Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kemandirian Dalam Melakukan Activities of Daily Living
Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kemandirian Dalam Melakukan Activities of Daily Living
Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kemandirian Dalam Melakukan Activities of Daily Living
ABSTRACT
Aging causes a lot of changes in elderlys physiologic function. It could be mental
changes, functional changes or else. In mental changes, their cognitive function
will decline by their age. And also their capability to functional activity. It will
decrease in capability by the time flies. Year by year elderly will need a help to
performing Activities of Daily Living (ADL). The purpose of this study is to
analyze correlation between cognitive function and independent level in
performing Activities of Daily Living (ADL) in elderly in UPT PSLU Pasuruan.A
cross-sectional study design with purposive sampling technique was used in this
study. The data was analyzed by Pearson for the statistical test. Population for
this study was elderly who lives in UPT PSLU Pasuruan by May 2012. Data
obtained from 33 participants aged 60 or more. Variables of this study are
cognitive function and independent level in performing Activities of Daily Living
(ADL).The result showed that more than a half participants (51,52%) had a
cognitive decline. Most of them (39,39%) had no need for help to perform
Activities of Daily Living (ADL). There is no significant correlation between
cognitive function and independent level in performing Activities of Daily Living
(ADL) in elderly in UPT PSLU Pasuruan (r = 0,143; sig (2-tailed) =
0,428).However, it is suggested that elderly should have a mental activity for
maintaining their cognitive function. This study will be more acceptable if there is
a further prospective study with a straight inclusion and exclusion criteria.
PENDAHULUAN
Menuaadalahsuatuprosesmenurunnya secaraperlahankemampuanjaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri danmempertahankanstruktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Martono & Pranarka 2009). Menua
senantiasa disertai dengan perubahan di semua sistem didalam tubuh manusia.
Perubahan di semua sistem di dalam tubuh manusia tersebut salah satu misalnya
terdapat pada sistem saraf. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan dari fungsi kerja otak. Berat otak pada lansia umumnyamenurun 1020%. Penurunan ini terjadi pada usia 30-70 tahun (Fatmah 2010). Penelitian
terkini menyebutkan bahwa walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif,
jelas terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia. Serta,
perubahan patologis padaserebrovaskular juga berhubungan dengan kemunduran
fungsi kognitif (Kuczynski 2009). Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh
pada aktivitas sehari-hari (Activities of Daily Living-ADL) sehingga dapat
menurunkan kualitas hidup lansia yang berimplikasi pada kemandirian dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho 2008).
Penurunan fungsi kognitif akan menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat,
yaitu pengurangan massa otak dan pengurangan aliran darah otak. Selanjutnya
akan menyebabkan atrosit berploriferasi sehingga neurotransmitter (dopamin dan
serotonin) akan berubah. Perubahan pada neurotransmitter ini akan meningkatkan
aktivitas enzim monoaminoksidase (MAO) (Pranarka 2006). Hal ini akan
membawa dampak pada melambatnya proses sentral dan waktu reaksi sehingga
fungsi sosial dan okupasional akan mengalami penurunan yang signifikan pada
kemampuan sebelumnya (McGilton 2007). Hal inilah yang membuatlansia
menjadi kehilangan minat pada aktivitas hidup sehari-hari mereka. Lansia menjadi
memerlukan beberapa bantuan untuk melakukan beberapa aktivitas yang semula
mereka mampu untuk melakukannya sendiri.
berdasarkan
indeks
Katz
(Gallo
1998)meliputimakan/minum,
HASIL PENELITIAN
Berikut akan ditampilkan karakteristik demografi responden, hasil pemeriksaan
fungsi kognitif, tingkat kemandirian dalam melakukan ADL dan hubungan antara
fungsi kognitif dan kemandirian dalam melakukan ADL pada lansia di UPT PSLU
Pasuruan. Hasil analisis statistik dengan uji korelasi Pearson didapatkan bahwa r =
0,143 dengan signifikansi (dua arah) = 0,428. Ini berarti tidak ada hubngan yang
signifikan antara fungsi kognitif dengan kemandirian dalam melakukan ADL pada
lansia di UPT PSLU Pasuruan.
2.
n (%)
Jenis kelamin
- Laki-laki
12 (36%)
- Perempuan
21 (64%)
Usia
- 60-74
25 (76%)
- 75-90
7 (21%)
- >90 tahun
1 (3%)
3.
Pendidikan
4.
- SD
20 (61%)
- SMP
6 (18%)
- SMA
7 (21)
Lama tinggal
5.
- <1
2 (6%)
- 1-5
21 (64%)
- 6-10
7 (21%)
- >10 tahun
3 (9%)
9 (28%)
- Pegawai pemerintahan
2 (6%)
- Pekerja kasar
6 (18%)
- Pendidik
3 (9%)
- Pedagang
3 (9%)
- Petani
1 (3%)
- Tidak bekerja
9 (27%)
12
10
8
6
4
2
0
GP GN
JT GM KA GK AL GS
JN
Keterangan:
GP : Gangguan Pencernaan
GN : Gangguan Neurovaskuler
JT : Jatuh
GM: Gangguan Metabolisme
KA : Kanker
GK : Gangguan Muskuloskeletal
AL : Alergi
GS : Gangguan Perrnapasan
JN : Jantung
menurun
normal
total
tingkat kemandirian
total
mandiri penuh
mandiri sebagian
tergantung
13
17
40%
12%
0%
52%
14
16
42%
6%
0%
48%
27
82%
18%
0%
33
100
%
: indeks Katz A
Mandiri sebagian
Tergantung
: indeks Katz G
jenis
kelamin dan rentang usia lansia di UPT PSLU Pasuruan per 11 Juni 2012
fungsi jenis kelamin
penurunan
kognitif
total
75-90
(tahun)
rentang usia
60-74
>90
total
perempuan
laki-laki
12
(48%)
(23%)
(71%)
(12%)
(12%)
(24%)
(5%)
(0%)
(5%)
11
17
(65%)
(35%)
(100%)
PEMBAHASAN
Tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden (17 orang) telah
mengalami penurunan fungsi kognitif, ditunjukkan dengan skor MMSE<24. Batas
skor MMSE untuk penurunan fungsi kognitif sebesar <24 mengacu pada pendapat
Fayers (2004). Berdasarkan hasil wawancara langsung didapatkan bahwa
gangguan neurovaskuler dikeluhkan oleh sebanyak 10 orang responden dan 7
orang responden dulunya merupakan pekerja keras/overworking.Penurunan fungsi
kognitif terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan juga karena faktor-faktor
risiko yang terkait. Faktor risiko tersebut antara lain 1) Stres, 2) Genetik/riwayat
keluarga, 3) Penyakit neurodegeneratif, 4) Gaya hidup, 5) Lingkungan dan 6) Usia
(Isaacs 2005, Martono & Pranarka 2009).
Pekerjaan, dalam hal ini gaya hidup, dapat pula dimengerti sebagai stres dan
lingkungan juga berhubungan. Faktor pekerjaan dapat mempercepat proses
menua, yaitu pada pekerja keras/over working seperti pada pekerja kasar, petani
maupun buruh (Sidiarto & Kusumoputro 1999). Situasi stres akan menghasilkan
reaksi emosional. Selain reaksi emosional, manusia seringkali menunjukkan
penurunan kognitif yang cukup berat jika berhadapan dengan stresor yang serius.
Mereka akan sulit berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran secara logis
sehingga akan mudah terdistraksi (Hannafort 1995).
Responden yang telah mengalami penurunan fungsi kognitif sebagian besar (65%)
berjenis kelamin perempuan dan rentang usianya termasuk usia lanjut (60-74
tahun) (71%). Selengkapnya tercantum dalam tabel 3. Berdasarkan tabel 3 dapat
disimpulkan bahwa pada usia lanjut, lansia perempuan dan laki-laki di UPT PSLU
Pasuruan telah mengalami penurunan fungsi kognitif. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Petersen (2011) yang menyatakan bahwa
pada usia pertengahan laki-laki lebih berisiko mengalami penurunan fungsi
kognitif sedangkan pada usia sangat tua perempuan lebih berisiko. Hal ini terjadi
karena dalam populasi terjangkau penelitian ini adalah lansia yang berumur
minimal 60 tahun sehingga penurunan fungsi kognitif di usia pertengahan tidak
terkaji. Selain itu, perbandingan perempuan dan laki-laki yang menjadi responden
dalam penelitian tidak sama. Lansia perempuan jauh lebih banyak bahkan lebih
dari setengah jumlah total responden.
Responden yang fungsi kognitifnya masih baik (16 orang), ditunjukkan dengan
skor MMSE 24, bukan berarti tidak mengeluhkan penyakit neurovaskuler
ataupun penyakit akut dan kronik. Nilai MMSE yang digunakan untuk mengukur
nilai fungsi kognitif responden di UPT PSLU Pasuruan sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor. Seperti faktor sosiodemografik, termasuk di dalamnya adalah usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Kedua, faktor
lingkungan dan kepribadian, termasuk di dalamnya beban kehidupan secara
umum, stres fisik, kontak sosial, aktivitas fisik, merokok dan minum alkohol
(Setyopranoto & Lamsudin 1999). Penelitian lain melaporkan bahwa usia dan
pendidikan akan mempengaruhi nilai MMSE (Folstein, 1993). Sedangkan peneliti
lain melaporkan bahwa yang mempengaruhi nilai MMSE hanya tingkat
pendidikan saja (Naugle & Kawczak, 1989). Melihat situasi di UPT PSLU
Pasuruan yang lansianya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda maka
perbedaan faktor sosiodemografik dan lingkungan mungkin berpengaruh terhadap
fungsi kognitif.
domain tidak sama. Domain orientasi skornya 10, registrasi 3, atensi 5, mengingat
kembali (recall) 3, bahasa 8 dan meniru 1. Karena perbedaan skor inilah maka
bobot untuk masing-masing pertanyaan juga berbeda. Jumlah responden yang
tidak mendapatkan skor penuh untuk domain orientasi adalah sebesar 61%,
registrasi 9%, atensi 70%, mengingat kembali (recall) 73%, bahasa 91% dan
meniru 45%. Karena jumlah pertanyaan dan skor untuk masing-masing domain
tidak sama maka perhitungan banyaknya skor yang tidak diperoleh penuh oleh
responden dilakukan secara per bobot skor sehingga untuk domain orientasi
sebesar 6%, registrasi 3%, atensi 14%, mengingat kembali (recall) 24%, bahasa
11% dan meniru 45%.
Domain orientasi dimaksudkan untuk menilai kesadaran dan juga daya ingat.
Domain registrasi untuk menilai memori kerja (Setyopranoto & Lamsudin 1999).
Domain atensi untuk mengkaji konsentrasi serta kemampuan seseorang untuk
menyandikan dan megklasifikasikan informasi sensori yang masuk (Chenitz et al.
1991). Domain mengingat kembali (recall) untuk menilai memori mengenal
kembali. Domain bahasa untuk menilai komprehensi, repetisi dan kemampuan
menulis (Chenitz et al. 1991 & Ginsberg 2008) dan yang terakhir domain meniru
untuk menilai fungsi eksekutif (Setyopranoto & Lamsudin 1999).
Kegagalan
dalam
bahwa
responden
memperoleh
mengalami
skor
pada
agnosia
domain
atau
ini
apraksia
memperoleh skor penuh di domain meniru. Itu berarti sebagian besar lansia yang
menjadi responden pada penelitian ini telah mengalami agnosia.
Dari keenam item penilaian kebutuhan fungsional ini, item yang paling sering
tidak dapat dilakukan oleh responden adalah kontinen (15%). Hal ini dapat
diterima sebagai kemunduran fungsi kekuatan otot kandung kemih maupun anus
pada lansia. Kemampuan lansia dalam mengatur BAK/BAB menjadi menurun
atau bahkan menghilang sehingga menjadi terjadi inkontinensia.
telah
dikendalikan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
akan berangsur-angsur
Menurut Pratikwo, et al. (2006), memang secara ideal manusia sebaiknya menjadi
tua dan dapat tetap sehat serta dapat mencapai umur 80-90 tahun dan meninggal
dunia dengan cepat tanpa menderita sakit atau ketergantungan yang lama.
Disinilah letak pentingnya kemandirian bagi lansia. Karena di akhir kehidupan,
lansia bukan berarti hanya menunggu datangnya kematian dengan tidak produktif
atau bahkan mengalami ketergantungan. Penting diketahui bahwa walaupun usia
semakin bertambah sebaiknya lansia tetap mendapatkan quality of life yang tetap
baik. Tetap melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri dan selain itu
mendapatkan kehidupan sosial yang juga baik. Karena menurut Semiun (2006)
lansia yang tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain akan mengalami
perasaan kosong dan tidak berguna. Lansia akan perlahan meninggal secara
sosial.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden (14 orang)
yang mandiri penuh dalam melakukan ADL memiliki nilai fungsi kognitif yang
masih baik. Sisanya, 13 orang telah mengalami penurunan fungsi kognitif.
Sedangkan untuk yang mandiri sebagian, mayoritas responden (4 orang) telah
Lansia di UPT PSLU Pasuruan yang menjadi responden dalam penelitian ini
berjumlah 33 orang. 25 orang di antaranya atau sebanyak 76% termasuk aktif
dalam melakukan kegiatan di UPT PSLU Pasuruan. Aktivitas disana antara lain
adalah bimbingan sosial, bimbingan rohani, senam lansia, keterampilan, bersih
lingkungan dan melayat. Seorang responden bisa saja melakukan lebih dari satu
aktivitas. Aktivitas berhubungan erat dengan kemandirian seseorang. Seperti yang
dikemukakan oleh Sylvia & Prince (2006) bahwa aktivitas dapat bermanfaat
untuk mempertahankan fungsi sendi. Aktivitas juga dapat memperbaiki kualitas
hidup seseorang melalui peningkatan kebugaran dan perbaikan rasa sehat (Ferrini
& Ferrini 2008). Kebugaran inilah yang menyebabkan responden tetap mampu
melakukan ADL secara mandiri, baik mandiri penuh maupun sebagian. Hal inilah
yang mungkin menjadi penyebab bahwa walaupun lansia tersebut telah
mengalami penurunan fungsi kognitif namun tidak mengalami penurunan tingkat
kemandirian dalam melakukan ADL namun hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut.
Lansia yang hidup di UPT PSLU Pasuruan tentunya telah memiliki aturan sosial
yang telah dimengerti bersama sesama penghuni panti walaupun aturan sosial
tersebut tidak tertulis. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, aturan
sosial ini mengatur cara hidup di panti secara umum dan di masing-masing wisma
secara khuus. Seperti misalnya untuk pengambilan makanan. Saat jam makan tiba,
penghuni mengambil makanan baik secara individu untuk dirinya sendiri maupun
juga mengambilkan untuk teman-teman satu wisma. Ketentuan ini telah disepakati
bersama menjadi aturan sosial yang harus diikuti. Dari sini dapat dilihat bahwa
betapa aturan sosial ini sangat berpengaruh terhadap kemandirian dalam
melakukan ADL. Jika seorang penghuni tidak dapat mengikuti aturan sosial yang
sudah ada kemungkinan besar penghuni tersebut akan kesulitan dalam melakukan
ADL sehingga akan berimplikasi terhadap kemandiriannya.
Hasil penelitian ini tentu saja tidak dapat disamakan dengan penelitian lain.
Lokasi penelitian yang berupa panti tentu berbeda hasilnya dengan penelitian
untuk lansia yang tinggal di rumah. Seperti penjelasan di atas sebelumnya, lansia
yang tinggal di panti memiliki perubahan situasi kehidupan dan aturan sosial yang
membuat mereka lebih termotivasi untuk mempertahankan kemandiriannya.
Sebagian besar lansia sebelum tinggal di panti telah tinggal seorang diri dalam
rentang waktu yang cukup lama. Pengalaman hidup dan perubahan situasi
kehidupan yang seperti itu juga membuat mereka, bagaimana pun keadaannya
akan berusaha mempertahankan kemandirian dalam melakukan ADL. Situasi
kehidupan dan aturan sosial bagi lansia yang tinggal di panti tentu berbeda dengan
lansia yang tinggal di rumah. Lansia yang tinggal di rumah tentu memiliki aturan
sosial yang tidak terlalu mengikat. Mereka bisa saja meminta bantuan dari
keluarga untuk melakukan ADL
Saran
Peneliti menyarankan: 1) Perlu adanya latihan fisik, seperti misalnya berjalan
yang dilakukan secara reguler 3-5 kali per minggu selama 30 menit agar dapat
mempertahankan fungsi kognitif walaupun usia terus bertambah, 2) Sebaiknya
lansia di UPT PSLU Pasuruan melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan
kebugaran
sehingga
dapat
pula
mempertahankan
kemandirian
dalam
KEPUSTAKAAN
Chenitz, WC, Stone, JT, Salisbury, SA 1991, Clinical Gerontological Nursing: A
Guide to Advanced Practice, W. B. Saunders Company, Philadelphia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008, Laporan Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2007 Provinsi Jawa Timur<www.depkes.co.id>, diakses 23 Maret
2012.
Fatmah 2010,Gizi Usia Lanjut, Erlangga, Jakarta.
Fayers, PM 2005, Which Mini-Mental State Exam Items Can be Used to Screen
for Delirium and Cognitif Impairment?, Journal of Pain and Symptom
Management, vol. 30, hal. 41-50.
Ferrini, AF & Ferrini, RL 2008, Health in the Later Years, 4th Edition, McGrawHill, Boston.
Folstein, MF, Folstein SE, & McHugh PR 1975, Mini-Mental State: A Practical
Method for Grading the Cognitive State of Patients for the Clinician, J
Psychiatr Res,vol. 12, hal. 189-198.
Folstein, MF, Crum, RM, Anthony, JC, Bassett, SS 1993, Population Based
Norm for the Mini-mental State Examination by Age and Educational
Level, JAMA, vol. 91, hal. 269-283.
Gallo, J 1998, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Ginsberg, L 2008, Lecture Notes: Neurologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hannafort, C 1995, Smart Moves: Why Learning is Not All in Your Head, Great
Ocean Publisher, Virginia.
Isaacs, A 2005, Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Katz, S & Akpom, A 1976,A Measure of Primary Sociobiological Functions.
Int J Health Sci, vol. 6, hal. 493.
Kuczynski, B, Jagust, W, Chui, HC., Reed, B 2009, An Inverse Association of
Cardiovascular Risk and Frontal Lobe Glucose Metabolism, Neurology,
vol. 72, hal. 738743.
Martono, HH & Pranarka, K (ed.) 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo: Geriatri
(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 4, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2011,
Konsep
dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
A. Sumber Jurnal
Najiyatul Fadhia, d/a: Fakultas
Keperawatan
Universitas
Airlangga
D. Latar Belakang
Menua adalah suatu proses menurunnya secara perlahan kemampuan
jaringan
untuk
memperbaiki
diri
atau
mengganti
diri
Oleh :
M.Fatchul Choiri
Puri Bayu Pratama
Rischa Diah Rahmawati
Aula Faijatul