sekolah 2 6.7 3 10.0 5 8.3
Teman dekat 21 70.0 12 40.0 33 55.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 55% contoh


mengkonsumsi fast food bersama teman dekatnya, 35.0% contoh bersama
keluarga, 1.7% contoh bersama saudara/kerabat, dan 8.3% contoh bersama
teman sekolah.
35

Frekuensi Mengkonsumsi Fast Food

Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang


dikonsumsi oleh seseorang adalah rasa lapar atau kenyang, selera, atau reaksi
cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial
ekonomi, dan pendidikan (Riyadi 1996). Data frekuensi konsumsi fast food
dikumpulkan dengan menggunakan Food Frequency Questioner (Gibson 1990).
Frekuensi konsumsi dikelompokkan menjadi tidak pernah, 1-3 kali/bulan, 1-2 kali
per minggu, 3-5 kali per minggu, dan 6-7 kali per minggu. Sedangkan data
ukuran di kelompokkan menjadi kecil, sedang, dan besar.
Fast food adalah makanan yang penyajiannya cepat dan singkat. Secara
umum, fast food mengandung lemak yang tinggi (terutama yang digoreng
dengan kulitnya). Umumnya fast food disukai anak-anak, remaja maupun orang
dewasa karena rasanya sesuai selera dan harganya terjangkau. Berdasarkan
data frekuensi fast food diketahui bahwa frekuensi fast food selama 1 bulan
terakhir pada Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi fast food dan
status gizi
Frekuensi Konsumsi Fast Food Lebih Normal Total
n % n % n %
Tidak Pernah 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0
1-3 kali sebulan 14 46.7 19 63.4 33.0 55.0
1-2 kali seminggu 10 33.3 7 23.3 17.0 28.3
3-5 kali seminggu 6 20.0 4 13.3 10.0 33.3
6-7 kali seminggu 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Berdasarkan data frekuensi konsumsi fast food selama 1 bulan pada


Tabel 15, diketahui bahwa sebanyak 20.0% contoh berstatus gizi lebih
mengkonsumsi fast food dengan frekuensi 3-5 kali seminggu sedangkan hanya
sebanyak 13.3% contoh berstatus gizi normal yang mengkonsumsi fast food
dengan frekuensi 3-5 kali seminggu. Sedangkan frekuensi 1-2 kali seminggu,
sebanyak 33.3% contoh dengan status gizi lebih dan 23.3% contoh berstatus gizi
normal dan frekuensi 1-3 kali sebulan pada contoh berstatus gizi lebih sebanyak
46.7% dan 63.4% contoh berstatus gizi normal. Sesuai dengan pernyataan
Khomsan (2006) banyak fast food yang mengandung tinggi kalori sehingga
konsumsi berlebihan akan menimbulkan masalah kegemukan.
36

Dalam penelitian ini jenis fast food yang diteliti meliputi fried chicken,
french fries, donat, hamburger, pizza, dan spaghetti. Pada Tabel 16 dapat
diketahui bahwa fast food dengan jenis French fries adalah jenis fast food
terbanyak yang pernah dikonsumsi satu bulan yang lalu oleh contoh. Seluruh
contoh yang berstatus gizi lebih dan 93.3% contoh berstatus gizi normal pernah
mengkonsumsi french fries dalam satu bulan terakhir. Frekuensi konsumsi
terbanyak 1-3x/bulan pada status gizi lebih yaitu 76.7% dan 60.0% contoh
berstatus gizi normal. French fries dikonsumsi contoh berstatus gizi lebih
sebanyak 40% dan contoh berstatus gizi normal sebanyak 33.3% dengan ukuran
sedang.
Fried chicken merupakan jenis fast food kedua terbanyak yang
dikonsumsi satu bulan terakhir oleh contoh berstatus gizi lebih dan normal.
Seluruh contoh yaitu contoh berstatus gizi lebih dan normal pernah
mengkonsumsi fried chicken dalam waktu sebulan terakhir. Sebanyak 46.7%
contoh yang berstatus gizi lebih mengkonsumsi fried chicken 1-2 kali seminggu
sedangkan sebanyak 63.3% contoh dengan status gizi normal mengkonsumsi
fried chicken 1-3 kali sebulan. Sebanyak 6.7% contoh dengan status gizi lebih
dan 3.3% contoh berstatus gizi normal mengkonsumsi fried chicken 3-5 kali
seminggu. Kandungan energi dan lemak fried chicken per porsi pada bagian
dada bermerek Kentucky Fried Chicken (KFC), masing-masing sebesar 346 kkal
dan 22.97 gram (Khomsan et al. 1998). Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa kandungan energi dan lemak yang disumbangkan fried chicken bagian
dada per porsi yaitu dengan frekuensi 1-3 x per bulan yaitu 346-1038 Kkal dan
22.87-68.91 gram. Frekuensi fast food selama 1 bulan terakhir dapat dilihat pada
Tabel 16.
37

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi jenis fast food yang
paling banyak dikonsumsi dan status gizi
Status Gizi
Lebih Normal Total
Kategori
n % n % n %
Fried Chicken Tidak pernah 2 6.7 2 6.7 4 6.7
1-3x/bulan 12 40.0 19 63.3 31 51.7
1-2x/minggu 14 46.7 8 26.7 22 36.7
3-5x/minggu 2 6.7 1 3.3 3 5.0
6-7x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
French Fries Tidak pernah 0 0.0 2 6.7 2 3.3
1-3x/bulan 23 76.7 18 60.0 41 68.3
1-2x/minggu 7 23.3 10 33.3 17 28.3
3-5x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
6-7x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Donat Tidak pernah 7 23.3 10 33.3 17 28.3
1-3x/bulan 20 66.7 18 60.0 38 63.3
1-2x/minggu 3 10.0 2 6.7 5 8.3
3-5x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
6-7x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100,0 60 100.0
Hamburger Tidak pernah 10 33.3 15 50.0 25 41.7
1-3x/bulan 17 56.7 13 43.3 30 50.0
1-2x/minggu 3 10.0 2 6.7 5 8.3
3-5x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
6-7x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Pizza Tidak pernah 20 66.7 20 66.7 40 66.7
1-3x/bulan 10 33.3 8 26.6 18 20.0
1-2x/minggu 0 0.0 2 6.7 2 3.3
3-5x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
6-7x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0
Spagheti Tidak pernah 15 50.0 22 73.3 37 61.7
1-3x/bulan 15 50.0 8 26.7 23 38.3
1-2x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
3-5x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
6-7x/minggu 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 30 100.0 30 100.0 60 100.0

Sebanyak 23.3% contoh berstatus gizi lebih dan 33.3% contoh berstatus
gizi normal tidak pernah mengkonsumsi donut serta 1-3x/bulan sebanyak 63.3%
contoh mengkonsumsi donut dengan ukuran sedang. Sebanyak 33.3% contoh
berstatus gizi lebih dan 50.0% contoh berstatus gizi normal tidak pernah
mengkonsumsi hamburger serta 1-3x/bulan sebanyak 50.0% contoh
mengkonsumsi hamburger dengan ukuran sedang. Sebanyak 61.7% contoh
berstatus gizi lebih dan normal tidak pernah mengkonsumsi spaghetti serta 1-
3x/bulan sebanyak 38.3% contoh mengkonsumsi spaghetti dengan ukuran
38

sedang. Sebanyak 66.7% contoh berstatus gizi lebih dan normal tidak pernah
mengkonsumsi pizza, serta 1-3x/bulan sebanyak 20.0% contoh mengkonsumsi
pizza dengan ukuran sedang.
Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat
diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara frekuensi
konsumsi fast food contoh yang berstatus gizi lebih dan normal. Hasil analisis
Korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
frekuensi fast food dengan status gizi contoh (p>0.05).

Konsumsi Energi dan Zat Gizi


Rata-rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup,
menunjukkan pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Selain energi, dalam
penelitian ini zat-zat gizi yang dihitung adalah protein, lemak, dan karbohidrat.
Keempat zat gizi dipilih karena zat gizi tersebut berhubungan dengan konsumsi
energi yang menyebabkan gizi lebih. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi
tersebut pada kedua kelompok status gizi dapat dilihat pada Tabel 17 dibawah
ini.
Tabel 17 Sebaran rata-rata konsumsi energi dan zat gizi berdasarkan status gizi
Status Gizi
Zat Gizi
Lebih Normal
Energi (kkal) 2546.0 2197.0
Karbohidrat (g) 426.8 338.7
Protein (g) 79.8 61.4
Lemak (g) 83.4 66.3

Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi contoh yang berstatus


gizi lebih yaitu 2546 kkal lebih tinggi dibandingkan contoh normal yang hanya
2197 kkal. Hal ini disebabkan karena konsumsi karbohidrat, protein dan lemak
yang lebih tinggi dari pada contoh yang berstatus gizi normal. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Almatsier (2002) bahwa energi diperoleh dari karbohidrat,
lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat,
protein, dan lemak dalam bahan makanan menentukan nilai energinya.
Berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara
rata-rata konsumsi energi contoh dengan status gizi lebih dan normal. Rata-rata
konsumsi energi contoh dengan status gizi lebih, lebih tinggi dibandingkan
dengan contoh dengan status gizi normal. Terdapat perbedaan rata-rata
39

konsumsi energi (p<0.05), protein (p<0.05), lemak (p<0.05) dan karbohidrat


(p<0.05).

Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pada Hari Sekolah dan Hari Libur
Konsumsi energi dan zat gizi contoh pada penelitian ini, dibedakan pada
hari sekolah dan hari libur. Berdasarkan hasil recall konsumsi pangan selama 2
hari, terdapat kecenderungan konsumsi pada hari libur lebih banyak
dibandingkan hari sekolah. Konsumsi pada hari libur tidak sesuai dengan
aktivitas yang dilakukan contoh pada hari libur. Dapat dilihat pada Tabel 18
bahwa rata-rata konsumsi hari libur lebih banyak dibandingkan hari sekolah.
Konsumsi energi dan zat gizi pada contoh berstatus gizi lebih pada hari sekolah
yaitu 2533224.3 kkal energi, 416.8139.2 g karbohidrat, 83.816.2 g protein,
dan 79.225.6 g lemak. Sedangkan pada hari libur yaitu 2560225.9 kkal energi,
436.7187.9 g karbohidrat, 75.724.4 g protein, dan 87.632.6 g lemak.
Konsumsi energi dan zat gizi pada contoh berstatus gizi normal pada hari
sekolah yaitu 2167210.4 kkal energi, 348.488.8 g karbohidrat, 63.126.1 g
protein, dan 60.213.9 g lemak. Sedangkan pada hari libur yaitu 2227188.2 kkal
energi, 328.947.2 g karbohidrat, 59.717.8 g protein, dan 72.326.5 g lemak.

Tabel 18 Konsumsi energi dan zat gizi pada hari sekolah dan hari libur
Status Gizi
Zat Gizi Lebih Normal
Hari Sekolah Hari Libur Hari Sekolah Hari Libur
Energi (kkal) 2533.0224.3 2560.0225.9 2167.0210.4 2227.0188.2
Karbohidrat (g) 416.8139.2 436.7187.9 348.488.8 328.947.2
Protein (g) 83.816.2 75.724.4 63.126.1 59.717.8
Lemak (g) 79.225.6 87.632.6 60.213.9 72.326.5

Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara rata-rata konsumsi


energi contoh dengan status gizi lebih dan normal pada hari sekolah maupun hari
libur. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi contoh dengan status gizi lebih
cenderung lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal. Hal ini sejalan
dengan penelitian Suryaalamsyah (2009) yang menyatakan konsumsi anak
gemuk lebih banyak dari pada anak normal pada hari sekolah dan hari libur.
Hasil uji Independent t-test terdapat perbedaan konsumsi energi, protein dan
karbohidrat pada hari sekolah dan hari libur (p>0.05). Pada konsumsi lemak
pada hari sekolah terdapat perbedaan (p>0.05) sedangkan pada hari libur tidak
terdapat perbedaan yang bermakna (p>0.05).
40

Kontribusi Energi fast food terhadap total Energi

Energi dari fast food yang dikonsumsi oleh contoh yang berstatus gizi
lebih dan normal dapat mempengaruhi total konsumsi energinya. Tabel 19 di
bawah ini menunjukkan persentase kontribusi energi fast food terhadap total
konsumsi energi.
Tabel 19 Kontribusi energi fast food terhadap total konsumsi energi contoh pada
hari sekolah dan hari libur
Status Gizi
Lebih Normal
Variabel
Hari Sekolah Hari Libur Hari Hari
Sekolah Libur
Total Konsumsi energi (kkal) 2533.0 2560.0 2167.0 2227.0
Total Energi fast food (kkal) 254.0 138.0 123.0 83.0
Kontribusi Energi fast food (%) 10.0 5.4 5.7 3.7

Dari hasil penelitian kontribusi energi fast food terhadap total konsumsi
energi pada kedua contoh pada sangat kecil. Kontribusi fast food contoh yang
berstatus gizi lebih (10%) dan normal (5.7%) pada hari sekolah, sedangkan
pada hari libur kontribusi konsumsi fast food lebih kecil yaitu sebesar 5.4% pada
contoh yang berstatus gizi lebih dan 3.7% pada contoh yang berstatus gizi
normal. Hal ini disebabkan waktu recall yang dilakukan untuk konsumsi 2 x 24
jam. Sehingga tidak semua contoh yang mengkonsumsi fast food pada hari
sebelum dilakukan wawancara.
Pada contoh berstatus gizi lebih dan normal kecenderungan konsumsi
fast food fried chicken sangat tinggi. Konsumsi fast food ini tidak disertai dengan
konsumsi sayur dan buah. Pada penelitian ini semua contoh mengkonsumsi fast
food tidak disertai dengan salad. Mereka lebih menyukai mengkonsumsi fried
chicken bersama kentang atau nasi saja.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi


Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi
meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan
faktor lainnya sudah diperhitungkan (Suhardjo & Kusharto 1992). Almatsier
(2004) mengemukakan bahwa AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan,
dan tinggi badan. Tabel 20 di bawah ini menunnjukkan Sebaran contoh
berdasarkan selang kebutuhan rata-rata energi dan selang zat gizi.
41

Tabel 20 Sebaran selang kebutuhan energi dan selang zat gizi berdasarkan
status gizi
Kebutuhan energi dan zat Status Gizi
gizi Lebih Normal
Energi (kkal) 2112.0 2377.0
Protein (g) 52.8-79.2 59.4-89.1
Lemak (g) 58.7-82.1 66.0-92.4
Karbohidrat (g) 264.0-314.8 297.1-356.6

Kebutuhan energi dihitung menggunakan perhitungan Harris Benedict


dan faktor aktivitas contoh. Sedangkan kebutuhan zat gizi protein 10-15%, lemak
25-35% dan karbohidrat 50-60% (Lucas 2004). Berdasarkan Tabel 20 dapat
diketahui rata-rata kebutuhan energi contoh berstatus gizi lebih sebanyak 2112
kkal/hari, protein sebanyak 52.8-79.2 g/hari, lemak sebanyak 58.7-82.1 g/hari,
dan karbohidrat 264-314.8 g/hari. Sedangkan rata-rata contoh berstatus gizi
normal sebanyak 2377 kkal/hari, protein sebanyak 59.4-89.1 gr, lemak sebanyak
66-92.4 g/hari, dan karbohidrat sebanyak 297.1-356.6 g/hari. Tabel 21 di bawah
ini menunjukkan rata-rata konsumsi dengan kebutuhan energi dan zat gizi.
Tabel 21 Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi berdasarka status gizi
Rata-rata Energi dan Zat Status Gizi
Gizi Lebih Normal
Energi
Konsumsi (kkal/hari) 2546.0 2197.0
Kebutuhan (kkal/hari) 2112.0 2377.0
Tingkat Kecukupan (%) 120.5 92.4
Protein
Konsumsi (g/hari) 79.8 61.4
Kebutuhan (g/hari) 52.8-79.2 59.4-89.1
Lemak
Konsumsi (g/hari) 83.4 66.3
Kebutuhan (g/hari) 58.7-82.1 66.0-92.4
Karbohidrat
Konsumsi (g/hari) 426.8 338.7
Kebutuhan (g/hari) 264.0-314.8 297.1-356.6

Tabel 21 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi dan zat gizi


contoh berstatus gizi lebih tinggi dibanding dengan contoh berstatus gizi normal.
Sedangkan kebutuhan energi dan zat gizi contoh berstatus gizi lebih lebih rendah
dibandingkan dengan contoh berstatus gizi normal. Rendahnya angka kebutuhan
energi dan zat gizi contoh berstatus gizi lebih diduga dipengaruhi oleh rata-rata
berat badan sehat (WNPG tahun 2004) yang mempengaruhi kebutuhan energi.
42

Kecukupan Energi dan Protein


Kecukupan gizi (Recommended Dietary Allowances) adalah jumlah
masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hampir semua
orang hidup sehat (Muhilal 1985 dalam Hardinsyah & Martianto 1996).
Perhitungan kecukupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar Kecukupan
Gizi, yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per
orang per hari bagi orang sehat Indonesia (Hardinsyah & Briawan 1994). Tabel
22 di bawah ini menunjukkan sebaran rata-rata konsumsi dengan kecukupan
energi dan protein.
Tabel 22 Sebaran rata-rata konsumsi dengan kecukupan energi dan protein
berdasarkan status gizi
Rata-rata Energi dan Status Gizi
Protein Lebih Normal
Energi
Konsumsi (kkal/hari) 2546.0 2197.0
Kecukupan (kkal/hari) 2458.0 2363.0
Tingkat kecukupan (%) 103.5 92.9
Protein
Konsumsi (g/hari) 79.8 61.4
Kecukupan (kkal/hari) 61.4 59.2
Tingkat kecukupan (%) 129.9 103.7

Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi dan kecukupan energi


dan zat gizi contoh berstatus gizi lebih, lebih tinggi dibandingkan dengan contoh
berstatus gizi normal. Hal ini diduga karena nilai kecukupan energi dan protein
pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada contoh hampir sama, yang
membedakan hanya pada umur dan jenis kelamin. Pada Contoh laki-laki
berumur 13-15 tahun kecukupan energi (2400 kkal) dan protein (60 gr)
sedangkan pada Contoh laki-laki berumur 16-18 tahun kecukupan energi (2600
kkal) dan protein (65 gr). Pada Contoh perempuan berumur 13-15 tahun
kecukupan energi (2350 kkal) dan protein (57 gr) sedangkan pada Contoh
perempuan berumur 16-18 tahun kecukupan energi (2200 kkal) dan protein (55
gr). Tabel 23 di bawah ini menunjukkan sebaran rata-rata konsumsi dengan
kebutuhan energi dan protein dengan status gizi.
43

Tabel 23 Sebaran rata-rata konsumsi kebutuhan dan kecukupan


energi dan protein dengan status gizi
Rata-rata Energi dan Zat Status Gizi
Gizi Lebih Normal
Energi
Konsumsi (kkal/hari) 2546.0 2197.0
Kebutuhan (kkal/hari) 2112.0 2377.0
Kecukupan (kkal/hari) 2458.0 2363.0
Protein
Konsumsi (g/hari) 79.8 61.4
Kebutuhan (g/hari) 52.8-79.2 59.4-89.1
Kecukupan (g/hari) 61.4 59.2

Tabel 23 menunjukkan bahwa rata-rata kecukupan energi contoh yang


berstatus gizi lebih, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan energi.
Hal ini diduga rata-rata kecukupan energi per orang per hari lebih tinggi
dibandingkan dengan kebutuhan. Menurut Hardinsyah & Briawan (1994), Angka
Kecukupan Gizi tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan rata-rata
ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. Selain itu, aktivitas fisik
pada contoh berstatus gizi lebih juga mempengaruhi rata-rata kebutuhan energi.
Pada contoh normal rata-rata kebutuhan energi yaitu 2377 kkal dan kecukupan
energi 2363 kkal . Hal ini diduga karena pada contoh berstatus gizi normal
aktivitas fisik yang dilakukan lebih tinggi sehingga mempengaruhi rata-rata
kebutuhan energi.
Kecukupan rata-rata protein pada contoh berstatus gizi lebih, lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan protein. Hal ini diduga rata-rata
kecukupan energi per orang per hari lebih tinggi dibandingkan dengan
kebutuhan. Sedangkan pada contoh normal rata-rata kebutuhan protein lebih
tinggi dibanding kecukupan protein . Hal ini diduga karena pada contoh berstatus
gizi normal aktivitas fisik yang dilakukan lebih tinggi sehingga mempengaruhi
rata-rata kebutuhan protein.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dalam mengeluarkan
energi. Aktivitas fisik dipengaruhi oleh jenis, frekuensi, dan dan waktu melakukan
aktivitas. Aktivitas fisik adalah pergerakan badan yang menggunakan energi.
Menurut Almatsier (2004), kebutuhan energi dan zat gizi seseorang dalam
keadaan sehat tergantung dari umur, gender, aktivitas fizik, serta kondisi khusus
(ibu hamil dan menyusui). Kebutuhan energi ditentukan oleh komponen utama
yaitu, Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolisme Rate (BMR) dan
44

aktivitas fisik. Semakin aktif seseorang melakukan aktivitas fisik, energi yang
dibutuhkan semakin banyak. Pola aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana
cara remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-
hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang-ulang.
(FAO/WHO/UNU 2001).
Aktivitas yang dilakukan contoh pada hari sekolah sebagian besar adalah
belajar. Contoh belajar di sekolah dari hari Senin dimulai dari jam 07.00 sampai
jam 14.00 atau 15.00. Selain belajar di sekolah contoh juga melakukan aktivitas
sehari-hari di rumah. Kegiatan yang biasa dilakukan contoh antara lain kegiatan
rumah tangga, menonton TV, olahraga, bermain/hangout. Kegiatan contoh
lainnya yaitu tidur, mandi, dan makan.
Rata-rata faktor aktivitas fisik pada hari sekolah yang dilakukan contoh
berstatus gizi lebih yaitu 1.34 dan contoh berstatus gizi normal yaitu 1.53.
Sebanyak 93.3% contoh berstatus gizi lebih memiliki rata-rata faktor aktivitas
1.25-1.45. Sedangkan sebanyak 53.3% contoh berstatus gizi normal memiliki
rata-rata faktor aktivitas 1.25-1.45 dan sebanyak 33.3% contoh berstatus gizi
normal memiliki rata-rata faktor aktivitas 1.67-1.87. Tabel 24 di bawah ini
menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kategori faktor aktivitas pada hari
sekolah dan status gizi.
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori faktor aktivitas pada hari sekolah
dan status gizi
Kategori Faktor Aktivitas Lebih Normal
n % n %
1.25-1.45 28 93.3 16 53.3
1.46- 1.66 2 6.7 3 10.0
1.67- 1.87 0 0.0 10 33.3
1.88- 1.92 0 0.0 1 0.33
Total 30 100.0 30 100.0

Faktor aktivitas contoh pada hari libur disajikan pada Tabel 25. Rata-rata
faktor aktivitas fisik pada hari sekolah yang dilakukan contoh berstatus gizi lebih
(1.50) dan normal (1.67). Sebanyak 63.3% contoh berstatus gizi lebih dan 56.7%
contoh berstatus gizi normal memiliki rata-rata faktor aktivitas 1.47 -1.67.
45

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan kategori faktor aktivitas pada hari libur
dan status gizi
Lebih Normal
Kategori Faktor Aktivitas
n % n %
1.25-1.46 9 30.0 0 0.0
1.47- 1.67 19 63.3 17 56.7
1.68- 1.88 2 6.7 10 33.3
1.89- 1.94 0 0.0 3 10.0
Total 30 100.0 30 100.0

Tabel 26 menggambarkan rata-rata aktivitas fisik contoh pada hari


sekolah dan hari libur. Rata-rata faktor aktivitas fisik pada contoh berstatus gizi
lebih (1.42) dan normal (1.60). Sebanyak 73.3% contoh berstatus gizi lebih dan
20.0% contoh berstatus gizi normal memiliki rata-rata faktor aktivitas antara 1.29-
1.39. Sedangkan pada faktor aktivitas antara 1.68-1.88 terdapat 6.7Z% contoh
yang berstatus gizi lebih dan 33.3% contoh yang berstatus gizi normal.
Rata-rata aktivitas yang tinggi pada contoh berstatus gizi lebih pada hari
libur digunakan sebagai aktivitas lain seperti bermain bersama teman, refreshing
bersama keluarga. Aktivitas olahraga sangat jarang dilakukan oleh contoh
berstatus gizi lebih. Pada contoh berstatus gizi normal aktivitas fisik yang
dilakukan hampir sama dengan contoh berstatus gizi lebih seperti bermain
bersama teman, refreshing bersama keluarga, namun pada status gizi normal
contoh juga melakukan aktivitas olahraga seperti bermain bola, basket, dan
joging.
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata aktivitas fisik dan status gizi
Kategori Faktor Aktivitas Lebih Normal
n % n %
1.29 - 1.39 22 73.3 6 20.0
1.40 - 1.60 7 23.3 10 33.3
1.61 - 1.76 1 0.33 10 33.3
1.77 - 1.87 0 0.0 4 13.4
Total 30 100.0 30 100.0

Berdasarkan tabel 26 dapat diketahui terdapat perbedaan yang signifikan


antara faktor aktivitas fisik contoh yang berstatus gizi lebih dan normal (p<0.05)
pada hari sekolah dan hari libur. Hasil uji Korelasi Pearson terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor aktivitas fisik dengan status gizi contoh (p<0.05).
Hal ini diduga umumnya contoh yang berstatus gizi lebih cenderung lebih malas
46

untuk beraktivitas karena bobot tubuhnya yang besar, sehingga mereka lebih
suka melakukan aktivitas yang sedikit menggunakan energi. Kegiatan yang
biasanya dilakukan pada contoh berstatus gizi lebih yaitu tidur dan menonton tv
pada waktu yang cukup lama, sedangkan aktivitas olahraga sangat jarang
dilakukan.

Hubungan antara Uang Saku dan Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi


Konsumsi Fast Food
Hubungan antara Uang Saku dengan Frekuensi Konsumsi Fast Food
Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga
yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan,
atau bulanan. Hal tersebut dapat mempengaruhi anak untuk belajar menghemat
dan bertanggungjawab atas uang saku yang dimilikinya (Napitu 1994). Hayati
(2000) menyatakan bahwa peningkatan uang saku pada anak SMU sebanding
dengan peningkatan pendapatan keluarga.
Uang saku dengan frekuensi konsumsi fast food pada penelitian ini tidak
adanya hubungan yang nyata (p>0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian
Novitasari (2005) dan Inne (2009) bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara besar uang saku dengan frekuensi konsumsi fast food. Hal ini
diduga karena jumlah uang saku pada kedua contoh pada penelitian ini hampir
homogen. Selain itu juga diduga sampel sedikit sehingga tidak menggambarkan
hubungan yang signifikan pada sampel.
Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi Konsumsi Fast Food
Pengetahuan gizi yang rendah pada remaja akan berpengaruh terhadap
kebiasaan mengkonsumsi fast food. Pengetahuan gizi yang rendah dapat
menyebabkan remaja mengkonsumsi fast food tanpa memperhatikan kandungan
gizi yang terdapat di dalamnya. Sebagian remaja dalam penelitian ini
mengkonsumsi fast food karena rasanya enak.
Pada frekuensi konsumsi fast food pada kedua contoh dalam penelitian
ini hampir sama sehingga tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0.05) antara
pengetahuan gizi dengan frekuensi fast food. Hal ini diduga tidak hanya
pengetahuan yang mempengaruhi frekuensi konsumsi fast food. Menurut
Arisman (2002), banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan konsumsi pada
remaja yaitu keluarga, teman, dan media massa (terutama iklan di televisi).
Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih makanan.
47

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Sebagian besar contoh berstatus gizi lebih adalah laki-laki dan normal
adalah perempuan. Sebanyak 80% contoh memiliki besar uang saku
berkisar antara Rp. 15.000-Rp. 20.000 per hari.
2. Sebagian besar contoh berstatus gizi lebih dan normal menyukai jenis fast
food fried chicken. Sebanyak 45% menyatakan jenis fast food pizza paling
tidak disukai. Hampir seluruh contoh berstatus gizi lebih dan normal
menyukai pengolahan fast food dengan cara digoreng. Restoran fast food
yang paling sering dikunjungi oleh kedua contoh yaitu KFC. Sebagian
besar contoh gizi lebih dan normal mengkonsumsi fast food karena
rasanya enak. Hampir seluruh contoh mengkonsumsi fast food pada waktu
yang tidak tentu. Sebagian besar contoh berstatus gizi lebih menkonsumsi
fast food bersama teman dekat dan contoh normal bersama keluarga.
3. Sebanyak 46.7% contoh berstatus gizi lebih dan sebanyak 63.3% normal
mengkonsumsi fast food dengan frekuensi 1-3 kali sebulan. Sedangkan,
sebanyak 33.3% contoh berstatus gizi lebih dan sebanyak 23.3% berstatus
gizi normal mengkonsumsi fast food frekuensi 1-2 kali seminggu. Frekuensi
3-5 kali seminggu dikonsumsi contoh sebanyak 20.0% contoh berstatus
gizi lebih dan sebanyak 13.3% contoh berstatus gizi normal.
4. Contoh yang berstatus gizi lebih dan normal memiliki tingkat pengetahuan
gizi sedang. Secara keseluruhan tingkat pengetahuan contoh yaitu 6.67%
memiliki tingkat pengetahuan kurang, 71.66% memiliki tingkat pengetahuan
sedang dan 21.67% memiliki tingkat pengetahuan tinggi.
5. Rata-rata kebutuhan energi contoh berstatus gizi lebih sebanyak 2112
kkal/hari, protein sebanyak 52.8-79.2 g/hari, lemak sebanyak 58.7-82.1
g/hari, dan karbohidrat 264-314.8 g/hari. Sedangkan rata-rata contoh
berstatus gizi normal sebanyak 2377 kkal/hari, protein sebanyak 59.4-89.1
gr, lemak sebanyak 66-92.4 g/hari, dan karbohidrat sebanyak 297.1-356.6
g/hari. Rata-rata faktor aktivitas fisik pada hari sekolah yang dilakukan
contoh berstatus gizi lebih (1.34) dan normal (1.53). Rata-rata faktor
aktivitas fisik pada hari libur yang dilakukan contoh berstatus gizi lebih
(1.50) dan normal (1.67). Rata-rata faktor aktivitas fisik pada hari sekolah
dan hari libur pada contoh berstatus gizi lebih (1.42) dan normal (1.60).
48

6. Besar uang saku yang diperoleh contoh yang berstatus gizi lebih dan
normal tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05). Tingkat
pengetahuan gizi contoh yang berstatus gizi lebih dan normal pada
penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05). Frekuensi
konsumsi fast food contoh yang berstatus gizi lebih dan normal tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05). Rata-rata konsumsi energi
contoh dengan status gizi lebih dan normal terdapat perbedaan yang nyata
(p<0.05). Pada aktivitas fisik dapat diketahui terdapat perbedaan yang
signifikan (p<0.05) antara faktor aktivitas fisik contoh yang berstatus gizi
lebih dan normal pada hari sekolah dan hari libur.
7. Jenis kelamin dengan status gizi contoh tidak terdapat hubungan yang
signifikan yaitu p>0.05. Besar uang saku dengan status gizi contoh tidak
adanya hubungan yang signifikan (p>0.05). Pengetahuan gizi dengan
status gizi contoh terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05). Frekuensi
fast food dengan status gizi contoh tidak adanya hubungan yang signifikan
(p>0.05). Faktor aktivitas fisik dengan status gizi contoh terdapat hubungan
yang signifikan (p<0.05).
8. Uang saku dan pengetahuan gizi pada kedua contoh pada penelitian ini
hampir homogen, sehinnga menyebabkan tidak adanya hubungan yang
nyata (p>0.05) antara uang saku dan pengetahuan gizi dengan frekuensi
konsumsi fast food.

Saran
Bagi restoran fast food hendaknya dapat menghasilkan makanan dengan
cara pengolahan tidak digoreng yaitu dipanggang, selain itu juga dapat
memasarkan produk sayuran yang menghasilkan makanan sehat. Bagi pihak
pemerintah kota hendaknya dapat memberikan sosialisasi dan promosi gizi
seimbang. Sementara itu, bagi pihak sekolah diharapkan dapat memberikan
pendidikan gizi untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai dampak
mengkonsumsi fast food. Bagi contoh diharapkan dapat melakukan peningkatan
aktivitas fisik untuk mencegah dan mengatasi status gizi lebih.
49

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. 2010. Kota Batam. http://id.wikipedia.org. [25 Mei 2010].


Anonim. 2010. Semua Ada Di Mall. http://ghazyan.wordpress.com. [25 Mei
2010].

Anonim. 2010. Seputar fast food. http://www.infokesehatan.co.tv. [25 Mei 2010].

Anonim. 2007. Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).


http://www.litbang.depkes.go.id. [5 Juni 2010].

Arisman. 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta, Kedokteran.

Baliwati YF, A Khomsan, C Meti Dwiriani. 2004. Pengantar Pangan Dan Gizi.
Jakarta: Swadaya.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2009. Jakarta:
Elex Media Computindo.

Deni. 2009. Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Snack dan Pangan
Lainnya Pada Murid SD Bina Insani Bogor yang Berstatus Gizi Normal
dan Gemuk. [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement. Report of a joint


FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Rome 17-24 Oktober.

Garwati A dan Wijayati I. 2010. Goodbye Lemak 3 Langkah Mudah membentuk


Tubuh Ideal. Jakarta, Gelanggangpress.

Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford : Oxford University


Perss.

Hardinsyah et al. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi


Kebijakan Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Hardinsyah, Martianto. 1992. Gizi Terapan. Bogor. Program Studi Masyarakat


Dan Sumberdaya Keluarga Departemen, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Hardinsyah, D Briawan. 1994. Penilaian Dan Perencanaan Konsumsi Pangan


(Diktat Ilmu Gizi Dasar). Bogor. Departemen Gizi Masyarakat dan
Keluarga IPB.

Hayati F. 2000. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi fast food


waralaba modern dan tradisional pada remaja siswa SMU Negeri di
Jakarta Selatan. [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
50

__________. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor : Jurusan Gizi


Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi Kesehatan. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

__________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta:
Gramedia Widiasarana.

__________, Hardinsyah, Sumarwan U dan Faisal A. 1998. Potensi


Perkembangan Makanan Tradisional dalam Rangka Mendukung ACMI.
Kerjasama Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan Pusat Studi
Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian IPB.

Khumaidi.1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Lucas BL. 2004. Food, Nutrition, & Diet Therapy. USA: Elseviers Health
Sciences Rights.

Kristianti N. 2009. Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast


Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta. [skripsi].
Surakarta : Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Marat S. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muchtadi D. 1996. Pencegahan gizi lebih dan penyakit kronis melalui perbaikan
pola konsumsi pangan. Orasi ilmiah guru besar tetap ilmu metabolisme zat
gizi. Bogor : Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mustafa D. 2008. Hubungan Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Remaja
Kelas II Di SLTP Negeri 34 Daya Kota Makassar.
http://joeharno.blogspot.com. [25 Mei 2010].

Napitu N. 1994. Perilaku Jajanan di Kalangan SiswaSMA diPinggiran Kota DKI


Jakarta. Tesis. IPB. Hal 9.

Notoadmojo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Konsumen. Jakarta : Rineka Cipta

Novitasari. 2005. Kebiasaan mengkonsumsi western fast food pada remaja SMU
yang berstatus gizi normal dan obese di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor :
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Risma KD. 2005. Keragaan keseimbangan energi pada remaja. [skripsi]. xBogor :
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
51

Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian Bogor.


Bogor : IPB Press.

Saputra S. 2000. Preferensi iklan dan produk serta hubungannya dengan


konsumsi fast food dan mie instant pada remaja siswa SMU Negeri 1.
Bogor. [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sarasvati. 2010. Cara Holistik & Praktis Atasi Obesitas. Jakarta : Bhuana Ilmu
Populer.

Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo : Dabara Publisher.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.

_______, Hardinsyah, H Riyadi. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat


Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

_______, Kusharto CM. 1988. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor : Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Sukandar D. 2009. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi.
Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Supariasa IDN, B Bakri & I Fajar 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG.

Steward dan Mann 2007. Essential of Human Nutrition. Third Edition. University
Press Oxford.

Suryaalamsyah I. 2009. Konsumsi fast food dan Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. [thesis]. Bogor :
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Susanti L. 1999. Kebiasaan makan dan aktivitas fisik dalam hubungannya


dengan gizi lebih para murid taman kanak-kanak di kotamadya Bengkulu.
[skripsi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

WHO. 2007. Growth Reference 5-19 Years. www. Who. Int [Agustus 2010].

Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman Dan Efektif Menurunkan Berat Badan.
Jakarta : Gramedia.
52

LAMPIRAN
53

Lampiran 1. Data Status Gizi Contoh


Kores JK Umur Zscore IMT/U Status Gizi
AS001 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS002 z > +2 SD
Perempuan 15 Obese
AS003 +1 SD z +2 SD
Perempuan 16 Overweight
AS004 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS005 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS006 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS007 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS008 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS009 +1 SD z +2 SD
Perempuan 16 Overweight
AS010 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS011 +1 SD z +2 SD
Perempuan 16 Overweight
AS012 z > +2 SD
Perempuan 16 Obese
AS013 +1 SD z +2 SD
Perempuan 16 Overweight
AS014 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS015 +1 SD z +2 SD
Perempuan 16 Overweight
AS016 +1 SD z +2 SD
Perempuan 16 Overweight
AS017 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS018 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS019 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS020 z > +2 SD
Perempuan 16 Obese
AS021 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS022 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS023 z > +2 SD
Laki-laki 16 Obese
AS024 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS025 z > +2 SD
Laki-laki 17 Obese
AS026 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS027 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 16 Overweight
AS028 +1 SD z +2 SD
Laki-laki 17 Overweight
AS029 z > +2 SD
Perempuan 16 Obese
AS030 z > +2 SD
Perempuan 17 Obese
AS031 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 17 Normal
AS032 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 17 Normal
AS033 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS034 -2 SD z +1 SD
Perempuan 15 Normal
AS035 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
54

AS036 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS037 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS038 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 15 Normal
AS039 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS040 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS041 -2 SD z +1 SD
Perempuan 17 Normal
AS042 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS043 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 17 Normal
AS044 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS045 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS046 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS047 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS048 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS049 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS050 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS051 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS052 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS053 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS054 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS055 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS056 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS057 -2 SD z +1 SD
Perempuan 16 Normal
AS058 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
AS059 -2 SD z +1 SD
Perempuan 15 Normal
AS060 -2 SD z +1 SD
Laki-laki 16 Normal
55

Lampiran 2. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban Pertanyaan yang Benar dan


Status Gizi
Gizi Lebih Normal Total
No Kategori Soal
n % n % n %
Gizi Umum
1 Susunan menu gizi seimbang 30 100.0 30 100.0 60 100.0
2 Makanan yang banyak mengandung 28 93.3 27 90 55 91.7
serat
3 Zat gizi untuk pertumbuhan dan 26 86.7 25 83.3 49 81.7
pemeliharaan jaringan tubuh
4 Pangan yang banyak mengandung 28 93.3 27 90 55 91.7
karbohidrat
5 Pangan yang banyak mengandung 15 50 16 53.3 31 51.7
vitamin dan mineral
6 Pangan yang tinggi lemak 29 96.7 28 93.3 57 95
7 Jenis minyak yang mengandung lemak 10 33.3 15 50 25 41.7
sehat
8 Penyebab konstipasi 26 86.7 27 90 53 88.3
Fast Food
9 Kandungan gizi yang tinggi dalam fast 13 43.3 23 76.7 36 60
food
10 Kandungan gizi yang rendah dalam fast 17 56.7 20 66.7 37 61.7
food
11 Faktor yang mempengaruhi kandungan 22 73.3 27 90 49 81.7
lemak dalam fast food
12 Pangan yang perlu dikonsumsi untuk 30 100 29 96.7 59 98.3
mengimbangi dalam fast food
13 Hal yang harus diperhatikan dalam 16 53.3 10 33.3 26 43.3
mengkonsumsi fast food
14 Bahaya yang timbul bila mengkonsumi 17 56.7 28 93.3 45 75
fast food terlalu sering
Obesitas
15 Arti kegemukan 29 96.7 29 96.7 58 96.7
16 Bentuk konsumsi energi yang 12 40.0 18 60 30 50.0
berlebihan jika disimpan dalam tubuh
17 Akibat terjadinya kegemukan 15 50 17 56.7 32 53.3
18 Menu yang baik untuk mengurangi berat 29 96.7 29 96.7 58 96.7
badan
19 Fungsi serat bagi tubuh 10 33.3 20 66.7 30 50
20 Cara mengatasi kegemukan 29 96.7 29 96.7 58 96.7
56

Lampiran 3. Sebaran Contoh Menurut Ukuran dan Frekuensi Konsumsi Jenis


Fast Food yang Paling Banyak Dikonsumsi dan Status Gizi

Status Gizi
Lebih Normal Total
Kategori
n % n % n %
Fried Chicken Tidak pernah 2 6.7 2 6.7 4 6.7
1-3x/bulan 12 40 19 63.3 31 51.7
1-2x/minggu 14 46.7 8 26.7 22 36.7
3-5x/minggu 2 6.7 1 3.3 3 5
6-7x/minggu 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
French Fries Tidak pernah 0 0 2 6.7 2 3.3
1-3x/bulan 23 76.7 18 60 41 68.3
1-2x/minggu 7 23.3 10 33.3 17 28.3
3-5x/minggu 0 0 0 0 0 0
6-7x/minggu 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
Ukuran Kecil 18 60 20 66.7 38 63.3
Sedang 12 40 10 33.3 22 36.7
Besar 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
Donat Tidak pernah 7 23.3 10 33.3 17 28.3
1-3x/bulan 20 66.7 18 60 38 63.3
1-2x/minggu 3 10 2 6.7 5 8.3
3-5x/minggu 0 0 0 0 0 0
6-7x/minggu 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
Ukuran Kecil 0 0 0 0 0 0
Sedang 23 100 20 100 43 100
Besar 0 0 0 0 0 0
Total 23 100 20 100 43 100
Hamburger Tidak pernah 10 33.3 15 50 25 41.7
1-3x/bulan 17 56.7 13 43.3 30 50
1-2x/minggu 3 10 2 6.7 5 8.3
3-5x/minggu 0 0 0 0 0 0
6-7x/minggu 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
Ukuran Kecil 0 0 0 0 0 0
Sedang 20 100 15 100 35 100
Besar 0 0 0 0 0 0
Total 20 100 15 100 35 100
57

Status Gizi
Lebih Normal Total
Kategori
n % n % n %
Pizza Tidak pernah 20 66.7 20 66.7 40 66.7
1-3x/bulan 10 33.3 8 26.6 18 20
1-2x/minggu 0 0 2 6.7 2 3.33
3-5x/minggu 0 0 0 0 0 0
6-7x/minggu 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
Ukuran Kecil 0 0 0 0 0 0
Sedang 10 100 10 100 20 100
Besar 0 0 0 0 0 0
Total 10 100 10 100 20 100
Spagheti Tidak pernah 15 50 22 73.3 37 61.7
1-3x/bulan 15 50 8 26.7 23 38.3
1-2x/minggu 0 0 0 0 0 0
3-5x/minggu 0 0 0 0 0 0
6-7x/minggu 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 30 100 60 100
Ukuran Kecil 0 0 0 0 0 100
Sedang 15 100 8 100 23 0
Besar 0 0 0 0 0 100
Total 15 100 8 100 23 100
58

Lampiran 4. Jumlah energy yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per satuan
waktu tertentu (Physical Activity Rate) (FAO/WHO/UNU 2001)

AKTIVITAS Laki-laki Perempuan


Rata-rata Kisaran Rata- Kisaran
PAR PAR rata PAR PAR
Aktivitas Pribadi
Tidur 1.0 1.0
Duduk 1.2 1.2
Berdiri 1.4 1.5
Berpakaian 2.4 1.6-3.3 3.3
Mandi 2.3
Makan dan Minum 1.4 1.6
Kegiatan Transportasi
Berjalan lambat 2.8 2.6-3.0 3.0
Berjalan cepat 3.8
Duduk di bus/kereta 1.2
Mengendarai sepeda motor 2.7 2.4-3.0
Mengendarai mobil 2.0
Membersihkan rumah
Pekerjaan rumah (tidak spesifik) 2.8 2.5-3.0
Merapikan tempat tidur 3.4
Mengepel 4.4 3.4-6.5
Menyapu 2.3 2.0-2.5
Pekerjaan kantor
Merapikan berkas 1.3 1.5
Membaca 1.3 1.5
Duduk 1.3
Berdiri/berjalan sekitar 1.6
Mengetik 1.8 1.8
Menulis 1.4 1.4
Aktivitas olahraga
Basket 6.95 7.74
Sepak bola 8.0
Berlari jarak jauh 6.34 6.55
Berlari sprint 8.21 8.28
Berenang 9 8.5-9.4
Voli 6.06 6.06
Aktivitas rekreasi
Menari 5.0 5.09
Mendengarkan music 1.57 1.45-1.9 1.43
Melukis 1.25 1.27
Bermain kartu 1.5 1.4-1.8 1.75
Bermain drum 3.71
Bermain piano 2.25
Bermain terompet 1.77
Membaca 1.22 1.25
Menonton TV 1.64 1.72

You might also like