Optimasi Produksi Hidrolisat Protein Dari Tepung Ikan Menggunakan Enzim Bromelin
Optimasi Produksi Hidrolisat Protein Dari Tepung Ikan Menggunakan Enzim Bromelin
Optimasi Produksi Hidrolisat Protein Dari Tepung Ikan Menggunakan Enzim Bromelin
ABSTRACT
Fish protein hydrolysate as a source of functional protein is a high added
value agriculture product utilization. Raw materials used were trash fish meal
which has 71,57 0,20% crude protein and bromelain enzyme as protease with
1289,36 GDU (Gelatin Digestion Unit)/mg activity. Utilization of bromelain
enzyme as hydrolysing agent become protease alternative which is more safe for
food. Optimization of fish protein hydrolysate production determined by used of
enzyme ratio, hydrolysis temperature, and hydrolysis time. Optimum hydrolysis
condition determined with Response Surface Method (RSM), Central Composite
Design (CCD) method. Centre point value of fixed variables which used were 2%
of enzyme ratio/ substrate, 50oC of temperature hydrolysis, and 5 hours of
hydrolysis time. Response variable measured as the determinant optimum
condition were dry material and nitrogen recovery. The optimum conditions
obtained were 3% of enzyme ratio/substrate, 55oC of hydrolysis temperature, and
7 hours of hydrolysis time with 3,20% of dry material value and 65,42% of
nitrogen recovery. Liquid fish protein hydrolysate product was produced have
characteristic as follows 4.77% of crude protein and molecule weight 37 kDa, 25
kDa, and < 14 kDa. Potential protein hydrolysate as a medium for microbial
growth were close enough from becto proteose peptone product, although slightly
lower.
Keywords: Bromelain enzyme, dry material,
optimization, protein recovery
fish
protein
hydrolysate,
ABSTRAK
Hidrolisat protein ikan sebagai sumber protein fungsional merupakan
pemanfaatan hasil pertanian yang bernilai tambah tinggi. Bahan baku yang
digunakan adalah tepung ikan rucah yang memiliki protein kasar 71,57 0,20%
dan enzim bromelin sebagai protease dengan aktivitas 1289,36 GDU (Gelatin
Digestion Unit) / mg. Penggunaan enzim bromelin sebagai penghidrolisis menjadi
suatu alternatif protease yang lebih aman terhadap pangan. Optimasi produksi
hidrolisat protein ikan ditentukan oleh rasio enzim yang digunakan, suhu
hidrolisis, dan lama waktu hidrolisis. Kondisi hidrolisis optimum ditentukan
dengan Response Surface Methode (RSM) metode Central Composite Design
(CCD). Nilai center point dari variabel tetap yang digunakan adalah rasio
enzim/substrat 2%, suhu hidrolisis 50 oC, dan lama waktu hidrolisis 5 jam.
Variabel respon yang diukur sebagai penentu kondisi optimum adalah dry
material dan nitrogen recovery. Kondisi optimum yang diperoleh adalah hidrolisis
pada rasio enzim/substrat 3%, suhu 55oC, dan waktu hidrolisis 7 jam dengan nilai
dry material 3,20% dan nitrogen recovery 65,42%. Produk hidrolisat protein ikan
cair optimum yang dihasilkan memiliki karakteristik protein kasar 4,77%.
Hidrolisat Protein Ikan yang dihasilkan dominan pada bobot molekul 37 kDa, 25
kDa, dan <14 kDa. Potensi hidrolisat protein sebagai media pertumbuhan mikroba
sangat mendekati produk becto proteose peptone, meskipun sedikit lebih rendah.
Kata Kunci: enzim bromelin, dry material,
protein recovery
PENDAHULUAN
Hidrolisat protein didefinisikan sebagai protein yang mengalami pemutusan
ikatan melalui proses hidrolisis baik secara enzimatis menggunakan enzim
protease ataupun kimia menggunakan asam atau basa menjadi peptida dengan
berbagai macam ukuran (Kristinsson dan Rasco 2000). Hidrolisat protein telah
diketahui sangat aplikatif pada sektor pangan, farmasi, dan bioteknologi. Aplikasi
hidrolisat protein pada sektor pangan tidak lepas dari karakteristik fungsional
yang dimilikinya seperti taste (bitterness), kelarutan, viskositas, emulsifikasi,
foaming, gelling, dan allergenicity (Adler-Nissen 1986; Adler-Nissen et al. 1979;
Adler-Nissen et al. 1982). Sifat bioaktif peptida hidrolisat protein seperti opioid
antagonis, antihipertens, antitrombotik, antimikroba, dan imunostimulan banyak
digunakan pada sektor farmasi (Knights 1985; Saxelin et al. 2003). Pada bidang
bioteknologi hidrolisat protein menjadi sumber nitrogen sederhana baik skala
laboratorium maupun skala besar industri fermentasi sebagai faktor pendukung
pertumbuhan mikroorganisme, fermentasi vaksin dan sebagai penstabil vaksin,
nutrisi diet, nutrisi hewan dan zat pengatur tumbuh tanaman (Pasupuleti dan
Demain 2010). Kebutuhan hidrolisat protein di Indonesia sendiri cukup luas pada
bidang bioteknologi yang selama ini masih dipenuhi dengan pepton impor. Selain
itu potensinya di Indonesia di bidang pangan, pakan, dan farmasi masih sangat
terbuka sehingga hidrolisat protein menjadi produk intermediet yang sangat
menjanjikan untuk dikembangkan.
Hidrolisat protein dapat diproduksi secara kimia atau enzimatis. Kedua
proses tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Produksi
secara kimia memiliki keunggulan recovery protein yang tinggi, proses singkat
dan biaya proses rendah, tetapi dari segi kualitas produk yang dihasilkan sulit
homogen, lebih pahit, sifat fungsional rendah, reaksi sulit dikontrol, menghasilkan
substansi beracun, mengandung logam korosi dan memiliki kadar garam yang
tinggi. Sebaliknya, produksi hidrolisat secara enzimatis telah diketahui memiliki
waktu proses lebih lama dan biaya lebih tinggi tetapi memiliki kualitas produk
yang sangat baik dari segi nutrisi dan kemampuan fungsionalnya (Krisstinson dan
Rasco 2000; Sanmartin et al. 2009). Penelitian mengenai produksi hidrolisat
protein itu sendiri telah banyak dilaporkan dari berbagai sumber protein yang
digunakan seperti kacang-kacangan, berbagai jenis ikan segar, hasil samping
olahan ikan, yang menggunakan berbagai protease seperti tripsin, kimotripsin,
pepsin, neutrase, flavorzim, dan alkalase.
Indonesia memiliki berbagai jenis sumber protein baik hewani maupun
nabati serta sumber protease halal dan murah yang melimpah sebagai bahanbahan untuk produksi hidrolisat protein. Ikan merupakan sumber protein yang
sangat melimpah di Indonesia sebagai negara maritim. Ikan yang sudah rusak dan
tidak dimanfaatkan atau disebut ikan rucah merupakan sumber protein potensial
dan murah. Produksi hidrolisat protein dapat memberi nilai tambah yang lebih
pada ikan rucah yang tinggi asam amino esensial seperti lisin, metionin dan sistein
(Hall 1992; Keller 1990) yang sebelumnya hanya dijadikan pakan berupa tepung
ikan. Keunggulan penggunaan tepung ikan sebagai sumber protein untuk produksi
hidrolisat protein yaitu tidak perlu ada proses pemisahan hidrolisat protein dengan
minyak sehingga dapat mempersingkat proses.
Enzim bromelin merupakan alternatif protease murah dan halal yang berasal
dari tumbuhan nanas. Indonesia telah mampu memproduksi enzim bromelin yang
berasal dari batang nanas yang keseluruhan produknya di ekspor. Pemanfaatan
enzim bromelin sebagai penghidrolisis untuk menghasilkan hidrolisat protein akan
memberikan nilai tambah yang lebih besar. Produksi hidrolisat protein secara
enzimatis memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis seperti
waktu, pH, suhu, dan rasio enzim / substrat (Kirk et al. 1953). Setiap enzim akan
aktif pada suhu dan pH tertentu, untuk enzim bromelin sendiri optimal pada suhu
50-60 oC dan rentang pH 5-8. Semua faktor tersebut menjadi penting untuk dikaji
karena sangat berkaitan erat dengan aktivitas terbaik enzim, jumlah optimum
enzim yang digunakan, dan biaya produksi. Oleh karena itu, produksi hidrolisat
protein secara enzimatis perlu diketahui kondisi hidrolisis optimumnya. Pada
penelitian ini kondisi hidrolisis yang dikaji adalah waktu, suhu, dan rasio
enzim/substrat. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
bagaimana karakteristik produk yang dihasilkan dan potensinya sebagai media
pertumbuhan mikroba.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah enzim bromelin, tepung ikan, NaOH, dan air
reverse osmosis. Enzim bromelin dan tepung ikan yang digunakan berupa powder
atau tepung. Enzim bromelin yang digunakan didapat dari PT. Bromelain Enzyme
sedangkan tepung ikan didapat dari tempat produksi fertilizer PT. Great Giant
Pinneapple Company (GGPC). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sudip, waterbath, pH meter, labu erlenmeyer 250 ml, kertas Whatman No.1,
corong, KjeltecTM 2100 Distillation Unit, oven, neraca analitik.
Metode
Karakterisasi Tepung Ikan dan Analisa Aktivitas Enzim Bromelin
Tepung ikan yang didapatkan dari tempat produksi fertilizer PT. Great Giant
Pinneapple Company (GGPC) merupakan tepung ikan rucah. Proses pembuatan
tepung ikan secara umum meliputi pemasakan, pengempaan, pemisahan,
pengeringan, and penepungan / pengecilan ukuran (Winder and Barlow 1981).
Tepung ikan dikarakterisasi dengan uji proksimat yaitu kadar air, kadar abu,
protein, lemak, dan karbohidrat (AOAC 2005). Protease yang digunakan pada
penelitian ini adalah enzim bromelin yang didapatkan dari PT. Bromelain
Enzyme. Enzim bromelin yang digunakan dianalisa aktivitasnya dengan substrat
kasein dengan satuan Casein Digestion Unit (CDU)/mg. Prinsip analisis Casein
Digestion Unit adalah berdasarkan jumlah tirosin yang mampu dibebaskan dari
substrat kasein karena dihidrolisis oleh enzim proteolitik.
Optimasi
Rancangan percobaan untuk mengetahui proses optimal dari hidrolisis
tepung ikan menggunakan enzim bromelin ini menggunakan metode RSM
(Response Surface Methode) dan ANOVA ( = 0,05). RSM merupakan himpunan
metode matematika dan statistika yang digunakan untuk melihat hubungan antara
satu atau lebih variabel perlakuan dengan respon dan bertujuan untuk
mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery 2001). Menurut Myers (1971),
kombinasi yang melibatkan strategi eksperimental, metode matematika, dan
inferensia statistik memungkinkan untuk membuat eksplorasi yang empiris dan
efisien dari sistem yang diinginkan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
CCD (Central Composite Dessign) dengan tiga variabel bebas yaitu rasio
enzim/substrat, suhu, dan waktu. Variabel respon yang diuji untuk dioptimasi
adalah nitrogen recovery yang mewakili seberapa banyak protein yang akan
terlarut dan dry material yang mewakili sebarapa banyak bahan yang dapat
dikeringkan dari hasil hidrolisis.
Sebanyak 10 gram tepung ikan dicampur dengan 100 ml air kemudian
dihomogenasi. Setelah itu dilakukan pengaturan suhu yaitu 50oC sedangkan pH
tidak dilakukan pengaturan karena pH 10% tepung ikan dalam air 5,6 sehingga
masih dalam rentang pH aktif enzim bromelin. Biarkan sampai suhu konstan
kemudian campurkan enzim yang telah di timbang bobotnya. Setelah proses
hidrolisis selesai suhu dinaikan sampai 85oC untuk inaktivasi enzim. Hidrolisat
protein yang sudah diinaktivasi proses hidrolisisnya disentrifugasi dan disaring
dengan kertas Whatman no.1. Diagram alir proses dapat dilihat pada Gambar 1
dan desain rancangan percobaan dengan metode Central Composite Dessign dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Desain rancangan percobaan
Level Point
Variabel
Kode
-1,68
-1
0
Rasio (% E/S)
X1
0,32
1
2
o
Suhu ( C)
X2
41,59 45
50
Waktu (jam)
X2
1,64
3
5
1
3
55
7
1,68
3,68
58,41
8,36
Tepung Ikan
Air
Pencampuran
Tepung ikan : air (1:10) (b/v)
Hidrolisis
(Perlakuan suhu, waktu dan
rasio enzim/substrat)
Inaktivasi
(suhu 85oC; 15 menit)
Sentrifugasi dan
Penyaringan
Ampas
Hidrolisat Protein
(cair)
Gambar 1 Diagram alir produksi hidrolisat protein
Supernatan dianalisa total N untuk melihat total N terlarut dan kemudian
dibandingkan dengan total N bahan yang hasilnya dinyatakan dalam Nitrogen
Recovery (Nitrogen Total Terlarut / Nitrogen Total Bahan).
Nitrogen Recovery (%) =
x 100%
Penentuan kondisi optimum berdasarkan nilai variabel respon dari faktorfaktor yang telah ditentukan dengan menggunakan Design Expert 7.0.0 untuk
menghasilkan model polinomial yang sesuai dengan hasil penelitian, model
matematis dan respon permukaannya. Penentuan tipe model yang sesuai
berdasarkan nilai Sequential Model Sum of Squares (SMSS), lack of fit, R2 dan
adjusted-R2. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai signifikan
(P<0.05) terhadap nilai SMSS, nilai lack of fit yang tidak signifikan ((P>0.05),
nilai R2 dan adjusted-R2 yang tertinggi dan atau selisih kedua nilai tersebut yang
paling kecil (Montgomery 2001).
Karakterisasi Produk
Produk yang dianalisa atau dikarakterisasi adalah hidrolisat protein cair dari
kondisi optimum skala laboratorium dan skala pilot plant. Analisa yang dilakukan
adalah uji proksimat yaitu kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat
(AOAC 2005). Kandungan asam amino dianalisa dengan metode HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) di PT. Saraswanti Indo Genetech dan
analisa bobot molekul dengan metode SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate
Polyacrilamide Gel Electrophoresis) di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi), Serpong.
Aplikasi Hidrolisat Protein Sebagai Media Pertumbuhan Bakteri
Pada tahap ini, hidrolisat protein yang dihasilkan digunakan sebagai media
pertumbuhan bakteri. Fungsi hidrolisat adalah sebagai sumber nitrogen pengganti
pepton. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli.
Biakan bakteri disegarkan terlebih dahulu dalam media cair nutrient broth
selama 24 jam sebelum diinokulasi ke media yang mengandung hidrolisat protein.
Medium pertumbuhan dibuat dengan menyiapkan larutan yang mengandung
glukosa 0,4% dan NaCl 1,13%. Medium pertumbuhan dengan sumber nitrogen
komersil yairu 1% bacto proteose peptone, sedangkan medium pertumbuhan
dengan sumber nitrogen hidrolisat protein menyamakan dengan 1% total nitrogen
medium komersil. Medium ini disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit
sebelum diinokulasi. Inokulasi bakteri dilakukan dengan memasukan 1% v/v
kultur Escherichia coli yang telah disegarkan ke dalam media pertumbuhan steril.
Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan
pertumbuhan dilakukan dengan menganalisa OD menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 600 nm setiap 2 jam.
bromelin kasar dengan aktivitas sebesar sekitar 1200 GDU merupakan produk
enzim yang berada pada level sedang. Enzim bromelin biasa dipasarkan dalam
tiga kelompok aktivitas yaitu 600 GDU, 1200 GDU, dan 2400 GDU dengan acuan
harga $72/kg. Oleh karena itu penggunaan aktivitas 1200 GDU merupakan
pilihan yang cukup ekonomis.
Optimasi
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Dry Material
Hasil pengujian dry material nilai yang diperoleh berkisar antara 2,75%3,25% dengan nilai rata-rata sebesar 3,07% dengan standar deviasi 0,12%.
Berdasarkan hasil nilai SMSS, Lack of Fit, R2, dan Adjusted R2 pada Tabel 4,
model yang sesuai dan disarankan adalah model polinomial kuadratik.
Tabel 2 Nilai model optimasi untuk respon dry material
SMSS
Lack of Fit
Model
R2
Adjust R2
Prob>F
Prob>F
Linier
< 0.0001
< 0.0001
0,7794
0,7574
2FI
0.4043
< 0.0001
0,8017
0,7576
Kuadratik
0.0011
0.0002
0,8970
0,8583
Kubik
0.6025
< 0.0001
0,9096
0,8508
Keterangan
Suggested
Aliased
Gambar 2 Grafik model pengaruh faktor rasio dan waktu terhadap respon dry
material dalam model kontur (a) dan 3D (b)
Analisis Kombinasi Faktor Terhadap Respon Nitrogen Recovery
Hasil nitrogen recovery nilai yang diperoleh berkisar antara 57% - 66%
dengan nilai rata-rata sebesar 63% dengan standar deviasi 2,2%. Berdasarkan
hasil nilai SMSS, Lack of Fit, R2, dan Adjusted R2 pada Tabel 5, model yang
sesuai dan disarankan adalah model polinomial kuadratik.
Tabel 3 Nilai model optimasi untuk respon nitrogen recovery
SMSS
Lack of Fit
Model
R2
Adjust R2
Prob>F
Prob>F
Linier
< 0.0001
< 0.0001
0,8023
0,7826
2FI
0.7700
< 0.0001
0,8103
0,7681
Kuadratik
0.0002
< 0,0001
0,9168
0,8856
Kubik
0.4998
< 0.0001
0,9291
0,8830
Keterangan
Suggested
Aliased
Nilai R2 sebesar 0.9084 mempunyai arti bahwa pengaruh variabel X1, X2 dan X3
terhadap perubahan variabel respon adalah 91,68% sedangkan sisanya sebesar
8,32% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui. Berikut
adalah persamaan model polinomial kuadratik yang diperoleh:
Nitrogen Recovery (Y) = 55,23 + 5,4984X1 0,1934X2 + 1,5763X3 +
0,0068X1X2 - 0,1381X1X3 0,0052X2X3 0,8151X12 +
0,0023X22 0,0498X32
Keterangan : X1 = Rasio Enzim/Substrat (%)
X2 = Suhu (oC)
X3 = Waktu (jam)
Pada Gambar 3(b) merupakan 3D respon permukaan Nitrogen Recovery
yang menunjukkan rasio enzim/substrat dan waktu hidrolisis berpengaruh
signifikan terhadap protein yang berhasil terhidrolisis dan larut dalam air. Grafik
yang disajikan hanya pengaruh faktor rasio dan waktu karena merupakan faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap respon. Solusi optimasi yang
direkomendasikan program Design Expert 7.0.0 untuk respon tunggal nilai dry
material yaitu X1 = 3%, X2 = 55 oC, dan X3= 7 jam dengan prediksi nilai respon
nitrogen recovery 65,59%.
Gambar 3 Grafik model pengaruh faktor rasio dan waktu terhadap respon
nitrogen recovery dalam model kontur (a) dan 3D (b)
Validasi Model
Model matematis yang telah didapat dari hasil optimasi perlu dilakukan
verifikasi atau pengecekan. Hal tersebut ditujukan untuk melihat apakah nilai
prediksi dari model matematis menunjukan hasil yang sama terhadap nilai
aktualnya. Jika menunjukan hasil yang sama atau masih dalam kisaran standar
deviasi model maka dapat dikatakan model tersebut valid. Model matematis yang
dihasilkan memberikan nilai prediksi respon dry material dan nitrogen recovery
pada titik optimum berturut-turut 3,20% dan 65,59%. Hasil verifikasi pada titik
optimal yaitu rasio E/S 3%, suhu 55 oC, dan waktu 7 jam memberikan nilai aktual
pada respon dry material 3,21% dan nitrogen recovery 65,07%.
Hasil aktual yang diharapkan adalah nilai yang sama dengan nilai prediksi
atau masih dalam kisaran standar deviasi model. Berdasarkan nilai aktual yang
diperoleh sangat mendekati nilai prediksi dari model matematis yang didapat.
Respon dry material memiliki standar deviasi 0,119% dan dari setiap hasil
verifikasi yang diperoleh masih dalam kisaran standar deviasi pada setiap
percobaannya. Respon nitrogen recovery memiliki standar deviasi 2,2% dan dari
setiap hasil verifikasi yang diperoleh masih dalam kisaran standar deviasi pada
setiap percobaannya. Hal tersebut menunjukan bahwa model matematis yang
diperoleh sudah valid untuk proses hidrolisis tepung ikan dengan protease enzim
bromelin. Protein recovery hidrolisat protein ikan dari berbagai sumber protein
dan berbagai protease juga dapat dilihat pada Tabel 4.
protein hewan yang telah dihidrolisis menjadi asam amino dan peptida untuk
menyediakan nutrisi mikroorganisme. Sumber protein hewan berasal dari jaringan
otot ataupun jeroan hewan dan gelatin, sedangkan protease yang digunakan adalah
enzim pepsin dan tripsin (BD 2009).
1.0
Kadar (%)
0.8
0.6
0.4
Hidrolisat
Protein Ikan
Bacto Proteose
Peptone
0.2
0.0
Asam Amino
OD (600nm)
0.8
0.6
Hidrolisat Protein Ikan
0.4
0
1
9 11 13 15 17 19
Waktu (jam)
proses produksi hidrolisat protein juga halal karena hanya menggunakan air dan
pengaturan kondisi suhu dan waktu. Oleh karena itu dari segi bahan baku dan
proses produksi produk hidrolisat protein ini merupakan produk yang halal.
DAFTAR PUSTAKA
Adler-Nissen J. 1986. Enzymic hydrolysis of food proteins. New York: Elsevier
Applied Science Publishers.
Adler-Nissen J dan Olsen HS. 1979. The influence of peptide chain length of taste
and functional properties of enzymatically modified soy protein. Di dalam:
Functionality and Protein Structure (ed A. Pour-El). Washington DC (US):
American Chemical Society. hlm 125.
Adler-Nissen J dan Olsen HS. 1982. Taste and taste evaluation of soy protein
hydrolysates. Di dalam: Charalambous G dan Inglett GE, editor. Chemistry
of Food and Beverages Recent Developments. New York (US): Academic
Press. hlm 149.
[AOAC] Association of Official Agricultural Chemist. 2005. Official methods of
analysis. Washington (US): Association of Official Analytical Chemists.
[BD] Becton, Dickinson and Company. 2009. BD BionutrientsTM Technical
Manual Advanced Bioprocessing 3rd ed. Sparks (US): BD Diagnostics.
Boniran, S. 1999. Quality Control untuk bahan baku dan produk akhir pakan
ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop.
American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Hlm. 2-7.
Hall GM. 1992. Fish processing technology. In Ockerman, H.W. ed. Fishery
byproducts, pp. 155-192. New York: VCH publishers.
He S, Zhang W, dan Franco C. 2012. Optimization and physicochemical
characterization of enzymatic hydrolysates of proteins from co-products of
Atlantic salmon and Yellowtail kingfish. International Journal of Food
Science and Technology. 47(11): 23972404.
Keller S. 1990. Making profits out of seafood wastes. Di dalam: Jensen NC,
editor. Quality fish meal: specifications and use in aquaculture and fur
farming. Alaska.
Kirk RW, Othmer DF. 1953. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume II.
New York (US): The Interscience Publ Inc.
Knights RJ. 1985. Processing and evaluation of the antigenicity of protein
hydrolysates. Di dalam: Lifshitz F, editor. Nutrition for Special Need in
Infancy. Protein Hydrolysates. New York (US): Marcel Dekker. hlm 105.
Kristinsson HG, dan Rasco BA. (2000). Fish Protein Hydrolysates: Production,
Biochemical, and Functional Properties. Critical Reviews in Food Science
and Nutrition. 40(1): 43 - 81.
Montgomery DC. 2001. Design and Analysis of Experimental 5th Edition. New
York (US): John Wiley & Son.
Myers RH. 1971. Response Surface Method. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Pasupuleti VK dan Demain AL. 2010. Protein Hydrolysates in Biotechnology.
New York (US) : Springer.
Sanmartin E, Arboleya JC, Villamiel M, dan Moreno J. (2009). Recent advances
in the recovery and improvement of functional proteins from fish processing
by products: Use of protein glycation as an alternative method.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 8(4): 332344.
Saxelin M, Korpela R, and Mayra-Makinen A. 2003. Introduction: classifying
functional dairy products. Di dalam: Mattila-Sandholm T and Saarela M,