Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 27

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air

RESPIRASI

R.Adhariyan
Islamy
(0910810063)

Malang, 25 Juni 2011


Mengetahui,
Koordinator Asisten

Danang Ferry P.
NIM. 0810850034
Menyetujui,
Dosen Pengampu Mata Kuliah

DR. Ir. Agoes Soeprijanto, MS


NIP. 195908071986011001

Abstract

Respiration or breathing is gas exchange of O2 and CO2 in the respiratory organs of


living beings. Source O2 in the water can come from air and photosynthesis of
phytoplankton. Aerobic respiration is a breathing process that requires oxygen from the
air, while anaaerob Respiration is the process of respiration that does not require oxygen.
Factors that affect the respiratory process, there are two internal and external factors.
Although some fish species can survive in waters with oxygen concentrations of 3 ppm,
but the minimum acceptable concentration of most cultured aquatic species to survive is

5 ppm. In observation of respiration tilapia with some therapies such as, fish nila at entry
into the jar filled with water , with a temperature of 36 0C, then opened his mouth was
monitored every 3 minutes 5 times. And in the achievement of results in the observation
that the respiration occurs in tilapia (Oreochromis niloticus), that is carried out by
Group 5 with the temperature at 36 0C not seen the data after every 3 minutes for 5 hours
of opening of the mouth it increased rapidly, but the fish do not die after the practice of
composition dead fish. While the consumption of oxygen from the observations of DOo =
3.2 mg / ; point = 2,3 mg / , 3.4 x 10-4 mg/ oxygen consumption. The greater the
temperature lower is the amount of oxygen in the water.
Keywords: Respiration, Nila Fish (Oreochromis niloticus), DO

Abstrak

Respirasi atau pernafasan adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di dalam organ
pernafasan makhluk hidup. Sumber O2 dalam perairan dapat berasal dari udara dan
fotosintesis fitoplankton. Respirasi aerob ialah suatu proses pernafasan yang
membutuhkan oksigen dari udara, sedangkan Respirasi anaaerob ialah suatu proses
pernafasan yang tidak membutuhkan oksigen. Faktor yang mempengaruhi proses
respirasi ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Meskipun beberapa jenis ikan
mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun
konsentrasi minimum yang masih dapat diterima sebagian besar spesies biota air
budidaya untuk hidup adalah 5 ppm. Pada pengamatan tentang respirasi ikan nila
dilakukan dengan beberapa perlakuan diantaranya adalah, ikan nila dimasukkan ke dalam
toples yang sudah diisi air bagian, dengan suhu 36 0C . Kemudian diamati bukaan mulut
setiap 3 menit sebanyak 5 kali. Dan didapatkan hasil mengenai pengamatan respirasi
yang terjadi pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dilakukan oleh kelompok 5
dengan suhu 360C didapatkan data setelah diamati setiap 3 menit selama 5 kali yaitu
bukaan mulut bertambah cepat tapi ikan tidak mati setelah praktikum berakhir ikan mati.
Sedangkan konsumsi oksigen dari pengamatan yaitu DO o = 3,2 mg/ ; DOt = 2,3 mg/ ,
konsumsi oksigen sebesar 3,4 x 10-4 mg/. Semakin tinggi temperatur maka semakin
rendah jumlah oksigen yang terbuat dalam air.
Kata

kunci

Respirasi,

Ikan

nila

(Oreochromis

niloticus),

DO

1.

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Respirasi


Proses peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui
permukaan alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan
(respirasi). Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen merupakan
bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi
ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui oksidasi
lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).

Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut
pernafasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada dasarnya
metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan
karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat terjadinya interaksi
secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan lingkungan luar tubuhnya. Untuk
itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam sistem pernafasan dikhususkan untuk
melakukan pertukaran gas pernafasan bagi keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).

1.2 Jenis-Jenis Respirasi


Respirasi aerob. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara organisme dan
lingkungannya dikenal sebagai respirasi aerob. Respirasi anaerob. Karbondioksida yang
diberikan dari organisme tertentu tidak ada oksigen yang diambil. Kebutuhan oksigen

diperoleh dari susunan karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Inilah yang disebut dengan
respirasi anaerob (Weichert, 1959).

Menurut Imam Abror (2010), respirasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis


berdasarkan persediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob
merupakan proses respirasi yang membutuhkan O2, sebaliknya respirasi anaerob
merupakan respirasi yang berlangsung tanpa membutuhkan O2. Perbedaan antara
keduanya akan terlihat pada proses tahapan reaksi dalam respirasi. Proses transpor gasgas secara keseluruhan berlangsung secara difusi.

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi


Menurut Affandi (2002)

dalam Anwar

et.al, (2009), faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen terbagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan
dalam. Faktor luar dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen dan suhu. Peningkatan suhu
pada batas tertentu akan diikuti dengan peningkatan laju metabolisme. Sedangkan faktor
dari dalam adalah yang berkaitan langsung dengan ikan itu sendiri, seperti ukuran ikan,
aktifitas, kondisi kesehatan ikan, dan seks.

Menurut Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada ikan
berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari
organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya
penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut
Chahaya (2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut yang

ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat mengganggu proses respirasi pada
ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari lender insang
menyebabkan lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga
terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen terlarut
dan terhambatnya proses respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya laju konsumsi
oksigen.

1.4 Sumber O2 dalam Air


Menurut Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen
yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari tumbuhan air dan
fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada
kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa
air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi
oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan
massa air. Oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.

Menurut Cole (1983) dalam Sutimin (2011), salah satu sumber oksigen terlarut yang
penting dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut dalam massa air pada
permukaan air yang dihasilkan melalui proses difusi. Sedangkan menurut Boyd et.al,
(1991) dalam Sutimin (2011), sebagian besar oksigen dalam ekosistem perairan berasal
dari fotosintesis oleh fitoplankton. Pada perairan dangkal, suplai oksigen didominasi oleh
tanaman tepi, makrofita, dan alga bentik.

Oksigen dalam perairan juga berasal dari faktor biologis, diantaranya adalah aktifitas
klorofil pada tanaman dari perifiton di sungai mengalir. Alga planktonik di dalam kolam
atau danau, dan tanaman air berbunga. Di pesisir yang membentang di perairan. Hal ini
juga menyebabkan kelimpahan oksigen apabila tumbuhan air berlimpah dari cahaya
matahari (Arrignon, 1995).

1.5 DO (Oksigen Terlarut)


Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut
dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah
nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen
menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk pernafasannya harus
terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele, gurami, dan tambakan yang
mampu menghirup oksigen di udara bebas karena mempunyai alat pernafasan tambahan
(Kordi, 2004).

Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah
satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami
bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin
besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen
terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).

Kandungan oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per
million). Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm,
terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang memungkinkannya
mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele (Clarias sp.), sepat
(Trichogaster sp.), gabus (Channa striata), foman (Channa micropeites), gurami
(Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma femminoki), dan betook (Anabas
testudineus) (Kordi, 2008).

1.6 Mekanisme Masuknya O2 di Perairan


Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi
air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air
akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun pada hakikatnya difusi
oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan
massa air oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis ( Effendi,
2003 ).

Menurut Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari
beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara
seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam
Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan
permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dan udara.

1.7 Konsumsi O2 dalam Perairan


Peningkatan suhu sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10%
dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar
oksigen terlarut hingga mencapai O2 (anaerob) . Hubungan antara kadar oksigen terlarut
jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan oksigen semakin
berkurang . Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya
salinitas (Effendi, 2003).

Menurut Lazzati (2011), konsentrasi oksigen terlarut

merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas perairan tambak.
Konsentrasi oksigen ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dam konsumsi
olsigen dalam ekosistem . Oksigen diproduksi oleh komunitas autotrof melalui
pernafasan. Di samping itu, oksigen juga diperlukan untuk perombakan bahan organik
dalam ekosistem.

Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh
semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang
kemudian menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan pembiakan, di samping itu
oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik.

1.8 Fase-Fase Respirasi


Dalam vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi
eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan lingkungan,

Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan jaringan atau sel di dalam
tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada kapiler insang tetapi beberapa struktur
seperti kulit lainya (Weichert, 1959).

Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen
masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ
pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan dari organorgan pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di lakukan oleh sistem sirkulasi .
Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel
dalam jaringan disebut respirasi internal.

1.9 Hubungan Suhu dengan Respirasi


Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi dan
volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air,
misalnya gas O2, N2, CH4, dan sebagainya (Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain
itu peningkatan suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu
perairan sebesar 100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan
penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses
metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

Menurut Giese (1968), tingkat pernafasan dan suspensi sel meningkatnya suhu
dalam batas-batas zona biokinetik suhu bkoefisien (Q 10). Respirasi umumnya ditemukan
dalam kisaran 2 sampai 4 dan menunjukan suhu 10 0C. Peningkatan suhu meningkatkan
laju reaksi dua kali lipat sampai empat kali lipat suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal
di zona biokinetik menyebabkan respirasi ikan .

1.10

Perbedaan Organ Respirasi Ikan Domersal dan Ikan Pelagis


Beberapa ikan laut (pelagis) membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan

gerakan majunya untuk mengalirkan air melalui insang. Proses ini disebut ventilasi
dorong , jika gerakan makeret melebihi 6,4 meter/detik maka gerakan memompa
operculum menjadi lambat dan kalau melebihi 0,6 meter/detik gerakan ini berhenti dan
ikan tergantung pada ventitasi dorong (Villee et al, 1984).

Ikan dasar dari atlantik toadfish (osamus) memiliki permukaan insang sekitar 2
cm2/g dari berat badan. Lain lagi nilainya sekitar 4 cm2 /g pada makarel memiliki luas
permukaan insang sampai 10 cm2/g. Tapi luas permukaan insang ini tergantung tingkat
aktifitas dan rata-rata konsumsi oksigen. Pernapasan pada kulit terjadi melalui kapiler
darah di bawah lapisan kulit (Suryani, 2010).

2. METODOLOGI

2.2 Fungsi Alat dan Bahan


2.2.1 Fungsi Alat
Alat alat yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air materi Respirasi
adalah :
-

Toples 2 liter

: sebagai wadah air dan ikan.

Nampan

: sebagai tempat untuk alas pertimbangan dan tempat


alat.

Lap basah

: untuk mencegah agar ikan nila ( Oreochromis niloticus


) tetap hidup dan tidak stress.

Termometer

: untuk mengukur suhu air pada toples.

Heater akuarium

: untuk menstabilkan suhu pada toples.

Hand tally counter

: untuk menghitung bukaan mulut pada ikan.

DO meter

: untuk mengukur oksigen terlarut (DO) air.

Stopwatch

: untuk menghitung waktu pengamatan.

Ember

: untuk tempat sementara ikan sebelum pengamatan.

Selang aerator

: untuk suplai O2.

2.2.2

Fungsi Bahan

Bahan bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air materi
Respirasi adalah :
-

Ikan nila (Oreochromis niloticus ) : sebagai objek yang akan diamati.

Air tawar

: sebagai media air.

Aquades

: sebagai bahan untuk mengkalibrasi


DO meter.

Es batu

: sebagai bahan untuk menurunkan suhu air.

3. DATA HASIL PENGAMATAN

3.1 Tabel Respirasi

Kel

Ulangan
1

Rata rata

331

354

272

315

312

1584

316,8

124

543

359

342

330

1698

339,6

332

353

360

393

457

1895

379

331

324

322

339

457

1321

264,2

351

594

563

549

541

2598

519,6

357

340

336

328

327

1688

337,5

244

230

257

269

338

1338

334,5

313

325

354

322

328

1642

328,4

287

277

216

207

228

1215

243

10

276

280

305

475

513

1849

369,8

3.2 Tabel DO
Kelompo
DO0 (Mg/L)

DOt (Mg/L)

3,1

2,2

1584

0,003

0,2

0,9

1698

0,0004

3,1

2,6

1895

2,6.10-4

3,4

2,6

1321

6.10-4

4,2

2,3

2598

3,4. 10-4

6
3,4
2,9
1688
2,9. 10-4
7
4,2
3,1
1338

8,2. 10-4
8
0,7
2,5
1642
1,09. 10-3
9
4,0
1,1
1215
0,002
10
2,7
2,2
1849
2. 10-3

Perhitungan DO:
Untuk menghitung DO air setiap 3 menit, dihitung dengan menggunakan rumus :

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

kelompok 5

kelompok 6

kelompok 7

kelompok 8

Kelompok 9

kelompok 10

4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur


Dalam praktikum fisiologi hewan air materi respirasi, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah heater
aquarium, thermometer, handtally counter, toples 2 liter, DO meter, nampan, lap basah,
dan stopwatch. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis
niloticus), es batu, air tawar, dan aquades.

Langkah selanjutnya adalah disiapkan toples kapasitas 2 liter, karena toples mudah
dibawa dan ekonomis, bersifat cembung agar dapat memperjelas pengamatan. Kemudian
toples diisi dengan air tawar sampai bagian, hal ini bertujuan agar toples tidak mudah
tumpah dan udara lebih banyak terdapat di bawah atau di dasar. Lalu dimasukkan es batu
atau dipanaskan, dan dimasukkan termometer. Jangan sampai menyentuh tangan atau
bagian toples, karena akan mempengaruhi suhu pada termometer. Pada tiap kelompok
diberi perlakuan berbeda, bertujuan sebagai pembanding saat pengamatan. Pada
kelompok 1 dan 6 = 20oC; kelompok 2 dan 7 = 24oC; kelompok 3 dan 8 = 28oC;
kelompok 4 dan 9 = 32oC; dan kelompok 5 dan 10 = 36oC. Apabila ingin menurunkan
atau menaikkan suhu dapat menggunakan es batu dan heater aquarium, yang keduanya
bertujuan untuk menstabilkan suhu air pada toples. Kemudian diukur DO (oksigen
terlarut) menggunakan DO meter. Sebelum menggunakan DO meter, pertama dinyalakan

tombol ON/OFF dan elektroda terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades agar nilai yang
didapat benar dan akurat. Dimasukkan elektroda ke dalam toples dan ditunggu sampai
nilai DO konstan kemudian dicatat hasilnya.

Langkah berikutnya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dari ember,
diletakkan pada nampan sambil ditutupi lap basah, bertujuan agar ikan tidak stress saat
pengamatan. Diamati bukaan mulut tiap 3 menit sebanyak 5 kali dengan handtally
counter, bertujuan agar mendapat hasil yang akurat. Lalu diukur DO t sebagai ukuran
akhir DO. Diamati dan dicatat hasilnya dengan rumus:

4.2 Analisa Hasil


Berdasarkan hasil praktikum fisiologi hewan air pada pengamatan respirasi telah
diperoleh bahwa bukaan mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) pada kelompok 5 tidak
teratur karena suhu yang berbeda dapat mempengaruhi aktifitas dan sistem respirasi yang
terjadi pada ikan tersebut. Pada 3 menit pertama bukaan mulut sebanyak 351; 3 menit
kedua sebanyak 594; 3 menit ketiga sebanyak 563; 3 menit keempat sebanyak 549; dan 3
menit kelima sebanyak 541. Rata-rata kelompok 5 dengan suhu 36 oC adalah 519,6.
Sedangkan pengamatan DO adalah pada DO awal (DO 0) didapat 3,2 mg/l dan DO akhir
(DOt) didapat 2,3 mg/l. Rata-rata kandungan DO pada kelompok 5 adalah 3,4 x 10 -4. Hal
ini menunjukkan bahwa DO sangat mempengaruhi aktifitas dan suhu. Semakin tinggi

suhu dalam air maka semakin tinggi aktifitas ikan yang menyebabkan kandungan oksigen
di dalam air rendah.

Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Kadar oksigen dalam air akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada
lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara
air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.

Menurut Kordi (2004), suhu air akan mempengaruhi kekentalan viskositas air.
Perubahan suhu yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya angkat
darah. Seperti diketahui selera makan ikan, kisaran tubuh optimum bagi kehidupan ikan
adalah 25o - 52oC. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu m`kan, sehingga
pertumbuhan terhambat, sebaliknya suhu terlalu tinggi ikan akan stress bahkan mati
kekurangan oksigen, karena beberapa pathogen berkembang baik pada kondisi tersebut.

4.3 Faktor Koreksi


Pada praktikum fisiologi hewan air materi respirasi terdapat beberapa faktor koreksi
sebagai berikut:
1.

Heater aquarium yang kurang baik sehingga suhu tertinggi yang diperlukan
memerlukan waktu yang lama.

2. Terjadi kesalahan pada saat perhitungan sehingga hasil yang didapat tidak akurat.
3. Handtally counter yang kurang baik sehingga hasil tidak akurat.
4. Terdapat ukuran ikan yang berbeda-beda.
5. Pada saat pengambilan ikan nila (Oreochromis niloticus) terjadi kesalahan sehingga
ikan menjadi stress.

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan


Manfaat di bidang perikanan adalah dengan mempelajari sistem respirasi dari
organisme air, maka kita dapat mengetahui dan mensuplai oksigen (O 2) yang tepat bagi
kehidupan biota air, misalnya di area pertambakan. Karena oksigen merupakan faktor
pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam suatu perairan tidak mampu
mencukupi kehidupan semua anggota budidaya, maka segala aktifitas biota akan
terhambat.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum fisiologi hewan air materi respirasi dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:

Respirasi yaitu proses pengoksidasian metabolit oleh organisme saat ada oksigen
untuk menangkap energi yang dikandung dalam ikatan-ikatan metabolit.

Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan makanan dengan menggunakan


oksigen sehingga diperoleh energi dan CO2.

Jenis-jenis respirasi adalah respirasi aerob dan respirasi anaerob.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah suhu, kadar CO 2 di dalam udara,


ukuran tubuh, umur, aktifitas ikan, dan jenis kelamin.

Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer
dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan.

Oksigen dalam air tambak dihasilkan melalui proses difusi dari udara yang
mengandung 20,95%.

Biasanya oksigen masuk dalam air melalui difusi langsung dari udara, aliran-aliran
air yang masuk, hujan yang jatuh, dan proses asimilasi tumbuh-tumbuhan hijau.

Oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jenis jasad hidup untuk pernafasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi yang
berguna untuk pertumbuhan dan pembiakan.

Transfer oksigen dari lingkungan ke sel dapat dilihat dari beberapa langkah, yaitu
celah insang, difusi melewati paru-paru, transfer oksigen melalui darah, dan melalui
difusi jaringan.

DO dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air, kehidupan air dapat bertahan
jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg.

Mekanisme pernafasan pada ikan diatur oleh mulut dan tutup insang.

Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan respirasi.

Pada 0oC respirasi sangatlah sedikit, sedangkan pada suhu 30oC 40oC sangat giat.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,


dan volatulasi.

Konsentrasi gas pada zat cair akan berkurang dengan meningkatnya suhu.
Beberapa ikan laut membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan gerakan
majunya untuk mengalirkan air melalui insang.

Jumlah rata-rata bukaan mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) dari kelompok 1
sampai 10 secara berturut-turut adalah 316,8; 339,6; 379; 264,2; 519,6; 337,6; 334,5;
328,4; 243; dan 369,8.

DO awal dan DO akhir dari kelompok 1 sampai 10 secara berturut-turut adalah 3,1
dan 2,2; 0,2 dan 0,9; 3,1 dan 2,6; 3,4 dan 2,6; 3,2 dan 2,3; 3,4 dan 2,9; 4,2 dan 3,1; 0,7
dan 2,5; 4,0 dan 1,1; serta 2,7 dan 2,2. Hal ini dikarenakan bahwa faktor DO yang
rendah akan mempengaruhi banyaknya bukaan mulut dalam hal respirasi.

5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya para praktikan bias lebih memperhatikan
bagaimana cara mengamati bukaan mulut ikan pada saat pengamatan atau perhitungan
laju respirasi supaya data hasil pengamatan bernilai akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, D, D. A. Setiawibowo dan Y. Triwijiwati. 2009. Respirasi (Tingkat Konsumsi


Oksigen)

dan

Ketahanan

Ikan

di

luar

Media

Air.

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret


2011 pukul 10.00 WIB.
Arrignon and Jacques. 1999. Management of Freshwater Fisheries Science. Publishers,
INC : USA.
Effendi dan Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Yogyakarta.
Giese. 1968. Cell Physiology. Standford University : Philadelphia.
Imam, A. 2010. Proses Respirasi dan Termoregulasi. http://imamabror.wordpress.com/.
Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09.00 WIB.
Izzati, M. 2005. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan Tambak
Setelah Penambahan Rumput Laut (Sargassum plagyophyllum) dan
Ekstraknya. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut. UNDIP : Semarang.

Kordi, M. G. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rinneka Cipta :


Jakarta.
Kordi, G. 2008. Budidaya Perairan. PT Cipta Adityo Bakti : Bandung.
Ratningsih. 2008. Uji Toksisitas Molase Terhadap Respirasi Ikan Mas (Cyprinus
carpio Linn) Jurusan Biologi. FMIPA Universitas Padjajaran Jatinangor KM21,
Sumedang.
Rida. 2008. Respirasi. http://sweefir.is.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 21
Maret 2011 pukul 09.00 WIB.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BUD) sebagai
salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseano, volume
XXX.
Suryani.

2010.

Sistem

Pernafasan

pada

Pisces.

http://www.blogger.com/profile/14802441606210946033.
Sutimin. 2008. Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut pada Ekosistem
Perairan Danau. UNDIP : Semarang.
Triastuti, J., L. Sulmartiwi dan Y. Dhamayanti. 2009. Ichtyologi. Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga : Surabaya.
Villee, Claude A., Warren F., Walker, Jr. Robert, and D. Barnes. 1984. Zoologi Umum.
Erlangga : Jakarta.
Weichert and K. Charles . 1959. Elements of Chordate Anatomy. Mc Grow Hill : New
York.

You might also like