04pupuk Kandang
04pupuk Kandang
04pupuk Kandang
4. PUPUK KANDANG
Wiwik Hartatik dan L.R. Widowati
SUMMARY
Animal Manure. Animal manure is of animal wastes either
in fresh forms or mixed with urine or decomposed in solid or
liquid forms. It can originate from cattle, goat, horse, poultry,
and pig dung. Its quality is variable depending on diet type,
age, and body of the animal. Its utilization in agricultural
farms needs to be promoted again. Its use as crop
fertilizers has become a nutrient cycle and can reduce toxic
nutrients for crops. Besides as a source of nutrients for
plants, animal manures can also play important roles in
improving soil chemical, physical, and biological as well.
However, its utilization provides some constraints among
others bulky characters so requiring storage and
transportation, varying in nutrient contents and lower in
comparison to anorganic fertilizers, normally containing
weed seeds, pathogens and heavy metals. When applying
animal manures it is necessary to pay attention to C/N ratio
and requiring decomposition processes to reduce it when it
is high. Integrated plant-livestock programs need to intensify
in order to increase soil and crop productivity. It should be
supplied from those particular areas so that transportation is
not required. Empowering farmers in supplying animal
manure composts can be attained by organizing animal
manure compost-making trainings and pushing farmers for
livestock-based farm diversification. Several research
findings on its application in lowland and upland rice show
successfully the improvement of soil fertility including
chemical, physical and biological characteristics, although
its effects on crop production remain inconsistent and
sometimes its effects can not be seen immediately.
Pupuk kandang/kotoran hewan yang berasal dari usaha tani
pertanian antara lain adalah kotoran ayam, sapi, kerbau, dan kambing.
Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan berbeda tergantung
pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum, kandungan hara dalam
59
kotoran hewan lebih rendah daripada pupuk kimia. Oleh karena itu biaya
aplikasi pemberian pupuk kandang (pukan) ini lebih besar daripada pupuk
anorganik.
Hara dalam pukan ini tidak mudah tersedia bagi tanaman.
Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi/ mineralisasi
dari bahan-bahan tersebut. Rendahnya ketersediaan hara dari pukan antara
lain disebabkan karena bentuk N, P serta unsur lain terdapat dalam bentuk
senyawa kompleks organo protein atau senyawa asam humat atau lignin
yang sulit terdekomposisi.
Selain mengandung hara bermanfaat, pukan juga mengandung biji-bijian
gulma, bakteri saprolitik, pembawa penyakit, dan parasit mikroorganisme yang
dapat membahayakan hewan atau manusia. Contohnya: kotoran ayam
mengandung Salmonella sp. Oleh karena itu pengelolaan dan pemanfaatan
pukan harus hati-hati sesuai kebutuhan.
Pengertian pupuk kandang
Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk
buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah
hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara
ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi,
kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan
dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani di beberapa daerah
memisahkan antara pukan padat dan cair.
a. Pupuk kandang padat
Pupuk kandang (pukan) padat yaitu kotoran ternak yang berupa
padatan baik belum dikomposkan maupun sudah dikomposkan sebagai
sumber hara terutama N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia,
biologi, dan fisik tanah.
Penanganan pukan padat akan sangat berbeda dengan pukan cair.
Penanganan pukan padat oleh petani umumnya adalah sebagai berikut:
kotoran ternak besar dikumpulkan 1-3 hari sekali pada saat pembersihan
kandang dan dikumpulkan dengan cara ditumpuk di suatu tempat tertentu.
Petani yang telah maju ada yang memberikan mikroba dekomposer dengan
tujuan untuk mengurangi bau dan mempercepat pematangan, tetapi banyak
pula yang hanya sekedar ditumpuk dan dibiarkan sampai pada waktunya
digunakan ke lahan (Gambar 1)
60
61
Ca
Mg
Fe
0,11
0,10
0,14
0,88
0,19
0,05
0,09
0,07
0,00
0,09
0,004
0,004
0,010
0,100
0,020
ppm
Sapi perah
Sapi daging
Kuda
Unggas
Domba
Sumber: Tan (1993)
62
0,53
0,65
0,70
1,50
1,28
0,35
0,15
0,10
0,77
0,19
0,41
0,30
0,58
0,89
0,93
0,28
0,12
0,79
0,30
0,59
Kadar
air
Bahan
organik
P2O5
K2O
CaO
Rasio
C/N
Sapi
80
16
0,3
%
0,2
Kerbau
81
12,7
0,25
0,18
0,17
0,4
25-28
Kambing
64
31
0,7
0,4
0,25
0,4
20-25
Ayam
57
29
1,5
1,3
0,8
4,0
9-11
0,15
0,2
20-25
Babi
78
17
0,5
0,4
0,4
0,07
19-20
Kuda
73
22
0,5
0,25
0,3
0,2
24
63
dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/N
di bawah 20.
Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pukan sapi secara langsung
juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya
sebagai pupuk dingin. Bila pukan dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan
secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta proses
pelepasan amoniak masih berlangsung.
Pupuk kandang kambing
Tekstur dari kotoran kambing adalah khas, karena berbentuk
butiran-butiran yang agak sukar dipecah secara fisik sehingga sangat
berpengaruh terhadap proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya.
Nilai rasio C/N pukan kambing umumnya masih di atas 30. Pupuk kandang
yang baik harus mempunyai rasio C/N <20, sehingga pukan kambing akan
lebih baik penggunaannya bila dikomposkan terlebih dahulu. Kalaupun akan
digunakan secara langsung, pukan ini akan memberikan manfaat yang lebih
baik pada musim kedua pertanaman. Kadar air pukan kambing relatif lebih
rendah dari pukan sapi dan sedikit lebih tinggi dari pukan ayam.
Kadar hara pukan kambing mengandung kalium yang relatif lebih
tinggi dari pukan lainnya. Sementara kadar hara N dan P hampir sama
dengan pukan lainnya.
Pupuk kandang babi
Pemanfaatan pukan babi di Indonesia hanya terdapat di beberapa
lokasi tertentu yang berdekatan dengan peternakan babi. Pupuk kandang
(pukan) babi mempunyai tekstur yang lembek dan akan bertambah cair bila
bercampur dengan urine. Peternak babi telah mengetahui bagaimana cara
memisahkan urine ini dengan padatannya, lalu menumpukkannya di suatu
tempat untuk didekomposisikan terlebih dahulu. Petani di sekitar peternakan
babi menggunakan pukan ini dengan dicampur dengan pukan ayam atau
kambing, karena dari pengalaman petani jika pukan babi ini diaplikasikan
secara terpisah pertumbuhan tanaman sayuran kurang baik.
Komposisi hara kotoran babi sangat dipengaruhi oleh umur. Di
negara-negara seperti Cina, Thailand, dan berbagai negara di Eropa telah
dibedakan jenis pukan babi sesuai umur. Akan tetapi, secara umum pukan
babi cukup mengandung hara P tetapi rendah Mg.
Pupuk kandang kuda
Jumlah populasi kuda lebih rendah dibanding ternak lainnya,
sehingga jumlah kotoran kuda juga termasuk lebih sedikit volumenya. Pupuk
kandang (pukan) kuda banyak dipergunakan oleh petani sekitar peternakan
64
kuda saja. Sebelum, digunakan kotoran kuda dimasukkan dalam lubang dan
dibiarkan terdekomposisi secara alami kemudian baru digunakan untuk
pertanian.
Apabila dibandingkan dengan kotoran sapi, kotoran kuda
mempunyai rasio C/N lebih rendah. Rendahnya rasio C/N ini berkaitan
dengan jenis pakan misalnya dedak. Hasil analisis pukan kuda ternyata
banyak mengandung hara Mg.
Kompos pupuk kandang
Pengomposan diartikan sebagai proses dekomposisi secara biologi
untuk mencapai bahan organik yang stabil. Proses pengomposan
menghasilkan panas. Dengan dihasilkannya panas maka akan dihasilkan
produk kompos akhir yang stabil, bebas dari patogen dan biji-biji gulma,
berkurangnya bau, dan lebih mudah diaplikasikan ke lapangan. Selain itu
perlakuan pengomposan dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi
tanaman karena perubahan bentuk dari tidak tersedia menjadi mudah
tersedia. Pada Tabel 3 dan 4, di bawah adanya pengomposan
meningkatkan kadar hara N, P, K, Ca, dan Mg; menurunkan rasio C/N dan
kadar air per unit yang sama.
Tabel 3. Kadar hara beberapa bahan dasar pupuk organik sebelum
dikomposkan
Jenis bahan asal
Bahan segar
C/N
K
%
Kotoran sapi
63,44
1,53
41,46
0,67
0,70
Kotoran kambing
46,51
1,41
32,98
0,54
0,75
Kotoran ayam
42,18
1,50
28,12
1,97
0,68
Kompos
Sapi
2,34
16,8
1,08
0,69
Kambing
1,85
11,3
1,14
2,49
Ayam
1,70
10,8
2,12
1,45
65
Tabel 4. Kadar hara bahan segar dan hasil pengomposan (luar negeri)
N
P2O5
K2O
Ca
Mg
Bahan segar
Bahan organik
Kadar air
Kot sapi
0,5
0,3
0,5
0,3
0,1
16,7
81,3
Kot kambing
0,9
0,5
0,8
0,2
0,3
30,7
64,8
Kot ayam
0,9
0,5
0,8
0,4
0,2
30,7
64,8
Kuda
0,5
0,3
0,6
0,3
0,12
7,0
68,8
Babi
0,6
0,5
0,4
0,2
0,03
15,5
77,6
2,0
1,5
2,2
2,9
0,7
69,9
7,9
Kompos
Sapi
Kambing
1,9
1,4
2,9
3,3
0,8
53,9
11,4
Ayam
4,5
2,7
1,4
2,9
0,6
58,6
9,2
Keuntungan
Kekurangan
1.
1.
2.
Berkurangnya bau
2.
3.
Terbasminya patogen
3.
Pada awalnya
memerlukan biaya
investasi alat dan
pengoperasiannya
4.
4.
Dibutuhkan lahan
untuk pengomposan
5.
Mempermudah transportasi
5.
Diperlukan pemasaran
6.
7.
8.
9.
Bernilai ekonomi
10.
66
Kadar
air
92
Bahan
organik
P2O5
K2O
CaO
4,8
1,21
0,01
1,35
1,35
Kerbau
81
0,6
sedikit
1,61
Sedikit
Kambing
86,3
9,3
1,47
0,05
1,96
0,16
Babi
96,6
1,5
0,38
0,10
0,99
0,02
Kuda
89,6
8,0
1,29
0,01
1,39
0,45
67
68
69
pukan sapi dan kambing. Pada pengujian Widowati et al. (2004), pemberian
pukan ayam menghasilkan produksi tertinggi pada tanaman sayuran selada
pada tanah Andisol Cisarua dengan takaran optimum 25 t ha-1. Demikian
pula hasil penelitian Suastika et al. (2005), diperoleh hasil yang sama dimana
pemberian pukan ayam takaran 1 t ha-1 yang dikombinasikan dengan fosfat
alam Tunisia sebesar 1 t ha-1 pada tanah Oxisol Pleihari menghasilkan 4,21 t
ha-1 jagung sedangkan yang menggunakan pukan sapi dengan takaran dan
fosfat alam Tunisia yang sama hanya diperoleh 2,96 t ha-1. Namun demikian
penggunaan pukan sapi juga telah dipergunakan secara meluas. Hasil
penelitian Sunarti (2000), pada tanah Podzolik Merah Kuning Desa Batin
Jambi yang menggunakan pukan sapi dengan diberi mulsa jerami diperoleh
takaran maksimum sebesar 18,18 t ha-1 dengan tanaman indikator jagung
diperoleh produksi sebesar 6,35 t ha-1. Syukur et al. (2000), yang telah
mengaplikasikan pukan sapi pada tanaman turus nilam pada tanah Regosol
memperoleh takaran maksimum sebesar 20 t ha-1, demikian juga dengan
serapan hara N, P, dan K yang tertinggi pula.
Adimihardja et al. (2000) melaporkan pemberian beberapa jenis
pukan sapi, kambing dan ayam dengan takaran 5 t ha-1 pada tanah Ultisol
Jambi nyata meningkatkan kadar C-organik tanah, dan hasil jagung dan
kedelai (Tabel 7 dan 8).
Tabel 7. Rata-rata kadar C-organik tanah, pada penelitian penggunaan
berbagai jenis dan takaran pupuk kandang di Desa Batin, Jambi
Pelakuan
Kadar C-organik
1998
1999
%
Pukan sapi
0
5
10
20
Pukan kambing
0
5
10
20
Pukan ayam
0
5
10
20
Sumber: Adimihardja et al., 2000
70
1,86
1,90
1,90
2,11
1,47
1,64
1,92
1,74
1,84
1,58
1,25
1,63
1,63
1,72
1,77
1,74
1,80
1,83
1,79
1,83
1,62
1,50
1,71
1,71
Tabel 8. Rata-rata hasil pipilan kering jagung dan kedelai pada penelitian
penggunaan pukan di Desa Batin, Jambi
Hasil jagung dan keledai
Pukan sapi
Takaran
pupuk
Pukan kambing
Pukan ayam
Rata-rata
t ha
0
5
10
20
Rata-rata
1,37
2,98
3,05
3,45
0,87
1,31
1,37
1,43
1,48
2,04
3,14
2,89
0,93
1,26
1,23
1,47
1,52
2,38
2,74
3,63
0,86
1,26
1,32
1,47
2,71 A*
1,24 A
2,38 A
1,24 A
3,16 B
1,23 A
1,46 a
2,47 b
2,98 b
3,32 c
0,89 a
1,26 b
1,35 b
1,45 c
Angka dalam kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda pada
taraf 5% uji Duncan.
Sumber: Adimihardja et al., 2000
Tanpa bahan
organik
4,67
1,60
0,14
91,58
11,51
Pupuk
kandang
Pupuk
hijau
4,47
1,84
0,17
103,74
12,92
4,75
1,71
0,16
101,91
12,49
71
Hasil
ku ha-1
NPK
14,6
NPK + pukan
23,6
NPK + kapur
27,7
33,1
72
Tabel 11. Interaksi antara bahan organik dan pemupukan P terhadap hasil
biji jagung pada pengelolaan P dan bahan organik MT I di Jambi
Hasil biji jagung
Sumber P
Tanpa bahan
organik
Pukan
Stylo
kg ha-1
Kontrol
P-alam
SP-36 (2)
543 a
1.611 bcd
2.265 de
293 a*
517 a
1.514 bcd
465 a
857 ab
1.729 cde
* Angka dalam kolam yang sama dan didampingi huruf sama tidak berbeda nyata pada uji
Duncans 5%.
Sumber:Purnomo et al., 2000
Tabel 12. Berat kering dan kadar hara pangkasan stylo I di Pauh Menang,
MH 1997/1998
Perlakuan
Pangkasan
-1
kg ha
Stylo
SP-36 + stylo
P-alam + stylo
1,68 a*
2,18 ab
2,79 b
Kandungan hara
N
Ca
Mg
0,23 a
0,26 a
0,31 a
%
0,17 a
0,16 a
0,16 a
Angka dalam kolom yang sama dan didampangi huruf sama tidak berbeda nyata pada uji
Duncans 5%.
Sumber: Purnomo et al., 2000
73
Tanaman
NPK
NPK + kompos
kg ha-1
Padi
4.780
4.970
Kedelai
1.530
1.930
Barley
1.800
2.270
Gandum
1.900
2.240
Tabel 14. Pengaruh macam dan takaran mulsa terhadap sifat fisik tanah
Citayam Jawa Barat
Pori drainase
Perlakuan
F. congesta
Gliricidia sp.
Pupuk kandang
Kontrol
Takaran
Bobot isi
Ruang pori
t ha-1
10
20
10
20
10
20
g cc-1
0,88
0,85
0,89
0,86
0,89
0,87
0,93
66,8
67,9
66,4
67,6
66,4
67,2
64,9
Cepat
lambat
Pori air
tersedia
3,9
3,9
4,8
5,5
4,7
5,1
4,7
10,6
13,6
10,3
8,9
9,0
9,8
11,8
%
27,9
30,2
26,3
28,6
27,2
28,2
21,7
74
Tabel 15. Pengaruh beberapa jenis pukan terhadap produksi kubis pada
tanah Andisol KP Lembang dan pendapatan yang diperoleh
Takaran
pupuk
kandang
Produksi kubis
Ayam
Kambing
Sapi
Kuda
12,05
11,38
12,10
12,29
11,71
11,57
11,90
12,62
-1
t ha
5
10
15
20
11,70
12,24
14,48
10,90
10,76
11,38
11,19
11,05
Pendapatan*
Ayam
Kambing
Sapi
Kuda
4.820.000
4.552.000
4.840.000
4.916.000
4.916.000
4.684.000
4.760.000
5.048.000
Rp
5
10
15
20
4.680.000
4.896.000
5.392.000
4.360.000
4.304.000
4.552.000
4.476.000
4.420.000
Tabel 16. Produksi tomat dan caisim pada pertanaman I di Permata Hati
Farm
Perlakuan
Produksi tomat*
Produksi caisim*
-1
t ha
1. Praktek petani
2. Kompos tithonia
3. Kompos kirinyu
4. Kompos pukan sapi
5. Kompos BPTP DKI
6. Kompos sisa tanaman
7. Kompos pukan sapi + tithonia
8. Kompos pukan ayam + tithonia
9. Kompos BPTP DKI + tithonia
10.Kompos sisa tanaman + tithonia
19,70 a*
21,66 a
18,56 a
14,79 a
17,86 a
19,27 a
18,87 a
24,45 a
16,17 a
14,74 a
13,6 a
9,4 bc
8,8 bc
8,9 bc
12,0 ab
9,6 bc
10,1 bc
13,4 a
8,1 c
8,3 c
75
Produksi selada
Produksi kangkung
t ha-1
1. Praktek petani
2. Kompos tithonia
3. Kompos kirinyu
4. Kompos pukan sapi
5. Kompos BPTP DKI
6. Kompos sisa tanaman
7. Kompos pukan sapi + tithonia
8. Kompos pukan ayam + tithonia
9. Kompos BPTP DKI + tithonia
10.Kompos sisa tanaman + tithonia
7,75 a *
5,04 abc
4,17 bc
4,02 c
4,81 bc
5,21 abc
5,76 abc
7,00 ab
4,89 abc
4,95 abc
4,02 a
1,64 b
2,83 b
2,24 b
1,92 b
2,05 b
2,29 b
2,39 b
1,83 b
1,63 b
76
Perlakuan
Produksi
tomat
Produksi
selada
t ha-1
1.
54,8 a*
3,3 bc
2.
35,3 a
3,1 c
3.
32,5 a
4,5 ab
4.
34,3 a
4,8 a
5.
26,9 a
3,0 c
6.
Kontrol petani
39,3 a
4,3 abc
Perlakuan
Produksi
bit
Produksi
caisim
t ha-1
1.
6,9 a*
7,1 b
2.
10,6 a
7,2 b
3.
8,9 a
6,7 b
4.
9,4 a
12,3 a
5.
7,8 a
7,9 b
6.
Kontrol petani
7,9 a
8,3 b
77
Jenis ternak
Sapi perah dan potong
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
Ayam
Jumlah
78
Jumlah ternak*
ekor
juta t tahun-1
11.107.800
2.572.400
432.100
13.441.700
8.245.800
1.247.636.000
12,16
2,82
0,47
4,91
3,01
91,08
114,45
79
80
81
Suriadikarta, D.A. dan I P.G. Widjaja- Adhi. 1986. Pengaruh residu pupuk
fosfat, kapur dan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan hasil
kedelai pada Ultisol Rangkasbitung. Pembrit. Penel. Tanah dan
Pupuk 6: 15-19.
Suriadikarta, D.A., W. Hartatik, dan G. Syamsidi. 2003. Penerapan pengelolaan
hara terpadu pada lahan sawah irigasi. Dalam Prosiding Seminar
Nasional PERHIMPI. Biotrop, 9-10 September 2003.
Sutriadi, M.T., R. Hidayat, S. Rochayati, dan D. Setyorini. 2005. Ameliorasi
lahan dengan fosfat alam untuk perbaikan kesuburan tanah kering
masam Typic Hapludox di Kalimantan Selatan. hlm. 143-155 Dalam
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya Tanah
dan Iklim. Buku II. Bogor, 14-15 September 2004. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Syukur, A., Titi Wurdiayani, dan Udiono. 2000. Pengaruh dosis pupuk
kandang terhadap pertumbuhan turus nilam di tanah Regosol pada
berbagai tingkat kelengasan tanah. hlm. 465-476 Dalam Prosiding
Kongres Nasional VIII HITI. Pemanfaatan Sumberdaya Tanah
Sesuai dengan Potensinya Menuju Keseimbangan Lingkungan
Hidup dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Buku I.
Bandung 2-4 November 1999.
Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Warjito. 1994. Pengaruh pupuk kandang terhadap produksi kubis pada
tanah Andosol di KP Lembang. Balai Penelitian Sayuran, Lembang.
Widowati, L.R., Sri Widati, dan D. Setyorini. 2004. Karakterisasi Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati yang Efektif untuk Budidaya Sayuran
Organik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan
Agribisnis, Balai Penelitian Tanah, TA 2004 (Tidak dipublikasikan)
Widowati, L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh
Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan
Pupuk Hayati terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan
Produksi Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program
Pengembangan Agribisnis, Balai Penelitian Tanah, TA 2005 (Tidak
dipublikasikan).
Yamashita, K. 1967. The effects of prolonged application of farmyard
manure on the nature of soil organic matter and chemical and
physical properties of paddy rice soils. Bull. Kyushu Agric. Exp. Stn.
23: 113-156.
Yurnaldi. 2006. Revolusi Pertanian Hijau di Sumbar. Kompas, 13 Februari
2006.
82