Distribusi Parasit Usus Protozoa Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan
Distribusi Parasit Usus Protozoa Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan
Distribusi Parasit Usus Protozoa Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan
DISTRIBUSI PARASIT USUS PROTOZOA DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN
Anorital, Rita M. Dewi,* Sahat Ompusunggu*
DISTRIBUTION OF INTESTINAL PARASITIC PROTOZOA IN THE UPPER NORTH RIVER SOUTH KALIMANTAN
Abstract The intestinal infection disease caused by protozoa: amoeba is one of the public health problem with high incidence in the community. From the research activity conducted in Hulu Sungai Utara Regency in the year 2002, to obtain of prevalence of protozoa infection from stool examination from resident in 6 villages at 3 subdistrict in Hulu Sungai Utara Regency. The research has conducted to be carry out survey parasite to the community. Sample size will be examination are 230 persons per village, so that to 6 villages will be examed as 1.600 persons. The examination directly by using lugol 2% and checked on the microscope with magnification 10x10 and 10x40. For resident which its sample stool is positive the protozoa to be given a treatment by metronidazol. From stool examination result obtained prevalence resident which are positive the amoeba intestine protozoa is Entamoeba coli 19,8%, Endolimax nana 15,8%, and Entamoeba histolityca 15,4%. While prevalence resident which are positive the intestine flagellata/B. hominis is Blastocystis hominis 25,5% and Giardia lamblia 11,6%. From 5 micro-organism on the intestine, Entamoeba histolityca, Blastocystis hominis and Giardia lamblia are cause diarrhoea because having the pathogenic. From survey ot socio-cultural, known also the resident percentage which drinking no safe water 43,3%, source of drinking water obtained from river or swamp is 67,7%, human waste disposal in river and swamp is 79,5%, and take a bath and brush the teeth with water of river and swamp is 78,6%; showing bad condition of environmental sanitation, personal hygiene, and life behavior. Good personal hygiene and environmental sanitation practices are the major factors of this disease prevention. The main principle to prevent the spreading of protozoa infection is to cut off the link of infection sources to human beings. Personal hygiene is focused on the management of individual behaviour, meanwhile environmental sanitation prevention focus lies on the better environment management to cut off the link of disease cycle as like water supply and human waste disposal wich good condition. For this matter is Governmental role, in this case the health office and with local elite figure, important and absolute so that to a period to coming of prevalence intestine infection caused a protozoa can be depressed as low as possible. Keywords: protozoa
Pendahuluan , , ... .c alah satu penyebab terjadinya infi , , , , ,,saluran pencernaan adalah adanya aktiv i.. i . . . i r- biologis dan protozoa patogen. Inn ,. i f , ,, j-1 i u yang disebabkan oleh protozoa dikenal sebagai
Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan
disentri amuba yaitu infeksi saluran pencernaan yang menyebabkan diare (buang air besar) dengan . . , 1 ? i t j tmia J yang berbentuk cair atau lunak dengan . , , . , , . - , , ,. . , ~. i 2 c i u r , trekuensi lebm dan 3 kali dalam 24 iam. ' balah , , .. j satu penyebab diare yang terpentmg dan tersermg
S8
adalah Entamoeba histolytica dan merupakan penyebab disentri pada anak yang usianya di atas lima tahun namun jarang ditemukan pada balita.1'3 Disentri amuba adalah penyakit infeksi saluran pencernaan akibat tertelannya kista Entamoeba histolytica yang merupakan mikroorganisme anaerob bersel tunggal dan bersifat pathogen.3 Dari 7 spesies yang tergolong sebagai protozoa amuba yang hidup dalam saluran pencernaan yaitu Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Entamoeba polecki, Entamoeba gingivalis, Endolimax nana dan lodamoeba butschilii; hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen, dan juga ada yang bersifat non patogen. Protozoa lainnya adalah non-patogen meskipun demikian adanya kekurangtelitian dalam melakukan identifikasi di laboratorium menyebabkan sulit membedakan antara Entamoeba histolytica dengan Entamoeba coli. 4 Protozoa usus lainnya yang secara klinis penting bagi kesehatan adalah dari genus flagellate, antara lain adalah Giardia lamblia dan genus coccidia: Blastocystis hominis juga dapat menimbulkan infeksi saluran pencernaan dengan gejala diare.4 Secara endemik, penyakit yang disebabkan oleh protozoa ditemukan tersebar luas di daerah tropik dan sub-tropik. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh protozoa (disentri amuba) dapat ditemukan di seluruh dunia, bersifat kosmopolit dengan insiden bervariasi antara 310%, umumnya terdapat di wilayah tropik dan sub-tropik dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene-sanitasi yang buruk. 1 ' 5> 6 Namun di daerah dengan iklim dingin dengan keadaan sanitasi yang buruk, tingginya angka kejadian penyakit setara dengan daerah tropis. Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok usia 10-25 tahun. Penyebaran Entamoeba histolytica terkait erat dengan buruknya kondisi hygiene dan sanitasi masyarakat. Tidak tersedianya jamban yang rnemenuhi persyaratan sanitasi, kebiasaan buang air besar bukan pada tempat yang sebenarnya, pembuangan sampah sembarangan, pembuangan air kotor yang tidak rnemenuhi persyaratan teknis kesehatan, dan tidak layaknya keadaan hygiene sanitasi makanan merupakan faktor utama terjadinya penyebaran penyakit tersebut. Di Indonesia penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa (Entamoeba histolytica)
menyebar dan endemis di daerah perkotaan maupun perdesaan dengan angka insidensi yang cukup tinggi berkisar antara 10-18%, pada beberapa survei yang dilakukan kepada anak sekolah menunjukkan frekuensi antara 0,2-50%.7 Dari berbagai survei parasit intestinal, hasil pemeriksaan tinja diketahui prevalens antara 114%. Demikian juga studi serologis di daerah perkotaan diperoleh angka yang positif sebesar l,6%--34%.8 Hasil studi di Jawa Tengah diketahui angka seropositif Entamoeba histolytica pada daerah urban bervariasi dari 4%-34% dengan rata-rata 18%.9 Studi yang dilakukan di 7 desa di Kalimantan Selatan, ditemukan 12% dari tinja penduduk positif E. histolytica.,10 Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat antara 2 - 3 Lintang Selatan dan 115116 Bujur Timur, dengan ketinggian 0-7 meter dari permukaan laut. Kabupaten ini terdiri dari 7 kecamatan dengan 218 desa/kelurahan. Daerah ini sebagian besar (85%) merupakan dataran rendah berawa yang setiap tahunnya selama 8 bulan selalu digenangi air. Air merupakan pusat kegiatan masyarakat yang sebagian besar (91%) adalah petani dengan pekerjaan sampingan sebagai nelayan atau peternak ayam dan atau itik/belibis. Keadaan geografi yang berbeda dengan daerah lain menyebabkan aktivitas keseharian masyarakat di kabupaten Hulu Sungai Utara, khususnya yang berdomisili di daerah rawa, agak berbeda dengan daerah lainnya. Desadesa yang wilayahnya merupakan daerah rawa, dalam aktivitasnya masyarakat mengenal 2 musim: (1) musim diam yaitu saat mereka tidak dapat bertani sehingga untuk rnemenuhi kebutuhan hidupnya mereka beralih fungsi menjadi nelayan tradisional yang menangkap ikan di rawa sekitar pemukiman, (2) musim kerja yaitu terjadi pada saat puncak musim kemarau sekitar bulan Agustus s.d November, saat air yang tergenang di wilayah tersebut telah surut atau kering sehingga lahan di sekitar pemukiman dapat ditanami dengan padi, sayur-sayuran dan palawija. Pada tahun 2002 telah dilaksanakan suatu penelitian tentang penyakit kecacingan buski (fasciolopsiosis) di desa-desa yang diduga endemis di kabupaten Hulu Sungai Utara. Berdasarkan keadaan tersebut di atas maka dalam rangka pelaksanaan penelitian penyakit kecacingan buski, dilakukan pemeriksaan tinja penduduk untuk mengetahui distribusi dan
S9
prevalensi parasit usus (cacing dan protozoa usus) yang terdapat pada masyarakat di daerah tersebut. Bahan dan Cara Penelitian dilakukan di 6 desa pada kecamatan Babirik, Danau Panggang, dan Sei Pandan yaitu desa Kelumpang Dalam dan Sei Papuyu (kecamatan Babirik), Putat Atas dan Padang Bangkal (kecamatan Sei Pandan), Telaga Mas dan Sarang Burung (kecamatan Danau Panggang). Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2002 dengan melakukan survei parasit ke masyarakat. Besar sampel yang akan diperiksa dihitung dengan rumus Lemeshow et aln dengan jumlah penduduk pada 6 desa adalah 4.224 jiwa (rata-rata 704 jiwa/desa), dengan angka prevalens penyakit (disentri amuba) di wilayah urban bervariasi antara 4-34% (tahun 1990), P=0,34, d= 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95% maka akan diperoleh besar sampel sebanyak 230 penduduk/ desa sehingga untuk 6 desa akan diperiksa sebanyak l.k. 1.600 penduduk. Penduduk yang bersedia diperiksa tinjanya dibagikan wadah yang berisi formalin 10% dan keesokan harinya atau sampai 3 hari kemudian dikumpulkan ke Tim Peneliti. Pemeriksaan dilakukan secara langsung dengan menggunakan larutan lugol 2% dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x10 dan 10x40. Bagi penduduk yang ternyata positif sampel tinjanya berisi protozoa diberikan pengobatan dengan metronidazol.
Selain survei parasit juga dilakukan survei sosio-budaya untuk mengetahui kebiasaan masyarakat dan kondisi hygiene perorangan serta sanitasi lingkungan pada 375 keluarga. Responden yang dipilih adalah kepala keluarga atau salah seorang anggota keluarga. Prosedur pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple systematic), berurutan (cluster) dengan memilih titik pusat cluster pada rumah kepala desa/ketua RT dan selanjutnya bergerak searah jarum jam untuk mencari rumah tangga yang akan dijadikan responden yang memenuhi syarat. Basil Hasil pemeriksaan tinja yang berhasil dikumpulkan dari 1.520 penduduk dapat dilihat pada Tabel 1. Dari 7 spesies protozoa usus amuba yang hidup dalam saluran pencernaan yaitu Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Entamoeba polecki, Entamoeba gingivalis, Endolimax nana dan lodamoeba butschilii yang tidak diidentifikasi adalah Entamoeba polecki dan Entamoeba gingivalis. Hal ini dikarenakan Entamoeba polecki ditemukan di usus babi dan kera, jarang ada pada manusia terkecuali di Papua Nugini banyak ditemui di manusia.4 Entamoeba gingivalis banyak ditemukan di karang gigi, umumnya menimbulkan infeksi pada gigi dan gusi. Morfologinya mirip dengan Entamoeba histolytica sehingga untuk membedakannya harus dilakukan dengan pemeriksaan sputum.4
Tabel 1. Persentase Penduduk yang Positif Protozoa Usus Amuba di 6 Desa pada 3 Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002 Jumlah Penduduk yang Diperiksa Tinja 274 190 223 236 371 226 1.520 Positif Entamoeba histolityca
Jml
27 25 44 55 42 42 235
%
No
Desa
1 2 3 4 5 6
Putat Atas Pdg. Bangkal Klpg Dalam Sei Papuyu Talaga Mas Srg Burung Jumlah
570
Dari Tabel 1, tampak persentase tertinggi dari penduduk yang positif protozoa usus amuba adalah Entamoeba coli (19,8%), Endolimax nana (15,8%), dan Entamoeba histolityca (15,4%). Dari 5 jenis protozoa tersebut yang patogen terhadap manusia adalah Entamoeba histolityca yang dapat menimbulkan disentri amoeba. Protozoa yang lainnya (Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Endolimax nana dan lodamoeba butschilii) bersifat a-patogen namun bagi manusia yang positif pada tinjanya terdapat protozoa ini, menunjukkan bahwa kondisi sanitasi lingkungan yang ada belum memenuhi syarat dan kondisi personal hygiene bersangkutan yang belum menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Selain protozoa usus amuba yang diidentifikasi juga dilakukan indentifikasi protozoa usus lainnya. Berikut Tabel 2 menunjukkan persentase penduduk yang tinjanya positif proto-
zoa usus flagellata dan coccidia. Dari Tabel 2, tampak persentase tertinggi dari penduduk yang positif protozoa usus flagellate dan coccidia adalah Blastocystis hominis (25,5%) kemudian diikuti Giardia lamblia (11,6%). Penduduk yang positif Chilomastix mesnili dan Balantidium coli tidak banyak, di bawah 1%. Pada organisme Blastocystis hominis jika dijumpai dalam jumlah yang banyak maka dapat menyebabkan diare, kejang, muntah dan demam; sehingga untuk kasus seperti ini perlu diberikan pengobatan. Giardia lamblia menyebabkan giardiasis dengan gejala nyeri epigastrik, kembung dan diare dengan banyak lemak dan lender dalam tinja. Adanya kasus-kasus diare yang disebabkan oleh Blastocystis hominis dan Giardia lamblia dikarenakan penderita mengkonsumsi air yang telah terkontaminasi kotoran.4
Tabel 2. Persentase Penduduk yang Positif Protozoa Usus Flagellata dan Coccidia di 6 Desa pada 3 Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002
Jumlah Penduduk yang Diperiksa Tinja Positif Blastocystis hominis Positif Giardia lamblia Positif Chillomastix mesnili Positif Balantidium coli
No
Desa
Jml
37 40 90 79 41 100 387
%
13,5 21,1 40,4 33,5 11,1 44,2 25,5
Jml
21 21 33 31 29 42 177
Jml
0 0 3 0 2 2 7
Jml
0 0 0 3 2 0 5
1 2 3 4 5
Putat Atas Pdg. Bangkal Klpg Dalam Sei Papuyu Talaga Mas Srg Burung Jumlah 1-7
7,7
11,1 14,8 13,1
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Banyaknya Jenis Protozoa yang Ditemukan di 6 Desa pada 3 Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002
Penduduk
JNo 1
Jumlah Jems Protozoa Tidak Ada Satu Jenis Dua Jenis Tiga Jenis Empat Jenis Lima Jenis Enam Jenis Jumlah
Jumlah
2 3 4 5 6 7
Sll
Dari Tabel 3 tampak 2 penduduk (pria usia 10 tahun dan 12 tahun) diketahui pada tinjanya positif 6 jenis protozoa yaitu: Entamoeba histolityca, Entamoeba coli, lodamoeba butschili, Giardia lamblia, Endolimax nana, dan Blastocystis hominis. Tabel 4 memperlihatkan kondisi sanitasi lingkungan pemukiman serta sarana pendukung kehidupan masyarakat di daerah penelitian.
Dari Tabel 4 tampak bahwa 54,8% penduduk dari 1.520 penduduk yang diperiksa tinjanya positif protozoa usus, namun 40,4% yang positif protozoa usus yang patogen (E. hystolityca, B. hominis dan G. lamblia). Tabel 5 memperlihatkan kondisi sanitasi lingkungan pemukiman serta sarana pendukung kehidupan masyarakat di daerah penelitian.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk yang Positif Protozoa Usus: Amuba/Flagellata/Coccidia di 6 Desa pada 3 Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002
Positif Protozoa Usus (patogen dan apatogen)
Jml %
No
Desa
1
2 3 4 5 6
Putat Atas Padang Bangkal Kalumpang Dalam Sei Papuyu Talaga Mas Sarang Burung Jumlah 1-7
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Latar Belakang Karakteristik Sanitasi Lingkungan Pemukiman di 6 Desa pada 3 Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002
Latar Belakang Karakteristik Rumah kayu kayu dan batu Jumlah Putat Atas (n = 79) Padang Bangkal (n = 45) Kalumpang Dalam (n = 55) Sei Papuyu (n = 57) Talaga Mas (n = 78) Sarang Burung (n = 55) Total (n = 369)
No
%(n)
I 1 2
%(n)
100,0(45) 0,0(0) 100,0 (45)
%(
100,0 (57) 0,0 (0) 100,0 (57)
%(n)
100,0 (55) 0,0 (0) 100,0 (55)
1,8(1)
100,0 (55)
II 1 2
3
Konstruksi Rumah di atas tanah 6,3 (5) di atas tanah 0,0 (0) dan air di atas air 93,7 (74) Jumlah 100,0 (79)
11,1(5) 2,2(1)
S12
LanjutanTabelS. Latar Belakang Karakteristik Sumber Air sumur pompa tangan sumur gali sungai/rawa air hujan Jumlah Putat _ Atas n 79 ( - ) Padang Bangkal
(n = 45)
Kalumpang n , Dalam
(n = 55)
. Sei
No
Papuyu _ J n 57 ( - >
Talaga ,.Mas 5
(n = 78)
Sarang Burung
^ . Total
(n = 55)
III 1
2 3 4
44,3 (35)
2,5 (2) 53,2 (42) 0,0 (0) 100,0 (79)
84,4 (38)
0,0 (0) 15,6(7) 0,0 (0) 100,0 (45)
3,6 (2) 0,0 (0) 96,4 (53) 0,0 (0) 100,0 (55)
0,0 (0)
24,4(19)
7,7 (6) 67,9(53) 0,0 (0) 100,0 (78)
16,5 (9)
IV
Tempat Buang Air Besar jamban leher 36,7(29) angsa 62,0 (49) sungai/rawa lahan 1,3 (1) kosong/kebun Jumlah 100,0(79)
Bahan utama rumah tinggal responden pada umumnya adalah kayu. Pada Tabel 4 secara rinci terlihat bahwa hampir 100% unsur utama rumah tinggal penduduk (responden) adalah kayu. Bangunan rumah tinggal penduduk lebih dari separuh (57,2%) didirikan di atas air dan sebagian kecil yaitu sekitar 19,0% yang didirikan di dataran tanah kering. Dalam Tabel 4 terlihat bahwa umumnya rumah penduduk didirikan di atas perairan yang sebagian besar perairan tersebut tumbuh secara liar tanaman enceng gondok. Dengan perkataan lain bentuk atau jenis rumah di desa-desa yang dijadikan daerah penelitian umumnya adalah rumah panggung. Tidak tertutup kemungkinan pada musim kemarau meskipun rumah didirikan dengan bentuk panggung, rumahrumah tersebut di bagian bawah lantai tetap akan digenangi air. Umumnya responden (67,7%) memperoleh air untuk keperluan minum, mandi dan cuci berasal dari sungai/rawa. Hal ini dimungkinkan karena mudahnya memperoleh air. Sumber air yang berasal dari air tanah dalam yang diperoleh melalui pompa tangan masih belum seluruh res-
ponden mampu karena mahalnya biaya pengeboran dan banyaknya pipa yang dibutuhkan. Keadaan seperti ini dikarenakan jauhnya lapisan akuifer (pembawa air) yang berada di bawah tebalnya lapisan gambut (40100 m). Sumur pompa tangan yang ada sebagian besar adalah bantuan dari pemerintah. Dalam hal tempat buang air besar, sebanyak 79,5% responden membuang air besar di sungai/rawa. Meskipun sudah ada responden yang memiliki kakus dengan tipe leher angsa dengan tangki septik yang terbuat dari kayu ulin, belum seluruhnya mampu membuat. Sama dengan sumur pompa tangan, kakus leher angsa ini sebagian besar merupakan bantuan pemerintah. Persepsi penduduk terhadap arti hidup bersih dan sehat dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel 6 tampak bahwa bagi responden yang artinya hidup sehat itu sebagian besar menyatakan tidak sakit jasmani (77,5%) dan dapat bekerja/berusaha (66,1%). Pada Tabel 7 diperlihatkan jumlah/persen responden dalam melakukan kebiasaan hidup sehari-hari yang berhubungan dengan hidup sehat.
SI 3
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Arti Hidup Sehat di 6 Desa pada 3 Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002 Putat Atas (n = 79)
% (n)
No
Persepsi Terhadap Arti Hidup Sehat Tidaksakitjasmani Tidak sakit rohani Merasa senang dan bahagia Makan cukup dan berselera Dapat bekerja dan berusaha Mampu beribadah dengan baik termasuk ibadah haji Tidak cacatjasmani Secara materi tidak kekurangan
Total (n = 369)
% (n)
1 2 3 4 5 6 7 8
28,8(13)
62,2 (28)
19,7(73)
66,1 (244)
47,2(26) 1,8(1)
0,0(0)
5,4(3)
1,2(1) 0,0(0)
0,0(0) 0,0(0)
Tabel 7. Jumlah/Persentase Responden Berdasarkan Kebiasaan Sehari-hari Yang Berhubungan Dengan Hidup Sehat di 6 Desa Pada 3 Kecamatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2002 Putat Atas
n = 79
No Variabel
I 1 2
Kebiasaan mandi/gosok gigi di sungai/rawa di rumah dengan SG/SPT Jumlah Air yang digunakan untuk min urn air matang air matang dicampur mentah air mentah Jumlah Pencucian alat masak/makan berasal dari air air sungai/rawa air SG/SPT Jumlah
Padang Bangkal
n = 45 % (n)
Kalumpang Dalam
n = 55 % (n)
Talaga Mas
n = 78 % (n)
Sarang Burung
n = 55 % (n)
Total
n = 369 % (n)
% (n)
II
1 2 3
% (n)
48,7 (38) 47,5 (37)
60,0(33) 33,0(18)
7,3 (4) 100,0 (55) % (n)
III
% (n)
1 2
100,0(57) 0,0(0)
100,0
52,6(41) 47,4(37)
100,0
65,5(36) 34,5(19)
100,0
72,0(266) 28,0(103)
100,0
(57)
(78)
(55)
(369)
SI 4
Dari Tabel 7 tersebut, tampak bahwa: a. Responden masih terbiasa untuk mandi di sungai atau rawa (78,6%/290 responden). b. Meskipun lebih dari separuh responden (56,7%/209 responden) minum air yang sudah dimasak/matang ternyata 38,8%/143 responden mengaku minum air matang yang dicampur dengan air mentah (air dingin). Kebiasaan ini dikarenakan adanya kesalahpengertian tentang "air dingin" yaitu air matang/panas yang dicampur air mentah. c. Untuk mencuci alat makan, sebagian besar responden (72,0%/266) menggunakan air sungai/rawa. Pembahasan Prevalensi akibat infeksi protozoa (amuba, flagellate, dan B. hominis) cukup tinggi: Blastocystis hominis (25,5%), Entamoeba histolityca (15,4%) dan Giardia lamblia (11,6%). Ketiga jenis protozoa ini dapat menimbulkan diare bagi penderita, meskipun tidak tertutup kemungkinan organisme ini hidup secara komensal pada manusia sehingga tidak memperlihatkan gejala klinis yang khas terutama pada Entamoeba histolityca.'1'' 12 Sekitar 8595% infeksi yang disebabkan oleh Entamoeba histolityca tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), namun bagi penderita yang terkena infeksi akut biasanya akan mengeluarkan bentuk trofozoit yang tidak menular dan bagi penderita yang khronis (carrier) akan mengeluarkan kista yang merupakan sumber infeksi.4' 13 Jika dilihat dari penyebarannya, ketiga protozoa usus ini tersebar secara kosmopolit baik di daerah tropis maupun sub-tropis, terlebih lagi pada kantong-kantong daerah kumuh di perkotaan dan perdesaan. Dari penelitian ini juga terungkap bahwa lebih dari separuh responden dalam tinjanya positif terdapat protozoa usus. Bahkan sebesar 11,0% dari penduduk yang diperiksa tinjanya ternyata mengandung 3-6 jenis protozoa. Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit diare sudah merupakan penyakit yang umum terjadi di kalangan penduduk. Namun sebagian besar dari antara responden tidak merasakan sakit karena sudah terbiasa dengan kejadian diare. Justru penyakit yang ditakutkan penduduk adalah penyakit muntaber dikarenakan tingginya angka kematian dan hebatnya penderitaan yang dirasakan. Hal ini terkait dengan bagaimana
persepsi penduduk terhadap konsep hidup sehat. Dari penelitian ini teridentifikasi 8 macam keadaan yang dapat dinyatakan sebagai hidup sehat yaitu tidak sakit jasmani, tidak sakit rohani, merasa senang dan bahagia, makan cukup dan berselera, dapat bekerja dan berusaha, mampu beribadah dengan baik termasuk ibadah haji, tidak cacat jasmani, dan secara materi tidak kekurangan. Sebanyak 66,1% menyatakan bahwa hidup sehat itu adalah dapat bekerja dan berusaha. Jelaslah jika ada dari antara responden yang menderita diare (disentri amuba) namun masih sanggup bekerja maka bagi mereka hal itu tidak dianggap sebagai kondisi yang tidak sehat atau sakit. Seperti diketahui dari berbagai kejadian dan hasil penelitian, adanya kasus diare pada suatu masyarakat dikarenakan air yang dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari belum memenuhi persyaratan, baik untuk digunakan sebagai air minum atau untuk mencuci bahan makanan dan alat makan. Dari penelitian ini terungkap bahwa 43,3% responden mengkonsumsi air matang yang dicampur air mentah dan/atau air mentah. Kebiasaan lainnya dari penduduk adalah menggunakan air rawa sebagai air mandi dan gosok gigi, cuci pakaian dan alat makan, serta tempat membuang kotoran/tinja. Anak-anak dengan aktivitas bermain di air atau dipermukaan air, cenderung akan minum atau terminum air rawa yang tercemar. Sebanyak 79,5% responden membuang tinja langsung ke perairan di sekitar pemukiman, hal ini dikarenakan 57,2% penduduk berumah di atas air dan 19,0% berumah di atas tanah namun bagian bawah rumah tergenang air saat musim hujan. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus amuba dalam penularannya terjadi dikarenakan mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh adanya protozoa. Kontaminasasi dapat terjadi dikarenakan sistem pembuangan air kotor dan tinja tidak dikelola dengan baik sehingga dapat mencemari makanan dan minuman. Selain itu perilaku tidak mencuci tangan dengan menggunakan sabun setelah buang air besar dan penanganan makanan yang belum memenuhi aspek sanitasi makanan menyebabkan mikroorganisme penyebab diare leluasa menginfeksi host (manusia). Dalam hal penanganan makanan, para penjamah makanan di rumah makan/restoran memegang peranan penting terhadap terjadinya penularan dalam skala
SI 5
yang luas. Apalagi jika para penjamah makanan tersebut adalah carrier Entamoeba histolityca. Untuk itu kegiatan pemeriksaan rutin sanitasi makanan ke rumah makan/restoran dapat memperkecil kemungkinan penyebaran penyakit di masyarakat. Air yang terkontaminasi kista Entamoeba histolityca punya peranan penting dalam penularan disentri amuba.13' 14 Untuk melindungi sumber air atau air yang akan dikonsumsi dari kontaminasi tinja adalah memutus rantai penularan fecal-oral dengan membangun jamban yang memenuhi syarat sanitasi. Ada hubungan yang bermakna antara kejadian infeksi disentri amuba dengan ketersediaan jamban yang sanitair dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar.15 Di daerah penelitian, dikarenakan hanya sekitar 25% penduduk berumah di atas tanah, maka tinja yang dibuang dapat disolasi terhadap kemungkinan mencemari air di dalam lobang atau tangki septik. Ada upaya dari sebagian masyarakat yang rumahnya berada di atas air dengan membuat tangki septik dari kayu ulin yang kuat dan kedap air. Namun tangki septik dari kayu ulin ini relatif mahal sehingga mampu untuk tidak semua penduduk membuatnya. Faktor perilaku penduduk dalam menerapkan pola hidup bersih dan sehat yang diperoleh dari hasil wawancara menunjukkan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kebiasaan mandi dan gosok gigi menggunakan air sungai/air rawa (78,6%). Demikian juga air minum yang dikonsumsi adalah air matang yang dicampur air mentah. Alasan pencampuran air mentah ini karena air mentah kondisinya dingin dan air dingin adalah air yang menyegarkan dan dapat menghilangkan dahaga. Meski hanya 38,8% dari responden yang berperilaku seperti ini, dalam kenyataannya dapat dilihat dengan tingginya angka prevalensi infeksi Blastocystis hominis (25,5%), Entamoeba histolityca (15,4%) dan Giardia lamblia (11,6%). Dalam penelitian ini tidak ditanyakan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar, meskipun variabel ini cukup berperan dalam siklus penularan infeksi saluran pencernaan. Menurut Nico. S. Kalangie, faktor-fator perilaku manusia yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan dalam dua katagori, yaitu: perilaku yang sengaja atau tidak sengaja membawa manfaat bagi kesehatan individu atau
kelompok kemasyarakatan, sebaliknya ada perilaku yang disengaja atau tidak disengaja merugikan kesehatan.16 Bagi responden yang minum air matang dicampur air mentah adalah perilaku yang dapat dikategorikan disengaja/tidak disengaja tapi ternyata merugikan kesehatan mereka. Faktor disengaja/tidak sengaja ini tergantung sampai seberapa jauh pengetahuan responden menyangkut tentang peran air dalam penularan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa amuba. Bagi responden yang berpengetahuan rendah, minum air matang dicampur air mentah adalah suaru perilaku yang tidak disengaja, namun berbeda bagi responden yang sudah tahu bahwa air berperan sebagai penular penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa amuba, perilaku ini merupakan perilaku yang disengaja. Untuk merubah pola perilaku yang permanen bagi individu/kelompok dalam suatu masyarakat memerlukan waktu yang relatif lama dengan banyak dilaksanakan upaya pelatihan dan sosialisasi.17 Praktik hidup sehat yang dilaksanakan melalui pelatihan yang terprogram dan sosialisasi tentang berbagai upaya hidup sehat dapat mencapai sasaran jika diimbangi dengan peningkatan berbagai sektor terkait dengan aspek peningkatan taraf hidup masyarakat. Tokoh masyarakat dan petugas kesehatan memegang peran penting dalam pembentukan persepsi dan perubahan perilaku yang baik dan menguntungkan kesehatan. Dalam jangka panjang, faktor inilah yang perlu diperhatikan oleh para pelaksana program kesehatan dan praktisi pendidikan. Kesimpulan dan Saran Dari pembahasan di atas kesimpulan sebagai berikut: 1.
dapat diambil
Prevalensi akibat infeksi protozoa (amuba, flagellata, dan B. hominis) cukup tinggi yaitu yang disebabkan Blastocystis hominis 25,5%, Entamoeba histolityca 15,4% dan Giardia lamblia 11,6%. Bagi masyarakat jenis protozoa yang menjadi penyebab tidak merupakan hal yang mutlak untuk mereka ketahui. Biasanya dengan mengetahui dan merasakan gejala klinis infeksi yang menjadi dasar bagi mereka untuk mencari upaya pengobatan. Melihat tingginya angka prevalensi ini, dan kondisi sanitasi lingkungan pemukiman yang rendah serta sikap dan
SI 6
2.
perilaku penduduk yang belum melaksanakan pola hidup bersih dan sehat, sudah selayaknya faktor-faktor ini menjadi perhatian utama dalam upaya penanggulangan jangka panjang oleh Pemerintah Daerah setempat. Faktor perilaku memegang peran penting dalam mengubah sikap masyarakat terhadap penyakit infkesi protozoa amuba (disentri basiler) sehingga peningkatan pengetahuan akan merubah perilaku masyarakat.
3.
4.
5.
6. Saran yang diajukan adalah: 1. Pemberian bantuan sumur pompa tangan untuk sumber air bersih bagi para penduduk sangat bermakna dan pemberian stimulan dana bergulir ke masyarakat untuk membangun jamban yang memenuhi syarat, dapat mengurangi angka kesakitan. 2. Perlu dilakukan upaya surveilans berbasis laboratorium dengan melakukan secara berkala 1 atau 2 tahun sekali stool survey yang yang bermanfaat untuk memonitor prevalensi infeksi protozoa juga prevalensi penyakit kecacingan. 3. Perlu peningkatan upaya penyuluhan dan advokasi kepada seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan saluran komunikasi yang berupa poster, leaflet, atau buku bergambar lainnya agar masyarakat tertarik dan cepat memahami isi pesan yang disampaikan. Perubahan perilaku tentunya tidak berlangsung secara cepat namun dengan adanya program penyuluhan yang terencana dan rutin, maka dalam jangka panjang prevalensi penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa diharapkan dapat ditekan sehingga tidak menjadi masalah kesehatan utama. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan Rl Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999. "Buku Ajar Diare". Jakarta. 2. Umar Zein. "Diare Akut Infeksius Pada Dewasa". http://library. usu. ac. id/download/fk/penyakit.dalam.pdf. e-USU Repository. 2004.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Eddy Soewandojo. "Amebiasis - Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam". Jilid I. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI. 2002. Jakarta. Garcia, Lynne S & David A. Bruckner. "Diagnostik Parasitologi Kedokteran". Alih Bahasa: Dr. Robby Makimian, MS. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Jakarta. James Chin. "Manual Pemberantasan Penyakit Menular". Editor Penterjemah: I Nyoman Kandun. Infomedika. Edisi 17. Cetakan II. 2006. Jakarta. Srisasi Gandahusada, dkk. "Parasitologi Kedokteran". Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga. 2006. Jakarta. Rasmaliah. "Epidemiologi Amoebiasis dan Upaya Pencegahannya". FKM USU. http://library.usu.ac.id/download/fk/penyakit.dalam.pdf. e-USU Repository. 2003. Sri Oemijati. "The Current Situation of Parasitic Infections in Indonesia". Buletin Penelitian Kesehatan. h. 1221. Vol. 17 No. 2. 1989. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta. Harijani A. Marwoto, Ellen M. Andersen, Purnomo and Narain Punjabi. "20 Years of Progress in Intestinal Parasitic Diseases Research". Buletin Penelitian Kesehatan. h. 43-^16. Vol. 18 No. 3 & 4. 1990. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta. Cross, JH. Clarks MD. Irving GS. Taylor J. Partono F. Joesoef A Handojo. Oemijati. "Parasitology Survey and Seroepidemiology of Amebiasis in South Kalimantan (Borneo), Indonesia". The South East Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. Vol. 6 No. 1 March 1975. pp. 5455. Lemeshow S., Hosmer D.W. Jr. Klar, J.Lwanga K.S. 1997. Adequacy of Sample Size in Health Studies. Dalam Dibyo Pramono (penterjemah) dan Hari Kusnanto (editor). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. h. 51-52. Srisasi Gandahusada, dkk. "Parasitologi Kedokteran". Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga. 2006. Jakarta. World Health Organization. "Guidelines for Drinking Water Quality". Third Edition. Volume 1. 2002. Geneva.
SI 7
14. James Chin. "Manual Pemberantasan Penyakit Menular". Editor Penterjemah: I Nyoman Kandun. Infomedika. Edisi 17. Cetakan II. 2006. Jakarta. 15. Hera Agustina. " Kontaminasi Air dan Infeksi Amuba Asimptomatik pada Anak Usia Sekolah di Kampung Melayu Jakarta Timur". Kesmas - Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 2, No. 5, April 2008.
16. Kalangie, S. Nico. "Peranan dan Sumbangan Antropologi Dalam Bidang pelayanan Kesehatan - Suatu Kerangka Masalah Penelitian". Presiding Seminar Ilmu-ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan. Badan Litbangkes Depkes. 1982. Jakarta. 17. Judith A. Graef; John P. Elder; and Elizabeth M. Booth. "Communication for Health and Behaviour Change". Jossey Bass. Inc. Publishers. 1996. Washington DC.
S18