Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan: Diterima: 11 Agustus 2010 Disetujui: 27 Agustus

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144

TEKNIK PEMASANGAN MESIN UNTUK KAPAL PERIKANAN Ied Habibie1), Muchtar Ahmad1) dan Nofrizal1)

Laboratorium Kapal Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumber Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. Riau

1)

Diterima : 11 Agustus 2010 Disetujui : 27 Agustus

ABSTRACT The integration of engine into the wooden boat needs good knowledge of effective engine installation technique. Otherwise, the function of engine will not harmonic with the aims to move the boat properly to be optimum. The effectiveness of engine installation has link to engine foundation, the position of propeller axis point at the height of keel and the stern. Two systems of engine installation, which have experimented and observed its effectiveness; first the lobe point of propeller axis at the horizontal position just on the middle of the height of the L pillar between the keel and bosom of stern ceiling. Secondly, the propeller horizontal axis hole in the point at the mid-height of keel-end and the ceiling of stern as the propeller position. The result found that the first technique causes the power of engine weaker as compare to the second one; whilst the keel and engine fundation have to be modified so that the position of engine foundation can be well on horizontal line, which caused change of the keel strength or the boat strength will be lesser. Hence, by mean the propeller axis lobe point at the mid-height between keel-end and the stern bosom found to be effective as the function of engine as power to move the boat works better with less engine noise and vibration than the other technique. Key Words: Engine foundation, horizontal position, L pillar, propeller axis, keelstern height. PENDAHULUAN Usaha penangkapan ikan dapat dimaksimalkan efisiensinya, apabila sarana dan prasarana dimajukembangkan dengan teknik yang memadai atau berteknologi maju. Teknologi yang me-nentukan dalam usaha penangkapan dalam kaitannya dengan kapal perikanan ialah penggunaan mesin (mekanisasi) untuk penggerak kapal. Pemanfaatan mesin dalam kapal perikanan sangat membantu kegiatan penangkapan. Oleh karena itu, semakin modern teknik mesin yang digunakan semakin efektif dan efisien pula kegiatan penangkapan. Oleh karena itu, dengan didukung oleh perangkat penangkapan

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

133

yang modern, maka tentunya akan semakin dapat pula dilakukan upaya memaksimalkan usaha penangkapan, dalam waktu yang relatif lebih singkat. Mesin pada kapal perikanan pada umumnya memiliki prinsip dan mekanisme kerja yang sama dengan mesin lainnya, yang digunakan dalam dunia otomotif dan industri lainnya. Hanya saja yang membedakannya adalah kebutuhan, fungsi dan mekanisme sistem mesin itu berkerja. Pada kapal perikanan sebagian besar menggunakan mesin diesel. Menurut Wiranto dan Tsuda (2004) mesin diesel merupakan mesin yang sistem penggeraknya adalah menggunakan sistem pemampatan (compression system) yang tinggi; kemudian menginjeksikan bahan bakar ke dalam udara dalam mesin pada suhu dan tekanan yang tinggi. Hal inilah sebenarnya sumber yang menimbulkan getaran yang kuat, yang pada gilirannya dapat berakibat berkurangnya kekuatan mesin dan lunas kapal dalam rentang waktu yang lama. Keadaan demikian berhubungan pula dengan pemasangan mesin kapal yang digunakan. Apabila pemasangan mesin tidak tepat berkedudukan datar selaras dengan sumbu dan baling-baling, maka akan menyebabkan tidak optimalnya fungsi mesin sebagai penggerak kapal. Kajian tentang hal ini masih amat jarang dilakukan, terutama hal yang dilakukan di galangan kapal kecil

ataupun oleh bengkel mesin kapal perikanan. Manga (1993) melukiskan dua jenis hubungan mesin penggerak dengan baling-baling yang harus dilakukan, tapi tanpa menjelaskan bagaimana kedudukan sumbu balingbaling terhadap kapal. Juga tidak pula dinyatakan keadaan tingkat efektif (mangkus) setiap hubungan yang dikemukakan itu. Untuk mengkonversikan antara suatu jenis mesin sebagai mesin utama baik dari jenis kecepatan tinggi atau menengah pada suatu kapal perikanan sangat erat kaitannya dengan rancangan awal dalam pembuatan kapal, yang berkaitan pula dengan keadaan mesin yang dipakai atau pemilihan mesin (Fyson 1985), dan teknik pemasangan mesin pada kapal. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmad et al. (2004) bahwa tahapan di dalam pembuatan suatu kapal di antara rangkaian sistemnya adalah pemasangan landasan mesin dan pemasangan sumbu baling-baling (bost propeller). Dengan demikian diperlukan suatu pemaduan (integrasi) antara teknik pemasangan instalasi mesin dengan perancangan kapal. Itu haruslah berdasarkan pengetahuan teknik pemasangan mesin yang efektif menggerakkan kapal perikanan, yang umumnya masih dibuat dari bahan kayu. Tujuan percobaan ini ialah untuk mendapatkan teknik pemasangan mesin kapal yang efektif (mangkus) agar fungsi mesin sebagai penggerak

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

134

kapal tercapai secara optimal dan efisien. METODE PENELITIAN Kapal perikanan berukuran LxBxD = 12 m x 2 m x 1,5 m (7GT) digunakan dalam percobaan ini. Bahan tubuh dan lunas kapal adalah kapal kayu. Sedangkan mesin kapal yang digunakan berkekuatan 22 PK mesin diesel berbahan bakar solar. Ukuran mesin yang diujicobakan memiliki panjang 82 cm dengan tinggi mesin 52 cm dan lebar mesin 30 cm. Sebagai landasan mesin digunakan bahan yang biasa dipakai dalam membangun kapal kayu serta bahan besi-baja yang diperlukan untuk pemasangan mesin kapal (seperti pada Lampiran). Dua teknik pemasangan mesin dilakukan yaitu kedudukan sumbu baling-baling pada median jarak tiang L antara lunas dengan dasar buritan dan kedua lubang sumbu baling-baling berada titik median ujung lunas dengan dasar buritan vertikal pada titik ujung itu; dan diujicobakan dalam pelayaran di laut. Percobaan pertama dilakukan terhadap pemasangan mesin, yang sumbu baling-balingya setengah jarak (tinggi) tiang L antara lunas dan buritan kapal. Selanjutnya diikuti dengan percobaan dengan memakai kedudukan mesin berdasarkan pemasangan sumbu baling-baling yang berada pada kedudukan setengah tinggi tiang antara ujung lunas vertikal dengan dasar buritan.

Percobaan pelayaran dengan kedudukan mesin berdasarkan sumbu baling-baling masing-masing, dilakukan di perairan Selat Rupat (Dumai) pada musim perairan laut agak tenang (pertengahan Februari 2007). Teknik pemasangan sumbu kapal maupun dampaknya pada keluaran mesin dan lingkungannya dicatat dan diamati, hasilnya dibahas bersama pengelola galangan kapal, seorang pembuat kapal dan seorang montir bengkel otomatif, sehingga modifikasi yang diperlukan dapat menemukan teknik pemasangan yang efektif dan optimal. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil percobaan pelayaran yang telah diselenggarakan untuk menilai dampak teknik menentukan kedudukan sumbu baling-baling; ternyata hal itu berkaitan erat dengan landasan atau pondasi kedudukan mesin. Landasan mesin ditentukan oleh kedudukan titik lubang sumbu baling-baling, yang untuk menetapkannya ada dua cara. Dari dua teknik cara yang dapat dilakukan dalam pemasangan mesin kapal itu, telah berhasil diujicobakan dan diamati keadaan efektifnya dalam menggerakkan kapal serta keadaan lingkungan yang ditimbulkannya. Pertama, dengan membuat titik lubang sumbu baling-baling pada tiang L, yang berada pada kedudukan median jarak antara lunas dengan buritan sebagai kedudukan

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

135

baling-baling. Hasil percobaan menemukan bahwa dengan pendekatan pertama menyebabkan daya penggerak mesin lemah, getaran kuat dan harus mengubah-suai landasan mesin sedemikian rupa sehingga perlu menarah lunas pada bagian buritan, agar kedudukan mesin datar. Dengan menarah lunas kapal dapat menyebabkan lemahnya lunas atau berkurangnya kekuatan kapal. Lagipula harus mencari tempat letaknya kedudukan baling-baling sesuai dengan panjang daunnya. Kedua, lubang sumbu balingbaling berada tepat pada titik median tinggi ujung lunas dengan buritan. Dengan cara menepatkan kedudukan sumbu baling-baling pada median tinggi antara ujung lunas dengan dasar buritan itu, ternyata lebih efektif keluaran tenaga mesin dalam menggerakkan kapal, dengan getaran dan kebisingan yang lebih halus, serta sekaligus menentukan letaknya balingbaling berada pada ujung lunas, sehingga ukuran daun baling-baling tidak menjadi kendala. Kedua percobaan ini diuraikan lebih lanjut berikut ini. 1. Penentuan Pondasi Mesin Menentukan pondasi mesin yang tepat (accurate) adalah langkah awal yang penting dila-kukan dalam proses memasang mesin kapal. Karena hal ini berkaitan erat dengan teknik mema-sang mesin kapal yang efektif sebagai penggerak kapal. Membuat

kapal perikanan haruslah mem perhitungkan rancangan kedudukan mesin dan perangkat yang mendukung mesin tersebut seba-gai penggeraknya. Untuk memehuhi persyaratan itu diperlukan sumber tenaga penggerak yang memiliki kemampuan menghasilkan daya kecepatan yang tinggi. Ada beberapa jenis tenaga penggerak yang sering digunakan pada kapal, antara lain mesin yang bertenaga miyak solar atau diesel dan bertenaga bahan bakar bensin (Pounder, 1972). Untuk menentukan landasan atau pondasi suatu mesin kapal yang hendak digunakan pa-da suatu kapal haruslah sudah dipertimbangkan sejak awal ketika merancang dan membuat ka-pal. Pembuat kapal dapat menyiapkan pondasi mesin kapal bersangkutan dengan ukurannya, yaitu lebar kaki mesin, panjang dan tingginya. Ukuran mesin itu haruslah diketahui informasinya terlebih dahulu, supaya pembuat kapal dapat membuat pondasi mesin yang selaras. Untuk itu pemilik kapal haruslah sudah mengetahui jenis mesin yang hendak dipakai, yaitu spesifikasinya, bentuk dan jenis mesin serta ukuran baling-baling yang akan dipakai dengan mesin itu. Informasi itu diberikan kepada pembuat kapal, agar dapat menempatkan pondasi mesin secara tepat dan tetap. Jadi komunikasi pemilik kapal dengan pembuat kapal merupakan hal paling penting diperhatikan, khususnya dalam

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

136

kaitannya dengan memasang mesin kapal yang efektif. Setelah landasan mesinnya mantap dan stabil, maka langkah berikutnya menentukan lubang sumbu baling-baling. Urutan

kerja pemasangan mesin kapal itu dapat dibuatkan rajahnya seperti pada Gambar 1 di bawah ini.

Pembuatan Kapal

Perencanaan jenis mesin

Peletakan pondasi

Pengukuran tata letak As propeller

Penentuan diameter baling - baling

Pengeboran

Pemasangan Unit Propeller

Penentuan Gearbox dan tata letak

Pengukuran dan pemasangan gearbox

Pengukuran dan peletakan mesin pada pondasi

Pemasangan Listrik dan Aksesori

Gambar 1. Rajah urutan pengerjaan dalam pemasangan mesin kapal perikanan

2. Kedudukan Sumbu Balingbaling (Propeller) Pembuatan lubang sumbu baling-baling merupakan hal yang sangat menentukan (crucial) terhadap efektifnya mesin. Ini erat kaitannya dengan kedudukan dan besarnya lubang, yang di-tentukan oleh besarnya sumbu dan ukuran balingbaling yang digunakan. Kedudukan lubang sumbu baling-baling mempengaruhi kedudukan fondasi mesin dan pada gilirannya juga efektifnya tenaga mesin. Kedudukan dan besarnya lubang sumbu baling-baling juga berkaitan erat de-ngan jenis mesin yang akan digunakan karena akan

mempengaruhi kemampuan gear box. Untuk mengetahui besarnya sumbu baling-baling yang akan digunakan, langkah pertama yang harus diketahui ialah kapasitas serta kemampuan mesin. Terutama berkenaan dengan kekuatan mesin dalam daya kuda (PK; horse power) yang biasanya tertera pada mesin tersebut. Meski pun kekuatan mesin ini juga berkaitan dengan ukuran berat kapal (GT), yang sudah dibuat; adakalanya seorang pemilik kapal yang menempah kapalnya, memberikan data yang tidak sepadan

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1Mesin (2010)Untuk : 132-144 Teknik Pemasangan Kapal Perikanan

137

antara ukuran kapal dengan jenis dan kekuatan mesin yang akan digunakan. Ukuran besarnya sumbu baling-baling dapat ditentukan dengan pengetahuan yang leng-kap mengenai mesin yang akan dipasang pada kapal. Teknisi yang memasang mesin kapal, tidak dapat memutuskan besarnya sumbu baling-baling berdasarkan ukuran kapal yang sudah ada, tetapi ditentukan ukuran mesin dan balingbalingnya. Dari data tenaga mesin yang akan diguna-kan maka kemampuan RPM (Round Per Minute) maksimal suatu mesin tersebut dapat diperoleh, sehingga secara otomatis besarnya gear box akan dapat dihitung. Untuk mengetahui perputaran mesin (dalam RPM) pada gear box, biasanya digunakan perbandingan RPM pada setiap jenis gear box yang banyak dijual di pasaran. Misalnya beberapa di antara data yang dapat ditemukan pada penjual mesin kapal adalah seperti 1:3, 1:4, 1:5, 1:6. Data ini berarti setiap satu putaran pada gear box dihasilkan oleh 3, 4, 5, 6 putaran yang dikeluarkan oleh mesin. Data itu menentu- kan keluaran (output) atau besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh mesin untuk menimbulkan suatu gerakan pada baling-baling atau kipas. Jadi fungsi gear-box adalah untuk mengurangi putaran mesin sebelum mencapai baling-baling melalui sumbu baling-baling. Oleh karenanya, perputaran mesin yang maksimal dijadikan patokan kemampuan gear

box. Kaedahnya secara sederhana adalah semakin tinggi putaran mesin maka semakin tinggi pula perbandingan yang ha-rus dimiliki oleh gear box. Apabila kaedah ini tidak diterapkan, maka dapat berakibat hilangnya tenaga mesin (losting power engine). Manga (1993) menyatakan bahwa untuk mesin penggerak sistem dua langkah, dengan enam silinder, dapat dikopel langsung dengan balingbaling. Sedangkan mesin penggerak empat langkah dengan enam slinder harus dikopel dengan terlebih dahulu menggunakan reduction gear sebelum dihubungkan dengan balingbaling. Hal ini mengenyampingkan fungsi lain dari gear box; juga dapat mengubah arah keluaran putaran menjadi maju ataupun mundur. Sebab mesin dua langkah lebih memiliki tenaga atau lebih tangap (responsive) ketika diberi beban dibandingkan mesin empat langkah. Hal ini pada akhirnya ber-dampak kepada penghematan pemakaian bahan bakar. Karena mesin akan memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk menghasilkan tenaga yang besar. Oleh sebab itu pula, menurut Fyson (1985) dalam menentukan dan memilih mesin untuk kapal perikanan menyangkut beberapa faktor, yakni antara lain: kekuatan mesin, berat dan besar mesin, perawatan, pemakaian bahan bakar, dan kemampuan menggerakkan alat pendukung pada kapal. Selanjutnya dengan sudah diketahuinya besaran gear box, maka

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1Mesin (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Untuk Kapal Perikanan

138

besarnya shaft out put coupling pada gear box dapat ditentukan. Data ini berguna untuk menentukan besar sumbu as propeller yang akan dipakai. Besarnya sumbu baling-baling yang akan digunakan tidak boleh melebihi besar shaft pada gear box coupling. Setelah ukuran sumbu balingbaling ditentukan, selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan besaran kipas. Untuk menentukan besarnya daun kipas ini, perlu kembali dilihat perbandingan RPM pada gear box dan mesin. Hubungan ini dapat diterangkan dengan mempertimbangkan kecepatan garis lingkaran kipas yang bergerak. Semakin kecil lingkaran gerak kipas maka akan semakin cepat pula putaran yang akan dihasilkan. Demikian juga semakin ringan pula beban yang ditanggung oleh mesin. Karena garistengah putaran kopling pada gear box dan pada kopling mesin harus disesuaikan dengan kemampuan menggerakkan kipas; maka harus di-perhatikan bahwa besarnya kipas yang digunakan tidak akan bertumbukan dengan tubuh kapal maupun lunas atau pun bagian terbawah geladak pada buritan kapal. setelah ukuran kipas didapatkan.

Selanjutnya ditentukan ukuran panjang sumbu baling-baling (propeller). Untuk menentukan panjangnya ukuran sumbu baling-baling, dilakukan pengukuran panjang jarak mulai dari perkiraan tempat kedudukan gear box di dalam tubuh kapal hingga bagian belakang buritan sebelum melewati panjangnya lunas; dengan memperkirakan kipas dapat bergerak dengan bebas. Juga perlu dipertimbangkan bahwa apabila kemudian diperlukan, juga dapat memperbesar daun kipas sewaktuwaktu tanpa mengalami kendala, yang disebabkan oleh terbatasnya jarak antara lunas ke bagian bawah tubuh kapal di buritan. Kemudian mengukur panjang pipa stantip, yang dimulai dari tiang L sampai ke bahagian tembusan terakhir lunas masuk ke dalam tubuh kapal mencapai gear box. Pada percobaan pertama pemasangan mesin, dilakukan penetapan titik sumbu baling-baling diukur dari pertengahan pada tiang buritan; yaitu tiang berbentuk L yang menghubung- kan lunas dengan sekaligus menopang lantai pangkal buritan, seperti pada Gambar 2.

Boring

Gambar 2. Penetapan letak sumbu baling baling pada percobaan pertama.

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

139

Dari hasil pemasangan sumbu as propeller pada percobaan pertama ternyata, setelah di tarik garis lurus ke bagian ujung buaya, maka tinggi as crankshaft pada pully mesin utama, ma-ka ternyata kedudukan gearbox dengan as propeller tidak merupakan suatu garis lurus. Akibat-nya ketika pemasangan mesin dilakukan untuk terjadinya keselarasan sama tinggi sumbu baling-baling dengan gear-box itu, harus dilakukan pengikisan pondasi mesin. Selain itu ukuran garis tengah kipas baling baling lebih kecil dari batas toleransi kemampuan mendorong kapal, akibat dibatasi oleh jarak lunas dengan buritan. Ketika kapal dioperasikan dengan keadaan mesin demi- kian, ternyata banyak gangguan yang dialami! Di antaranya getaran yang kuat, bunyi berisik seperti ada gesekan. Juga kecepatan kapal tidak tanggap terpada kabel gas, sehingga seperti jalan di tempat. Baru bergerak bila gas pada posisi maksimal. Jadi menentukan kedudukan mesin kapal haruslah

dipertimbangkan sistemnya dengan kapal. Kedudukan mesin haruslah selaras dengan berat dan ukuran mesin. Instalasi kedudukan mesin yang baik akan mengurangi getaran (vibrasi) yang ditimbulkan oleh mesin itu, seperti dinyatakan oleh Pike (1975). Pada percobaan kedua, penetapan titik sumbu baling-baling diambil berdasarkan pengukuran titik pertengahan tinggi ujung lunas dengan buritan. Lalu pada titik itu dilakukan pengeboran lubang sumbu as (Gambar 3). Dengan demikian letak sumbu as crankshaft mesin dengan gear box, pondasi mesin rapi pada satugaris lurus atau tidak jauh berbeda tingginya. Penyelarasan tinggi shaft dapat diakomodasi oleh beltcoupling penghubung. Sewaktu diope-rasikan dengan penilaian visual dan perasaan intuitif, ternyata keadaan mesin menjadi mantap, dengan getaran dan bunyinya halus, akselerasinya maupun tenaga dorong kapal yang efektif.

Bor point

Gambar 3. Penetapan letak sumbu baling baling pada percobaan kedua

3. Pemasangan Gear Box Setelah lubang tempat masuknya sumbu baling-baling dibuat dan pemasangan as, bos, kopling dan

pipa stantip telah selesai, maka dilanjutkan dengan pemasangan gear box. Kedu-dukan gear box ditentukan oleh posisi kopling sumbu

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

140

baling-baling. Cara menentukan kedudukan gear box diukur dari kopling terluar yang menghubungkan antara gear box dengan as propeller; kemudian dibuat kedudukan gear box. Kedudukan yang telah didapatkan harus melihat ada atau tidaknya hambatan yang dialami dalam pemasangan gear box; seperti posisi lunas kapal yang tidak memungkinkan untuk gear box itu didudukkan. Apabila hal ini terjadi maka harus diambil keputusan seperti membuat dudukan gear box dengan menggunakan besi atau bahan lainnya yang tidak mudah goyang atau roboh. Akan tetapi, apabila posisi lunas dapat langsung digunakan sebagai pijakan kaki gear box, maka hal ini akan lebih memudahkan pekerjaan pema-sangan gear box. Kalau keadaan ini yang ditemukan, maka hal yang dilakukan adalah dengan mengikis sebahagian lunas kemudian diukur kerataannya dengan waterpas atau timbang air. Gear box memerlukan rangkaian pendukung yang terdiri dari tongkat pemicu gear box dan tali pemicu gas pada mesin utama serta pompa pemicu bilge. Untuk pemasangan tongkat pemicu gear box pada kapal kecil digunakan kayu atau besi pemicu yang menghubungkan langsung dengan melubangi jendela atau ruangan mesin, lalu dihubungkan langsung kepada nakhoda dengan pemicu. Sedangkan untuk pemicu gas digunakan kabel selang yang kuat yang dirangkai mulai dari pemicu gas

yang terdapat pada mesin, lalu diikatkan pada kabel dan ditambahkan dengan rangkaian roller yang terbuat dari besi yang dipasangkan pada dinding mesin kapal. Rangkaian ini diarahkan langsung ke tempat nakhoda akan mengendalikan kapal. Setelah gear box duduk dengan rata dan dipastikan kuat, maka langkah selanjutnya adalah membuat kopling yang menghubungkan antara as propeller gear box ke pully mesin. Pada tahapan membuat pully mesin, dibutuhkan perhitungan dan pertimbangan khusus, seperti menentukan besar kopling yang akan digunakan. Pertama kali dibuat kopling balance shaft pully, pada mesin dan pada gear box. Pengukuran besar pully diperlukan untuk menentukan belting yang menghubungkan perputaran mesin dengan gear box, setelah ukuran besarnya balance shaft pully mesin dibagi jumlah belting yang akan dipasangkan. Sedangkan besar belting ditentukan oleh lebar balance shaft pada mesin dibagi ukuran terluar pada waktu belting berputar. Setelah semua ukuran semua didapat maka berikutnya dibuat pully belting antara mesin dengan gear box. Untuk menentukan tebal pully ini dapat diperoleh dari tebal pully yang terdapat pada gear box. Setelah semuanya didapat, pembuatannya dilakukan dengan pemotongan pelat dan pembubutan lempengan besi (pelat).

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1Mesin (2010)Untuk : 132-144 Teknik Pemasangan Kapal Perikanan

141

Gambar 4. Peletakan dan pemasangan mesin pada pondasi mesin

4. Pemasangan Mesin Pemasangan mesin pada dasarnya adalah memasang dan meletakkan mesin pad landasan mesin. Cara meletakkan mesin tidak jauh berbeda dengan memasang gear box sebelumnya. Bedanya pada pemasangan gear box, ia dipengaruhi oleh kedudukannya terhadap lunas. Sedangkan pemaangan mesin kedudukan mesin sudah ditentukan oleh landasan yang sudah dibuat sebelumnya. Jadi tinggal hanya menentukan jarak antara gear box dengan mesin, dan tinggi mesin dengan gear box serta penyelarasan posisi lebar kopling antara sinkronisasi kopling yang menghubungkan mesin dengan gear box dan baut pengikat kaki mesin. Kendala dalam pemasangan mesin kadangkala dialami apabila kedudukan yang ditentukan oleh kerataan kedudukan shafting sumbu propeller dan gear box tidak sesuai dengan bentuk dan jarak ketinggian mesin tersebut. Maka diperlukan teknik khusus dalam menentukan

kedudukan mesin di atas landasannya. laimnya diambil alternative lain seperti menentukan derajat kemiringan mesin dalam menetapkan sinkronisasi kopling yang berhubungan langsung dengan mesin. Atau cara lain dengan melakukan pengikisan pondasi atau penambahan kaki mesin tambahan yang terbuat dari besi seluruhnya. Hal ini dilakukan agar posisi kopling mesin dengan gear box pada kedudukan sama rata agar tidak terjadi hal yang tidak diharapkan. Misalnya akibat perhitungan yang tak tepat timbul gaya yang berlawanan antara perputaran mesin dengan kopling gear box, yang membuat kurangnya daya tahan kaki penyokong mesin ataupun gear box. Sehingga terjadi goncangan yang berlebihan, menimbulkan getaran dan kebisingan mesin. Getaran dan kebisingan mesin ini perlu dikendalikan agar ikan yang akan ditangkap tidak terganggu atau menghindar dari kapal dan kenyamanan kerja awak kapal tidak terganggu. Hal ini juga ada hubungannya dengan pemilihan mesin yang dipasang pada kapal penangkap ikan, yang mungkin saja tidak sesuai dengan alam dan lingkungan Indonesia; terutama tentang ketahanannya terhadap suhu, kelembaban, dll. (Manga 1993). Apabila semua pertimbangan dan perhitungan penting yang dibutuhkan telah dilakukan dan diperoleh datanya, maka pemasangan mesinpun dilakukan. Dimulai dengan

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

142

menghubungkan kopling mesin dengan gear box lalu pengemalan baut pengikat kaki mesin, setelah kedudukan mesin dipastikan. Kedudukan mesin mungkin langsung pada lunas dan gading-gading yang ditata sebagai landasan mesin; yang kadangkala perlu ditarah (dikikis) ataupun dengan cara penambahan kaki mesin yang terbuat dari besi. Cara manapun yang dipakai tujuannya ialah agar mesin dapat duduk mantap dan datar, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kendala pada daya gerak mesin ataupun dampak lain yang diakibatkan oleh kedudukan yang tak selaras. Kurang teliti dan seksama dalam memasang mesin memungkinkan terjadinya tenaga mesin tidak efektif sebagai penggerak kapal. Setelah kedudukan dan rangkaian mesin lainnya duduk dengan sempurna (mantap) barulah dibuat lubang baut pengikat kaki mesin. Ini dilakukan dengan cara mebuat mal dengan menggunakan paku bagi membuat tanda titik pada pondasi mesin. Lalu dilakukan pengeboran yang dilakukan dengan mengangkat mesinnya terlebih dahulu. Akan tetapi ada pula cara lain yang lebih efektif dan efisien, yaitu dengan terlebih dahulu mengukur kaki mesin secara teliti dan seksama, berkenaan lebar, tinggi serta jarak sinkronisasi mesin dengan gear box. Dengan memastikan kedudukan mesin secara seksama atau didudukkan dalam keadaan mantap

sempurna, maka cara lain alterenatif di atas tidak perlu dilakukan; karena lebih akurat, mantap dan lebih meyakinkan. Adakalanya juga dilakukan dengan cara menggabungkan kedua cara di atas. Yaitu dilakukan pengukuran dan perhitungan untuk memperkirakan kedudukan mesin, kemudian yang kedua dikerjakan modifikasi lunas dan gading untuk memperoleh kepastian dan presisi yang baik. Sungguhpun sudah didapatkan kedudukan lubang sumbu balingbaling pada tiang L satu garis lurus dengan pertengahan tinggi antara ujung lunas dan buritan kapal, namun belum dapat dipastikan apakah kedudukan sumbu baling-baling pada pertengahan tinggi itu sudah optimal memfungsikan mesin sebagai penggerak kapal. Sebab belum diujicobakan perbandingan pada ketinggian titik sumbu baling-baling lain yang berbeda atau ukuran kipas yang dipakai. Pada usaha galangan yang membangun kapal secara tradisional, memang belum dimasukkan pertimbangan mengenai kedudukan mesin maupun lubang sumbu balingbaling itu. Tambahan pula, sebenarnya masih banyak unsur lain yang mempengaruhi teknik memasang mesin pada kapal kayu, seperti faktor dasar mesin dan cara penentuan kedudukannya, kedudukan dan pembuatan lubang sumbu balingbaling (propeller), pemasangan gear

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

143

box, jaringan listrik, peralatan pendukung, kemudi dan pipa gasbuang. Akan tetapi, pada tulisan ini hanya yang berkaitan langsung dengan pemasangan baling-baling, gear-box dan mesin saja yang dibahas secara singkat. Oleh sebab itu kajian mengenai hubungan unsur lainnya berkenaan dengan efisiensi mesin dalam hubungannya dengan kedudukan titik lubang sumbu balingbaling serta hubungannya dengan rancang-bangun kapal patut dilakukan. Dari segi teknik, terbukti pemasangan mesin bukanlah suatu hal yang terlalu sulit, namun kenyataannya tidak semua galangan kapal perikanan di kawasan Dumai yang mempunyai teknisi memasang mesin. Apalagi di lokasi yang jauh dari kota atau nelayan yang berada di pulau terpencil, biayanya menjadi lebih mahal pula. Hal ini juga menghambat laju mekanisasi usaha perikanan dan penangkapan di perairan yang lebih jauh dari perairan pesisir sekarang ini. Seperti yang terungkap dari data di kota Dumai dari 359 kapal perikanan tahun 2000, tanpa motor 126 perahu; pada tahun 2001 tinggal 122 perahu tanpa motor berkurang hanya sekitar 3% se tahun( Ahmad 2005). Satu di antara sebabnya adalah kesulitan memasang mesin bagi inboard engine, dan hampir semua perahu bermotor yang baru itu adalah mesin luar (outboat engine) atau kalau mesin diesel bekas yang dipasang sendiri, keadaannya tidak optimal sebagai

penggerak kapal. Hal ini bukan saja merugikan, tetapi juga menimbulkan getaran yang kuat, kebisingan dan suhu yang tinggi, sehingga kenyamanan kerja di kapal terganggu (Ahmad 2008). Dengan demikian upaya mengembangkan teknik pemasangan mesin kapal di galangan kapal yang belum mempunyai teknisi atau montir pemasangan mesin akan merupakan langkah yang penting bagi meningkatkan mekanisasi kapal perikanan dan kompetensi galangan kapal. KESIMPULAN DAN SARAN Dari percobaan yang telah dilakukan tentang ternyata teknik pemasangan mesin yang dapat secara optimal menggunakan tenaga mesin, bukanlah suatu hal yang sukar. Yaitu dengan cara menempatkan kedudukan sumbu baling-baling pada garis yang sama tingginya dengan titik tengah (median) tinggi antara ujung lunas dengan buritan. Dengan teknik ini, maka keluaran tenaga mesin dalam menggerakkan kapal optimal, dan keadaan lingkungan kerja di kapal juga lebih selesa, tanpa merubah keadaan lunas kapal tempat landasan mesin. Sedangkan dengan teknik pemasangan sumbu baling-baling pada titik pertengahan tinggi lunas dengan buritan pada tiang L, akan menyebabkan daya penggerak mesin lemah dan harus mengubah-suai landasan mesin sedemikian rupa, sehingga perlu menarah lunas pada

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144 Teknik Pemasangan Mesin Untuk Kapal Perikanan

144

bagian buritan, agar kedudukan mesin datar. Teknik ini dapat menyebabkan lemah atau berkurangnya kekuatan (lunas) kapal. Sungguhpun hasil percobaan ini sudah dapat dikembangkan pada galangan kapal yang belum mempunyai teknisi memasang mesin, namun kajian menemukan titik paling optimal kedudukan sumbu balingbaling dan kedudukan baling-baling sendiri antara tiang L dan ujung lunas perlu dikaji dengan seksama. Ucapan Terimakasih Penulis amat berterimakasih kepada Bapak Muthalib, Ismail dan Zulkifli yang telah berperan dalam pemasangan mesin, uji cobanya dan pembahasan yang diselenggarakan. Akan tetapi seluruh isi tulisan ini, terutama bila ada kelemahannya tetap dalam tanggung-jawab sepenuhnya penulis. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, M. 2004. Galangan Kapal Kecil sebagai Industri Jurnal Ilmu Kelautan. Perikanan dan Kelautan 9(1): -------------2008. Kenyamanan Lingkungan Kerja di Kapal Jurnal Ilmu Perikanan. Lingkungan 3(2): 1 11

Ahmad, M. dan Nofrizal 2004. Rekayasa Sistem dan Teknologi Pembuatan Kapal Perikanan di Dumai 9(2):. Fyson, John. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News Books Ltd. Farnham, England. 120 hal. Manga, John B. 1993. Pemilihan mesin utama untuk pendorong kapal penangkap ikan. Lontara XXIX (2): 26 35. Nofrizal dan M. Ahmad 2005. Usaha Penangkapan Ikan di Dumai. Jurnal Dinamika Pertanian XX(2): 253 266. Pike, D, 1975. Fishing Boats and Third Their Equipment, Edition. University Press, Cambridge. 188 p. Pounder, C. C., 1972. Marine Diesel Butterworth, Engine. London.725 hal Wiranto, A dan K. Tsuda. 2004. Motor Diesel Putaran Tinggi. Perca, Jakarta. 201 hal.

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 15,1 (2010) : 132-144

Lampiran
Tabel 1: Bahan Pondasi mesin digunakan adalah kayu dan bahan berkenaan mesin.
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. Spesifikasi Bahan Besi U 2 Besi siku 1,5 Kipas propeller 19x17x1,5 Poly mesin 8 x 2 B Baut cacing stanles 1/2 x 3 Besi as putih 1,5 Pompa ciput 3/4" Pompa ciput 1/2" Kopling gear box 1,5 + mur + skripen Baut 14 x 1 Baut 14 x 2 Baut 14 x 1 Belting 5 Kepala stantip Pipa besi 13/4 Belting 14x A(bando series) Belting 14x B(bando series) Kg paku bodo 5 Kg paku bodo 2 Kg paku bodo 1 Cat pylox hitam Keleman belting 3 x 1 Selang 1/2 + kleman 4 buah Selang + kleman 4 buah Valve engine cooler Klep selang Tali ga Packing api Lem merah Lem pipa + seal tip 4 buah Mesin 22 HP Tenco diesel engine Gear box 1.3 16 a BSA series Daun kemudi As 13/4 Besi strip 2 Amplas no 3 Kran besi 3/4 Baut cacing 1/2 x 3 Baut cacing x11/2 Jumlah panjang 1 meter panjang 1 meter 1 buah 1 buah 4 buah 17,5 kg 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 45 Cm 1 set 110 Cm 1 buah belting 1 buah belting Kg Kg Kg 1 klg 6 buah 3 meter 3 meter 1 buah 1 buah 6 meter 30 x 30 Cm 2 buah 2 buah 1 unit 1 unit 60 x 50 Cm 170 Cm meter 1 buah 1 buah 12 buah 4 buah

You might also like