Thomas Bradwardine
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 1290 ↔ 1300 Chichester, presumably (en) |
Kematian | 26 Agustus 1349 (58/59 tahun) Lambeth (en) |
Penyebab kematian | Wabah Hitam |
Tempat pemakaman | Katedral Canterbury Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! 51°16′47″N 1°04′59″E / 51.2798111°N 1.0830011°E |
Roman Catholic Archbishop of Canterbury (en) | |
19 Juni 1349 – 26 Agustus 1349 ← John de Ufford (en) – Simon Islip (en) → Keuskupan: Archdiocese of Canterbury (en) | |
Data pribadi | |
Agama | Gereja Katolik Roma |
Pendidikan | Merton College (en) - Master of Arts (1323–1325) Balliol College, Oxford (1321–1323) |
Kegiatan | |
Pekerjaan | matematikawan, filsuf, teolog, fisikawan, dosen, imam Katolik, Uskup di Gereja Katolik |
Bekerja di | Katedral Santo Paulus (1339–1346) Keuskupan Durham (Anglikan) (1335–1339) Universitas Oxford (1321–1335) |
Murid | John Dumbleton (en) |
Konsekrasi | Bertrando di Deux (en) |
Thomas Bradwardine(1290-26 August 1349), lahir di Inggris, merupakan seorang uskup agung Canterbury pada tahun 1349.[1] Ia belajar dan mengajar di Meiton dan Balliol College.[2] Pada tahun 1337, ia diangkat sebagai pejabat pada Katedral St. Paul dan memegang jabatan ini hingga tahun 1348.[2] Pada tahun 1349, Bradwardine meninggal akibat Maut Hitam atau penyakit sampar, setelah 38 hari bertugas sebagai uskup agung Canterburry.[2]
Thomas sadar bahwa anugerah Allah adalah pemberian cuma-cuma, yang tidak dapat diperoleh sebagai imbalan atas usaha kita.[2] Atas dasar inilah, Bradwardine menulis karyanya yaitu De Causa Dei Adversus Pelagium (Perkara Allah melawan Pelagius).[2] Dalam karya itu, ia menentang semi-pelagianisme.[2] Ia menentang ide determinisme perbintangan yaitu ajaran bahwa nasib kita ditakdirkan oleh bintang-bintang.[2] Bradwardine berpandangan bahwa segala sesuatu terjadi karena Allah menyebabkan dan mengarahkannya; dalam artian segala sesuatu perlu terjadi.[2] Allah memperbolehkannya, karena Allah telah menghendakinya.[2] Dengan ini, Bradwardine dengan tegas menyatakan bahwa tidak benar segala sesuatu terjadi karena mutlak perlu.[2] Keperluan yang ia maksudkan tidak meniadakan kehendak bebas manusia.[2] Hal ini tidak berarti orang berdosa mempunyai kebebasan etis.[2] Manusia tidak bisa memilih yang baik kecuali didorong oleh anugerah Allah.[2]Sekalipun demikian, manusia setiap waktu mempunyai kebebasan psikologis yang menghendaki secara bebas dan spontan bukan karena dipaksa oleh pengaruh dari luar.[2]
Bradwardine juga memberikan pandangannya mengenai kedaulatan Allah.[2] Ia menekankan bahwa manusia, sebagai manusia, tidak dapat berbuat baik.[2] Juga terlepas dari kejatuhan dalam dosa, sebelum kejatuhan itu, manusia tidak dapat berbuat baik tanpa anugerah Allah.[2] Artinya, takdir Allah berdaulat dan manusia tergantung pada anugerah, karena ia adalah makhluk.[2]