Sitti Munawarah (F1F1 12 045) Wa Ode Sarmimin (F1F1 12 045)

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 6

SITTI MUNAWARAH (F1F1 12 045)

WA ODE SARMIMIN (F1F1 12 045)

CASE STUDY :
ACETAMINOPHEN HEPATOTOXITY IN AN ALCOLOHIC
History
A 39-year-old male alcoholic was hospitalized with submandibular
infection after a fracture. On admission, laboratory values for aspartate
aminotransferase

(AST),

alanine

aminotransferase

(ALT),

and

lactic

dehydrogenase were 5640 IU/L, 354 IU/L, and 655 IU/L, respectively. Bilirubin
was 16,5 mg/dL, and alkaline phosphatase, 386 IU. Prothrombin time was 21 sec
(control 10,6 sec). Because these laboratory values were not consistent with
alcoholic liver disease, the patient was questioned for other causes. He admitted to
ingesting 3,8 g acetaminophen (approximately 21 g total) each day for the past
week.
The patient was treated with hemoperfusion because of incipient hepatic
encephalopathy. By day 4, AST and ALT values were 925 and 647 IU/L,
respectively. Bilirubin was 35 mg/dL, and the prothrombin time, 16,1 sec
(control : 10,9 sec). Hemoperfusion was stopped. His condition improved slowly
during the next several days and he was discharged without sequelae.

Discussion
1.

This patient ingested approximately 21 g acetaminophen over a week, which


is hardly a toxic dose in normal individuals. Suggest reasons why he became

2.

intoxicated from this dose.


Review the procedure for hemoperfusion. Do you think hemodialysis would
have been as effective ? why or why not?

STUDI KASUS :
HEPATOTOKSISITAS PARASETAMOL PADA ALKOHOLIK
Sejarah
Seorang laki-laki, 39 tahun, alkoholik, dirawat di rumah sakit dengan
infeksi submandibula setelah patah tulang. Pada data

penerimaan, nilai-nilai

laboratorium untuk aspartat aminotransferase (AST), SGPT (ALT), dan


dehidrogenase laktat, masing-masing yaitu 5640 IU / L, 354 IU / L, dan 655 IU /
L. Bilirubin yaitu 16,5 mg/dL, dan alkali fosfatase, 386 IU. Waktu protrombin
adalah 21 detik (kontrol 10,6 detik). Karena nilai-nilai laboratorium ini tidak
konsisten dengan penyakit hati alkoholik, pasien ditanyai penyebab lain. Dia
mengaku menelan 3,8 g acetaminophen (sekitar 21 g total) setiap hari selama
seminggu terakhir.
Pasien diobati dengan hemoperfusi karena baru menjadi hepatic
encephalopathy. Pada hari ke 4, nilai AST dan ALT masing-masing yaitu 925 dan
647 IU / L. Bilirubin adalah 35 mg / dL, dan waktu protrombin, 16,1 detik

(kontrol: 10,9 detik). Hemoperfusi dihentikan. Kondisinya membaik perlahan


selama beberapa hari berikutnya dan ia diberhentikan tanpa gejala sisa.
Diskusi :
1. Pasien ini menelan sekitar 21 g acetaminophen lebih dari seminggu, yang
hampir dosis toksik pada individu normal. Tunjukkan alasan mengapa ia
menjadi keracunan dari dosis ini !
2. Tinjau prosedur untuk hemoperfusi. Apakah menurut Anda hemodialisis akan
sama efektifnya ? mengapa atau mengapa tidak ?
Jawaban :
1.

Dosis maksimal penggunaan parasetamol yaitu 4 gr/sehari atau 8 tablet@500


mg/sehari. Pada kasus ini, pasien alkoholik

menelan 21 gram dalam

seminggu lebih yang hampir merupakan dosis toksik pada individu normal.
Dosis parasetamol yang berlebihan dapat merusak organ hati. Parasetamol
dan alkohol dimetabolisme di hati oleh isoenzim sitokrom P450, terutama
CYP2E1. Metabolit primer pada parasetamol setelah dosis terapi menjadi
tidak beracun. Namun, metabolisme menghasilkan sejumlah kecil metabolit
yang berpotensi beracun yaitu N-asetil-p-benzoquinoneimine (NAPQI) yang
dapat berikatan secara kovalen dengan protein hepatosit dan mitokondria dan
akhirnya dapat menyebabkan nekrosis. Jumlah NAPQI semakin meningkat
pada penggunaan dosis yang tinggi.
Sementara itu, alkohol dapat menyebabkan cedera hepar melalui
berbagai mekanisme, seperti energi seluler dari jalur metabolik esensial,
metabolisme lemak, metabolisme alkohol sehingga lemak terakumulasi pada

sel hepar. Perlemakan hati alkoholik yaitu suatu kondisi yang reversible yang
mungkin berkembang menjadi hepatitis alkoholik dan akhirnya menjadi
sirosis dan gagal hati. Oleh karena itu, pasien alkoholik biasanya berpotensi
telah mengalami kerusakan hati sehingga jika diberikan parasetamol dan
dalam dosis yang tinggi maka pasien akan mengalami keracunan.
2. Hemoperfusi dapat digunakan dengan atau tanpa mesin hemodialisis. Setelah
pasien dibuat nyaman, dua kateter ditempatkan di lengan, satu di arteri dan
satu dalam pembuluh darah terdekat. Setelah kateter telah diperiksa untuk
penempatan yang akurat, kateter dalam arteri terhubung ke tabung yang
mengarah ke dalam sistem hemoperfusi, dan kateter di vena terhubung ke
tabung terkemuka dari sistem melalui monitor tekanan. Pasien diberikan
heparin pada awal prosedur dan pada interval 15-20 menit sepanjang
hemoperfusi dalam rangka untuk mencegah pembekuan darah. Tekanan darah
pasien juga diambil secara teratur. Pengobatan hemoperfusi khas memerlukan
waktu sekitar tiga jam.
Hemoperfusi bekerja dengan memompa darah yang diambil melalui
kateter arteri ke dalam kolom atau cartridge yang mengandung bahan sorben.
Sebagaimana darah melewati karbon atau resin partikel dalam kolom,
molekul beracun atau partikel tertarik ke permukaan partikel sorben dan
terjebak dalam kolom. Darah mengalir keluar ujung kolom dan dikembalikan
ke pasien melalui pipa melekat pada kateter vena. Hemoperfusion mampu
membersihkan racun dari volume yang lebih besar darah daripada
hemodialisis atau metode penyaringan lain; dapat memproses lebih dari 300
mL darah per menit.

Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan


dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal buatan (dialiser) yang
bertujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi
gangguan keseimbangan elektrolit antara kompartemen darah dengan
kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Hemodialisis (cuci
darah) diperlukan jika fungsi ginjal sudah sangat menurun. Pada keadaan ini
ginjal tidak dapat lagi menyaring/ membuang racun, sisa pembakaran/
metabolisme, mengatur keseimbangan garam maupun cairan di dalam tubuh
pasien. Dengan hemodialisis darah dibersihkan melalui mesin dengan
menggunakan dialyzer (ginjal buatan) dan cairan pembersih khusus.
Hemodialisis

dapat

digunakan

dalam

mengatasi

keracunan

asetaminofen (parasetamol) yang kadarnya dalam darah >100 g/ml.


Hemodialisis dilakukan bersamaan dengan pemberian antidotum. Tetapi pada
kasus ini, pasien mengalami ensefalopati hepatik. Ensefalopati Hepatik
adalah gangguan fungsi otak akibat kerusakan hati tingkat lanjut. Hal ini
terjadi ketika hati yang rusak tidak dapat lagi efektif menyaring racun dari
aliran darah. Menurut PERNEFRI (2003), salah satu kontra indikasi
hemodialisa yang lain yaitu sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut. Oleh karena itu, hemodialisis tidak akan seefektif
hemoperfusi.

Frey,

R.,

2009,

DAFTAR PUSTAKA
Hemoperfusion, http://www.surgeryencyclopedia.com/Fi-

La/Hemoperfusion.html, diakses pada tanggal 21 Oktober 2014.

Ikawati, Z., 2010, Cerdas Mengenali Obat, Penerbit Kansius, Jakarta.


Kuffner, E.K., Richard C. Dart, Gregory M.B., Robert E.H., Edmun C., dan Lisa
D., 2001, Effect Of Maximal Daily Doses Of Acetaminophen On The
Liver Of Alcoholic Patients Randomized, Double-Blind, Original
Investigation , Vol. 161, No. 18.
PERNEFRI, 2003, Konsensus Dialisis, Perhimpunan Nefrologi Indonesia, Jakarta.

You might also like