Indonesia in Multilateral Cooperation
Indonesia in Multilateral Cooperation
Indonesia in Multilateral Cooperation
Wiryawan
Indonesia is a country which has many population or the 3 rd biggest population in this world it is
around 234.2 million people. That’s why many other countries want to invest here especially in
business in Indonesia because the rate of population is getting higher, with the assumption that
‘bigger population will get bigger income’.
First we may to know what is the definition of multilateral cooperatin. Talk about multilateral
cooperation so we talk about cooperation, involving conducted more than two countries from
around the world. To facing some problems like poverty, climate change, food security and
migration like the topic in United Nation all have causes and consequences worldwide. So the
multilateral cooperation comes in by formulating widely supported solutions and fostering their
implementation that is the basic why multilateral cooperation involved with Indonesia.
On march 2010 Our President Susilo Bambang Yudhoyono with 12 ministry went to Australia to
make a good diplomation relationship between Australia and Indonesia.
On the first day of his state visit in Canberra, the President of the Australian Government
awarded the highest medal of honor "Honorary Companion of the Order of Australia" is worn
around the Commonwealth of Australia Governor-General Quentin Bryce AC.The award was the
only one who had given the Australian Government to the Indonesian leader.Our President is
considered to have managed to deepen and expand relations with Australia in various fields such
as economics, culture, education, antiterrorism and Interfaith relationship.
President Yudhoyono also considered to have good cooperation with Australia in regional
stability and prosperity in East Asia Summit and APEC, and has successfully increased the
active role of Indonesia in global issues such as the G-20.
In some cases such as terrorist attacks in Indonesia and natural disasters in Australia and
Indonesia, President Yudhoyono is considered to have acted quickly in providing the necessary
leadership of both countries.
President Yudhoyono also considered to have led the relations between the two countries in
strengthening democracy in Indonesia and maintain the economic reforms that have been
pushing the benefits for Indonesia and Southeast Asia.
After pengalungan medal award, the President said that the award was an honor for him and
hope to strengthen relations between the two countries and two people in the future.
Pidato parlemen
Catatan sejarah terpenting dalam kunjungan ke Australia itu adalah kesempatan yang diberikan
kepada Presiden Yudhoyono untuk berpidato di hadapan anggota parlemen Australia bertempat
di Parlement House Canberra.
Kesempatan para pemimpin negara sahabat berpidato di hadapan parlemen Australia adalah
kesempatan yang sangat jarang diberikan, karenanya selama 109 tahun usia parlemen hanya
lima pemimpin negara yang telah berpidato di sana termasuk Presiden Yudhoyono.
Sidang forum gabungan parlemen itu dipimpin oleh Harry Jenkins, Speaker of the House of
Representatives atau Ketua DPR-nya Australia, dan didahului dengan pidato singkat oleh PM
Australia Kevin Rudd dan ketua partai oposisi Tony Abbot dari Partai Liberal.
PM Rudd menjelaskan bahwa kesempatan yang sangat langka ini diberikan kepada Presiden
Yudhoyono berkat jasanya dalam mempererat hubungan kerjasama Indonesia-Australia dan
terhadap perannya yang sangat besar dalam memajukan demokrasi dan perekonomian
Indonesia serta perannya dalam kerjasama internasional.
"Selama ini hanya lima pemimpin negara dalam 109 tahun yang berpidato di sini. Presiden
Yudhoyono juga presiden Indonesia pertama yang melakukannya. Ini merupakan simbolisasi
hubungan kedua negara sebagai tetangga, teman dan bagian dari kegiatan demokrasi dunia,"
kata PM Rudd.
"Kerjasama multilateral memang penting, tetapi pertemanan antara Indonesia dan Australia
tentunya juga suatu yang penting," katanya.
Dalam pidatonya sekitar 35 menit yang dibacakan dalam Bahasa Inggris, Presiden
menyampaikan rasa terima kasih mendalam atas kesempatan yang sangat langka diberikan
kepadanya.
"Saya tahu bahwa undangan kepada pemimpin negara asing untuk berpidato dalam forum ini
sangat jarang, dan undangan yang sangat khusus. Jadi saya sangat terharu karena
kehormatan dari peristiwa bersejarah ini," katanya.
"Pesannya sangat jelas dan sederhana bahwa Australia dan Indonesia punya masa depan
bersama yang besar. Kita bukan hanya teman, kita bukan hanya tetangga, kita adalah partner
strategis. Kita bersama adalah pemangku kepentingan di masa depan dengan keuntungan
yang akan banyak didapat dengan hubungan ini, dan akan banyak kehilangan jika kita tidak
melakukannya," katanya.
Presiden juga menyampaikan sejumlah tantangan hubungan Indonesia dan Australia yaitu
terutama mengenai persepsi masyarakat kedua negara yang sering menyimpang dari apa yang
terjadi sebenarnya.
"Saya terkejut ketika mengetahui bahwa dalam survei Lowy Institute baru-baru ini, 54 persen
responden Australia meragukan bahwa Indonesia akan bertindak secara bertanggung jawab
dalam hubungan internasional," katanya.
Bahkan di jaman televisi kabel dan internet, lanjut Presiden, masih ada warga Australia yang
masih melihat Indonesia sebagai sebuah negara otoriter, atau diktator militer, atau sebagai
sarang ekstremis Islam, atau bahkan sebagai kekuatan ekspansionis.
Di sisi lain, di Indonesia, ada orang-orang yang tetap menderita Australiaphobia, orang-orang
yang percaya bahwa gagasan "Australia Putih" masih tetap ada, bahwa Australia punya niat
buruk terhadap Indonesia, dan entah simpatik atau mendukung elemen-elemen separatis di
negara kita.
"Saya ingin semua warga Australia tahu bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang
indah, tapi kita jauh lebih daripada pantai bermain dengan pohon-pohon kelapa. Indonesia
merupakan terbesar ketiga di dunia demokrasi, dan negara terbesar di Asia Tenggara. Kami
bersemangat tentang kemerdekaan, moderasi, kebebasan beragama dan toleransi. Dan jauh
dari bersikap kasar, kami ingin menciptakan lingkungan strategis yang ditandai oleh `berjuta
teman dan nol musuh`," katanya.
Untuk itu, Presiden menyambut baik program studi bahasa Asia yang diprakarsai oleh
Pemerintah Australia dan berharap program ini tidak hanya membuat Australia yang paling
melek Asia, tetapi juga yang paling melek Indonesia.
Tantangan
Dalam pidatonya Presiden melihat bahwa tantangan kemitraan kedua negara adalah
bagaimana mengelola komitmen hubungan baik ini menjadi lebih kompleks, lebih padat, dan
lebih sibuk.
"Ini adalah hukum diplomasi bahwa hubungan dua negara yang lebih dekat dan berinteraksi
pada kecepatan yang meningkat, maka akan mengalami pula tambahan hambatan," katanya.
Menurut Presiden, ketika lalu lintas warga negara dan pejabat kedua negara terus bersilang
bersimpangan, maka berbagai masalah akan muncul ke permukaan.
"Tugas kita bukanlah untuk meratapi masalah ini, tapi untuk menyelesaikannya. Itu sebabnya
saya menyambut pengaturan bilateral untuk Konsuler Pemberitahuan dan Bantuan yang
disepakati pada kunjungan ini. Dalam menghadapi masalah seperti itu, kita perlu menempatkan
lebih pragmatis konsultasi cara diplomatik," katanya.
Nota kesepahaman mengenai Konsuler Pemberitahuan dan Bantuan merupakan satu dari dua
kesepahaman yang ditandatangani kedua pemerintah usai pertemuan bilateral. Satu
kesepahaman lain adalah mengenai kerjasama pendidikan dan pelatihan.
Kesepakatan untuk meningkatkan intensitas pertemuan antara pejabat tinggi kedua negara,
lanjut presiden merupakan solusi yang tepat untuk menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang timbul dalam hubungan kedua negara dan kedua masyarakat.
Begitu pula pertemuan antarkedua parlemen yang telah terjalin baik untuk menjembatani
hubungan kedua pemerintah.
"Dalam semangat yang sama, saya senang mengumumkan bahwa Perdana Menteri Kevin
Rudd dan saya setuju hari ini untuk memperbarui kemitraan kami, dengan pertemuan para
pejabat tinggi yang berlangsung secara bergantian antara Indonesia dan Australia, dan
ditambah dua pertemuan tahunan yang melibatkan Departemen Luar Negeri dan Menteri
pertahanan kedua negara," katanya.
Dulmatin
Satu hal yang juga menarik menjadi catatan sejarah, dan mungkin menjadi suatu kontroversi
dalam kunjungan Presiden Yudhoyono ke Australia ini adalah soal penyampaian kabar
tewasnya teroris Dulmatin dalam suatu penyergapan oleh tim Kepolisian di Pamulang
Tangerang.
Keberangkatan Presiden ke Australia pada 8 Maret lalu, memang bersamaan dengan hiruk
pikuk kesibukan pihak Kepolisian membongkar tempat latihan teroris di daerah Aceh Besar.
Rentetan dari peristiwa itu, Kepolisian berhasil mengejar dan menembak mati satu tokoh teroris
pada Selasa (9 Maret) yang diduga bernama Dulmatin di Pamulang, namun Kepolisian belum
mau mengungkapkan langsung identitas tokoh teroris yang terlibat dalam bom Bali I itu, karena
harus melakukan identifikasi DNA.
Masyarakat terutama pers tentunya sangat menunggu pengumuman identifikasi tokoh teroris
yang berhasil ditembak mati itu, karena pada saat itu sudah santer beredar yang tewas adalah
Dulmatin.
Namun, entah dengan pertimbangan apa, dalam pidato saat jamuan makan siang yang digelar
PM Kevin Rudd di Gedung Parlemen Australia di Canberra, Rabu (10 Maret), Presiden
Yudhoyono yang berpidato dalam Bahasa Indonesia dan diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh
Juru Bicara Presiden Dino Patty Djalal mengumumkan bahwa teroris yang berhasil ditembak itu
adalah Dulmatin.
"Saya dapat berita dari Tanah Air, bahwa setelah Indonesia melumpuhkan tokoh teroris Dr
Azahari dan Noordin M Top, yang mengganggu Asia Tenggara. Alhamdulilah Polisi Indonesia
telah melumpuhkan satu tokoh teroris Asia Tenggara lainnya Dulmatin, dalam sebuah operasi
polisi di Jakarta," kata Presiden yang disambut tepuk tangan hadirin.
Informasi itu sepertinya memang mendadak diberikan kepada Presiden, itu terlihat saat seorang
ajudan Presiden memberikan secarik kertas kecil berisi informasi itu di saat Presiden tengah
menyampaikan pidatonya.
Entah apa alasan Presiden menyampaikan penjelasan soal Dulmatin itu di Australia, yang jelas
hal ini menunjukkan betapa pentingnya penilaian dan pandangan Australia atas semua yang
telah dilakukan Pemerintah Indonesia seperti dalam pemberantasan terorisme.
Mungkin Presiden ingin memberikan balas budi atas kebaikan dan kehormatan yang diberikan
Pemerintah Australia kepadanya, karena telah diberikan penghargaan tertinggi dan diberi
kesempatan berpidato di hadapan Parlemen Australia dalam kunjungannya itu.
Tetapi apapun penilaian orang mengenai hal ini, yang jelas kunjungan Presiden Yudhoyono ke
Australia itu merupakan sejarah besar dan membawa kebanggaan khusus bagi Bangsa
Indonesia, karena besarnya rasa hormat dan penghargaan mereka terhadap Pemimpin
Indonesia.
Selanjutnya, semua pihak masih harus menunggu apakah semua hasil dari kunjungan itu,
terutama kesepakatan kerja sama kedua negara di berbagai bidang dan komitmen sejumlah
perusahaan besar Australia untuk memperluas usahanya di Indonesia, akan segera menjadi
kenyataan dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. (ANTARA)