Skripsi Irma Meirahma - UNSRI - ABON IKAN PATIN

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 113

KARAKTERISTIK KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN SENSORIS

ABON IKAN PATIN (Pangasius pangasius) UTUH DENGAN


PERLAKUAN PEMASAKAN PRESTO
DAN PENGERINGAN OVEN

Oleh
IRMA MEIRAHMA

Ringkasan

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014

SUMMARY

IRMA MEIRAHMA. Chemical characteristics, microbiology and sensory whole


shredded catfish (Pangasius pangasius) with presto cooking and drying treatment.
(Supervised by RODIANA NOPIANTI and SHANTI DWITA LESTARI).
The objective of this research was to evaluate determine the effect of presto
cooking process with different times and oven methods of thought to shelf life whole
shredded catfish (Pangasius pangasius). The research was conducted from 27th
December until 27th January 2013 at Fishery Processing Technology Laboratory and
Bioprocess Chemical Engineering Laboratory University of Sriwijaya Indralaya .
This research used factorial randomized block design with two treatments and
2 replications. Treatment factor were consist of presto cooking time (60 min, 90 min
and 120 min) and drying treatment (oven and non oven). The first step research
parameters observed organoleptic test, yield, water content, protein content, fat
content, ash content, carbohydrate content and calcium. The second step research of
the study selected the best shredded then stored during four weeks of storage.
Parameters observed were organoleptic, water content, fat content, peroxide value,
yeast and fungi test.
The results showed that shredded catfish with oven treatment had
organoleptic qualities (color, aroma, taste and appearance) and proximate content
better than shredded catfish without oven treatment. Shredded catfish with
combination treatment presto cooking time for 90 minutes and the process by oven
drying (P2O1) which produces shredded catfish presto the value of water content

ii

5,79%, protein content 31,31%, fat content 17,85%, ash content 12,12%,
carbohydrate 32,91%, calcium content of 1,06 % and yield 36,43 %. A second study
on the test peroxide shredded catfish during storage 0 days to 21 days increased from
17.15 meq/100gr to 27,42 meq/100gr. Microbiological test results showed that the
yeast and fungi of shredded catfish presto after three weeks of storage at 5,000 cfu/g.
So the product presto shredded catfish is still safe for consumption.

iii

RINGKASAN

IRMA MEIRAHMA. Karakteristik Kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Abon Ikan


Patin (Pangasius pangasius) Utuh Dengan Perlakuan Pemasakan Presto dan
Pengeringan Oven. (Dibimbing oleh RODIANA NOPIANTI dan SHANTI DWITA
LESTARI).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh proses pemasakan
presto dengan lama waktu yang berbeda dan metode pengovenan diduga
berpengaruh terhadap karakteristik kimia, mikro dan sensoris abon ikan patin
(Pangasius pangasius) utuh.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 2012 sampai dengan 27
Januari 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Laboratorium Bioproses
Teknik Kimia Universitas Sriwijaya Indralaya.
Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial
dengan dua faktor perlakuan yang diulang sebanyak dua kali. Faktor perlakuan
terdiri dari waktu pemasakan presto (P) (60 menit, 90 menit dan 120 menit) dan
perlakuan pengeringan (O) (oven dan non oven). Parameter yang diamati pada tahap
pertama meliputi uji sensoris, rendemen, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar
abu, kadar karbohidrat dan kadar kalsium. Parameter yang diamati pada tahap kedua
dipilih abon yang terbaik kemudian dilakukan penyimpanan selama tiga minggu,
selanjutnya dilanjutkan dengan pengujian, parameter yang diamati uji organoleptik,
kadar air,kadar protein,kadar lemak, bilangan peroksida dan uji kapang khamir.

iv

Hasil penelitian menunjukkan bahwa abon ikan patin presto yang mendapat
perlakuan oven mempunyai kualitas sensoris (warna, aroma, rasa dan kenampakan)
yang lebih baik dari abon ikan patin presto tanpa oven. Abon ikan patin presto
dengan kombinasi perlakuan waktu pemasakan presto selama 90 menit dan proses
pengeringan dengan pengovenan (P2O1) yang menghasilkan produk abon ikan patin
presto dengan nilai rendemen 36,43%, kadar air 5,79%, kadar protein 31,31 %,
kadar lemak 17,85%, kadar abu 12,12%, karbohidrat 32,91%. dan kadar kalsium
1,06%. Penelitian kedua pada uji bilangan peroksida abon ikan patin selama
penyimpanan 0 hari sampai 21 hari mengalami peningkatan yaitu 17,15 meq/100gr
sampai 27,42 meq/100gr. Hasil uji mikrobiologi kapang khamir menunjukan bahwa
abon ikan patin presto penyimpanan tiga minggu sebanyak 5000 cfu/g. Sehingga
produk abon ikan patin presto ini masih aman untuk dikonsumsi.

KARAKTERISTIK KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN SENSORIS


ABON IKAN PATIN (Pangasius pangasius) UTUH DENGAN
PERLAKUAN PEMASAKAN OVEN
DAN PENGERINGAN OVEN

Oleh
IRMA MEIRAHMA

SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan

pada
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014

vi

Skripsi
KARAKTERISTIK KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN SENSORIS ABON
IKAN PATIN (Pangasius pangasius) UTUH
DENGAN PERLAKUAN PEMASAKAN PRESTO
DAN PENGERINGAN OVEN

Oleh
IRMA MEIRAHMA
05081010005

telah diterima sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan

Pembimbing I

Indralaya,

Juni 2014

Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
Dekan,
Rodiana Nopianti, S.Pi., M.Sc.
Pembimbing II

Shanti Dwita Lestari, S.Pi., M.Sc.

Dr. Ir. Erizal Sodikin, M.Sc.


NIP. 196002111985031002

vii

Skripsi berjudul Karakteristik Kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Abon Ikan Patin
(Pangasius pangasius) Utuh Dengan Perlakuan Pemasakan Presto dan Pengeringan
Oven) oleh Irma Meirahma telah dipertahankan di depan komisi penguji pada
tanggal 10 Mei 2014

Komisi Penguji

1. Rodiana Nopianti, SPi, M.Sc

Ketua

(....)

2. Shanti Dwita Lestari, S.Pi, M.Sc

Sekretaris

(....)

3. Agus Supriadi, S.Pt, M.Si

Anggota

(....)

4. Dr. Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

Anggota

(....)

5. Susi Lestari, S.Pi., M.Si

Anggota

(....)

Mengesahkan
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan

Agus Supriadi, S.Pt, M.Si.


NIP. 197705102008011018

viii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa
seluruh data dan informasi yang disajikan dalam skripsi ini, kecuali yang disebutkan
dengan jelas sumbernya adalah hasil penelitian atau investigasi saya sendiri di bawah
arahan pembimbing dan belum pernah atau tidak sedang diajukan sebagai syarat
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di tempat lain.

Indralaya,
2014
Yang Membuat Pernyataan

Irma Meirahma

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan. Pada tanggal 31 Mei


1988 merupakan anak terakhir dari pasangan Bapak Hendrisman Sukendar dan Ibu
Herawati.
Pendidikan sekolah dasar diselesaikan tahun 2000 di SD Muhammadyah 6
Palembang, sekolah menengah pertama tahun 2003 di SLTP Negeri 19 Palembang,
dan sekolah menengah atas tahun 2006 di SMA Negeri 10 Palembang. Sejak
September 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru).
Penulis telah melaksanakan magang di PD. Sambu Kawasan Pelabuhan
Perikanan Nusantara Kejawanan Cirebon dengan judul Proses Pengemasan Udang
Windu (Penaeus monodon) pada tahun 2011 yang dibimbing oleh Ibu Siti Hanggita
R.J, S.TP, M.Si dan penulis juga telah melakukan Praktik Lapang dengan judul
Kajian Produksi Kerupuk Ikan Pada Usaha Mandiri Kecil Menengah (UMKM) Hj.
Cek Tura Kelurahan 1 Ulu Palembang, Sumatera Selatan. Berdasarkan Cara
Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) pada tahun
2012 yang dibimbing oleh Ibu Siti Hanggita R.J. S.TP, M.Si.
Tahun 2009-2010 dipercaya menjadi ketua Bidang Dana dan Usaha Paduan
Suara Mahasiswa Belisario dan tahun 2010-2011 menjadi Ketua Humas
IMASILKAN

(Ikatan

Mahasiswa

Teknologi

Hasil

Perikanan).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik
mungkin. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi yang berjudul Karakteristik Kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Abon Ikan
Patin (Pangasius pangasius) Utuh Dengan Perlakuan Pemasakan Presto dan
Pengeringan Oven disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
2. Bapak Agus Supriadi, S.Pt, M.Si., selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan dan Dosen Pembimbing Akademik.
3. Ibu Rodiana Nopianti, S.Pi, M.Sc, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Shanti
Dwita Lestari, S.Pi., M.Sc. selaku pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan perhatian selama penelitian dan
penyelesaian skripsi.
4. Ibu Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc, Bapak Herpandi, S.Pi, M.Si., Bapak Rinto S.Pi.
M.Si., Ibu Indah Widiastuti, S.Pi, M.Si., Bapak Dr. Ace Baehaki, S.Pi., M.Si., Ibu
Susi Lestari, S.Pi., M.Si, Ibu Siti Hanggita R.J. S.TP, M.Si, Ibu Dian Wulansari,
S.TP, M.Si atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Mbak Ani, Mbak Upiet atas
bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

5. Terkhusus untuk keluargaku, kedua orang tua mama dan papa tercinta, Teteh,
Bunda Bum dan Abang Romi yang selalu mendoakan, memberikan dukungan,
kebahagian dan kasih sayang yang diberikan.
6. Seorang sahabat, teman bertukar pikiran sekaligus pacar yang selalu bersedia
membantu di manapun dan kapapun di butuhkan. Ikbal Syukroni, S.Pi.
7. Sahabat seperjuangan Coelastri serta teman- teman Laskar THI 2008 terima
kasih atas bantuan, semangat, kebersamaan, kenangan susah senang bersama-sama
dan pengalaman berharga yang dilalui di kampus. Adek tingkat 2009, Mala,
Cahya, Zee atas semangat, doa dan bantuan yang diberikan pada penulis.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pihak yang membutuhkan serta dapat menjadi sumbangan pemikiran yang
bermanfaat bagi kita semua, amin.

ii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

viii

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................

B. Tujuan ........................................................................................

C. Hipotesis .....................................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Ikan Patin (Pangasius pangasius) ................................................

B. Abon Ikan ....................................................................................

C. Tulang Ikan .................................................................................

D. Presto ..........................................................................................

E. Plastik Polietylene .......................................................................

10

F. Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Abon Ikan ...................

11

G. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan .......................

15

III. PELAKSANAAN PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu ......................................................................

21

B. Alat dan Bahan ............................................................................

21

C. Metode Penelitian ........................................................................

22

D. Tahap Penelitian ..........................................................................

22

iii

E. Analisis Data ...............................................................................

25

F. Parameter Pengamatan .................................................................

25

a. Rendemen..................................................................................

25

b. Kadar Air ..................................................................................

26

c. Kadar Protein ............................................................................

26

d. Kadar Lemak ............................................................................

27

e. Kadar Abu.................................................................................

28

f. Kadar Karbohidrat .....................................................................

29

g. Kadar Kalsium ..........................................................................

29

h. Uji Kapang dan Khamir ..........................................................

31

i. Uji Bilangan Peroksida ..............................................................

32

j. Uji Sensoris ...............................................................................

33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


I. Penelitian Tahap Pertama.............................................................

35

A. Karakteristik Kimia ..................................................................

35

1. Kadar Air ....................................................................................

35

2. Kadar Protein ..............................................................................

37

3. Kadar Lemak...............................................................................

37

4. Kadar Abu...................................................................................

38

5. Kadar Karbohidrat.......................................................................

39

6. Kadar Kalsium ............................................................................

40

B. Karakteristik Fisik (Analisis Rendemen) ................................

41

C. Karakteristik Sensori ...............................................................

42

iv

1. Warna .........................................................................................

42

2. Aroma .........................................................................................

43

3. Rasa ............................................................................................

44

4. Kenampakan ..............................................................................

45

5. Tekstur ........................................................................................

46

B. Penelitian Tahap Kedua ...........................................................

47

1. Kadar Air ....................................................................................

48

2. Kadar Protein ..............................................................................

50

3. Kadar Lemak...............................................................................

51

4. Bilangan Peroksida......................................................................

53

5. Total Kapang dan Khamir ...........................................................

54

6. Uji Organoleptik .........................................................................

56

a.Warna ......................................................................................

56

b. Aroma ....................................................................................

57

c. Kenampakan ...........................................................................

58

d. Tekstur ...................................................................................

59

e. Rasa ........................................................................................

60

V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan .................................................................................

62

B. Saran ...........................................................................................

63

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

64

LAMPIRAN .........................................................................................

68

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Komposisi zat gizi ikan Patin (Pangasius pangasius) segar ..................

2. Komposisi kandungan gizi dalam 100 gram abon ikan .........................

3. Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01- 3707- 1995 ..............................

4. Komposisi kimia abon ikan patin utuh..................................................

35

5. Uji lanjut BNJ kadar air abon ikan patin utuh selama penyimpanan .....

50

6. Uji lanjut BNJ peroksida abon ikan patin utuh selama penyimpanan ...

54

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Ikan Patin (Pangasius pangasius) ...................................................

2. Abon Ikan .......................................................................................

3. Rendemen abon ikan patin utuh ......................................................

41

4. Warna abon ikan patin utuh ............................................................

43

5. Aroma abon ikan patin utuh ............................................................

44

6. Rasa abon ikan patin utuh ...............................................................

45

7. Kenampakan abon ikan patin utuh ..................................................

46

8. Tekstur abon ikan patin utuh ...........................................................

47

9. Kadar air abon ikan patin utuh selama penyimpanan .......................

49

10. Kadar protein abon ikan patin utuh selama penyimpanan ................

50

11. Kadar lemak abon ikan patin utuh selama penyimpanan .................

52

12. Kadar bilangan peroksida ikan patin utuh selama penyimpanan ......

53

13. Total kapang dan khamir abon ikan patin selama penyimpanan ......

55

14. Grafik warna abon ikan patin utuh selama penyimpanan .................

56

15. Grafik aroma abon ikan patin utuh selama penyimpanan .................

57

16. Grafik kenampakan abon ikan patin utuh selama penyimpanan . .....

58

17. Grafik tekstur abon ikan patin utuh selama penyimpanan ................

59

18. Grafik rasa abon ikan patin utuh selama penyimpanan ....................

60

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Alur Proses Pembuatan Abon Ikan Patin Utuh ...................................

69

2. Formulir isian Uji Organoleptik .........................................................

70

3. Teladan pengolahan data rendemen Abon Ikan Patin Utuh .................

71

4. Teladan perhitungan uji hedonik terhadap warna abon ......................

74

5. Teladan perhitungan uji hedonik terhadap kenampakan abon ............

77

6. Teladan perhitungan uji hedonik terhadap aroma abon ......................

80

7. Teladan perhitungan uji hedonik terhadap tekstur abon .....................

82

8. Teladan perhitungan uji hedonik terhadap rasa abon ..........................

84

9. Teladan perhitungan data kadar air penyimpanan ..............................

86

10. Teladan perhitungan data kadar protein penyimpanan .....................

88

11. Teladan perhitungan data kadar lemak penyimpanan .......................

89

12. Teladan perhitungan data peroksida penyimpanan ..........................

90

13. Foto-foto penelitian ..........................................................................

92

viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses pembusukan
dikarenakan kadar air yang tinggi. Setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahanperubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan
tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki ikan ini dirasakan sangat menghambat usaha
pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian besar, terutama
pada saat produksi ikan melimpah. Sejak dulu masyarakat telah berusaha melakukan
berbagai cara pengawetan ikan agar dapat dimanfaatkan lebih lama (Afrianto, 1989).
Kegiatan pasca panen seperti pengolahan hasil perikanan memegang peranan
penting dalam bisnis hasil perikanan. Dengan melakukan pengolahan hasil perikanan
yang bersifat mudah rusak dan membusuk (perishable food), diharapkan dapat
meningkatkan daya awet, meningkatkan nilai tambah (added value) dari ikan itu
sendiri baik secara tradisional maupun modern, serta pengolahan ikan dengan
berbagai cara dan pemberian rasa dapat menambah minat masyarakat untuk
mengkonsumsi ikan lebih banyak. Banyak cara yang dilakukan untuk menghindari
terjadinya kemunduran mutu pada ikan seperti pengawetan ikan misalnya
pemindangan, fermentasi, pengasinan, pengasapan.
Ikan patin merupakan ikan dari kelompok Pangasius yang hidup di air tawar.
Ikan yang mempunyai bentuk tubuh memanjang dan memiliki warna dominan putih
dan punggung berwarna kebiruan ini merupakan ikan yang potensial dibudidayakan
di Provinsi Sumatera Selatan. Menurut Statistik Perikanan Budidaya Indonesia
1

(2010), potensi budidaya ikan patin di Sumatera Selatan mencapai 39.187 ton.
Dengan melihat potensi ikan patin tersebut, pembuatan abon dari ikan patin
merupakan diversifikasi

abon ikan dalam rangka penganekaragaman produk

perikanan.
Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal banyak orang.
Pada umumnya, abon diolah dari daging sapi dan ayam. Pembuatan abon merupakan
salah satu alternatif pengolahan ikan. Pada industri pengolahan komoditas perikanan,
selama ini bagian tubuh ikan dalam pembuatan abon hanya menggunakan daging
ikan dan meninggalkan limbah berupa kepala, ekor, sirip dan tulang. Menurut Lestari
(2001) tulang ikan patin mengandung kalsium yang cukup tinggi yaitu sebesar
3,10g/100g.
Presto merupakan alat masak rumah tangga dengan prinsip kerjanya sama
dengan autoklaf dimana menggunakan suhu 115 oC-121 oC dengan tekanan 1
atmosfer. Pemasakan presto yang dilakukan biasanya pada produk ikan duri lunak
atau bandeng presto. Peneliti mencoba mengaplikasikan proses pemasakan presto
sebelum melakukan proses pengolahan abon dari daging dan tulang ikan patin
(Pangasius pangasius). Menurut Tapotubun (2008) perlakuan pemasakan presto
terbaik pada berbagai jenis ikan terletak pada waktu 60 menit. Proses pengeringan
oven abon terbaik menurut Millah (2009) pada suhu 80 oC dengan waktu selama 24
jam.
Dengan menyertakan limbah dalam pembuatan abon ikan patin yang
menggunakan proses pemasakan presto dimaksudkan dapat meminimalkan limbah
produksi dari abon ikan patin, menambah berat dari abon itu sendiri dan
mendapatkan tambahan kalsium pada abon ikan. Berdasarkan latar belakang di atas

perlu dilakukan kajian lebih lanjut pengaruh pemasakan presto dalam proses
pembuatan abon ikan patin dengan lama waktu pemasakan presto yang berbeda dan
pengovenan terhadap karakteristik kimia, mikrobiologi dan sensoris abon ikan patin
utuh.

B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh proses pemasakan presto
dan pengeringan oven terhadap karakteristik kimia, mikrobiologi dan sensoris abon
ikan patin (Pangasius pangasius) utuh.

C. Hipotesis
Waktu pemasakan presto dan pengeringan oven diduga berpengaruh
terhadap karakteristik kimia, mikrobiologi dan sensoris abon ikan patin (Pangasius
pangasius) utuh.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Patin ( Pangasius pangasius)


Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.
Ikan patin tergolong memiliki rasa daging yang enak dan khas. Komposisi gizi yang
dikandungnya cukup baik, dimana daging ikan patin memiliki kandungan protein
yang cukup tinggi. Ikan patin memiliki banyak kelebihan dibandingkan ikan air
tawar yang lainnya. Diantaranya, ikan patin termasuk salah satu ikan yang rakus
terhadap makanan, dalam usia 6 bulan saja ikan patin sudah dapat mencapai panjang
antara 35-40 cm. Tempat pemeliharaan ikan patin tidak memerlukan air yang
mengalir, bahkan di perairan yang kandungan oksigennya rendah ikan patin masih
dapat hidup dan berkembang. Ikan patin banyak ditemukan di sungai dan danau
karena ikan ini merupakan ikan yang hidup di perairan umum (Khairuman dan
Sudenda, 2002).
Ikan patin memiliki warna tubuh keperak-perakan dan punggung kebirubiruan, bentuk tubuh memanjang dan kepala relatif kecil. Pada ujung kepala terdapat
mulut yang dilengkapi dua pasang sungut (kumis) pendek. Sirip punggung dan sirip
dada memiliki jari-jari keras yang berubah menjadi patil besar dan bergerigi. Sirip
ekor membentuk cagak simetris dan sirip dubur relatif panjang yang terletak diatas
lubang dubur atau sedikit diatas puncak lipatan bentuk segitiga sirip perut. Sirip ekor,
sirip dubur dan sirip perut dibentuk oleh bentangan jari-jari lemah yang tersusun rapi.
Pada permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil
(Djarijah, 2001).

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Tubuh ikan didominasi oleh daging yang mencapai 49 %. Komposisi yang


lain yaitu kulit, tulang, kepala, jeroan dan gelembung renang. Berdasarkan data dari
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) berat yang dapat dikonsumsi (Bdd)
pada ikan patin sebesar 100,00. Adapun komposisi zat gizi ikan patin segar dalam
100g bahan dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Komposisi zat gizi ikan patin ( Pangasius sp) segar dalam 100 g
bahan :
Komposisi
Air
Abu
Karbohidrat
Lemak
Protein
Sumber : Maghfiroh (2000)

Persentase
82,22
0,74
1,49
1,09
14,53

B. Abon Ikan
Abon ikan adalah suatu produk olahan hasil perikanan dari ikan, melalui
proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng serta
penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap. Mutu produk olahan abon ikan

sangat dipengaruhi oleh mutu bahan mentah, cara pengolahannya dan nilai gizi yang
dikandungnya (Millah, 2009).

Gambar 2. Abon Ikan


Abon ikan patin dibuat dari daging ikan patin dengan teknik pengolahan yang
cukup sederhana dan relatif sama dengan cara pembuatan abon lainnya. Ikan patin
sudah kita kenal sebagai ikan penghasil daging karena komposisi dan pertumbuhan
dagingnya relatif lebih bagus dibanding jenis ikan lainnya. Ikan patin juga dikenal
memiliki rasa daging yang lembut dan lezat disamping kaya akan protein, lemak,
kalsium dan zat lain yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu yang paling penting
karena kandungan kolesterol yang rendah pada daging ikan patin (Alamsyah, 2011).
Adapun komposisi kandungan gizi abon dalam 100g abon ikan dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kandungan gizi dalam 100g abon ikan


Komponen
Jumlah
Serat kasar
0,01855 %
Protein
37,349 %
Lemak
17,662 %
Karbohidrat
39,623 %
Abu (maksimum)
5,217 %
Air
6,829 %
Sumber : Susanto (2001) dalam Syukroni (2012)

Adapun syarat Mutu abon berdasarkan SNI 01- 3707- 1995 pada Tabel 3,
yaitu sebagai berikut :
Tabel 3. Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01- 3707- 1995
No
1
1.1
1.2
1.3
1.4
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kriteria Uji
Satuan
Keadaan
Bentuk
Bau
Rasa
Warna
Air
% b/b
Abu
% b/b
Abu tidak larut dalam asam
% b/b
Lemak
% b/b
Protein
% b/b
Serat kasar
% b/b
Gula jumlah sebagai sakarosa
% b/b
Pengawet
Cemaran logam
10.1 Timbal (Pb)
mg/kg
10.2 Tembaga (Cu)
mg/kg
10.3 Seng (Zn)
mg/kg
10.4 Timah (Sn)
mg/kg
10.5 Raksa (Hg)
mg/kg
11 Cemaran arsen (As)
mg/kg
12 Cemaran Mikroba :
12.1 Angka lempeng total
Koloni/gr
12.2 MPN coliform
Koloni/gr
12.3 Salmonella
Koloni/25g
12.4 Staphylococcus aereus
Koloni/gr
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)

C.

Persyaratan
Normal
Normal
Normal
Normal
Maks. 7
Maks. 7
Maks. 0,1
Maks 30
Maks. 15
Maks. 1,0
Maks. 30
Sesuai SNI 01-0222-95
Maks. 2,0
Maks 20
Maks. 40,0
Maks 40,0
Maks 0,05
Maks 1,0
Maks. 5 x 10 +
Maks. 10
Negatip
0

Tulang Ikan
Limbah perikanan adalah ikan yang terbuang, tercecer dan sisa olahan yang

pada suatu saat tertentu belum dapat dimanfaatkan secara ekonomi. Limbah
perikanan selalu terjadi dalam proses penangkapan, penanganan, pengangkutan,
pengolahan dan distribusi serta pemasaran ikan. Limbah tersebut dapat berupa
kepala, sisik, kulit ikan dan ikan (Moeljanto, 1979).

Tulang Ikan memiliki proporsi 10 % dari total susunan tubuh ikan yang
memiliki kadar kalsium dalam jumlah yang tinggi. Tulang ikan banyak mengandung
kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14 % dari total susunan tulang
(Subasinghe,1996 dalam Kaya, 2008).
Tulang ikan dapat dijadikan sebagai sumber kalsium untuk pengayaan
(endrichment) sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi dalam makanan yang telah
dilakukan di Jepang (Subasingse, 1996 dalam Tababaka, 2004). Kebutuhan kalsium
adalah 500 mg/hari untuk usia 1-9 tahun, 700 mg/hari untuk usia 10-15 tahun, 600
mg/hari untuk usia 16-19 tahun dan 500-800 mg/hari untuk orang dewasa (usia 20
sampai lebih dari 60). Wanita yang sedang hamil atau menyusui membutuhkan
kalsium 400 mg lebih banyak dari tingkat kebutuhan kalsium (Widya Karya Pangan
dan Gizi, 1998 dalam Tababaka, 2004).
Jumlah kalsium yang dieksreksi melalui urin mencerminkan jumlah kalsium
yang di absorbsi. Kehilangan kalsium biasa terjadi melalui sekreksi cairan yang
masuk ke dalam saluran cerna dan melalui keringat.
a. Faktor yang meningkatkan absorbsi kalsium
Semakin tinggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium dalam
tubuh semakin efisien absorbsi kalsium. Peningkatan kebutuhan terjadi pada
pertumbuhan, kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium dan tingkat aktifitas fisik
yang meningkatkan densitas tulang. Jumlah kalsium yang dikonsumsi mempengaruhi
absorbsi kalsium. Penyerapan akan meningkat bila kalsium yang dikonsumsi
menurun. Vitamin D dalam bentuk aktif (OH) D3 merangsang absorbsi kalsium
melalui langkah-langkah kompleks. Vitamin D meningkatkan absorbsi pada mukosa
usus dengan cara merangsang produksi protein pengikat kalsium.

b. Faktor yang menghambat absorbsi kalsium


Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif menghambat absorbsi kalsium.
Asam oksalat yang terdapat pada bayam dan cacao membentuk garam kalsium
oksalat yang tidak larut sehingga menghambat absorbsi kalsium. Asam phytat, ikatan
yang mengandung fosfor yang terdapat di dalam serealia, membentuk kalsium fosfat
tidak larut sehingga tidak dapat diabsorbsi. Serat menurunkan absorbsi kalsium
karena serat menurunkan waktu transit makanan di dalam saluran cerna sehingga
mengurangi kesempatan untuk absorbsi. Stres mental atau fisik cenderung
menurunkan absorbsi kalsium dan meningkatkan eksresi. Proses menua menurunkan
efisiensi absorbsi kalsium serta bagi orang yang kurang bergerak. Obat-obatan
tertentu dapat berpengaruh terhadap ketersediaan kalsium meningkatkan ekresi
menyebabkan densitas tulang menurun (Yulia, 2005).
Unsur utama dari tulang ikan terdiri dari kalsium, fosfor dan karbonat,
sedangkan yang terdapat dalam jumlah kecil yaitu magnesium, sodium, stronsium,
fitat, klorida, hidroksid dan sulfat. Persentasi berat kalsium pada ikan secara umum
adalah 0,1-1,0 % (Lovell, 1989 dalam Tababaka, 2004). Oleh karena itu, asupan
kalsium bagi tubuh dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang berbasis
tulang ikan.

D.

Presto
Presto adalah alat masak rumah tangga yang dapat mengolah masakan

menjadi cepat matang dan lunak dalam waktu yang tertentu. Presto ini sama dengan
autoklaf menggunakan suhu 115 C 121 C dengan tekanan 1 atmosfer. Prinsip

10

kerja panci presto adalah kenaikan titik didih, air mendidih pada suhu 100 C pada
tekanan 1 atmosfer (Arifudin, 1993).
Bahan baku panci presto tebuat dari stainless dengan tutup yang rapat,
sehingga uap air yang dihasilkan saat proses pendidihan tidak keluar dan terkumpul
di dalam panci. Air yang terkumpul inilah yang membuat tekanan air dalam panci
presto naik, yang menyebabkan temperatur didihnya juga naik menjadi lebih besar
dari 100 C yang menyebabkan tulang dan duri menjadi lunak. Selain itu uap air
panas yang bertekanan tinggi ini sekaligus berfungsi menghentikan aktifitas
mikroorganisme pembusuk ikan, kerasnya tulang ikan disebabkan adanya bahan
organik pada tulang. Bahan anorganik meliputi unsur-unsur kalsium, phosphor,
magnesium, khlor dan flour sedangkan bahan organik adalah serabut-serabut
kolagen. Tulang menjadi rapuh dan mudah hancur bila bahan organik yang
terkandung didalamnya larut (Soesetiadi, 1977 dalam Susanto 2010). Panci presto
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan panci presto skala rumah tangga,
panci presto tersebut dengan merek dagang Tulipware dengan diameter 22 cm dan
tinggi 19 cm dengan kapasitas 7 liter air.

E.

Plastik Polyethylene
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling

yang tepat bagi bahan pangan. Kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi
antara bahan pangan dengan keadaan normal disekelilingnya guna menunda proses
kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan.
Menurut Syarief dalam Ulianty 2002, pengemasan bahan pangan harus
memperlihatkan lima fungsi utama :

11

1. Mempertahankan produk agar bersih dan melindungi terhadap kotoran dan


pencemar lainnya.
2. Melindungi terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar.
3. Berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis
4. Mudah untuk dibentuk
5. Memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan
Salah satu bahan pengemas yang sering digunakan untuk mengemas bahan
pangan adalah plastik polyethylene. Fil polyethylene merupakan film yang lunak dan
fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Film ini
tidak setransparan selofan tetapi keburamannya tersebut kadan-kadang dibutuhkan
untuk mengemas produk-produk tertentu. Jenis ini merupakan terbesar dari plastik
tipis berlapis tunggal (single film) yang digunakan dalam industry pengemasan
fleksibel ( Setiadi, 1974 dalam Ulianty, 2002).

F.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan abon ikan


Agar diperoleh abon kualitas baik perlu memperhatikan bahan-bahan yang

digunakan. Untuk membuat abon, pemilihan bahan dasar dan bahan pembantu sangat
penting dalam menentukan produk akhir. Berikut bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatan abon ikan patin :
1. Santan Kelapa
Santan merupakan emulsi lemak dalam air berwarna putih yang diperoleh
dari daging kelapa segar. Kepekatan santan yang diperoleh tergantung pada ketuaan
kelapa dan jumlah air yang ditambahkan (Winarno, 1999). Penambahan santan dapat

12

menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan memberi rasa
gurih karena kandungan lemaknya cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, abon ikan yang dimasak dengan santan kelapa
lebih disukai konsumen daripada abon ikan yang diolah tanpa penambahan santan.
Walaupun penggunaan santan dalam pembuatan abon ikan bukan merupakan
keharusan, namun sebaiknya digunakan untuk menambah cita rasa abon yang
dihasilkan (Lisdiana, 1997).
Santan murni secara alami mengandung sekitar 54 % air, 35 % lemak dan
11 % padatan tanpa lemak (karbohidrat

6 %, protein

4 % dan padatan lain) yang

dikategorikan sebagai emulsi minyak dalam air (Sudarmaji, 1997).


2.

Gula pasir
Gula adalah senyawa organik penting dalam bahan makanan karena

merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat yang mudah
dicerna di dalam tubuh sebagai sumber kalori. Selain itu, gula juga berfungsi sebagai
bahan pengawet makanan, mempunyai rasa manis dan larut dalam air (Gautara dan
Wijandi, 1981).
Gula mempunyai sifat-sifat daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi
kelembaban relatif dan mengikat air menyebabkan gula banyak digunakan dalam
pengawetan bahan pangan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan
dengan konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40 % padatan terlarut) sebagian besar
dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas air dari bahan pangan menjadi berkurang (Buckle et al., 1987).

13

3. Garam
Garam dengan rumus kimia Natrium Klorida (NaCl) merupakan bahan
yang paling umum digunakan dalam proses pengawetan ikan dibandingkan dengan
jenis-jenis bahan pengawet lainnya. Garam berfungsi sebagai pengontrol
pertumbuhan mikroorganisme, pemberi cita rasa dan dapat digunakan sebagai bahan
pengawet (Hadiwiyoto, 1993).
Sifat garam (NaCl) menurut Nurwantoro dan Djarijah (1997) adalah NaCl
berdisosiasi menjadi Na+ dan Cl- dimana Cl- yang berlebihan merupakan senyawa
beracun bagi mikroba, menurunkan kelarutan oksigen dalam air sehingga dapat
menghambat mikroba aerob dan menghambat reaksi pencoklatan (browning
reaction) pada pangan dan mengakibatkan denaturasi protein sehingga enzim
mikroba menjadi inaktif.
4. Bawang Putih (Allium sativum L)
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan
citarasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang bisa
ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang
khas untuk meningkatkan selera makan. Bau yang khas pada bawang putih berasal
dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Lastari, 1998).
Bawang putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik
yang disebabkan oleh adanya zat aktif alicin yang sangat efektif terhadap bakteri
gram negatif dan positif. Menurut Pruthi (1980) dalam Muryanita (1991), bawang
putih merupakan rempah-rempah yang memiliki sifat antimikroba terbaik terhadap
E.Coli, Aerobacter aerogenes, Staphylococcus aureus dan Shigella sonnei.

14

5. Bawang Merah (Allium cepa L )


Bawang merah ditambahkan pada masakan sebagai bumbu pelengkap.
Penambahannya pada masakan tidak banyak, tetapi jika belum memakai bawang
merah masakan belum terasa nikmat (Rahayu, 2004). Aroma dari bawang merah
disebabkan karena adanya enzim lyase yang masuk ke dalam cytoplasma pada
bawang yang diiris (dihancurkan) dan dengan aroma precursor akan menimbulkan
bau yang pedas. Bau yang pedas dan aroma pada bawang tersebut adalah allyl propyl
disulphide (C6H12S2), selain mengandung allyl propyl disulphide, bawang merah juga
mengandung allyl aldehide dan allyl isotiosianat. Ketiga zat tersebut merupakan
senyawa yang mudah menguap dan menyebabkan mata menjadi pedih (Pramugari et
al, 1975 dalam Hasanah, 1979).
6. Cabai Merah (Capsicum annum)
Cabai Merah adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan
adanya kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi
dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1
dan vitamin C (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2010).
7. Lengkuas ( Alpinia galanga l. Swartz)
Lengkuas pada masakan dikenal sebagai tanaman penambah flavor masakan.
Secara tradisional, rimpang lengkuas dikenal sebagai pengempuk daging dalam
masakan dan sebagai salah satu rempah bagi berbagai jenis bumbu masakan
tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988). Kandungan minyak atsiri dalam lengkuas
mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang, ekstrak lengkuas muda
efektif menghambat mikroba patogen pada pangan yaitu mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dengan daya hambat rata-rata 38,27 % (Rahayu, 1999).

15

8. Ketumbar (Coriandrum sativum L)


Rempah-rempah seperti ketumbar sering ditambahkan dalam masakan.
Ketumbar mempunyai fungsi untuk menghilangkan bau amis, menyedapkan
makanan, menimbulkan wangi sedap dan dapat memberikan rasa pedas yang gurih
(Zaitsev et al, 1969 dalam Mulia, 1994).
9. Asam Jawa (Tamarindus indica L)
Asam

dapat bersifat sebagai pengawet karena

dapat menghambat

pertumbuhan bakteri proteolitik dan bakteri pembusuk. Selain sebagai pengawet,


asam juga digunakan untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis dan
meningkatkan rasa asin (Winarno, 1984 dalam Maryani 2001).

G.

Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan


Pemanasan suhu tinggi akan memberikan efek destruksi panas yang mampu

membunuh mikroba dan menginaktivasi enzim yang terdapat pada bahan pangan
tersebut. Mikroba dan enzim dalam bahan pangan dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada bahan pangan dan menyebabkan pembusukan (Muchtadi dan
Ayustaningwarno, 2010).
Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman
untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan
tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
penampakan, aroma, rasa dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi,
kekenyalan dan kerenyahan) (Khotami, 2009).

16

Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak zatzat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat
menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna
dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang
terkandung didalamnya. Pada umumnya pemanasan akan meningkatkan daya cerna
bahan pangan sehingga meningkatkan kegunaan zat-zat gizi yang terkandung
didalamnya. Namun demikian, pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan
penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk pangan olahan. Untuk itu, kunci utama
dalam proses pengolahan bahan pangan, baik ditingkat rumah tangga maupun di
industri adalah melakukan optimisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk
olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya.
Adapun menurut Palupi et al (2007) pengaruh pengolahan terhadap beberapa
nilai gizi pangan yaitu :
1. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi protein
Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizi. Secara umum pengolahan bahan
pangan berprotein dapat dilakukan secara fisik, kimia atau biologis. Secara fisik
biasanya dilakukan dengan penghancuran atau pemanasan, secara kimia dengan
penggunaan pelarut organik, pengoksidasi, alkali, asam atau belerang dioksida dan
secara biologis dengan hidrolisa enzimatis atau fermentasi. Diantara cara pengolahan
tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan
pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan. Sementara itu protein
merupakan senyawa reaktif yang tersusun dari beberapa asam amino yang

17

mempunyai gugus reaktif yang dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya gula
pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya serta bahan tambahan kimia
lainnya seperti alkali, belerang dioksida atau hydrogen peroksida. Perlakuan dengan
alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino, perubahan bentuk L
menjadi bentuk D. Selain itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino yang satu
dengan yang lain, misalnya terbentuknya lisiolalanin dari lisin dan alanin. Hal
tersebut dapat menyebabkan menurunya nilai gizi protein akibat terjadinya
penurunan daya cerna protein dan ketersediaan atau availabilitas asam-asam amino
esensial. Selain itu reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan
reaksi Maillard ,juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan protein
selama pengolahan dan penyimpanan.
2. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi karbohidrat
Berdasarkan dari nilai gizinya, karbohidrat dalam bahan pangan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. karbohidrat yang dapat dicerna , yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa
dsb) ; disakarida (sukrosa, maltose, laktosa) serat pati.
2. karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti oligosakarida penyebab flatulensi
(stakiosa, rafinosa dan verbaskosa) serta serat pangan (dietary fiber) yang terdiri dari
selulosa, pectin, hemiselulosa, gum dan lignin. Pengaruh pemanggangan terhadap
karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis. Sebagai contoh,
pemanggangan akan menyebabkan gelatinsasi pati yang akan meningkatkan nilai
cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi
Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil
pemanggangan.

18

3. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi lemak


Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan
lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi
tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin
tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam
lemak esensial terisomerasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif
terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan
inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik. Pada proses
pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat dan kemungkinan juga asam lemak yang
lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak stabil oleh adanya aktivitas
enzim lipoksigenase. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan
vitamin (oksidasi vitamin larut-lemak) produk.
4. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi vitamin
Stabilitas vitamin dibawah berbagai kondisi relative bervariasi. Vitamin A akan
stabil dalm kondisi hampa udara, namun akan cepat rusak ketika dipanaskan dengan
adanya oksigen, terutama pada suhu yang tinggi. Vitamin tersebut akan rusak
seluruhnya apabila dioksidasi dan didehidrogenasi. Vitamin ini juga akan lebih
sensitif terhadap sinar ultra violet dibandingkan dengan sinar pada panjang
gelombang yang lain. Asam askorbat sedikit stabil dalam larutan asam dan
terdekomposisi oleh adanya cahaya. Proses dekomposisi sangat diakselerasi oleh
adanya alkali, oksigen, tembaga dan zat besi. Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh
pelarut pada saat vitamin tersebut dilarutkan, namun akan sdtabil apabila dalam
bentuk kristal disimpan dalam botol gelas tidak tembus pandang. Pada umumnya
vitamin D stabil terhadap panas, asam dan oksigen. Vitamin ini akan rusak secara

19

perlahan-lahan apabila suasana sedikit alkali, terutama dengan adanya udara dan
cahaya.
Vitamin K bersifat stabil terhadap panas dan senyawa pereduksi, namun
sangatlabil terhadap alkohol, senyawa pengoksidasi, asam kuat dan cahaya. Vitamin
B12 (kobalamin) murni bersifat stabil terhadap pemanasan dalam larutan netral.
Vitamin ini akan rusak ketika dipanaskan dalam larutan alkali atau asam dalam
bentuk kasar, misalnya dalam bahan pangan. Kolin sangat alkalis dan sedikit tidak
stabil dalam larutan yang mengandung oksigen. Riboflavin sangat sensitif terhadap
sinar dan kecepatan destruksinya akan meningkat seiring dengan meningkatnya Ph
dan temperatur. Vitamin ini akan stabil terhadap panas dalam bentuk kering atau
dalam larutan asam.
Tiamin tampak tidak akan terdestruksi ketika direbus dalam kondisi asam
untuk beberapa jam, namun akan terjadi kehilangan hingga 100 % apabila direbus
dalam kondisi pH 9 selam 20 menit. Senyawa ini tidak stabil di uadara, terutama
pada nilai pH lebih tinggi dan akan rusak selama proses autoklaf, sulfitasi dan dalam
larutan alkali. Tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa adanya
oksigen dan juga akan stabil terhadap sinat tampak (visible light). Vitamin ini
bersifat tidak stabil pada suhu kamar dengan adanya oksigen, alkali, garam feri dan
ketika terekspos pada sinar ultra violet. Diduga kehilangan tokoferol terjadi ketika
terjadi oksidasi lemak dalam proses penggorengan terendam (deep-fat frying). Hal ini
terutama disebabkan karena terjadi destruksi tokoferol oleh derivat asam lemak yang
secara kimia aktif, yang terbentuk selama pemanasan dan oksidasi.

20

5. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi mineral


Pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara sigifikan dengan
perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen, beberapa
mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih tinggi, namun
tidak mempengaruhi nilai gizinya. Meskipun beberapa komponen pangan rusak
dalam proses pemanggangan bahan pangan, proses tersebut tidak mempengaruhi
kandungan mineral dalam bahan pangan. Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat
mempengaruhi absorbsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui
pemecahan ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorbsi
meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fitat, fiber, protein dan mineral diduga
merupakan komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut. Beberapa mineral
seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi (tereduksi) selama proses
pemanggangan dan akan mempengaruhi absorbsi dan nilai biologisnya.

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya Indralaya,
Laboratorium Bioproses Tekhnik Kimia Universitas Sriwijaya Indralaya mulai dari
Desember 2012 sampai dengan Januari 2013.

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Alat pengepres minyak,
aluminium foil, autoklaf, botol kaca, blender, bunsen, cawan petri, cawan porselen,
desikator, erlenmeyer, gelas piala (Beaker glass), gelas ukur, inkubator, jarum ose,
kapas, kompor, kain kasa atau blacu, kuwali, labu ukur, loyang, magnetic stirrer,
neraca analitik, oven, panci presto merek Tulipware ( kapasitas 7 liter air, diameter
22 cm dan tinggi 19 cm), pemanas listrik (Hot plate), pengaduk stainless steel, pisau,
pipet tetes, plastik polyethylen, saringan minyak, sealer, soxhlet.
Bahan baku untuk pembuatan abon ikan patin utuh berupa ikan patin
dengan ukuran 500g/ekor yang dibeli di Pasar Indralaya OKI, santan kelapa , gula,
garam, bawang putih, bawang merah, lengkuas, ketumbar, cabai merah, daun salam,
daun jeruk dan sereh, air gallon dan minyak untuk menggoreng. Sedangkan bahan
untuk analisis kimia terdiri dari akuades, HCl, NaOH, H2SO4, Antibiotik
chloramfenikol, K2SO4, HgO, H2BO2, metil red, alkohol, KCN 10 %, Na2 EDTA,
Agar-agar swallow dan Na2S2O3.

21

22

C. Metode Penelitian
Penelitian pada tahap pertama menggunakan metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola Faktorial, setiap perlakuan diulang dua kali dengan perlakuan
yang terdiri 2 faktor yaitu :
1.

Faktor I: Waktu pemasakan presto yang terdiri 3 taraf masing-masing


adalah:
P1 = Pemasakan presto dengan waktu 60 Menit
P2 = Pemasakan presto dengan waktu 90 Menit
P3 = Pemasakan presto dengan waktu 120 Menit

2.

Faktor II: Metode pengeringan minyak yang terdiri 2 taraf :


O1 = Pengovenan dengan suhu 80oC selama 12 Jam
O2 = Tanpa pengovenan
Sedangkan tahap kedua mengkombinasi perlakuan yang terbaik pada tahap

pertama dengan variasi hari penyimpanan dengan setiap perlakuan dianalisis dua kali
(duplo)dan dilanjutkan metode perhitungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan sebagai berikut:
0 hari penyimpanan
7 hari penyimpanan
14 hari penyimpanan
21 hari penyimpanan

D. Tahap Penelitian
Pembuatan abon ikan patin (Pangasius pangasius) utuh dilakukan dengan
metode yang dimodifikasi dari Rahmaniar dan Nurhayati (2006) : Penelitian tahap

23

pertama dilakukan untuk mendapatkan kombinasi perlakuan waktu pemasakan presto


dan pengeringan abon ikan patin utuh yang terbaik. Penelitian tahap kedua bertujuan
untuk pengaplikasian perlakuan yang terbaik dengan variasi hari penyimpanan:

1. Penelitian Tahap Pertama


Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan kombinasi perlakuan waktu
pemasakan presto dan pengeringan abon ikan patin utuh yang terbaik. Tahap-tahap
yang akan dilakukan pada tahap pertama adalah sebagai berikut :
a. Ikan patin yang masih utuh dan segar dilakukan proses penyiangan. Pada proses
penyiangan yaitu pembuangan isi perut, insang ikan kecuali kepala, sirip dan
tulang.
b. Pencucian ikan patin yang telah disiangi beserta kepala dan tulang hingga bersih
kemudian ditiriskan.
c. Ikan patin beserta kepala dan tulang yang telah dicuci dengan berat 3000 gram
dan 2 lembar daun salam, kemudian di masukkan ke dalam panci presto dengan
perbandingan ikan dan air 1:3. Lakukan perebusan dalam panci presto sesuai
dengan waktu perlakuan.
d. Setelah ikan patin dipresto, kemudian ditiriskan dan dibersihkan dari daun salam.
Selanjutnya dilakukan proses pencabikan atau pengilingan ikan sampai menjadi
serat.-serat. Proses ini dilakukan dengan menggunakan botol kaca yang telah
dilapisi plastik, setelah itu bumbu dipersiapkan.
e.

Daun salam

sebanyak 18 lembar, daun jeruk 12 lembar, sereh 12 batang

(dimemarkan), bawang putih 3 %, bawang merah 3 %, lengkuas 5 %, ketumbar


3 %, cabai merah 3 %, garam 3 %, gula 4 %, air asam jawa 3 %, dibersihkan
kemudian dihaluskan.

24

f.

Bumbu yang telah dihaluskan dan serat daging ikan dicampurkan ke dalam
santan kelapa kemudian diamkan selama 10 menit agar bumbu meresap ke
dalam serat-serat daging ikan.

g.

Penggorengan didalam minyak sebanyak 500 mL selama 60 menit dengan api


sedang. Selama proses penggorengan, secara terus menerus dilakukan
pengadukan agar abon ikan yang dihasilkan matang secara merata dan bumbu
dapat meresap dengan baik.

h.

Abon ikan patin utuh yang telah digoreng tersebut kemudian dipres sampai
minyak tidak menetes lagi.

i.

Abon ikan patin utuh yang telah dipres selanjutnya dilakukan proses
pengeringan minyak sesuai dengan perlakuan (metode pengovenan dan tanpa
pengovenan)

j.

Abon selanjutnya ditiriskan hingga semua uap air keluar dan didinginkan
terlebih dahulu kemudian dilakukan analisa proksimat (kadar air, kadar protein,
kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar kalsium), kapang dan khamir
dan uji sensoris untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Setelah sampel diuji
kemudian dikemas dalam kantong plastik polyethylene yang bagian atasnya di
sealer.

2. Penelitian Tahap Kedua


a.

Perlakuan abon ikan yang terbaik kemudian dikombinasikan dengan faktor


variasi perlakuan hari penyimpanan yaitu 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari pada
suhu ruang.

b.

Parameter yang diuji selama proses penyimpanan adalah uji sensoris, kadar air,
kadar lemak, kadar protein, uji kapang khamir dan bilangan peroksida. Data

25

yang diperoleh diinterpretasi untuk menentukan parameter penurunan mutu


produk abon.

E. Analisis Data
Data

yang diperoleh dari hasil analisis tahap pertama kemudian

dideskripsikan menurut hasil uji masing-masing parameter berdasarkan perlakuan


dan diklasifikasikan berdasarkan analisis tiap kategori uji. Sedangkan pada tahap
kedua mengkombinasi perlakuan yang terbaik pada tahap pertama dengan variasi
hari penyimpanan dengan setiap perlakuan dianalisis dua kali (duplo) dan dilanjutkan
metode perhitungan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Berdasarkan rancangan yang digunakan maka model yang akan diuji adalah :
Yij-+i+ ij
dimana:

Yij

i
ij

= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke j


= Nilai tengah populasi
= Pengaruh perlakuan ke-i
= Pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

F. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah analisis kimia dan
analisis fisik .

a.

Rendemen (Susanto, 2001)

Rendemen daging ikan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

% Rendemen = Berat Daging Akhir x 100 %


Berat ikan utuh
Rendemen pemasakan (cooking yield) ditentukan dengan cara :

26

Berdasarkan berat daging


% Rendemen =

Berat Abon

x 100 %

Berat Ikan utuh

b.

Kadar Air (AOAC, 2005)


Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya

adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel. Kemudian
sampel ditimbang sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air yang
terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sebelum dan sesudah
pengeringan merupakan banyaknya air yang diuapkan.
Prosedur analisis kadar air sebagai berikut:
1. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 1 jam pada suhu
105 C,

kemudian

didinginkan

dalam

desikator selama 15 menit untuk

menghilangkan uap air dan ditimbang (A).


2. Sebanyak 5 g sampel ditimbang dalam cawan yang sudah dikeringkan (B)
kemudian dioven pada suhu 105 C selama 6 jam lalu didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai
bobot yang konstan.
3. Penentuan kadar air dapat dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) = B C x 100 %
BA

c.

Kadar Protein (AOAC, 1995)


Prinsip analisa kadar protein adalah proses pembebasan nitrogen dari

protein dalam bahan menggunakan asam sulfat dengan pemanasan. Penentuan total

27

nitrogen dan kadar protein menggunakan Makro-Kjeldahl. Prosedur analisa kadar


protein adalah sebagai berikut :
1. Sampel 2 g ditimbang dalam tabung Kjeldahl 30 mL, ditambahkan 1,9 g K2SO4,
0,3 g HgO dan 2,5 mL H2SO4.
2. Sampel didihkan, sampai cairan menjadi jernih kemudian didinginkan. Isi dalam
labu dituangkan ke dalam alat destilat, labu dibilas dengan aquadest (20 mL). Air
bilasan juga dimasukkan ke dalam labu destilat dan ditambahkan larutan NaOH
40 % sebanyak 20 mL.
3. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 250 mL
berisi larutan 5 mL H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil red 0,2 %
dalam alkohol dan metil biru 0,2 % dalam alkohol 2:1) yang ada dibawah
kondensor.
4. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 mL destilat yang bercampur
dengan H3BO3 dan indikator dalam labu erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl
0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah.
5. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar N dalam bahan dengan dikalikan faktor
konversi:
% N = (mLHCl) x ( N HCl) x (14,008) x 100 %
mg Sampel
% Protein = % N x Faktor konversi (6,25)

d. Kadar Lemak (AOAC, 2005)


Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. Prinsipnya adalah
lemak yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak
non polar. Prosedur analisa kadar lemak adalah sebagai berikut :

28

1. Labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 105 C,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit untuk menghilangkan
uap air dan ditimbang (A).
2. Sampel ditimbang sebanyak 5 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan di masukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya.
3. Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 6 jam atau sampai pelarut lemak
yang turun ke labu lemak berwarna jernih.
4. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu ekstrak
lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C
selama 1 jam, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C).
Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan.
% Kadar Lemak (%) =

C-A
x 100%
B

e. Kadar Abu (AOAC, 2005)


Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsip analisa
kadar abu adalah proses pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang
diuraikan menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2), tetapi zat organik tidak
terbakar. Zat anorganik ini disebut abu. Prosedur analisa kadar abu adalah sebagai
berikut :
1. Krus porselin kosong dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 C
kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang
hingga mendapatkan berat konstan (A).

29

2. Sebanyak 5g sampel ditimbang dalam cawan pengabuan yang sudah dikeringkan


(B) kemudian dibakar diatas nyala pembakar atau bunsen sampai tidak berasap
dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 600 C selama 7 jam.
3. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C).
4. Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan:
Kadar abu (%) =

C-A
x 100%
B- A

Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

f. Kadar Karbohidrat
Penentuan kadar karbohidrat dengan menggunakan rumus by difference
(Soedarmadji et al., 1997) dengan rumus :
Karbohidrat (%) = 100 % - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak)

g. Kadar Kalsium (SNI 06-6989.13-2004)


Prinsip metode uji ini adalah pada pH contoh uji cukup tinggi (12 dengan 13),
magnesium akan mengendap sebagai magnesium hidroksida maka EDTA hanya
akan bereaksi dengan kalsium. Pada awalnya indikator mureksid bereaksi dengan ion
kalsium sehingga larutan berwarna merah muda. Pada titik akhir titrasi dengan
EDTA, indikator akan lepas kembali dan larutan menjadi berwarna ungu.
Prosedur analisa kadar kalsium sebagai berikut :
1) Dipersiapkan 500ml contoh uji secara duplo, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer
250 ml.

30

2) Larutan NaOH 1 N sebanyak 2 ml ditambahkan (secukupnya) sampai dicapai pH


12-13
3) Apabila contoh uji keruh, ditambahkan 1 mL sampai dengan 2 mL larutan KCN
10 %
4) Indikator mureksid ditambahkan seujung spatula atau setara dengan 30 mg- 50 mg
5) Titrasi dilakukan dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan
warna merah muda menjadi ungu.
6) Pencatatan volume larutan baku Na2EDTA yang telah digunakan
7) Apabila larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih dari 15 mL,
diencerkan contoh uji dengan air suling dan diulangi langkah 1 sampai 6
8) Pengulangan titrasi dilakukan sebanyak 2 kali, kemudian volume Na2EDTA yang
digunakan dirata-ratakan
9) Jika spike matrix digunakan sebagai contoh mutu, perlakukan dengan cara sebagai
berikut :
Sebanyak 15 mL contoh uji, ditambahkan 10mL larutan standar kalsium karbonat
0,01 M dan diencerkan dengan air suling hingga volumenya 50 mL, kemudian di
masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya, diulangi langkah 1 sampai
dengan 8.
Catatan : Tidak terjadinya perubahan warna pada pada titik akhir titrasi yang jelas
biasanya ditambahkan inhibitor pada tahap ini atau mungkin indikator telah
mengalami kerusakan.
Perhitungan kadar kalsium sebagai CaCO3 dalam contoh uji dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Kadar kalsium (mg Ca/L) = 1000 x VEDTA(b) x M EDTA x 40
VCU

31

dengan pengertian :
VCu
VEDTA (a)
MEDTA
VEDTA

= volume larutan contoh uji (mL)


= volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kesadahan
total (mL)
= molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kalsium
(mmol/mL)
= volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kalsium
(m/L)

h. Uji Kapang dan Khamir (SNI 2332.7.2009)


Prinsip uji metode ini adalah pertumbuhan mikroorganisme aerob setelah
contoh diinkubasikan dalam media agar pada suhu 22 oC 25 oC selama 5 hari.
Penentuan jumlah kapang dan khamir dilakukan dengan dua cara yaitu : metode
cawan agar tuang (pour plate) kedua metode cawan agar sebar (spread palte)
Prosedur analisa kapang khamir adalah sebagai berikut :
1.

Timbang contoh secara aseptik sebanyak 25 g kemudian masukkan ke dalam


plastik stomacher

2.

Tambahkan larutan BFP sebanyak 225 mL. Homogenat ini merupakan larutan
pengenceran 10-1.

3.

Dengan menggunakan pipet steril, ambil 1 mL homogenat diatas dan masukkan


ke dalam 9ml larutan BFP untuk mendapatkan pengenceran 10-2.

4.

Siapkan pengenceran selanjutnya (10 -3) dengan mengambil 1 mL contoh dari


pengenceran 10-2 ke dalam 9 ml larutan BFP

5.

Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Selanjutnya


lakukan hal yang sama untuk pengenceran 10 -4, 10 -5 dan seterusnya sesuai
kondisi contoh.

32

6.

Pipet 1ml dari setiap pengenceran 10-1, 10 -2, dst dan masukkan ke dalam cawan
petri steril. Lakukan secara duplo untuk tiap pengenceran.

7.

Tambahkan 15 mL 20 mL PDA yang sudah didinginkan dalam waterbath


hingga mencapai suhu (451) oC ke dalam masing-masing cawan yang sudah
berisi contoh. Supaya contoh dan media PDA tercampur sempurna lakukan
pemutaran cawan ke depan ke belakang dan ke kiri ke kanan.

8.

Setelah agar menjadi padat, untuk penentuan mikroorganisme aerob inkubasi


cawan-cawan tersebut dalam posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 22 oC
25 oC, selama 5 hari.

9.

Lakukan kontrol tanpa contoh dengan mencampur larutan pengencer dengan


media PDA.

10. Lalu hitung koloni pada cawan

i.

Uji bilangan Peroksida (SNI 01.2347.1991)


Angka peroksida dari minyak didefinisikan sebagai jumlah miliekivalen

peroksida per kilogram minyak yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terikat
pada ikatan rangkap asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam minyak. Prosedur
analisis angka peroksida adalah sebagai berikut:
1. Untuk bahan mentah ikan segar atau yang sudah dilelehkan, sampel dihancurkan
beberapa kali sampai campuran homogen. Homogenatnya ditempatkan ke dalam
wadah yang bersih, cawan plastik atau botol yang tertutup rapat.
2. Sebanyak kurang lebih 35 gram sampel, masing masing diletakkan di 2 tabung
cuver 50 mL. Disentrifugasikan pada kecepatan 100 rpm selama 5 menit. Jika
jumlah minyak ikan sedikit, gabungkan cairan atau minyak dari masing-masing
tabung dan disentifugasikan lagi. Ambil minyaknya dengan menggunakan pipet

33

pasteur, tetapkan angka peroksidanya lalu titrasilah dengan 0,1 N Na2S2O3


samapai warna kuningna hampir hilang. Tambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %.
Lanjutan titrasi samapai warna biru menghilang.
3. Ditimbang kira-kira 1 gram minyak lalu dimasukkan ke dalam corong pemisah
125 mL, ditambahkan 50 mL pelarut campuran lalu dihomogenkan. 1 mL KI
jenuh ditambahkan dan diletakkan ditempat gelap selama 3 menit. 50 mL
aquadest kemudian ditambahkan dan 5ml indikator amilum titrasi untuk blanko.
Angka peroksida dapat dihitung menggunakan rumus :

Vol (mL) 0,002N Na2S2O3 Vol (mL) titrasi blanko


berat (gram) minyak yang terpakai

j. Uji Sensoris (Susanto, 2001)


Uji s ensoris yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik .Parameter
yang dinilai meliputi warna, penampakan, tekstur, aroma dan rasa. Data hasil uji
sensoris diuji dengan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis.
Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah antara perlakuan
berbeda nyata dalam hal rankingnya. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya
pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut perbandingan yang bertujuan
mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
parameter yang diukur. Perhitungan statistik Kruskal Wallis dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

k
12
r
3 (n+1)

n (n 1) i 2i ni
T
Pembagi = 1
dimana T = (t-1)t(t+1)
(n 1)n(n 1)

34

H
Pembagi
Keterangan : ni
H` =

= banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i

Ri

= jumlah ranking dalam contoh ke-i

= jumlah total data

= banyaknya pengamatan yang seri

= H terkoreksi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Penelitian Tahap Pertama


Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan abon perlakuan
waktu pemasakan presto dan pengeringan yang terbaik terhadap karakteristik kimia
dan sensori yang akan digunakan lebih lanjut untuk melihat daya simpan dari abon
ikan patin utuh. Komposisi kimia abon ikan patin utuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia abon ikan patin utuh


Waktu Pemasakan Presto
60 menit (P1)

Waktu Pemasakan Presto


90 menit (P2)

Pengovenan
(O1)

Non Oven
(O2)

Pengovenan
(O1)

Non Oven
(O2)

Pengovenan
(O1)

Non Oven
(O2)

Kadar air

5,29

8,6

5,79

11,02

5,89

13,06

Kadar protein

23,61

24,35

31,31

26,64

21,93

22,51

Kadar lemak

24,66

29,02

17,85

32,49

28,09

32,85

Kadar abu

10,06

6,98

12,12

8,21

12,88

9,07

Karbohidrat

36,35

28,55

32,91

21,63

31,20

24,98

Kalsium

1,26

1,26

1,06

1,18

2,35

1,24

Komposisi
Kimia

Waktu Pemasakan
Presto 120 menit (P3)

A. Karakteristik Kimia
1. Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kadar air yang tinggi
akan mempengaruhi keawetan bahan pangan dan mempercepat umur simpan serta
memudahkan pertumbuhan mikroba (Winarno, 1992).

35

36

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar air abon ikan patin utuh pada
penelitian tahap pertama dengan perlakuan waktu pemasakan presto dan pengeringan
oven berkisar antara 5,29% 5,89% . Kadar air tertinggi pada perlakuan waktu
pemasakan presto 120 menit dan pengeringan oven (P3O1), terendah waktu
pemasakan presto 60 menit dan pengeringan oven (P1O1) angka ini jika
dibandingkan dengan SNI 01-3707-1995 tentang syarat mutu abon untuk kadar air
abon maksimal 7% maka abon perlakuan waktu pemasakan presto dan dengan
pengeringan oven telah memenuhi syarat dari SNI. Sementara itu perlakuan waktu
pemasakan presto dan pengeringan non oven berkisar antara 8,60% 13,06%. Kadar
air tertinggi pada perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit dan pengeringan non
oven (P3O2), terendah waktu pemasakan presto 60 menit dan pengeringan non oven
(P1O2) pada perlakuan ini tidak memenuhi syarat kadar air abon maksimal 7%
berdasarkan SNI 01-3707-1995.
Kadar air abon ikan patin utuh menunjukkan perlakuan pengeringan oven
lebih rendah kadar airnya dibandingkan dengan pengeringan non oven. Hal ini
diduga pada saat abon ikan patin utuh dioven selama 12 jam dengan suhu 80 oC, air di
dalam abon ikan patin utuh menguap. Menurut Winarno

(1997) adanya suhu

pengeringan di bawah 1000C, panas yang diterima oleh bahan hanya dapat
menguapkan sebagian air yang ada di permukaan, sehingga penurunan kadar air
bahan relatif kecil. Sedangkan pada suhu pengeringan yang lebih tinggi dengan
waktu yang lebih lama, panas yang diterima oleh bahan selain digunakan untuk
menguapkan air pada permukaan bahan, juga dapat menguapkan air yang terikat di
dalam bahan. Sehingga mengakibatkan penurunan kadar air yang relatif besar.

37

2. Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang paling penting bagi tubuh,karena
zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar di dalam tubuh, juga berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber-sumber asam
amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak
atau karbohidrat. Fungsi utama protein ialah untuk membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai
bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan
lemak (Winarno, 1992).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar protein abon ikan patin utuh berkisar
antara 21,93% sampai dengan 31,31%. Bila dibandingkan dengan syarat mutu abon
daging yang tercantum dalam SNI 01-3107-1995 dari dua perlakuan yang dihasilkan
pada penelitian ini telah melebihi standar minimum kadar protein abon 15%. Namun
hal tersebut menjadi nilai tambah bagi abon ikan patin utuh karena memiliki kadar
protein yang cukup tinggi. Pada hasil perlakuan waktu pemasakan presto 90 menit
dan pengeringan oven (P2O1) terjadi peningkatan kadar protein abon ikan patin utuh
31,31% dan mengalami penurunan pada perlakuan waktu pemasakan presto 120
menit dan pengeringan oven (P3O1). Hal ini disebabkan karena semakin
meningkatnya kandungan air maka kandungan protein akan menurun dan sebaliknya
(Syarief dan Halid, 1993).

3. Kadar Lemak
Lemak dan minyak merupakan zat pembangun yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak merupakan sumber energi

38

yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Kadar lemak yang
terlalu tinggi akan memudahkan proses rancidity (ketengikan) (Winarno, 1991).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar lemak abon ikan patin utuh pada
penelitian ini berkisar antara 17,85% sampai dengan 32,85%. Kadar lemak abon ikan
patin utuh yang tertinggi yaitu pada perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit
dan pengeringan non oven (P3O2) sedangkan untuk perlakuan dengan nilai rata-rata
kadar lemak yang terendah terdapat pada waktu pemasakan presto 90 menit dan
pengeringan oven (P2O1). Hal ini jika berdasarkan dengan SNI 01-3707-1995
tentang abon menunjukkan bahwa kadar lemak untuk abon ikan patin utuh ini pada
perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit dan pengeringan non oven (P3O2) ini
belum memenuhi persyaratan SNI. Berdasarkan hasil kadar lemak yang diperoleh,
tingginya kadar lemak jika dibandingkan dengan syarat SNI ini diduga karena
adanya pengaruh dari kandungan lemak atau minyak ikan yang ada pada tubuh ikan
dan penggunaan santan kelapa pada bahan baku pembuatan abon ikan patin utuh.

4. Kadar Abu
Kadar abu yaitu sisa yang tertinggal bila suatu sampel bahan makanan
dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu ini menggambarkan
banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap
(Soediaoetama, 1996).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar abu abon ikan patin utuh berkisar
antara 6,98% sampai dengan 12,88%. Kadar abu tertinggi pada perlakuan waktu
pemasakan presto 120 menit dan pengeringan oven (P3O1) dan terendah pada
perlakuan waktu pemasakan presto 60 menit dan pengeringan non oven (P1O2).

39

Menurut SNI 01-3707-1995, kadar abu yang baik untuk abon adalah 7%.
Berdasarkan tentang syarat mutu untuk abon maksimal 7% maka dari semua
perlakuan dalam penelitian ini hanya perlakuan waktu pemasakan presto 60 menit
dan pengeringan non oven (P1O2) yang memenuhi persyaratan yaitu 6,98%.
Tingginya kadar abu pada setiap perlakuan diduga adanya pengaruh dari kandungan
kadar abu dalam bahan dasar pembuatan abon ikan patin utuh yaitu pemberian
bumbu-bumbu sehingga akan berpengaruh terhadap produk akhir.

5. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan seperti warna, tekstur dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh,
karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh
yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme
lemak dan protein (Winarno 1992).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat abon ikan patin utuh
berkisar antara 21,63% sampai dengan 36,36% . Kadar karbohidrat abon ikan patin
utuh yang tertinggi yaitu pada perlakuan waktu pemasakan presto 60 menit dan
pengeringan oven (P1O1) sedangkan untuk perlakuan dengan kadar karbohidrat yang
terendah terdapat pada waktu pemasakan presto 90 menit dan pengeringan non oven
(P2O2). Perhitungan kadar karbohidrat ini menggunakan by different dimana persen
karbohidrat ini adalah total keseluruhan kandungan bahan dikurangi kadar air, kadar
lemak, kadar protein dan kadar abu. Dari hasil yang didapatkan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin besar perbedaan kadar karbohidrat ini diduga adanya
pengaruh dari suhu pemanasan yang dilakukan. Menurut Zaitev et al (1969) semakin

40

tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi yang menyebabkan
sebagian protein ikut hilang yang keluar dari daging. Selain itu menurut Tapotubolon
et al (2008) suhu dan waktu pemanasan memberikan efek pada kadar lemak produk.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin rendah kandungan
protein dan lemak yang dihasilkan maka semakin tinggi kandungan karbohidrat yang
diperoleh.

6. Kadar kalsium

Kalsium adalah unsur terbanyak kelima dari kation terbanyak di dalam tubuh
manusia dengan jumlah 1,5 % - 2 % dari keseluruhan berat tubuh. Sekitar 99 % dari
kalsium dalam tubuh dideposit dalam tulang dan gigi. Ikan merupakan sumber
kalsium yang baik terutama bila dikonsumsi bersama tulangnya. Kandungan kalsium
sebesar 15 mg pada daging ikan dapat bertambah hingga 200 mg bila dikonsumsi
bersama tulang (Stansby, 1962). Kalsium pada ikan terutama pada tulang
membentuk kompleks fosfor dalam bentuk apatit atau trifosfat (Lovell, 1989).
Bentuk kompleks ini terdapat pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh
tubuh yaitu sekitar 60-70 % (Lutwak, 1982).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar kalsium abon ikan patin utuh pada
tahap penelitian pendahuluan berkisar antara 1,06% sampai dengan 2,35%.
Perlakuan kadar kalsium tertinggi terdapat pada waktu pemasakn presto 120 menit
dan pengeringan oven (P3O1) dan perlakuan kadar kalsium terendah terdapat pada
waktu pemasakan presto 90 menit dan pengeringan oven (P2O1). Waktu pemasakan
presto selama 120 menit dan pengeringan oven (P3O1) relatif memiliki nilai yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan

perlakuan waktu pemasakan presto dan

41

pengeringan yang lainnya. Hal ini diduga adanya pengaruh lamanya waktu perebusan
dan metode pengeringan yang di lakukan yang akan menghasilkan kadar kalsium
yang berbeda. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa kandungan kalsium
dari sumber yang sama tetapi dengan cara pengolahan atau pembuatan berbeda akan
menghasilkan kadar kalsium yang berbeda pula.

B. Karakteristik Fisik (Analisis rendemen)


Analisis fisik yang dilakukan pada abon ikan patin utuh yang dihasilkan dari
perlakuan waktu pemasakan presto dan pengeringan adalah analisis rendemen.
Semakin tinggi rendemennya maka semakin tinggi nilai ekonomis produk tersebut
dan semakin rendah angka rendemennya maka produk tersebut dapat dianggap
kurang bernilai ekonomis (Susanto, 2001). Histogram Analisis rendemen abon ikan
patin utuh dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rendemen abon ikan patin utuh

42

Berdasarkan Gambar 3 rendemen abon ikan patin utuh berkisar antara


32,74% sampai dengan 48,54%. Perlakuan rendemen tertinggi terdapat pada waktu
pemasakan presto 120 menit dan pengeringan non oven (P3O2) dan perlakuan
rendemen yang terendah terdapat pada waktu pemasakan presto 120 menit dan
pengeringan oven (P3O1). Semakin rendah rendemen yang diperoleh akibat adanya
perlakuan pengeringan oven (O1). Hal ini diduga air hilang saat abon dioven pada
suhu 80 oC selama 12 Jam. Menurut Rahmat (2002) rendemen pada pembuatan abon
dipengaruhi oleh penyusutan kadar air daging saat pengovenan. Selain itu rendemen
juga dipengaruhi oleh penyusutan kadar air pada saat pemasakan awal, daging yang
terbuang pada saat pencabikan, pengepresan daging, penambahan bumbu pada saat
pengolahan dan penyusutan saat penggorengan.

C. Karakteristik Sensori
Penelitian pendahuluan pada abon ikan patin utuh bertujuan untuk
mendapatkan abon perlakuan waktu pemasakan presto dan pengeringan yang terbaik
terhadap karakteristik sensori abon ikan patin utuh yang meliputi Warna, aroma,
kenampakan, rasa dan tekstur.

1. Warna
.Histogram warna pada abon ikan patin utuh dapat dilihat pada Gambar 4.
Nilai rata-rata terhadap warna abon ikan patin utuh berkisar antara 3,8 hingga 5,30
(antara netral sampai agak suka) yang mana karakteristik warna abon ikan antara
gelap hingga warna relatif terang. Nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan waktu
pemasakan presto 90 menit dengan pengovenan (P2O1) karakteristik warna abon

43

ikan patin utuh dengan perlakuan ini adalah warna abon ikan relatif terang dan
terendah pada perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit tanpa pengovenan
(P3O2) yang mana karakteristik warna abon ikan patin utuh ini relatif gelap.

Gambar 4. Warna abon ikan patin utuh.

Hasil rata-rata nilai organoleptik abon ikan patin utuh menunjukkan bahwa
panelis lebih menyukai warna produk abon ikan patin waktu pemasakan presto 90
menit dan pengeringan oven (P2O1) . Hal ini diduga karena warna abon dipengaruhi
oleh perlakuan pada daging sebelum digoreng. Proses waktu pemasakan presto yang
berbeda menghasilkan perbedaan kadar air pada setiap abon ikan patin sehingga pada
saat penggorengan akan terjadi perbedaan panas dari minyak yang masuk ke daging
sehingga berpengaruh terhadap warna abon ikan patin.

2. Aroma
Histogram hasil uji Aroma abon ikan patin utuh dapat dilihat pada Gambar 5.
Nilai rata-rata terhadap aroma produk abon ikan patin utuh berkisar antara 4,52
hingga 5,30 (antara netral sampai agak suka), yang mana karakteristik aroma abon

44

ikan antara tercium aroma ikan hingga aroma ikan sangat tercium. Nilai rata-rata
tertinggi ini menunjukkan kesukaan terhadap aroma adalah abon ikan patin utuh
dengan perlakuan waktu pemasakan presto 90 menit dan pengeringan non oven
(P2O2) dan nilai terendah yang menyatakan ketidaksukaan adalah perlakuan waktu
pemasakan presto 60 menit dengan pengeringan oven (P1O1).

Gambar 5. Aroma abon ikan patin

Hasil rata-rata nilai organoleptik abon ikan patin utuh menunjukkan bahwa
panelis menyukai aroma produk abon ikan patin pada kombinasi perlakuan waktu
pemasakan presto 90 menit dan tanpa pengovenan (P2O2).

3. Rasa
Histogram hasil uji rasa abon ikan patin utuh dapat dilihat pada Gambar 6.
Pada produk abon ikan patin utuh berdasarkan uji organoleptik terhadap parameter
rasa berkisar antara 4,87 hingga 5,47 (menyatakan suka) yang mana karakteristik
rasa abon ikan antara terasa ikan hingga sangat terasa ikan. Nilai rata-rata tertinggi

45

diperoleh pada perlakuan waktu pemasakan presto 90 menit dan pengeringan non
oven (P2O2), terendah pada perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit dan
pengeringann oven (P3O1).

Gambar 6. Nilai rasa abon ikan patin utuh

Secara umum kecendrungan abon yang mendapat perlakuan tanpa pengovenan


mempunyai nilai penerimaan yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
perlakuan abon yang dengan pengeringan oven. Hasil rata-rata nilai organoleptik
abon ikan patin utuh menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa produk abon ikan
patin pada kombinasi perlakuan waktu pemasakan presto 90 menit dan pengeringan
non oven (P2O2).

4. Kenampakan
Histogram hasil uji organoleptik parameter kenampakan abon ikan patin utuh
dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan uji organoleptik nilai rata-rata terhadap
kenampakan produk abon ikan patin utuh berkisar antara 3,52 hingga 5,47 (antara

46

netral sampai agak suka) yang mana karakteristik kenampakan abon ikan antara
serat-serat agak kasar, seragam, tidak menggumpal hingga serat-serat halus, seragam,
tidak menggumpal. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu
pemasakan presto 90 menit dengan pengeringan oven (P2O1) dan terendah pada
perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit dengan pengeringan non oven (P3O2).

Gambar 7. Nilai kenampakan abon ikan patin


Hasil rata-rata nilai organoleptik abon ikan patin utuh menunjukkan bahwa
panelis menyukai kenampakan produk abon ikan patin waktu pemasakan presto 90
menit dengan pengeringan oven (P2O1), yang mana karakteristik fisik abon yang
disukai oleh panelis memiliki warna terang, kenampakan serat-serat abon halus,
seragam dan tidak menggumpal.

5. Tekstur
Histogram hasil uji organoleptik parameter tekstur produk abon ikan patin
utuh dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan uji organoleptik nilai rata-rata

47

terhadap tekstur produk abon ikan patin utuh berkisar antara 3,69 hingga 5,47 (antara
netral sampai agak suka) yang mana karakteristik tekstur abon ikan antara halus
hingga tekstur abon ikan sangat halus. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan waktu pemasakan presto 90 menit dengan pengeringan oven (P2O1) dan
terendah pada perlakuan waktu pemasakan presto 120 menit dengan pengeringan non
oven (P3O2).

Gambar 8. Nilai tekstur abon ikan patin

Hasil rata-rata nilai organoleptik abon ikan patin utuh menunjukkan bahwa
panelis menyukai tekstur produk abon ikan patin dengan perlakuan waktu pemasakan
presto 60 menit dan pengeringan oven (P2O1) yang mana tekstur abon ikan patin
pada perlakuan ini memiliki tekstur yang sangat halus. Hal ini diduga pengeringan
oven menyebabkan abon ikan patin utuh menjadi lebih kering dan menyebabkan
tekstur abon menjadi lebih halus.

48

B. Penelitian Kedua
Penelitian utama ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan
selama 21 hari terhadap abon ikan patin utuh. Berdasarkan hasil penelitian perlakuan
kombinasi perlakuan waktu pemasakan presto selama 90 menit dan proses
pengeringan oven (P2O1) yang menghasilkan produk abon ikan patin utuh yang
terpilih dilihat dari nilai kadar protein 31,31%, kadar abu 12,12%, kadar air
5,79%, kadar lemak 17,8%, kadar kalsium 1,06%, karbohidrat 32,91%. Sementara
untuk kararteristik sensoris produk abon ikan patin utuh perlakuan waktu pemasakan
presto 90 menit dan proses pengeringan oven (O1) memiliki nilai yang tertinggi pada
hasil uji warna 5,3 %, kenampakan 5,4% dan tekstur 5,47 %.
Selanjutnya untuk mengetahui penggaruh penyimpanan terhadap abon ikan
patin utuh maka dilakukan penyimpanan selama 21 hari. Abon dari perlakuan terbaik
kemudian dibagi menjadi 3 (penyimpanan 7 hari, 14 hari, 21 hari) yang mana
dikemas menggunakan kantung plastik bening jenis polyethylene yang pada bagian
atasnya dirapatkan menggunakan sealer. Suhu penyimpanan menggunakan suhu
ruang 27-29 oC. Setiap minggunya abon kemudian diuji secara fisik, mikrobiologi
dan kimiawi, yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, uji kapang dan
khamir, bilangan peroksida dan organoleptik yang meliputi

warna, aroma,

kenampakan, tekstur dan rasa.

1. Kadar Air
Kadar air abon ikan patin utuh selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 9. Kadar air abon ikan patin utuh selama penyimpanan 0 hari berturut-turut
sampai 21 hari adalah 5,79% dan 16%.

49

Gambar 9. Kadar air abon ikan patin utuh selama penyimpanan

Berdasarkan Gambar 9. kadar air abon ikan patin utuh selama penyimpanan
mulai dari 0 hari sampai 21 hari menunjukkan bahwa kadar air abon ikan patin utuh
sampai hari ke 21 kencendrungan mengalami peningkatan. Total peningkatan abon
dari hari ke 0 sampai hari ke 21 adalah sebesar 10,23%. Peningkatan ini diduga
karena adanya penyerapan (absorbsi) oleh bahan atau produk dengan uap air dari
udara lingkungan sekitarnya.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa lama
penyimpanan selama 21 hari berpengaruh nyata terhadap kadar air abon ikan patin
selama penyimpanan pada taraf

5% dan 1%. Menurut

Kusnandar, (2010)

peningkatan ini ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat pindah ke dalam
produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan
antara kelembapan relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan kadar air produk
pangan maka air semakin mudah untuk pindah.
Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan perlakuan 0 hari penyimpanan tidak
berbeda nyata terhadap 7 hari penyimpanan akan tetapi, berbeda nyata terhadap
perlakuan 14 hari penyimpanan dan 21 hari penyimpanan dan perlakuan 14 hari

50

penyimpanan berbeda nyata dengan perlakuan 21 hari penyimpanan. Hasil uji lanjut
BNJ kadar air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tabel Uji BNJ0,05 kadar air abon ikan patin selama penyimpanan
Perlakuan
Rerata kadar air
BNJ taraf 5% = 2,039
0 hari penyimpanan
5, 094
a
7 hari penyimpanan
5,795
a
14 hari penyimpanan
13,428
b
21 hari penyimpanan
15,997
bc

2. Kadar Protein
Kadar protein abon ikan patin utuh selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 10. Kadar protein abon ikan patin utuh selama penyimpanan 0 hari berturutturut sampai 21 hari adalah 31,31% dan 30.16%.

Gambar 10. Kadar protein abon ikan patin utuh selama penyimpanan

Berdasarkan Gambar 10. kadar protein abon ikan patin utuh terus menurun
dari hari ke 0 hingga hari ke 21 dengan total penurunan sebesar 1,15%. Total
penurunan kadar protein abon ikan patin utuh selama penyimpanan ini diduga karena
berlangsungnya reaksi Maillard dan aktivitas mikroorganisme pada abon.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa lama
penyimpanan selama 21 hari tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein abon

51

ikan patin selama penyimpanan pada taraf 5% dan 1%. Menurut Taub dan Sigh
(1998) pada bahan pangan yang disimpan dalam jangka waktu lama akan terjadi
perubahan fisiko-kimia terhadap protein misalnya akibat reaksi Maillard. Perubahan
ini menyebabkan perubahan warna dan tekstur. Perubahan tersebut juga akan
menyebabkan hilangnya sejumlah asam amino rekstif seperti lysin dan penurunan
daya cerna karena kompleks gula-protein yang terbentuk akibat reaksi Maillard tidak
dapat dicerna oleh alat pencernaan dalam tubuh. Menurut Fardiaz (1989), penyebab
dari turunya kadar protein selama penyimpanan juga dapat disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme yang mampu menguraikan protein sebagai sumber energinya. Kadar
protein yang baik menurut SNI 01-3707-1995 adalah minimal 15% sehingga kadar
protein abon yang kurang dari 15% dianggap tidak memenuhi syarat tersebut.
Berdasarkan dari hasil yang didapat, kadar protein abon ikan patin utuh selama
penyimpanan 21 hari masih 30.16% hal ini menunjukkan bahwa abon ikan patin
yang telah disimpan selama 21 hari masih memenuhi syarat kadar protein pada abon
yang baik.

3. Kadar Lemak
Kadar lemak abon ikan patin utuh selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 11. Kadar lemak abon ikan patin utuh selama penyimpanan 0 hari berturutturut sampai 21 hari adalah 17,85% dan 18,64%.

52

Gambar 11. Kadar lemak abon ikan patin utuh selama penyimpanan
Berdasarkan Gambar 11 hasil pengamatan mulai 0 hari sampai 21 hari
terhadap kadar lemak abon ikan patin utuh menunjukkan bahwa kadar lemak abon
ikan patin utuh sampai hari ke 21 kencendrungan mengalami peningkatan,
peningkatan kadar lemak selama penyimpanan ini diduga adanya reaksi okdidasi
lemak pada abon ikan. Peningkatan lemak selama penyimpanan sebagai akibat
terbentuknya senyawa hasil pemecahan peroksida lipida menjadi senyawa dengan
rantai karbon yang lebih pendek seperti malonaldehid. Kerusakan lemak yang
terkandung dalam minyak dapat mempengaruhi aroma dan cita rasa selama
penyimpanan. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang
dapat menyebabkan kerusakan minyak (Ketaren, 1986; Buckle, 1987). Kerusakan
minyak secara umum disebabkan oleh proses oksidasi dan hidrolisis. Kandungan air
dalam minyak mampu mempercepat kerusakan minyak. Air yang ada dalam minyak
dapat juga dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
menghidrolisis minyak (Ketaren, 1986).
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa lama
penyimpanan selama 21 hari tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak abon
ikan patin selama penyimpanan pada taraf 5% dan 1%. Proses oksidasi dipercepat
dengan adanya sinar matahari yang terserap masuk ke dalam kemasan. Menurut

53

Winarno (2002) asam lemak dapat teroksidasi sehingga menjadi tengik. Bau tengik
merupakan hasil pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.
Ketaren (1986) juga menyatakan bahwa terjadi oksidasi oleh oksigen dari udara bila
bahan menyerap udara di sekitar tempat penyimpanan. Dengan adanya air, minyak
dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat
dengan adanya basa, asam dan enzim. Hidrolisis dapat menurunkan mutu minyak
(Winarno, 2002).

4. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida abon ikan patin utuh selama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 12.

Gambar 12. Kadar bilangan peroksida ikan patin utuh selama penyimpanan

Berdasarkan Gambar 12. Kadar bilangan peroksida abon ikan patin utuh
selama penyimpanan 0 hari berturut-turut sampai 21 hari adalah 17,15 meq/100gr
dan 27,42 meq/100gr. Peningkatan angka peroksida ini diduga oleh hasil hidrolisa
lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut
mudah menguap dan berbau tidak enak (tengik). Semakin lama penyimpanan

54

menyebabkan lemak yang ada pada produk akan teroksidasi menjadi asam-asam
lemak bebas, sehingga akan meningkatkan bilangan peroksida abon ikan patin utuh.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa lama
penyimpanan selama 21 hari berpengaruh nyata terhadap bilangan peroksida abon
ikan patin selama penyimpanan pada taraf 5% dan 1%. Menurut Ketaren (1986)
oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dari hidroperoksida dan
tingkat selanjutnya asam-asam lemak terurai dengan berubahnya hidroperoksida
menjadi aldehid dan keton beserta asam-asam lemak bebas.
Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan perlakuan 0 hari penyimpanan tidak
berbeda nyata terhadap 7 hari penyimpanan akan tetapi, berbeda nyata terhadap
perlakuan 14 hari penyimpanan dan 21 hari penyimpanan dan perlakuan 14 hari
penyimpanan berbeda nyata dengan perlakuan 21 hari penyimpanan. Hasil uji lanjut
BNJ bilangan peroksida dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Uji BNJ0,05 bilangan peroksida abon ikan patin selama penyimpanan
Perlakuan
Rerata peroksida
BNJ taraf 5% = 1,928
0 hari penyimpanan
17,15
a
7 hari penyimpanan
19,08
a
14 hari penyimpanan
21,41
b
21 hari penyimpanan
27,42
bc

5. Total Kapang dan Khamir


Jamur (fungi) merupakan organisme heterotrofik yang hidup secara saprofit
ataupun parasit. Jamur meliputi kapang dan khamir. Kapang merupakan fungsi
multiselular seangkan khamir merupakan fungi uni selular (Pelczar dan Chan, 1986).

55

Total kapang dan khamir pada abon ikan patin utuh selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 13. Kapang abon ikan patin utuh selama penyimpanan 0 hari
berturut-turut sampai 21 hari adalah 2000 cfu/g dan 11000 cfu/g.

Gambar 13. Total kapang dan khamir abon ikan patin utuh selama penyimpanan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada hari 0 7 hari penyimpanan


total koloni kapang/khamir berkisar antara 2000 cfu/g - <1400 cfu/g, pada siklus
hidup kapang dan khamir waktu 0-7 hari merupakan waktu untuk kapang dan khamir
beradaptasi (Lag phase) dengan lingkungan sehingga pada fase ini pertumbuhan
kapang/khamir tidak nyata. Hari 7-21 hari penyimpanan total koloni kapang/khamir
berkisar antara <1400 cfu/g 11000 cfu/g, pada siklus hidup kapang/khamir waktu
7-21 hari merupakan waktu untuk tumbuh secara cepat sehingga pada fase ini
pertumbuhan kapang/khamir jumlahnya mengikuti kurva logaritmik (Log phase).
Pertumbuhan kapang khamir yang sangat tinggi juga dipengaruhi oleh
adanya kandungan gula pada abon ikan patin utuh sehingga gula tersebut dapat
dijadikan sebagai nutrisi bagi kapang dan khamir. Pada log fase ini pertumbuhan
mikroorganisme sangat cepat, dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya, seperti
pH, kandungan nutrien (gula), kondisi lingkungannya, suhu dan kelembapan udara
(Pelczar, 1986). Jika dibandingkan dengan SNI Abon 01-3707-1995 kandungan

56

cemaran mikroba pada abon berdasarkan Angka lempeng total (ALT) jumlah
maksimal 5 x 104, maka abon ikan patin utuh ini masih bisa diterima karena d
ibawah standar SNI abon. Abon ikan dapat memiliki umur simpan yang lama
berkisar selama 6 bulan. Pada umumnya abon ikan dibuat dari daging ikan
cakalang/tongkol, tuna dan ikan cucut (Deptan, 2013).

6. Uji Organoleptik
a. Warna
Grafik nilai rata-rata warna abon ikan patin utuh selama penyimpanan pada
suhu kamar tersaji pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik rata-rata warna abon ikan patin selama penyimpanan

Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka


warna abon semakin berubah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata penilaian panelis
terhadap warna abon semakin menurun selama penyimpanan dari 5,3 menjadi 3,925..
Nilai 3,925 pada scoresheet menunjukkan bahwa warna abon relatif gelap (warna
coklat tua), hal ini diduga semakin tuanya warna abon sebagai akibat terjadinya
oksidasi lemak lebih lanjut. Seperti dijelaskan Pokorny (1981), peningkatan

57

intensitas warna yang sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan menunjukkan


adanya peningkatan jumlah malonaldehid. Pada jumlah malonaldehid yang semakin
besar, akan semakin labil dan reaktif terhadap protein, asama amino dan peptide.
Reaksi ini akan menyebabkan terbentuknya senyawa yang berwarna coklat.

b. Aroma
Grafik nilai rata-rata aroma abon ikan patin utuh selama penyimpanan pada
suhu kamar tersaji pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik rata-rata aroma abon ikan patin selama penyimpanan

Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan


maka warna abon semakin berubah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata penilaian
panelis terhadap warna abon semakin menurun selama penyimpanan dari 4,25
menjadi 3,8 selama 21 hari penyimpanan.
Pada hari ke 0 penyimpanan, nilai rata-rata panelis terhadap aroma abon
4,25 yang menunjukan bahwa abon masih tercium aroma ikan. Pada hari ke 7,14 dan
21 nilai rata-rata panelis terhadap aroma abon mengalami penurunan hingga 3,925
yang menunjukkan bahwa aroma abon pada tingkat agak tercium aroma ikan. Hal
inii diduga karena selama penyimpanan akibat bertambahnya kadar air dan

58

kelembaban relatif lingkungan penyimpanan, sehingga mikroorganisme dapat


dengan cepat tumbuh dan berkembang baik pada abon sehingga mempengaruhi
aroma abon. Menurut Rahmat (2002), Mikroorganisme selama penyimpanan akan
menghasilkan enzim-enzim yang dapat menghidrolisa protein dan lemak yang
terdapat pada abon, dimana hasil penguraian tersebut akan berupa senyawa-senyawa
dengan berat molekul yang lebih rendah dan mudah menguap, seperti asam lemak
bebas, aldehid dan keton yang kemudian dapat menghasilkan bau yang tidak enak
pada abon.

c.

Kenampakan

Grafik nilai rata-rata kenampakan abon ikan patin utuh selama penyimpanan
pada suhu kamar tersaji pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik rata-rata kenampakan abon ikan patin selama penyimpanan

Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan


maka kenampakan abon semakin berubah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata
penilaian panelis terhadap kenampakan abon semakin menurun selama penyimpanan
dari 5,47 menjadi 3,12 selama 21 hari penyimpanan.
Kenampakan umum abon ikan patin utuh pada hari ke 0 penyimpanan nilai
rata-rata panelis adalah 6 yang menunjukan bahwa kenampakan abon masih terlihat

59

serat-serat agak kasar, seragam dan tidak menggumpal. Pada penyimpanan hari ke 7
dan 14 kenampakan abon ikan patin tidak mengalami perubahan yang signifikan dan
abon ikan patin masih terlihat serat serat agak kasar, tidak seragam dan tidak
menggumpal. Pada penyimpanan hari ke 21 kenampakan abon ikan patin mulai
terlihat berubah yaitu abon menjadi serat serat kasar, tidak seragam dan tidak
menggumpal. Menurut Sukarto (1985) kenampakan merupakan parameter yang
menentukan penerimaan dari panelis karena banyak sifat mutu komoditas dapat
dinilai dengan penglihatan seperti bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat permukaan
(halus-kasar, suram, homogen heterogen, mengkilap dan datar bergelombang).

d. Tekstur
Grafik nilai rata-rata tekstur abon ikan patin utuh selama penyimpanan pada
suhu kamar tersaji pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik rata-rata tekstur abon ikan patin selama penyimpanan

Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan


maka tekstur abon tidak berubah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata penilaian
panelis terhadap tekstur abon semakin menurun selama penyimpanan dari 3,47
menjadi 3,35 selama 21 hari penyimpanan.

60

Pada hari ke 0 sampai hari ke 21 penyimpanan, nilai rata-rata panelis


terhadap tekstur abon tidak berubah secara signifikan yang mana menurut para
panelis tekstur abon masih kasar. Hal ini diduga karena selama proses pembuatan
abon pada proses pencabikan pada tahap pembuatan abon untuk semua perlakuan
adalah sama sehingga produk akhir yang dihasilkan mempunyai tekstur yang sama.
Menurut Lisdiana (1997) pencabikan atau peremahan dimaksudkan agar bahan
terpisah-pisah menjadi serat-serat yang halus.

e. Rasa
Grafik nilai rata-rata rasa abon ikan patin utuh selama penyimpanan pada
suhu kamar tersaji pada Gambar 24.

Gambar 18. Grafik rata-rata rasa abon ikan patin selama penyimpanan

Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan


maka rasa abon semakin berubah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata penilaian
panelis terhadap rasa abon semakin menurun selama penyimpanan dari 5.34 menjadi
3,65 selama 21 hari penyimpanan.
Pada hari ke 0 penyimpanan, nilai rata-rata panelis terhadap rasa abon 5,34
yang menunjukan bahwa abon masih terasa ikan. Pada hari ke 7,14 dan 21 nilai rata-

61

rata panelis terhadap rasa abon mengalami penurunan hingga 3,65 yang
menunjukkan bahwa rasa abon pada tingkat kurang terasa ikan. Hal ini diduga karena
selama penyimpanan adanya proses oksidasi pada abon. Menurut Dewi (2011)
Selama penyimpanan adanya oksidasi lemak pada abon dikarenakan kandungan
santan pada bahan baku abon dan minyak pada saat menggoreng abon teroksidasi
sehingga selama penyimpanan menyebabkan rasa abon berubah menjadi tidak enak
atau tengik.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan dan hasil yang diperoleh maka dapat
disimpulkan :
1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa abon ikan patin presto yang mendapat
perlakuan oven mempunyai kualitas organoleptik (warna, aroma, rasa dan
kenampakan) yang lebih baik dari abon ikan patin presto tanpa oven.

2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa abon ikan patin presto yang mendapat
perlakuan oven kecendrungan mempunyai nilai gizi (air, abu, lemak, protein,
kalsium, karbohidrat dan rendemen) yang lebih baik dari abon ikan patin presto
tanpa oven.

3.

Abon ikan patin presto dengan kombinasi perlakuan waktu pemasakan presto
selama 90 menit dan proses pengeringan dengan pengovenan (P2O1) yang
menghasilkan produk abon ikan patin presto dengan nilai kadar protein 31,31%,
kadar abu 12,12%, kadar air

5,79%, kadar lemak 17,85%, kadar kalsium

1,065%, rendemen 36,43% dan karbohidrat 32,91%.


4.

Penelitian kedua pada uji bilangan peroksida abon ikan patin selama
penyimpanan 0 hari sampai 28 hari mengalami peningkatan yaitu 17,15%
sampai 30,24%.

5.

Hasil uji mikrobiologi kapang khamir menunjukan bahwa abon ikan patin presto
setelah penyimpanan empat minggu sebanyak 5000 cfu/g. Sehingga produk abon
ikan patin presto ini masih aman untuk dikonsumsi.

62

63

B. SARAN
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang jenis metode pengemasan terhadap
daya terima abon ikan patin presto selama penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


Annodarwis, N. 2010. Pengaruh Pengepresan dan Pengeringan Pada Pembuatan
Sotong (Sepia sp) Kertas. Skripsi S1. Universitas Sriwijaya. (tidak
dipublikasikan).
Alamsyah. 2011. Abon Ikan Patin, Lebih Lezat Lebih Untung, (Online).
(http://www.artikelwirausaha.com/tentang-artikel-wirausaha. diakses 12
Desember. 2011).
Arifudin, R, 1993. Bandeng Presto, Kumpulan Hasil- Hasil Penelitian Pascapanen
Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official
Methods of Analysis. Washington DC.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official
Methods of Analysis. Washington DC.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian.2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum).
BPTP, Jawa Tengah.
Badan Statistika Perikanan Budidaya Indonesia. 2010. Potensi Budidaya Kolam Di
Sumatera
Selatan,
(online)
(http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ic=15
64&ia=16. diakses 05 Oktober .2012).
Buckle, K. A., R. A. Edwards dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkaan
oleh Purnomo,H dan Adiono. Universitas Islam, Jakarta.
Desroiser, N.W. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius, Yogyakarta.
Eko, N. D. 2011. Daya simpan abon ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang
diproses dengan metoda penggorengan berbeda. Skripsi S1. Universitas
Diponegoro. (dipublikasikan).
Gautara dan S. Wijandi. 1981. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan TIN. Fateta. IPB,
Bogor.

64

65

Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta.


Hanafiah, K.A. 1991. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajawali Press,
Jakarta.
Harris, R., S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
ITB. Bandung.
Hasanah, M. 1979. Penyimpanan dan pengawetan bawang merah segar (Allium
ascalonicum L). Tesis S2. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (dipublikasikan).
Kaya, W. 2008. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan biskuit. Tesis S2. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. (dipublikasikan).
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Khairuman dan Sudenda. D. 2009. Budidaya Patin Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Khotami, A. I. 2009. Komposisi mineral makro dan mikro daging udang ronggeng
(Harpiosquilla raphidea) akibat proses perebusan. Skripsi S1. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. (dipublikasikan).
Lastari, S.D. 1998. Mempelajari komponen bioaktif bawang putih terhadap aktifitas
sitolitik sel limfosit manusia secara in vitro. Skripsi S1. Institut Pertanian
Bogor,, Bogor. (dipublikasikan).
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. UI Press, Jakarta.
Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan (limbah) untuk pembuatan tepung tulang.
Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (dipublikasikan).
Lisdiana, F.1997. Membuat Aneka Abon. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Lovell, T. 1982. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold, New York.
Lutwak, L. 1982. Dietary Calcium Animal Products in Human Nutrion. Academic
Press, New York.
Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik
nugget dari Ikan Patin (Pangasius pangasius). Skripsi S1. Institut Pertanian
Bogor. (dipublikasikan).
Martinez, I. dan M. Santaella. 1998. Content and in Vitro avaihibility of Fe, Zn and
P inhomogeneized Fish Base wearing Food After Bone Addition.Food Chem.
63:299-305.

66

Millah, F. 2009. Produksi abon ikan pari (rayfish) penentuan kualitas gizi abon .
Skripsi S1 . Institut Teknologi Sepuluh November.(dipublikasikan).
Muchtadi, T. R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. Alfabeta, Bandung.
Mulia, D. S. 1994. Pengaruh bahan pengawet dan pengemasan terhadap mutu
dendeng asap mujair (oerochromis mossambicus peters) selama
penyimpanan. Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor. (dipublikasikan).
Muryanita. 1991. Mempelajari pengaruh pengemasan terhadap perubahan mutu
dendeng ikan nila merah (Oreochromis sp) selama penyimpanan. Skripsi S1.
Institut Pertanian Bogor. (dipublikasikan).
Moeljanto R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Lembaga Penelitian Teknologi
Perikanan, Jakarta.
Nurwantoro dan A.S Djarijah. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani. Kanisius.
Yogyakarta.
Palupi, N. S., F. R. Zakaria,. dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh pengolahan
terhadap Nilai Gizi Pangan. Buletin Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Perananya dalam Pengawetan Pangan.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Rahmaniar dan N, Chastri, 2006. Kualitas Abon dari Berbagai Jenis Ikan. Dinamika
Penelitian BIPA . Baristand Industri Palembang.Vol.17 No 29.
Rahmat, M. 2002. Daya terima dan kualitas abon daging ayam ras petelur afkir
goreng dan oven selama penyimpanan pada suhu kamar. Skripsi S1. Insititut
Pertanian Bogor.
Rahayu, E. dan B. Nur.2004. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahayu, W. P. 1999. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi rimpang
lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) terhadap mikroba patogen dan perusak
pangan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (dipublikasikan).
Rismunandar. 1988. Rempah-rempah. Sinar Baru, Bandung.
Soediaoetama, A. D. 1996. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Dian Rakyat,
Jakarta.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian . Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

67

Stansby, M. E. 1962. Proximate Composisionof Fish dalam Heen dan Kreuzer (Eds),
Fish Nutrion. Fishing News (Books), England.
Sudarmaji, S., B, Haryono. 1997. Analisis Bahan Makanan danPertanian. Liberty,
Yogyakarta.
Susanto, A.H. 2001. Mempelajari pengaruh berbagai jenis proses pemasakan awal
(Pre-cooking) dan jenis minyak goreng terhadap mutu abon ikan patin
(Pangasius hypopthalmus). Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.(dipublikasikan).
Susanto, E.2010. Pengolahan Bandeng (Channos channos forsk). Universitas
Diponegoro, Semarang.
Syukroni, I. 2012. Kajian Produk Abon Ikan Patin Pada Kelompok Wanita Tani
Mawar Desa Kumpul Rejo Kecamatan Buay Madang Timur kabupaten Oku
Timur, Sumatera Selatan Berdasarkan Cara Produksi Pangan Yang Baik
Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Praktik Lapang. Universitas
Sriwijaya,Indralaya.
Taub, I. A dan R.P. Singh. 1998.Food storage Stability. CRC Press, London.
Tapotubun, A.M dan J.M. Louhenapessy. 2008. Efek Waktu Pemanasan Terhadap
Mutu
Presto
Beberapa
Ikan.Skripsi
S1.
Universitas
Patimura.(dipublikasikan).
Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
bahan tambahan kerupuk. Skripsi S1. Institut Pertanian Bogor, Bogor..
(dipublikasikan).
Ulianty. 2002. Pemanfaatan Belut (Monopterus albus) sebagai abon dengan
penambahan keluwih (Artocarpus communis). Skripsi S1. Institut Pertanian
Bogor, Bogor. (dipublikasikan).
Widya Karya Pangan dan Gizi. 1998. Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi IV.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Willem K. A. O. 2008. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) Sebagai
Sumber Kalsium dan Fosfor Dalam Pembuatan Biskuit. Tesis S2. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.(dipublikasikan).
Winarno, F. G. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Balai Pustaka,
Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Yulia, C. 2005. Hubungan Kalsium Dengan Ricketsia, Osteomalacia dan
Osteoarthritis. Skripsi S1. Universitas Pendidikan Indonesia. (dipublikasikan)

LAMPIRAN

69

Lampiran 1. Alur Proses Pembuatan Abon Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Utuh

Ikan Patin Segar (Pangasius pangasius)


Penyiangan (Pembuangan jeroan dan insang)
Pencucian
Perebusan menggunakan panci presto
Pencabikan/pengecilan ukuran menjadi serat-serat ikan
Pencampuran santan dan bumbu dengan daging Ikan
Penggorengan dengan api sedang
Penirisan abon dari minyak
Pengepresan abon menggunakan alat pres
Penimbangan I

Pengeringan menggunakan oven


(Suhu 80 0C selama 12 Jam )

Penimbangan II
Abon ikan Patin perlakuan terbaik

Penyimpanan abon ikan Patin


(7 hari,14 hari, 21 hari)

Tanpa Oven

70

Lampiran 2, Formulir Isian Uji Organoleptik


Nama

Tgl ,Pengujian

Jenis Sampel

: Abon Ikan Patin (Pangasius pangasius) Utuh

Hari Penyimpanan :
Kode Sampel
314
920
353
132
015
943

Keterangan :
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Agak tidak suka
4 = Netral
5 = Agak suka
6 = Suka
7 = Sangat suka

Kenampakan

Warna

Tekstur

Aroma

Rasa

71

Lampiran 3. Pengolahan Data Rendemen Abon Ikan Patin Utuh


3a. Tabel data rendemen Abon Ikan Patin Utuh
Kombinasi perlakuan
Waktu Pengeringan
P1
O1
O2
P2
O1
O2
P3
O1
O2
Total
Rerata

Kelompok
I
II
39,23
36,98
35,49
49,9
35,08
37,78
45,46
49,79
32,51
32,98
47,18
49,9
235
257,33
39,16
42,88

Total PO

Rerata PO

76,21
85,39
72,86
95,25
65,49
97,08
492,284
-

38,107
42,695
36,43
47,625
32,745
48,54
41,02

Tijk 2
r m n
492.284 2
=
2 3 2
= 20195,2948

FK

JK Total

= T Yijk

FK
2

= (39,232 +35,492 + ,+ 49,92) 20195,2948


= 525,2152
TK 2
FK
mn
235 2 257.33 2
=
20195.2948
6
= 41,7219

JK Kelompok

JK Kombinasi PO

JK Galat

= JK Total JK Kelompok JK Kombinasi PO


= 525,2152 41,7219 402,0202
= 81,4731

TPO 2
FK
r
76.212 85.39 2 ....... 97.08 2
=
20195.2948
2
= 402,0202

72

3b. Tabel data rendemen abon ikan patin utuh dalam kombinasi PO
Pengeringan
(O)
O1
O2
Total P
Rerata P
JK P

P1
76,21
85,39
161,604
26,93
=

Waktu (P)
P2
72,86
95,25
168,11
28,02

Total O

P3
65,49
97,08
162,57
27,09

214,564
277,72
492,284
-

Rerata O
35,76
46,28
41,02

TP 2
FK
rn
2

=
=
JK O

=
=
=

161.604 2 168.112 162.57


20195.2948
4
6,1627
TO 2
FK
rm
214.564 2 277.72 2
20195.2948
6
332,3885

JK interaksi PO

= JK Kombinasi PO JK P JK O 2622
= 402,0202 6,1627 332,3885
= 63,4697
3c. Tabel analisis keragaman rendemen abon ikan patin utuh berdasarkan waktu
presto (P) dan pengeringan (O)
SK
db
JK
KT
Kelompok
1
41,7219
41,7219
Kombinasi AB
5
402,0202
80,40404
Waktu (P)
2
6,1627
3,08135
Pengeringan (O)
1
332,3885
332,3885
interaksi
2
63,4697
31,73485
Galat
5
81,4731
16,29462
Total
16
927,2361
Keterangan : tn) = berpengaruh tidak nyata
*
) = berpengaruh nyata pada taraf uji 5%
KK =

16.29462
x 100 % = 9,84
41,02

F hitung
2,56 tn
4,93 tn
0,189 tn
20,40*
1,64 tn
--

F tabel 5%
6,61
5,05
5,79
6,61
5,79
-

73

Teladan pengolahan uji lanjut BJND rendemen abon


Sy (O)

=
=
=

KTG
rm
16.3
23
1,64

3d. Tabel uji lanjut Duncan pengaruh waktu pemasakan presto (P) dan pengeringan
(O) terhadap rendemen abon ikan patin utuh
Perlakuan
O1
O2

Rerata

35,76
46,28
P-tabel (0,05:5)
P-tabel (0,05:5) , Sy

P
2
10,52*
3,64
5,97

BJND
a
b

74

Lampiran 4. Teladan Perhitungan Uji Hedonik Terhadap Warna Abon Ikan


Patin Utuh
Tabel nilai jumlah kuadrat hasil uji hedonik terhadap warna abon ikan patin utuh
Panelis Warna
314
S
P
1
3
70.5
7
7
6.6
3
4
35.5
4
7
6.6
5
5
59.35
6
7
116
7
7
6.6
8
5
59.35
9
6
94.14
10
6
94.14
11
5
59.35
17
3
70.5
13
6
94.14
14
3
70.5
15
6
94.14
16
3
70.5
17
5
59.35
18
5
59.35
19
3
70.5
20
6
94.14
102 1291.25
Rerata 5.1 64.56

970
S
3
6
5
7
4
3
5
6
5
4
5
5
6
6
5
5
7
6
5
6
104
5.2

P
70.5
94.14
59.35
116
35.5
70.5
59.35
94.14
59.35
35.5
59.35
59.35
94.14
94.14
59.35
59.35
6.6
94.14
59.35
94.14
1374.24
68.71

353
S
5
5
6
6
6
7
3
5
7
6
5
6
3
4
6
7
6
4
5
3
105
5.25

P
59.35
59.35
94.14
94.14
94.14
116
70.5
59.35
116
94.14
59.35
94.14
70.5
35.5
94.14
116
94.14
35.5
59.35
70.5
1586.23
79.31

137
S
7
6
7
7
7
4
6
7
3
7
3
7
7
5
7
4
6
7
3
3
113
5.65

P
6.6
94.14
6.6
6.6
6.6
35.5
94.14
116
70.5
6.6
70.5
6.6
116
59.35
6.6
35.5
94.14
116
70.5
70.5
1088.97
54.45

015
S
3
6
3
6
6
5
5
6
5
6
5
6
6
5
6
6
6
5
4
5
105
5.25

P
70.5
94.14
70.5
94.14
94.14
59.35
59.35
94.14
59.35
94.14
59.35
94.14
94.14
59.35
94.14
94.14
94.14
59.35
35.5
59.35
1533.35
76.67

Teladan Pengolahan Data Uji Kruskal wallis terhadap warna Abon

k
12
r

n( n 1) i 2 i ni 3 (n+1)

12
120(120 1)

12
120(121)

12
14520

1291.25 2 1374.24 2
1536.312

...
20
20
20

3(120 1)

1667327 1888536
2360248

3(121)

...
20
20
20

83366.33 94426.8 ... 118012

3(121)

943
S
6
4
5
5
7
7
6
4
7
4
7
4
3
5
6
5
3
5
6
7
106
5.3

P
94.14
35.5
59.35
59.35
116
116
94.14
35.5
116
35.5
116
35.5
70.5
59.35
94.14
59.35
70.5
59.35
94.14
116
1536.31
76.81

75

= 0,00083(598462.7) 363
= 494.597 363
= 131.6

1
Pembagi =

T
(n 1)n(n 1)

T = (t-1)t(t+1)
T1 = 60
T2 = 120
T3 = 120
T4 = 60
T5 = 24
T6 = 120

= T1+T2+T3+T4
= 60+120+120+60+24+120
= 484

1
Pembagi =

484
(120 1)120(120 1)
1

484
(119)120(121)

484
1727880

= 1- 0,00028
= 0,99972

H
131.6
Pembagi = 0,99972
= 131.634

76

Dari hasil perhitungan diperoleh n = 131.634


Dari tabel x2, dengan v = 5 (jumlah sampel-1) pada taraf uji 1% diperoleh x2 tabel
adalah 15.08 Dengan demikian, n > x2 tabel. Maka dilakukan uji lanjut
perbandingan
Perlakuan

Rata-rata ranking N

Huruf

P3O2

54.44

P1O2

64.56

P2O2

68.71

P3O1

76.67

P2O1

76.81

P1O1

79.31

131.63

77

Lampiran 5.Teladan Perhitungan Uji Hedonik Terhadap Kenampakan Abon


Ikan Patin Utuh
Tabel nilai jumlah kuadrat hasil uji hedonik terhadap Penampakan abon ikan patin
utuh
Panelis Kenampakan
314
970
S
P
S
1
5
48.5 7
7
7
111
6
3
6
83
5
4
7
111
5
5
6
83
3
6
6
83
4
7
5
48.5 6
8
5
48.5 6
9
5
48.5 6
10
6
83
4
11
5
48.5 6
17
3
8.5
3
13
6
83
3
14
3
8.5
4
15
3
8.5
5
16
5
48.5 4
17
6
83
7
18
5
48.5 6
19
6
83
4
20
5
48.5 6
Total
Rerata

105
5.25

1216.5
60.825

100
5

P
111
83
48.5
48.5
8.5
24.5
83
83
83
24.5
83
8.5
8.5
24.5
48.5
24.5
111
83
24.5
83

353
S
5
4
6
6
5
5
7
5
6
6
4
5
5
4
7
6
5
4
4
3

1096.5
54.825

102
5.1

P
48.5
24.5
83
83
48.5
48.5
111
48.5
83
83
24.5
48.5
48.5
24.5
111
83
48.5
24.5
24.5
8.5

137
S
7
6
7
7
7
3
5
7
3
7
5
3
7
5
3
4
7
6
3
7

1107.5
55.375

109
5.45

P
111
83
111
111
111
8.5
48.5
111
8.5
111
48.5
8.5
111
48.5
8.5
24.5
111
83
8.5
111

015
S
3
3
4
5
6
6
6
6
3
5
6
5
6
4
6
5
6
5
4
6

1377.5
68.875

100
5

P
8.5
8.5
24.5
48.5
83
83
83
83
8.5
48.5
83
48.5
83
24.5
83
48.5
83
48.5
24.5
83

943
S
7
5
6
5
6
6
7
5
7
4
7
5
3
5
6
5
4
6
6
6

P
111
48.5
83
48.5
83
83
111
48.5
111
24.5
111
48.5
8.5
48.5
83
48.5
24.5
83
83
83

1088.5
54.425

111
5.55

1373.5
68.675

Teladan Pengolahan Data Uji Kruskal wallis terhadap Kenampakan Abon

k
12
r

n( n 1) i 2 i ni 3 (n+1)

12
120(120 1)

12
120(121)

1216.5 2 1096.5 2
1373.52

...
20
20
20

1479872 1202312
1886502

...
20
20
20

3(120 1)

3(121)

78

12
14520

73993.61 60115.6 ... 94325.1

= 0,000826(443879.1) 363
= 366.64 363
= 3.64

1
Pembagi =

T
(n 1)n(n 1)

T = (t-1)t(t+1)
T1 = 60
T2 = 120
T3 = 60
T4 = 60
T5 = 60
T6 = 60

= T1+T2+T3+T4
= 60+120+120+60+24+120
= 420

1
Pembagi =

420
(120 1)120(120 1)
1

420
(119)120(121)

420
1727880

= 1- 0,000243
= 0,99757

3(121)

79

H
3.64
Pembagi = 0,999757
= 3.640
Dari hasil perhitungan diperoleh n = 3.640
Dari tabel x2, dengan v = 5 (jumlah sampel-1) pada taraf uji 1% diperoleh x2 tabel
adalah 15.08 Dengan demikian, n < x2 tabel. Maka tidak dilakukan uji lanjut
perbandingan

80

Lampiran 6. Teladan Perhitungan Uji Hedonik Terhadap Aroma Abon Ikan


Patin Utuh
Tabel nilai jumlah kuadrat hasil uji hedonik terhadap Aroma abon ikan patin utuh
Paneli

Aroma
314
S
P

970
S
P

353
S
P

137
S
P

015
S
P

943
S
P

1
7
3
4
5
6
7
8
9
10
11
17
13
14
15
16
17
18
19
20

3
6
4
3
4
7
5
5
6
5
6
7
6
3
5
3
5
5
3
6

9
87
22
9
22
115
45.5
45.5
87
45.5
87
115
87
9
45.5
9
45.5
45.5
9
87

4
6
5
7
6
3
6
3
6
5
5
5
7
5
5
5
6
7
6
6

22
87
45.5
115
87
9
87
9
87
45.5
45.5
45.5
115
45.5
45.5
45.5
87
115
87
87

3
6
4
3
5
5
4
4
6
5
6
6
3
7
6
6
5
5
5
3

9
87
22
9
45.5
45.5
22
22
87
45.5
87
87
9
115
87
87
45.5
45.5
45.5
9

6
6
5
7
5
5
6
6
5
3
6
3
6
6
3
3
4
5
6
6

87
87
45.5
115
45.5
45.5
87
87
45.5
9
87
9
87
87
9
9
22
45.5
87
87

7
6
3
3
6
6
6
5
5
5
6
5
6
5
6
6
6
5
5
6

115
87
9
9
87
87
87
45.5
45.5
45.5
87
45.5
87
45.5
87
87
87
45.5
45.5
87

6
5
6
5
5
7
6
7
6
5
5
6
6
4
5
5
4
6
6
7

87
45.5
87
45.5
45.5
115
87
115
87
45.5
45.5
87
87
22
45.5
45.5
22
87
87
115

Total
Rerata

97
4.85

1027
51.35

108
5.4

1312.5
65.625

97
4.85

1012
50.6

102
5.1

1183.5
59.175

108
5.4

1321.5
66.075

112
5.6

1403.5
70.175

Teladan Pengolahan Data Uji Kruskal wallis terhadap Aroma Abon


H

k
12
r

n( n 1) i 2 i ni 3 (n+1)

12
120(120 1)

12
120(121)

12
14520

1027 2 1312.5 2
1403.5 2

...
20
20
20

3(120 1)

1054729 1722656.25
1969812

...
20
20
20

52736.45 86132.8 ... 98490.6

= 0,000826(445918.8) 363

3(121)

3(121)

81

= 368.329-363
= 5.32

1
Pembagi =

T
(n 1)n(n 1)

T = (t-1)t(t+1)
T1 = 120
T2 = 60
T3 = 60
T4 = 24
T5 = 24
T6 = 60

= T1+T2+T3+T4
= 120+60+60+24+24+60
= 348

1
Pembagi =

348
(120 1)120(120 1)
1

348
(119)120(121)

348
1727880

= 1- 0,000201
= 0,999799

H
5.33
Pembagi = 0.999799
= 5.321
Dari hasil perhitungan diperoleh n = 5.321
Dari tabel x2, dengan v = 5 (jumlah sampel-1) pada taraf uji 1% diperoleh x2 tabel
adalah 15.08 Dengan demikian, n < x2 tabel. Maka tidak dilakukan uji lanjut
perbandingan

82

Lampiran 7. Teladan Perhitungan Uji Hedonik Terhadap Tekstur Abon Ikan


Patin Utuh
Tabel nilai jumlah kuadrat hasil uji hedonik terhadap Tekstur abon ikan patin utuh
Panelis Tekstur
314
S
P
1
5
39.5
7
5
39.5
3
6
75.5
4
7
109
5
6
75.5
6
7
109
7
5
39.5
8
5
39.5
9
5
39.5
10
6
75.5
11
6
75.5
17
5
39.5
13
6
75.5
14
4
19.5
15
5
39.5
16
6
75.5
17
6
75.5
18
6
75.5
19
6
75.5
20
7
109

970
S
3
5
7
7
3
3
6
7
5
5
6
3
5
6
3
4
6
5
6
6

P
7.5
39.5
109
109
7.5
7.5
75.5
109
39.5
39.5
75.5
7.5
39.5
75.5
7.5
19.5
75.5
39.5
75.5
75.5

353
S
5
4
3
6
5
7
5
6
6
6
6
5
3
6
7
6
4
6
3
3

P
39.5
19.5
7.5
75.5
39.5
109
39.5
75.5
75.5
75.5
75.5
39.5
7.5
75.5
109
75.5
19.5
75.5
7.5
7.5

137
S
7
6
7
7
7
4
6
7
3
7
7
7
7
7
7
4
6
6
3
5

P
109
75.5
109
109
109
19.5
75.5
109
7.5
109
109
109
109
109
109
19.5
75.5
75.5
7.5
39.5

015
S
7
3
4
3
6
5
7
6
5
6
5
5
6
4
6
5
6
5
4
5

P
109
7.5
19.5
7.5
75.5
39.5
109
75.5
39.5
75.5
39.5
39.5
75.5
19.5
75.5
39.5
75.5
39.5
19.5
39.5

943
S
6
5
6
6
6
7
6
5
7
5
7
5
3
5
6
4
5
6
6
6

P
75.5
39.5
75.5
75.5
75.5
109
75.5
39.5
109
39.5
109
39.5
7.5
39.5
75.5
19.5
39.5
75.5
75.5
75.5

Total
Rerata

101
5.05

1034.5
51.725

102
5.1

1049
52.45

120
6

1594.5
79.725

103
5.15

1021
51.05

112
5.6

1270.5
63.525

114
5.7

1302.5
65.125

Teladan Pengolahan Data Uji Kruskal wallis terhadap Tekstur Abon


H

k
12
r

n( n 1) i 2 i ni 3 (n+1)

12

120 (120 1)

12
120(121)

12
14520

1302.5 2 1034.5 2
1270.52

...
20
20
20

1696506 1070190
1614170

...
20
20
20

84825.31 53509.5 ... 80708.5

= 0,000826(453307) 363

3(120 1)

3(121)

3(121)

83

= 374.63 363
= 11.63

1
Pembagi =

T
(n 1)n(n 1)

T = (t-1)t(t+1)
T1 = 24
T2 = 60
T3 = 120
T4 = 60
T5 = 120
T6 = 24

= T1+T2+T3+T4+T5+T6
= 24+60+120+60+120+24
= 408

1
Pembagi =

408
(120 1)120(120 1)
1

408
(119)120(121)

408
1727880

= 1- 0.000236
= 0.999764

H
11.63
Pembagi = 0.999764
= 11.63
Dari hasil perhitungan diperoleh n = 11.63
Dari tabel x2, dengan v = 5 (jumlah sampel-1) pada taraf uji 1% diperoleh x2 tabel
adalah 15.08 Dengan demikian, n < x2 tabel. Maka tidak dilakukan uji lanjut
perbandingan

84

Lampiran 8. Teladan Perhitungan Uji Hedonik Terhadap Rasa Abon Ikan Patin
Utuh
Tabel nilai jumlah kuadrat hasil uji hedonik terhadap Rasa abon ikan patin utuh
Panelis

Rasa
314
S
5
7
6
5
6
7
6
6
5
6
4
5
6
4
3
6
6
6
6
7
112
5.6

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
17
13
14
15
16
17
18
19
20
Total
Rerata

P
35
109.5
75.5
35
75.5
109.5
75.5
75.5
35
75.5
15
35
75.5
15
6.5
75.5
75.5
75.5
75.5
109.5
1260
63

970
S
7
6
5
7
5
3
7
4
7
6
6
7
6
6
5
5
6
6
7
6
117
5.85

P
109.5
75.5
35
109.5
35
6.5
109.5
15
109.5
75.5
75.5
109.5
75.5
75.5
35
35
75.5
75.5
109.5
75.5
1422.5
71.125

353
S
3
6
5
5
6
5
5
5
6
6
6
7
3
3
6
6
6
4
3
7
103
5.15

P
75.5
35
35
75.5
35
35
35
75.5
75.5
75.5
109.5
6.5
6.5
75.5
75.5
75.5
15
6.5
109.5
1032.5
51.625

137
S
5
7
5
7
5
5
7
5
3
7
6
5
6
7
3
5
7
6
5
7
113
5.65

P
35
109.5
35
109.5
35
35
109.5
35
6.5
109.5
75.5
35
75.5
109.5
6.5
35
109.5
75.5
35
109.5
1286
64.3

015
S
7
6
3
6
5
5
6
6
5
6
4
5
6
7
3
5
5
5
3
7
105
5.25

Teladan Pengolahan Data Uji Kruskal wallis terhadap Rasa Abon


H

k
12
r

n( n 1) i 2 i ni 3 (n+1)

12

120(120 1)

12
120(121)

12
14520

1260 2 1422.5 2
1191.5 2

...
20
20
20

1587600 2023506
1419672

...
20
20
20

79380 101175 ... 70983.6

= 0,000826(443817.6) 363
= 366.59 363
= 3.59

3(120 1)

3(121)

3(121)

P
109.5
75.5
6.5
75.5
35
35
75.5
75.5
35
75.5
15
35
75.5
109.5
6.5
35
35
35
6.5
109.5
1061
53.05

934
S
6
5
6
6
5
7
6
3
6
6
5
5
6
5
5
5
6
6
6
6
111
5.55

P
75.5
35
75.5
75.5
35
109.5
75.5
6.5
75.5
75.5
35
35
75.5
35
35
35
75.5
75.5
75.5
75.5
1191.5
59.575

85

1
Pembagi =

T
(n 1)n(n 1)

T = (t-1)t(t+1)
T1 = 60
T2 = 24
T3 = 60
T4 = 60
T5 = 60
T6 = 6

= T1+T2+T3+T4+T5+T6
= 60+24+60+60+60+6
= 270

1
Pembagi =

270
(120 1)120(120 1)
1

270
(119)120(121)

270
1727880

= 1- 0.000156
= 0.999884

H
3.59
Pembagi = 0.999844
= 3.59
Dari hasil perhitungan diperoleh n = 3.59
Dari tabel x2, dengan v = 5 (jumlah sampel-1) pada taraf uji 1% diperoleh x2 tabel
adalah 15.08 Dengan demikian, n < x2 tabel. Maka tidak dilakukan uji lanjut
perbandingan

86

Lampiran 9. Teladan pengolahan data kadar air penyimpanan


a. Tabel data kadar air penyimpanan
Perlakuan
Ulangan
I
II
X0
4,94
6,65
X1
5,015
5,173
X2
13,389
13468
X3
15,664
16,331

Total
Perlakuan
11,59
10,188
26,857
31,995
80,63

Rerata
5,795
5,094
13,428
15,997
40,314

FK

( X )

JK Total

rt
(80,63) 2
=
2 4
= 812,6496
2

FK

= (4,94 +5,0152 + ,+ 16,3312) 812,6496


= 180,6015

(Tot .Perlakuan )

JK Perlakuan

JK Error

= JK Total JK Perlakuan
= 180,6015 178,901
= 1,0075

FK
r
= (11,59 2 + 10,1882 , + 31,9952) / 2 -812,6496
= 178,901

b. Tabel analisis keragaman kadar air selama penyimpanan


SK
DB
JK
KT
F Hitung
Perlakuan
Galat
Total
Keterangan :

3
4
7
*

**

KK =

178,901
1,0075
180,6015

59,634
0,252

= nyata (F hitung > 5%)


= sangat nyata (F hitung > 1%)

0,252
x100% = 1,24 %
40,314

236,642**

F Tabel
5%
6,59

Tabel
1%
16,59

87

c. Teladan pengolahan uji lanjut BNJ kadar air


Sy

KTG
r

0,252
2
= 0,354
BNJ (0,05) = 5,76 x 0,354 = 2,039

d. Tabel Uji BNJ0,05 kadar air penyimpanan


Perlakuan
Rerata kadar air
X1
5, 094
X0
5,795
X2
13,428
X3
15,997

BNJ taraf 5% = 2,039


a
a
b
bc

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda
tidak nyata, jika hurufnya berbeda berarti berbeda nyata

88

Lampiran 10. Teladan Pengolahan data kadar protein penyimpanan


a. Tabel data kadar protein penyimpanan
Perlakuan
Ulangan
I
II
X0
30,62
32
X1
30,84
30,25
X2
30,94
30,60
X3
30,22
30,10

Total
Perlakuan
62,62
61,09
61,54
60,32
245,57

Rerata
31,31
30,545
30,77
30,16
122,785

FK

( X )

JK Total

rt
( 245,57 ) 2
=
2 4
= 7538,078
2

FK

= (30,622 + 30,842 + ,+ 30,102) 7538,078


= 2,5765

(Tot .Perlakuan )

JK Perlakuan

JK Error

= JK Total JK Perlakuan
= 2,5765 1,387
= 1,1895

FK
r
= (62,62 2 + 61,092 , +60,322) / 2 -7538,078
= 1,387

b. Tabel analisis keragaman protein


SK
DB
JK
Perlakuan
Galat
Total
Keterangan :

3
4
7
tn
*

1,387
1,1895
2,5765

KT

F Hitung

0,4623
0,2973

1,5549 tn

) = berpengaruh tidak nyata


) = berpengaruh nyata pada taraf uji 5%

F Tabel
5%
6,59

Tabel
1%
16,59

89

Lampiran 11. Teladan pengolahan data kadar lemak selama penyimpanan


a. Tabel data kadar lemak penyimpanan
Perlakuan
Ulangan
I
II
X0
16,61
19,08
X1
17,61
17,30
X2
18,08
17,85
X3
18,89
18,40

Total
Perlakuan
35,69
34,91
35,93
37,29
143,82

Rerata
17,85
17,455
17,96
18,645
71,91

FK

( X )

JK Total

rt
(143,82) 2
=
24
= 2585,524
2

FK

= (16,612 + 17,612 + ,+ 18,40) 2585,524


= 4,7176

(Tot .Perlakuan )

JK Perlakuan

JK Error

= JK Total JK Perlakuan
= 4,7176 1,4725
= 3,2451

FK
r
= (35,69 2 + 34,912 , + 37,292) / 2 -2585,524
= 1,4725

a. Tabel analisis keragaman kadar lemak


SK
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

F Hitung

3
4
7

1,4725
3,2451
17,5

0,4908
0,8112

0,605 tn

Keterangan : tn ) = berpengaruh tidak nyata


*
) = berpengaruh nyata pada taraf uji 5%

F Tabel
5%
6,59

Tabel
1%
16,59

90

Lampiran 12. Teladan pengolahan data bilangan peroksida penyimpanan


a. Tabel data bilangan peroksida penyimpanan
Perlakuan

Ulangan
I
16,91
19,55
21,71
27,70

X0
X1
X2
X3

II
17,39
18,61
21,11
27,14

Total
Perlakuan
34,3
38,16
42,82
54,84
170,12

Rerata
17,15
19,08
21,41
27,42
85,06

FK

( X )

JK Total

rt
(170,12) 2
=
24
= 3617,60
2

FK

= (16,912 + 19,552 + ,+ 27,142) 3617,60


= 120,1206

(Tot .Perlakuan )

JK Perlakuan

JK Error

= JK Total JK Perlakuan
= 120,120 119,227
= 0,896

FK
r
= (34,32 +38,162 , +54,842) / 2 -3617,60
= 119,227

b.Tabel analisis keragaman bilangan peroksida


SK
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

F Hitung

3
4
7

119,227
0,896
13.8

39,74
0,224

177,41 tn

Keterangan : tn ) = berpengaruh tidak nyata


*
) = berpengaruh nyata pada taraf uji 5%

KK =

0,224
x100% = 0,556 %
85,06

F Tabel
5%
6,59

Tabel
1%
16,59

91

c. Teladan pengolahan uji lanjut BNJ bilanan peroksida


Sy

KTG
r

0,224
2
= 0,335
BNJ (0,05) = 5,76 x 0,335= 1,928

d.Tabel Uji BNJ0,05 Rerata nilai bilangan peroksida


Perlakuan
Rerata peroksida
X0
17,15
X1
19,08
X2
21,41
X3
27,42

BNJ taraf 5% = 1,928


a
a
b
bc

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda
tidak nyata, jika hurufnya berbeda berarti berbeda nyata

92

Lampiran 13. Foto-foto penelitian

Bahan baku ikan Patin dan proses penyiangan

Bumbu-bumbu yang digunakan

Panci presto dan alat pengepres minyak

93

Ikan Patin yang telah di presto dan proses pencabikan

Proses pencampuran bumbu dan daging ikan patin utuh ke dalam santan

94

Proses penggorengan abon ikan patin utuh

Proses pengepresan minyak abon secara manual

Abon ikan patin utuh setelah dipres dan siap di berikan perlakuan oven

95

Hasil abon ikan Patin utuh perlakuan pengeringan oven

Hasil abon ikan Patin utuh perlakuan non oven

You might also like