126 216 1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Bul.

Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.)
pada Teknik Hidroponik melalui Pengaturan Populasi Tanaman
Productivity Increasement and Water Consumption Efficiency of Amaranth (Amaranthus tricolor
L.) in Hydroponic Technique by Plant Population Arrangement
Ade Wachjar*, Rizkiana Anggayuhlin
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
Telp.&Faks. 62-251-8629353 e-mail [email protected]

ABSTRACT

The purpose of the research was to study the effect of plant population on productivity and water
consumption of amaranth in hydroponic technique. Research was conducted in Parung Farm, Bogor, from April
to May 2011.. The research used Nutrient Film Technique (NFT) hydroponic system that modificated with gravel
as its planting medium. The research was arranged in Randomized Complete Block Design with one factor, i.e. ,
1, 2, 3, or 4 seedling numbers per hole. The research was divided into two experiment. The first was experiment
to study the effect of plant population on plant productivity, and the second was experiment to study the effect of
plant population on water consumption of plant.The result showed that plant with one seedling in the planting
hole gave the best response on growth of amaranth (plant height, leaves numbers), but for plant productivity, the
best result was obtained from plant with three seedlings in the planting hole. Water consumption was highest
in plants with one seed per planting hole. Apparently, the more the population, the less consumption of water is
needed. This is due to poor root conditions in densely populated. Plant roots will adversely affect the absorption
of water
Keywords : gravel, hydroponic kit, seedling numbers, the planting hole
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Parung Farm, Bogor, dari bulan April sampai Mei 2011. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui populasi optimum tanaman bayam pada teknik hidroponik yang menghasilkan
produktivitas maksimum dan mengetahui pengaruh populasi terhadap kebutuhan air tanaman bayam pada teknik
hidroponik. Penelitian ini menggunakan Teknik Film Nutrisi (NFT) sistem hidroponik yang dimodifikasi dengan
kerikil sebagai media tanamnya. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor. Faktor
tersebut adalah nomor bibit: P1 = 1, P2 = 2, P3 = 3, P4 = 4. Penelitian dibagi menjadi dua percobaan. Percobaan
pertama adalah penelitian tentang pengaruh populasi tanaman pada produktivitas tanaman dan percobaan kedua
adalah penelitian tentang pengaruh populasi tanaman pada konsumsi air tanaman. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tanaman dengan satu bibit per lubang tanam memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan bayam
(tinggi tanaman, daun angka), tetapi untuk produktivitas tanaman hasil terbaik ditunjukkan oleh tanaman dengan
tiga bibit per lubang tanam. Konsumsi air terbanyak terjadi pada tanaman dengan satu bibit per lubang tanam.
Ternyata, semakin banyak populasi maka semakin sedikit konsumsi air yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan
karena kondisi akar buruk pada populasi yang padat. Akar tanaman buruk akan mempengaruhi penyerapan air.

Kata kunci: hidroponik kit, lubang tanam, kerikil, nomor pembibitan

* Penulis untuk korespondensi. e-mail: [email protected]


Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi.....

127

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

PENDAHULUAN
Kandungan nutrisi yang cukup tinggi pada
bayam dan rasanya yang cukup lezat menjadikan bayam
sebagai salah satu komoditas sayuran yang banyak
diminati masyarakat untuk dikonsumsi. Konsumsi
bayam di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Budidaya bayam pun cukup mudah dilakukan.
Bayam biasa diperbanyak secara generatif yaitu
melalui bijinya. Bayam dapat dibudidayakan di tanah
ber-pH netral baik di dataran tinggi maupun rendah
(Hadisoeganda, 1996). Keuntungan - keuntungan ini
memberikan peluang yang besar untuk melakukan
usaha agribisnis bayam.
Permintaan bayam yang cukup tinggi belum
dapat dipenuhi secara maksimal oleh banyak petani
bayam. Pengalihan lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian mengurangi fungsi lahan untuk pertanian.
Kualitas bayam yang dihasilkan petani pun masih
kurang baik, sehingga kehilangan hasil yang diperoleh
cukup tinggi. Semakin berkurangnya lahan pertanian
dan rendahnya kualitas bayam yang dihasilkan para
petani merupakan contoh masalah yang dihadapi
dalam kegiatan budidaya sayuran bayam.
Hidroponik dapat menjadi suatu solusi untuk
memecahkan masalah pertanian tersebut. Hidroponik
dapat diartikan sebagai teknik budidaya tanaman
dengan menggunakan media tanam selain tanah dan
memanfaatkan air untuk menyalurkan unsur hara
yang dibutuhkan ke setiap tanaman. Hidroponik juga
memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah
budidayanya yang tidak bergantung iklim, hasil
panen yang kontinyu, dan perwatan tanaman yang
lebih praktis (Lingga, 2007). Komoditas yang sering
dibudidayakan dengan hidroponik adalah komoditas
hortikultura. Komoditas hortikultura memiliki umur
panen yang singkat dan morfologi yang kecil sehingga
mudah dibudidayakan secara hidroponik. Alasan inilah
mengapa hidroponik dapat menjadi salah satu teknik
budidaya yang cocok untuk tanaman bayam.
Air merupakan unsur yang tidak dapat
dihilangkan untuk keberlangsungan makhluk hidup
termasuk tanaman. Pada teknik hidroponik, air adalah
faktor penting karena unsur hara yang dibutuhkan
tanaman diberikan melalui air. Meskipun air merupakan
faktor penting untuk tanaman, penggunaannya juga
harus dilakukan seefisien mungkin karena semakin
berkurangnya sumber air bersih. Penghematan air
pada teknik hidroponik berarti juga merupakan
penghematan pada penggunaan pupuk, sehingga dapat
mengurangi biaya produksi.
Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan
melalui penanaman bayam dengan jumlah populasi
128

yang optimum. Populasi bayam umumnya berkisar


50 tanaman per m2 (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Secara umum semakin besar populasi semakin banyak
air yang dibutuhkan dan semakin rendah kualitas yang
diperoleh dari satu individu tanaman. Berdasarkan
penelitian Rachman dan Mahfudz (2007), pada
tanaman tembakau contohnya, peningkatan populasi
akan menurunkan ukuran daun, bobot tiap daun, tinggi
tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun yang dapat
dipanen, tetapi tidak berpengaruh pada jumlah seluruh
daun yang terbentuk dan mutu rasa tembakau. Hal ini
disebabkan karena terjadinya kompetisi antara tanaman
dalam memperebutkan air, zat hara, cahaya, dan faktor
tumbuh pendukung lainnya. Sedangkan menurut
Harjadi (1996) dengan pemupukan berat populasi
yang lebih besar akan mendatangkan keefisienan
penggunaan pupuk, karena tercapainya keefisienan
penggunaan cahaya. Oleh karena itu, perlu diketahui
populasi tanaman bayam yang paling optimum agar
dapat menghemat penggunaan air dan pupuk serta
menghasilkan produktivitas yang paling maksimum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
populasi optimum tanaman bayam pada teknik
hidroponik yang menghasilkan produktivitas
maksimum dan mengetahui pengaruh populasi
terhadap kebutuhan air tanaman bayam pada teknik
hidroponik.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Parung Farm yang
terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung,
Bogor, pada bulan April sampai dengan Mei 2011.
Bahan yang digunakan adalah benih bayam
varietas Amaranth 936 white leaf, pupuk NPK mutiara,
serta media tanam berupa kerikil.
Pada penelitian ini terdapat dua percobaan
yaitu percobaan mengenai studi populasi terhadap
produktivitas dan studi populasi terhadap kebutuhan
air tanaman bayam. Rancangan percobaan yang
digunakan pada kedua percobaan ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu
faktor tiga ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan
yaitu jumlah bibit. Jumlah bibit yang digunakan
adalah satu bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit,
sehingga terdapat 12 satuan percobaan yang terdapat
pada masing-masing percobaan.
Data dianalisis menggunakan uji F pada taraf
nyata 5%. Jika tidak berbeda nyata, maka dilakukan
uji lanjut dengan uji DMRT.
Pada budidaya tanaman bayam dengan teknik
hidroponik ini terdapat dua tahap yaitu penyemaian dan
Ade Wachjar dan Rizkiana Anggayuhlin

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

pembesaran. Kegiatan penyemaian dan pembesaran


dilakukan di dalam greenhouse. Dosis pupuk yang
digunakan yaitu 3 gram per literair. Sistem hidroponik
yang digunakan adalah sistem NFT modifikasi
kerikil.
Pada tahap penyemaian dan pembesaran
percobaan studi populasi terhadap produktivitas alat
dan bahan bergabung dengan kegiatan produksi di
Parung Farm yang dilakukan di bedengan. Sedangkan
pada percobaan studi populasi terhadap kebutuhan
air tanaman bayam, alat yang digunakan berupa
hydroponic kit yang dibuat oleh penulis Hydroponic
kit yang digunakan adalah hydroponic kit tipe statis
yang terbuat dari pot plastik kecil berdiameter 40
cm dan botol air mineral bekas. Satu pot merupakan
perwakilan dari masing-masing satuan percobaan.
Pada satu pot tersebut dibuat lima lubang tanam yang
masing-masing lubang berjarak 15 cm, hal ini agar
kondisi pada pot sesuai dengan kondisi pada bedengan.
Di tengah pot diletakkan botol plastik yang berisi air
larutan pupuk.
Benih bayam disemai di bedengan berukuran
2 m x 8 m dengan media kerikil selama kurang lebih 14
hari. Ketebalan kerikil antara 3 cm 5 cm. Sebelum
penyemaian dipastikan kerikil dalam keadaan bersih
dan tidak berlumut. Benih bayam disebar secara merata,
kemudian ditutup dengan plastik selama dua hari
Bedengan dibuat miring 5o agar larutan nutrisi yang
diberikan dapat menyebar merata dan tidak tergenang.
Pada tahap penyemaian, dilakukan juga kegiatan
pemeliharaan seperti pemupukan, pengendalian hama
dan penyakit, dan pembersihan saluran irigasi.
Setelah tanaman bayam cukup besar, tanaman
bayam siap dipindahtanamkan di media pembesaran
dengan variasi jumlah bibit yang telah ditentukan.
Tanaman bayam yang ditanam pada tahap pembesaran
dipilih yang memiliki karakter fisik yang homogen
dan tidak terserang hama penyakit. Tinggi tanaman
bayam yaitu 4 cm dari pangkal batang sampai dengan
titik tumbuh dan memiliki 4 daun. Jarak tanam yang
digunakan adalah 15 cm x 15 cm. Satu petak percobaan
berukuran 2 m x 1 m. Bayam yang berumur 17 hari
siap untuk dipanen. Bayam dicabut sampai ke akar dan
dibersihkan dari kerikil.

Pengamatan tanaman bayam dilakukan 3
hari setelah transplanting pada 5 tanaman contoh
dari setiap petak perlakuan dan dilakukan setiap 3
hari sekali. Peubah yang diamati adalah: (1) tinggi
tanaman, (2) jumlah daun yang sudah membuka
sempurna, (3) bobot basah dan bobot kering tanaman,
tajuk dan akar tanaman ditimbang secara terpisah,
(4) kadar air tanaman berdasarkan bobot basah, (5)
volume air yang berkurang yaitu volume air awal
Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi.....

dikurangi volume air yang tersisa di dalam wadah


air pada hydroponic kit; volume air yang berkurang
dibagi dengan jumlah individu tanaman merupakan
kebutuhan air per tanaman, (6) luas permukaan daun
per tanaman, luas permukaan daun dihitung saat
pengamatan terakhir menggunakan metode gravimetri
dengan menggunakan persamaan: LD = A/B x LK
(LD: luas daun (cm2), A: bobot daun (gram), B: bobot
kertas (gram), LK: luas kertas (cm2), (7) ILD (Indeks
Luas Daun) dihitung dengan menggunakan persamaan
ILD= LD/Lt (LD = luas daun, Lt = Luas lahan yang
ditumbuhi tanaman).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seluruh penanaman dilakukan di dalam
greenhouse. Greenhouse yang digunakan adalah
model piggy back system. Suhu greenhouse antara
26C - 43C dan kelembaban udara sekitar 30% - 80%.
Suhu greenhouse yang cukup tinggi saat siang hari
dan kelembabannya yang rendah menjadikan tanaman
bayam layu sesaat, namun saat suhu menurun dan
kelembaban kembali meningkat di sore hari, tanaman
bayam kembali segar.

Curah hujan saat penelitian pada bulan April
adalah 176.5 mm dan meningkat pada bulan Mei
menjadi 336.5 mm.
Studi Populasi Terhadap Produktivitas Tanaman
Bayam


Perlakuan jumlah bibit per lubang tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bayam
saat umur 12 dan 17 hari setelah pindah tanam (Tabel
1). Setiap kali dilakukan pengamatan tinggi tanaman
yang paling tinggi adalah tanaman dengan perlakuan
tiga bibit per lubang tanam.
Tabel 1. Tinggi Tanaman (cm) saat 317 HST
Umur
(HST)

Jumlah bibit per lubang tanam


1

3.00b

1.92b

5.06a

3.12b

4.12b

3.14b

6.31a

4.38ab

5.95b

4.65b

8.33a

6.17ab

12

8.29

7.37

12.05

10.07

15

13.01b

11.77b

17.58a

15.24ab

17

21.5

19.26

23.62

20.32

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada


baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan Uji DMRT 5%

129

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)


Perlakuan jumlah bibit per lubang tanam
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun
tanaman yang berumur 17 hari setelah pindah tanam.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tanaman yang
ditanam dengan jumlah bibit satu per lubang tanam
menghasilkan jumlah daun yang paling banyak sejak
awal pindah tanam sampai dengan waktu panen.

Perlakuan jumlah bibit per lubang tanam
berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot basah
per tanaman, bobot basah tajuk, dan luas permukaan
daun. Pada tiap peubah angka tertinggi ada pada
perlakuan jumlah bibit satu per lubang tanam, kecuali
untuk peubah bobot basah per m2 angka tertinggi ada
pada perlakuan tiga bibit per lubang tanam (Tabel 3).
Tanaman yang ditanam satu bibit per lubang
tanam dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm memiliki
populasi per meter persegi sebanyak 44 tanaman
bayam, tanaman bayam yang ditanam dengan dua
bibit per lubang tanam memiliki populasi per meter
persegi 88 tanaman, tanaman bayam yang ditanam
dengan tiga bibit per lubang tanam memiliki populasi
per meter persegi 132 tanaman, dan tanaman bayam
yang ditanam dengan empat bibit per lubang tanam
memiliki populasi per meter persegi 176 tanaman
Bobot basah tanaman per meter persegi paling besar
didapat dari tanaman yang ditanam dengan tiga bibit
per lubang tanam, yaitu sebesar 1 501.7 gram. Populasi
yang menghasilkan bobot basah tanaman per meter
persegi terbesar adalah populasi dengan 132 tanaman
bayam per meter persegi.
Dilakukan uji lanjut kontras ortoghonal dan
polinomial untuk melihat keefektifan pengaruh jumlah
bibit per lubang tanam terhadap bobot basah tanaman
per meter persegi.
Hasil uji lanjut kontras orthogonal
menunjukkan tanaman yang ditanam dengan dua bibit
per lubang tanam menghasilkan bobot yang nyata lebih
ringan dibandingkan dengan tanaman yang ditanam
Tabel 2. Jumlah Daun saat 317 HST
Umur
(HST)
3
6
9
12
15
17

Jumlah bibit per lubang tanam


1
2
3
4
4.13a
3.82b
4.02a
3.93ab
5.47
5.33
5.29
4.85
9.27
6.67
8.56
6.7
11.93a
8.53bc
10.11ab
7.56c
13.53a
9.87b
9.56b
7.83b
17.07a
10.77b
10.6b
8.32c

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada


baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan Uji DMRT 5%

130

dengan tiga dan empat bibit per lubang tanam.


Hasil uji lanjut kontras polinomial
menunjukkan pola respon dari perlakuan jumlah bibit
per lubang tanam mengikuti pola linier.
Studi Populasi terhadap Kebutuhan Air Tanaman
Bayam

Perlakuan jumlah bibit per lubang tanam pada
percobaan ini tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman bayam (Tabel 4). Tinggi tanaman bayam
dengan perlakuan satu bibit per lubang tanam yang
memberikan respon terbaik.

Perlakuan jumlah bibit per lubang tanam tidak
mempengaruhi secara nyata peubah jumlah daun saat
tanaman (Tabel 5).

Perlakuan jumlah bibit per lubang tanam
berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah panen,
kecuali pada kadar air akar dan kadar air tajuk (Tabel
6). Pada seluruh peubah yang memberikan respon
nyata, nilai tertinggi selalu ada pada perlakuan jumlah
bibit satu per lubang tanam.

Populasi adalah jumlah individu sejenis
di dalam suatu areal. Peningkatan jumlah bibit per
lubang tanam berarti meningkatkan populasi tanaman
dan diharapkan akan meningkatkan produktivitas
tanaman bayam per meter persegi. Besarnya populasi
tanaman akan mempengaruhi faktor tumbuh yang
Tabel 3. Peubah Panen
Peubah Panen

Jumlah bibit per lubang tanam


1

Bobot basah per


tanaman (g)

24.43a

13.94b

12.28b

10.03b

Bobot basah tajuk


(g)

21.16a

14.57b

10.57b

8.92b

Bobot basah akar (g)

3.27a

2.61ab

1.62bc

1.12c

Bobot basah per


m (g)

821.7

795.0

1501.7

1383.3

Bobot kering tajuk


(g)

2.03a

1.16ab

0.8b

0.54b

Bobot kering akar


(g)

0.31a

0.22ab

0.2ab

0.1b

340b 347.45b

241.97b

Luas Permukaan
Daun (cm)
ILD

632.13a
2.81b

1.51b

1.54b

1.07b

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT
5%

Ade Wachjar dan Rizkiana Anggayuhlin

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

Tabel 5. Jumlah daun saat 317 HST

Tabel 4. Tinggi tanaman (cm) saat 317 HST


Umur
(HST)

Jumlah bibit per lubang tanam

Umur
(HST)

Jumlah bibit per lubang tanam


1

4.13

4.03

4.16

3.95

3.43

5.33

4.53

4.93

4.38

3.85

3.86

6.67

5.50

6.05

4.93

5.17

4.49

12

9.87

6.50

7.18

5.26

4.97

5.72

5.17

15

10.33

6.27

6.20

5.717

5.73

6.49

5.89

17

10.13

6.50

5.22

5.317

2.95

2.11

2.66

2.77

3.72

3.14

3.27

4.21

3.69

12

5.92

4.49

15

6.95

17

8.06

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada


baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan Uji DMRT 5%

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada


baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
berdasarkan Uji DMRT 5%

diterima tanaman seperti air dan cahaya. Semakin


banyak populasi tanaman semakin sedikit factor
tumbuh yang individu yang ada pada areal tersebut
disebabkan terjadinya persaingan. Konsumsi air dan
cahaya pada tanaman akan terpenuhi secara optimum
dengan populasi tanaman yang juga optimum. Selain
itu dengan populasi optimum pemakaian lahan lebih
efisien dan sebagai tindak pencegahan terhadap
serangan hama dan penyakit pada tanaman.

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini
adalah terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman bayam.
Pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan
jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran)
(Gardner et al., 1991). Faktor tumbuh seperti air dan
cahaya akan sangat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Pertumbuhan tanaman akan baik jika air
dan cahaya yang didapat sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Tanaman yang ditanam dengan tingkat
populasi yang tepat konsumsi air dan cahayanya dapat
dipenuhi sesuai kebutuhan. Pertumbuhan tanaman
akan maksimal sehingga diperoleh pula produktivitas
yang maksimum.

Pada kedua percobaan, berdasarkan hasil
sidik ragam pada tanaman bayam, jumlah bibit tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman saat panen
(17 HST). Secara teori tanaman yang ditanam dengan
populasi yang tinggi menghasilkan tanaman yang lebih
tinggi karena adanya proses etiolasi. Cahaya memiliki
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan batang.
Tanaman yang ternaungi pada tegakan yang rapat
biasanya memiliki batang yang lebih tinggi. Pengaruh
naungan tersebut disebabkan oleh peningkatan auksin
yang bekerja secara sinergis dengan giberelin (Gardner
et al., 1991). Pada percobaan studi populasi tanaman
terhadap konsumsi air tanaman bayam, teori etiolasi
tidak berlaku karena tanaman yang ditanam dengan
satu bibit per lubang tanam memiliki tinggi tanaman

tertinggi. Hal ini diduga karena tanaman yang ditanam


satu bibit per lubang tanam pada percobaan kedua
keadaan fisiknya lebih sehat dibandingkan tanaman
pada perlakuan lain yang banyak terserang penyakit
rebah kecambah, sehingga pertumbuhan batangnya
lebih optimum.

Jumlah bibit berpengaruh sangat nyata terhadap
jumlah daun saat panen (17 HST) pada percobaan studi
populasi tanaman terhadap produktivitas, tetapi tidak
berpengaruh pada percobaan studi populasi tanaman
terhadap konsumsi air tanaman bayam. Jumlah
daun terbanyak pada kedua percobaan terdapat pada
perlakuan satu bibit per lubang tanam. Pertumbuhan
daun sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban,
dan ketersediaan cahaya. Peningkatan populasi

Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi.....

Tabel 6. Peubah panen


Peubah Panen

Jumlah bibit per lubang tanam


1

Bobot basah per


tanaman (g)

6.11a

2.78b

2.01b

2.14b

Bobot basah tajuk (g)

5.16a

2.27b

1.71b

1.77b

Bobot basah akar (g)

0.95a

0.51b

0.3b

0.37b

Bobot kering tajuk


(g)

0.55a

0.23b

0.19b

0.2b

Bobot kering akar (g)

0.18a

0.11b

0.05c

0.1bc

Luas Permukaan
Daun (cm2)

143.89a

60.07b

47.73b

44.5b

Kebutuhan air per


tanaman (ml)

395.67a

218.5b 146.22b

89.83b

Kadar Air Akar (%)

81.52

80.03

81.39

79.25

Kadar Air Tajuk (%)

89.41

87.88

88.06

90.9

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT
5%.

131

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

tanaman akan mengurangi ketersediaan cahaya


dan pada akhirnya akan mengurangi pembentukan
pucuk. Meningkatnya populasi akan meningkatkan
kebutuhan cahaya untuk proses fotosintesis karena
makin beratnya persaingan antara tanaman dalam
memperebutkan cahaya. Hal tersebut dikaitkan dengan
persaingan untuk mendapatkan hasil asimilasi, karena
fotosintesis berkurang dalam tegakan yang rapat
(Gardner et al., 1991). Pada populasi tanaman yang
rapat, banyak permukaan daun yang saling menutup,
sehingga menghambat proses fotosintesis. Proses
fotosintesis yang terhambat akan berdampak pada
jumlah fotosintat yang dihasilkan yang nantinya akan
digunakan sebagai bahan pembentukan daun.

Luas permukaan daun secara nyata juga
dipengaruhi oleh populasi tanaman. Tanaman dengan
jumlah individu paling sedikit, yaitu satu bibit per
lubang tanam nyata menghasilkan daun dengan
permukaan yang paling luas, pada kedua percobaan.
Permukaan daun yang luas, efektif dalam menangkap
cahaya dan cepat dalam pengambilan CO2 untuk bahan
dasar proses fotosintesis, karena permukaan daun
merupakan organ utama tumbuhan untuk melakukan
fotosintesis. Oleh karena itu, tanaman dengan satu
bibit per lubang tanam memiliki penampilan fisik yang
paling baik karena memiliki permukaan daun yang
luas.

Secara rasional produktivitas tanaman
bayam akan meningkat seiring dengan meningkatnya
populasi tanaman. Akan tetapi, ada satu titik populasi
tanaman yang sudah jenuh sehingga tanaman tidak
lagi dapat bersaing dan secara berangsur produktivitas
akan menurun. Bertambahnya jumlah bibit per lubang
tanam di atas populasi jenuh cenderung meningkatkan
persaingan tanaman, baik antar tanaman dalam satu
lubang tanam maupun antar lubang tanam yang akan
berdampak pada penurunan hasil (Masdar, 2006). Pada
tanaman bayam empat bibit per lubang tanam hasil
produksi lebih rendah dibandingkan dengan tiga bibit
per lubang tanam. Hal tersebut diduga pada populasi
tanaman empat bibit per lubang tanam merupakan titik
jenuh populasi tanaman bayam yang dibudidayakan
secara hidroponik sistem NFT modifikasi kerikil.

Hasil panen tanaman merupakan akibat
dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 selama
pertumbuhan. Asimilasi CO2 merupakan hasil
penyerapan energi matahari dan akibat radiasi matahari.
Oleh karena itu, faktor utama yang mempengaruhi
hasil panen ialah radiasi matahari yang diabrsorbsi.
Populasi yang terlalu rapat, banyak daun yang saling
menutup sehingga tidak efisien dalam penyerapan
cahaya matahari. Oleh sebab itu, pada tanaman dengan
empat bibit per lubang tanam terjadi penurunan
132

produktivitas. Tanaman bayam dengan satu bibit per


lubang tanam memiliki penampilan fisik yang paling
baik karena lebih efisien dalam penyerapan cahaya
matahari.

Tanaman yang ditanam dengan tiga bibit
per lubang tanam menghasilkan produksi per meter
persegi yang paling tinggi dibandingkan populasi
tanaman yang lainnya. Akan tetapi, selain memiliki
produktivitas yang tinggi, menanam tanaman dengan
populasi 3 bibit per lubang tanam juga membutuhkan
jumlah bibit yang lebih banyak dibandingkan menanam
bayam satu atau dua bibit per lubang tanam yang juga
akan meningkatkan biaya produksi. Berdasarkan
kriteria investasi yang dihitung, populasi dengan tiga
bibit per lubang memberikan keuntungan yang paling
tinggi dibandingkan perlakuan jumlah bibit lainnya.
Biaya investasi akan kembali setelah kurang lebih
usaha berjalan selama 4.35 bulan.
Dibandingkan dengan budidaya tanaman
bayam secara konvensional dengan produktivitas 2 kg
per m2, menanam bayam dengan teknik hidroponik lebih
mahal biaya investasinya. Akan tetapi, keuntungan
budidaya bayam secara hidroponik lebih besar
dibandingkan budidaya bayam secara konvensional.
Hal ini disebabkan harga bayam yang dibudidayakan
dengan teknik hidroponik lebih tinggi karena memiliki
pangsa pasar masyrakat menengah ke atas. Keuntungan
usaha budidaya tanaman bayam secara hidropnik lebih
tinggi 28.85 juta rupiah dibandingkan usaha budidaya
tanaman bayam secara konvensional.
Konsumsi air pada percobaan ini diartikan
sebagai jumlah air yang digunakan tanaman untuk
proses evapotranspirasi setelah pindah tanam dan
selama ada pada fase pembesaran. Evapotranspirasi
(ET) merupakan gabungan dari proses evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi adalah proses menguapnya air
dari permukaan media, sedangkan transpirasi adalah
proses menguapnya air dari organ tanaman terutama
daun. Pada percobaan ini tanaman yang ditanam
dengan satu bibit per lubang tanam mengkonsumsi air
yang paling banyak, disusul oleh dua bibit per lubang
tanam, tiga bibit per lubang tanam, dan selanjutnya
empat bibit per lubang tanam.
Penampilan individu tanaman bayam yang
terbaik dihasilkan dari tanaman yang ditanam satu
bibit per lubang tanam, meskipun bobot tanaman per
pot paling tinggi adalah tanaman yang ditanam dengan
4 bibit per lubang tanam.
Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi
air adalah pertumbuhan akar. Menurut Gardner et al.
(1991), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
akar diantaranya adalah genotipe, persaingan tanaman,
penghilangan daun, atmosfer media tumbuh, pH media
Ade Wachjar dan Rizkiana Anggayuhlin

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

tumbuh, temperatur media tumbuh, kesuburan media


tumbuh, air, dan daya mekanik dan fisik. Faktor-faktor
yang diduga mempengaruhi pertumbuhan akar pada
percobaan ini adalah persaingan tanaman, atmosfer
media tumbuh, dan air.
Pada percobaan ini semakin besar populasi
ternyata semakin sedikit air yang diserap tanaman.
Hal ini diduga karena pada lubang tanam dengan bibit
yang banyak, pertumbuhan akar tanaman terhambat
sehingga berpengaruh terhadap penyerapan air dan
unsur hara. Setelah pindah tanam ke fase pembesaran
akar harus mulai beradaptasi di media yang baru.
Tanaman yang ditanam dengan banyak individu pada
satu lubang tanam, akarnya sulit berkembang dan
beradaptasi di media yang baru itu. Ujung dan bulu
akar sulit tumbuh dan berkembang, padahal organ
tersebut adalah organ yang utama dalam penyerapan
air dan mineral. Akar tidak berkembang sehingga
menurunkan bobot basah maupun bobot kering akar
dan mempengaruhi penyerapan air dan unsur hara.
Akar tanaman pada percobaan ini pun
berwarna coklat, sedangkan akar yang sehat menurut
Resh (2004) berwarna putih dan berserat banyak. Akar
berwarna coklat dapat menjadi indikator bahwa pada
atmosfer sekitar kerikil kekurangan unsur oksigen.
Oksigen sangat esensial untuk proses metabolisme,
termasuk transport dan penyerapan aktif (Gardner
et al., 1991). Tanaman yang di sekitar akarnya tidak
terpenuhi kadar oksigen secara cukup, pertumbuhan
akarnya akan terganggu dan mempengaruhi penyerapan
air dan unsur hara yang diberikan. Selain disebabkan
oleh kekurangan oksigen akar berwarna coklat pada
tanaman bayam juga disebabkan serangan Phytium
sp. Infeksi cendawan Phytium sp. dapat menyebabkan
akar tanaman berwarna coklat dan tanaman menjadi
kerdil (Resh, 2004).
Pada penelitian ini belum dapat diketahui
berapa konsumsi air yang tepat untuk tanaman bayam
yang ditanam dengan teknik hidroponik sistem substrat
pada media kerikil. Selain faktor pertumbuhan akar,
faktor lain yang mempengaruhi konsumsi air tanaman
adalah sistem hidroponik yang digunakan. Sistem
hidroponik yang digunakan masih sangat sederhana,
sehingga mungkin saja ada kesalahan saat percobaan
seperti adanya air hujan yang masuk ke hydroponic kit.
Walaupun percobaan dilakukan di dalam greenhouse
tetapi masih ada air hujan yang masuk meskipun
sedikit, karena saat itu curah hujan yang cukup tinggi
juga disertai angin kencang. Selain masuknya air hujan,
lubang pengairan pada botol air mineral yang besarnya
tidak sama juga diduga mempengaruhi konsumsi air
tanaman bayam. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman
tidak tersedia sehingga tanaman mengalami kesulitan
Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi.....

air yang dibutuhkan. Hal tersebut disebabkan oleh


lubang pengairan yang kecil dan tidak sama ukurannya
dari tiap satuan percobaan.
KESIMPULAN

Populasi tanaman bayam dengan tiga bibit
per lubang tanam menghasilkan pertumbuhan dan
produktivitas per satuan luas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi tanaman lainnya.
Populasi tanaman bayam hingga empat bibit per
lubang tanam masih meningkatkan produktivitas per
satuan luas.

Terdapat perbedaan dalam konsumsi air untuk
pertumbuhan tanaman bayam dengan berbedanya
populasi tanaman. Semakin banyak populasi tanaman
hingga empat bibit per lubang tanam semakin sedikit
konsumsi air.

Kriteria investasi terbaik dihasilkan dari
tanaman bayam yang ditanam tiga bibit per lubang
tanam dengan Nilai R/C 3.29 dan Payback Period
4.35 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, P. F., Pearce, R.B., Mitchell R.L. 1991.
Fisiologi Tanaman Budidaya (diterjemahkan
dari: Phisiology of Crop Plants, penerjemah:
Herawati Susilo). Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta. 428 hal.
Hadisoeganda, R.W.W. 1996. Bayam Sayuran
Penyangga Petani di Indonesia. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Harjadi, S.S. 1996. Dasar-dasar Agronomi. Gramedia.
Jakarta.
Lingga, P. 2007. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa
Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Masdar. 2006. Pengaruh jumlah bibit tanam dan
umur bibit terhadap pertumbuhan reproduktif
tanaman padi pada irigasi tanpa penggenangan.
Jurnal Dinamika Pertanian 21 (2):121 126.
Rachman A., Mahfudz. 2007. Pengaruh populasi
tanaman terhadap sifat agronomis serta kadar
c1 daun tembakau virginia rajangan pada tanah
vertisols di Bojonegoro. Jurnal Litri 9(4): 1-6.
Rubatzky, E., Yamaguchi, M. 1999. Sayuran
Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi, Jilid
3(diterjemahkan dari: World Vegetables:
Principles, Production, and Nutritive Values,
penerjemah: C. Herison). Penerbit Institut
133

Bul. Agrohorti 1 (1) : 127 - 134 (2013)

Teknologi Bandung. Bandung. 320 hal.


Untung, O. 2004. Hidroponik Sayuran Sistem NFT
(Nutrient Film Technique). Penebar Swadaya.
Jakarta.

134

Ade Wachjar dan Rizkiana Anggayuhlin

You might also like