Lompat ke isi

Mononatrium glutamat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mononatrium glutamat
Monosodium glutamate
Chemical composition of monosodium glutamate
Kristal mononatrium glutamat
Nama
Nama IUPAC
Sodium 2-Aminopentanedioate
Nama lain
Micin, moto, vetsin, MSG, AJI-NO-MOTO®, garam umami, garam ac'cent
Penanda
Model 3D (JSmol)
3DMet {{{3DMet}}}
ChemSpider
Nomor EC
Nomor RTECS {{{value}}}
UNII
  • InChI=1S/C5H9NO4.Na/c6-3(5(9)10)1-2-4(7)8;/h3H,1-2,6H2,(H,7,8)(H,9,10);/q;+1/p-1/t3-;/m0./s1 YaY
    Key: LPUQAYUQRXPFSQ-DFWYDOINSA-M YaY
  • InChI=1/C5H9NO4.Na/c6-3(5(9)10)1-2-4(7)8;/h3H,1-2,6H2,(H,7,8)(H,9,10);/q;+1/p-1/t3-;/m0./s1
    Key: LPUQAYUQRXPFSQ-SYBSRVMOBZ
  • [Na+].O=C([O-])[C@@H](N)CCC(=O)O
Sifat
C5H8NO4Na
Massa molar 169,111 g/mol (anhidrat), 187,127 g/mol (monohidrat)
Penampilan Serbuk kristal putih
Titik lebur 232 °C (450 °F; 505 K)
740 g/L
Bahaya
Dosis atau konsentrasi letal (LD, LC):
15800 mg/kg (oral, rat)[1]
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
YaY verifikasi (apa ini YaYN ?)
Referensi

Mononatrium glutamat, monosodium glutamat (MSG), atau natrium/sodium glutamat merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang terbentuk secara alami.[2] Nama dagang dari senyawa ini adalah Ac'cent, AJI-NO-MOTO®, atau Vetsin. Nama informal dari senyawa ini adalah micin.

Food and Drug Administration AS mengklasifikasikan MSG sebagai Generally Recognized as Safe (GRAS/Secara Umum Diakui Aman) dan Uni Eropa sebagai zat tambahan makanan. MSG memiliki Kode HS 29224220 dan Nomor EC E621.[3] Glutamat dalam MSG memberi rasa umami yang sama seperti glutamat dari makanan lain. Keduanya secara kimia identik.[4] Produsen makanan industri memasarkan dan menggunakan MSG sebagai penguat cita rasa karena zat ini mampu menyeimbangkan, menyatukan, dan menyempurnakan persepsi total rasa lainnya.[5][6]

Asal mula

[sunting | sunting sumber]

Profesor Kikunae Ikeda mengisolasi asam glutamat sebagai bahan rasa baru pada tahun 1908 dari ganggang laut Laminaria japonica, kombu, dengan ekstraksi air dan kristalisasi, dan menamai rasa ini umami.[7] Dia memperhatikan bahwa kaldu Jepang katsuobushi dan kombu mempunyai rasa tidak biasa yang pada waktu itu belum secara ilmiah dideskripsikan dan berbeda dari rasa manis, asin, asam, dan pahit.[4] Untuk memverifikasi bahwa glutamat yang diionisasi adalah penyebab rasa umami, profesor Ikeda mempelajari berbagai sifat rasa garam glutamat seperti kalsium, kalium, dan magnesium glutamat. Semua garam menghasilkan rasa umami selain ada juga rasa logam tertentu akibat adanya mineral lain dalam garam tersebut. Di antara garam-garam itu, sodium glutamat adalah yang paling mudah larut dan sedap, dan mudah dikristalkan. Profesor Ikeda menamai produk ini "monosodium glutamate" dan mengajukan paten untuk membuat MSG.[4][8] Suzuki bersaudara memulai produksi MSG komersial pada tahun 1909 sebagai AJI-NO-MOTO®, yang dalam bahasa Jepang berarti "cita rasa/intisari rasa", dan ini merupakan kali pertama mononatrium glutamat diproduksi di dunia.[9][10][11]

Produksi dan sifat-sifat kimia

[sunting | sunting sumber]

Sejak pertama kalinya diluncurkan ke pasar, MSG telah diproduksi dengan tiga metode: (1) hidrolisis protein nabati dengan asam hidroklorida untuk memutuskan ikatan peptida (1909 – 1962), (2) sintesis kimia langsung dengan akrilonitril (1962 – 1973), dan (3) fermentasi bakteri; metode yang digunakan saat ini.[11] Pada awalnya, untuk hidrolisis digunakan gluten gandum karena mengandung lebih dari 30 g glutamat dan glutamin dalam 100 g protein. Tetapi seiring dengan meningkatnya produksi untuk memenuhi permintaan MSG yang terus bertambah, dipelajarilah proses-proses produksi baru: sintesis kimia dan fermentasi. Industri fiber poliakrilik dimulai di Jepang pada pertengahan 1950-an dan akrilonitril kemudian diadopsi sebagai bahan awal untuk menyintesis MSG.[12] Saat ini, sebagian besar produksi MSG dunia dilakukan dengan fermentasi bakteri dalam proses yang mirip dengan produksi anggur, cuka, yoghurt, dan bahkan cokelat. Natrium (sodium) ditambahkan pada tahap netralisasi. Selama fermentasi, bakteri terpilih (coryneform bacteria) yang dikultur dengan amonia dan karbohidrat dari bit gula, tebu gula, tapioka, atau molase, mengeluarkan asam amino ke dalam kultur kaldu, yang daripadanya L-glutamat kemudian diisolasi. Kyowa Hakko Kogyo Co Ltd mengembangkan fermentasi industri yang pertama untuk memproduksi L-glutamat.[13] Dewasa ini, tingkat hasil konversi dan tingkat produksi dari gula menjadi glutamat terus meningkat dalam industri MSG, hal ini memampukan industri untuk terus memenuhi permintaan MSG.[11] Produk akhir setelah filtrasi, konsentrasi, pengasaman, dan kristalisasi adalah glutamat murni, natrium, dan air. Wujudnya adalah serbuk kristal berwarna putih dan tidak berbau yang dalam larutan terdisosiasi menjadi glutamat dan natrium. Bahan ini sangat mudah larut dalam air, tetapi tidak bersifat higroskopis dan praktis tidak larut dalam pelarut organik umum seperti eter.[14] Secara umum, MSG stabil dalam kondisi pemrosesan makanan biasa. Selama pemasakan, MSG tidak terurai, tetapi seperti asam amino lainnya, perubahan menjadi kecokelatan atau reaksi Maillard akan terjadi bila ada gula pada suhu yang sangat tinggi.[9]

Pemakaian

[sunting | sunting sumber]

MSG murni sendiri tidak mempunyai rasa yang enak jika tidak dikombinasikan dengan bau gurih yang sesuai.[15] Sebagai pemberi cita rasa dan dalam jumlah yang tepat, MSG memiliki kemampuan untuk memperkuat senyawa aktif rasa lainnya, menyeimbangkan, dan menyempurnakan rasa keseluruhan pada masakan tertentu. MSG tercampur dengan baik dengan daging, ikan, daging unggas, berbagai sayuran, saus, sup, dan marinasi, serta meningkatkan kesukaan umum akan makanan tertentu seperti beef consommé (kaldu sapi khas Prancis).[5] Namun seperti perasa dasar lain kecuali sukrosa, MSG menambah kesedapan hanya dalam kadar yang tepat. MSG yang berlebihan akan dengan cepat merusak rasa masakan. Meskipun kadar ini bervariasi pada berbagai jenis makanan, dalam sup bening, nilai kesedapan dengan cepat turun pada kadar lebih dari 1 g MSG per 100 ml.[16] Apalagi, ada interaksi antara MSG dengan garam (natrium klorida) dan bahan umami lain seperti nukleotida. Semuanya harus berada dalam kadar yang optimum untuk menghasilkan kelezatan maksimum. Dengan sifat-sifat ini, MSG dapat digunakan untuk mengurangi asupan garam (sodium), yang ikut menyebabkan timbulnya hipertensi, penyakit jantung, dan stroke. Rasa makanan rendah-garam akan menjadi lebih baik dengan penambahan MSG, bahkan dengan pengurangan garam hingga 30%. Kandungan sodium (dalam persen massa) dalam MSG adalah sekitar 3 kali lebih rendah (12%) daripada dalam natrium klorida (39%).[17] Garam glutamat lain telah digunakan dalam sup rendah-garam, tetapi dengan tingkat kelezatan lebih rendah daripada MSG.[18]

Penguat cita rasa

[sunting | sunting sumber]
Kemasan AJI-NO-MOTO produksi pabrik Mojokerto, Indonesia.

MSG telah digunakan secara aman selama lebih dari 100 tahun untuk membumbui makanan. Selama jangka waktu ini, banyak penelitian telah dilakukan untuk memperjelas peranan, manfaat, dan keamanan MSG. Pada saat ini, badan-badan internasional dan nasional untuk keamanan zat tambahan makanan menganggap MSG aman untuk dikonsumsi manusia sebagai penguat cita rasa.[19] Sindrom Kompleks MSG pada mulanya dinamai "Sindroma Restoran Cina" saat Robert Ho Man Kwok secara anekdotal melaporkan gejala yang dia rasakan setelah menyantap makanan Cina-Amerika. Kwok mengemukakan berbagai alasan di balik gejala tersebut, termasuk alkohol dari pemasakan dengan anggur, kandungan natrium, atau bumbu MSG. Tetapi hanya MSG yang menjadi pusat perhatian dan sejak saat itu gejala-gejala tersebut mulai dikaitkan dengan MSG. Efek anggur atau kandungan garam tidak pernah dipelajari.[20] Dalam tahun-tahun berikutnya, daftar gejala non-spesifik terus bertambah atas dasar anekdot. Dalam kondisi normal, kita mempunyai kemampuan untuk memetabolis glutamat yang mempunyai toksisitas akut sangat rendah. Dosis letal oral untuk 50% subjek (LD50) adalah antara 15 sampai 18 g/kg berat badan pada tikus dan mencit, 5 kali lebih besar daripada LD50 Garam (3 g/kg pada tikus). Karena itu, asupan MSG sebagai zat tambahan makanan dan tingkat alami asam glutamat pada makanan bukan merupakan persoalan toksikologis pada manusia.[19] Sebuah laporan dari Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) yang disusun pada tahun 1995 atas nama United States Food and Drug Administration (FDA) menyimpulkan bahwa MSG aman bila "dikonsumsi pada tingkat yang sesuai" dan meskipun tampaknya ada subkelompok orang yang terlihat sehat yang mengalami reaksi berupa sindrom kompleks MSG saat diberi 3 g MSG tanpa makanan, sebab akibat oleh MSG belum ditetapkan karena daftar sindrom kompleks MSG didasarkan pada laporan testimoni.[21] Laporan ini juga menyatakan bahwa tidak ada data yang mendukung peranan glutamat dalam penyakit kronis dan penyakit yang melemahkan. Percobaan klinis multicenter buta-ganda terkontrol tidak berhasil memperlihatkan hubungan antara sindrom kompleks MSG dengan konsumsi MSG pada individu yang diyakini bereaksi negatif terhadap MSG. Tidak ada kaitan statistik yang telah terlihat, hanya ada sedikit respons dan sifatnya tidak konsisten. Gejala-gejala tidak teramati ketika MSG diberikan bersama makanan.[22][23][24][25]

Kontrol yang memadai diperlukan untuk mencegah bias eksperimen termasuk double-blind placebo-controlled experimental design (DBPC/eksperimen terkontrol-plasebo buta-ganda) dan aplikasi dalam kapsul karena sisa rasa glutamat kuat dan unik.[23] Dalam studi yang dilakukan oleh Tarasoff dan Kelly (1993) 71 peserta yang berpuasa diberi 5 g MSG dan kemudian diberi sarapan standar. Terdapat hanya satu reaksi, dan itu adalah terhadap plasebo pada individu yang mengaku sensitif terhadap MSG.[20] Dalam studi lain yang dilakukan oleh Geha dkk. (2000), mereka menguji reaksi dari 130 subjek yang melaporkan diri sensitif terhadap MSG. Berbagai percobaan DBPC dilakukan dan hanya subjek dengan sedikitnya dua gejala yang dilanjutkan. Hanya 2 orang dari keseluruhan studi yang memberkan respons pada keempat percobaan yang dilakukan. Karena prevalensi yang rendah ini, peneliti menyimpulkan bahwa respons terhadap MSG tidak dapat direproduksi.[26]

Penelitian tambahan yang mempelajari apakah MSG menyebabkan obesitas memberikan hasil beragam.[27][28] Ada beberapa penelitian yang menyelidiki kaitan anekdotal antara MSG dengan asma; bukti saat ini tidak mendukung kaitan sebab akibat apa pun.[29]

Karena glutamat merupakan neurotransmiter penting dalam otak manusia, yang memainkan elemen kunci dalam pembelajaran dan ingatan, sebuah penelitian sedang dilakukan oleh neurolog tentang kemungkinan efek samping MSG dalam makanan tetapi tidak ada penelitian final yang menggambarkan hubungan apa pun.[30]

Australia dan Selandia Baru

[sunting | sunting sumber]

Food Standards Australia New Zealand[31] (FSANZ) mengutip "bukti yang sangat berlimpah dari sejumlah besar penelitian ilmiah" untuk menolak secara tersurat segala kaitan antara MSG dengan “reaksi negatif serius” atau "efek jangka panjang", dan menyatakan MSG "aman untuk masyarakat umum ". Namun badan ini menguraikan bahwa pada kurang dari 1% penduduk, individu yang peka dapat mengalami efek samping “sementara” seperti "sakit kepala, mati rasa/perasaan geli, kemerahan, kekakuan otot, dan kelemahan umum" terhadap sejumlah besar MSG yang diasup dalam satu hidangan tunggal. Orang-orang yang menganggap dirinya sensitif terhadap MSG dianjurkan untuk memastikan hal ini melalui penilaian klinis yang benar.

Peraturan no. 1.2.4 dalam Australia and New Zealand Food Standards mewajibkan pelabelan mengenai adanya MSG sebagai zat tambahan makanan pada makanan kemasan. Label tersebut harus menampilkan nama kelas zat tambahan makanan (mis. penguat cita rasa), diikuti dengan nama zat tambahan makanan, MSG, atau nomor Sistem Penomoran Internasional-nya (INS/International Numbering System), 621.[32]

Amerika Serikat

[sunting | sunting sumber]

Mononatrium glutamat (MSG) adalah salah satu dari beberapa bentuk asam glutamat yang ditemukan dalam makanan, sebagian besarnya karena asam glutamat, yang merupakan asam amino, memiliki sifat mudah meresap. Asam glutamat dan garam-garamnya juga dapat ada dalam beraneka ragam zat tambahan lain, termasuk protein nabati terhidrolisis, ragi autolisis, ragi terhidrolisis, ekstrak ragi, ekstrak kedelai, dan isolat protein, yang harus dilabeli dengan nama-nama umum dan biasa ini. Sejak tahun 1998, MSG tidak dapat dimasukkan ke dalam istilah “bumbu dan pemberi cita rasa”. Zat tambahan makanan dinatrium inosinat and dinatrium guanilat, yang merupakan ribonukleotida, biasanya digunakan secara sinergis dengan bahan-bahan yang mengandung mononatrium glutamat. Namun, istilah ‘cita rasa alami’ sekarang digunakan oleh industri makanan ketika menggunakan asam glutamat (MSG tanpa tempelan garam natrium). Karena masih kurangnya peraturan FDA, tidaklah mungkin untuk menentukan berapa persen dari ‘cita rasa alami’ ini yang benar-benar asam glutamat.

FDA menganggap label seperti “Tanpa MSG" atau “Tanpa Tambahan MSG” sebagai menyesatkan jika makanan mengandung bahan yang merupakan sumber glutamat bebas, seperti protein terhidrolisis. Pada tahun 1993, FDA mengusulkan penambahan frase “(mengandung glutamat)” pada nama umum atau biasa dari hidrolisat protein tertentu yang mengandung sejumlah besar glutamat.

Dalam bukunya yang berjudul On Food and Cooking versi tahun 2004, penggemar makanan dan pengarang Harold McGee menyatakan bahwa "[setelah banyak penelitian], toksikolog telah menyimpulkan bahwa MSG merupakan bahan yang tidak berbahaya bagi sebagian besar orang, dalam jumlah besar sekali pun."[33]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Monosodium glutamate NF". NLM.NIH.gov. U.S. National Library of Medicine, ChemIDplus. Diakses tanggal August 11, 2014. 
  2. ^ Ninomiya K (1998). "Natural occurrence". Food Reviews International. 14 (2 & 3): 177–211. doi:10.1080/87559129809541157. 
  3. ^ Current EU approved additives and their E Numbers, Food.gov.uk, 2010-11-26, diakses tanggal 2012-01-30 
  4. ^ a b c Ikeda K (2002). "New seasonings". Chem Senses. 27 (9): 847–849. doi:10.1093/chemse/27.9.847. PMID 12438213. 
  5. ^ a b Loliger J (2000). "Function and importance of Glutamate for Savory Foods". Journal of Nutrition. 130 (4s Suppl): 915s–920s. PMID 10736352. 
  6. ^ Yamaguchi S (1991). "Basic properties of umami and effects on humans". Physiology & Behavior. 49 (5): 833–841. doi:10.1016/0031-9384(91)90192-Q. PMID 1679557. 
  7. ^ Lindemann B, Ogiwara Y, Ninomiya Y (November 2002). "The discovery of umami". Chem Senses 27 (9): 843–844. doi:10.1093/chemse/27.9.843.PMID 12438211.
  8. ^ Ikeda K (1908). "A production method of seasoning mainly consists of salt of L-glutamic acid". Japanese Patent 14804.
  9. ^ a b Yamaguchi S, Ninomiya K (1998). "What is umami?". Food Reviews International. 14 (2 & 3): 123?138. doi:10.1080/87559129809541155. 
  10. ^ Kurihara K (2009). "Glutamate: from discovery as a food flavor to role as a basic taste (umami)?". The American Journal of Clinical Nutrition. 90 (3): 719S?722S. doi:10.3945/ajcn.2009.27462D. PMID 19640953. 
  11. ^ a b c Chiaki Sano (2009). "History of glutamate production". The American Journal of Clinical Nutrition. 90 (3): 728S–732S. doi:10.3945/ajcn.2009.27462F. PMID 19640955. 
  12. ^ Yoshida T (1970). "Industrial manufacture of optically active glutamic acid through total synthesis". Chem Ing Tech. 42: 641?644. 
  13. ^ Kinoshita S, Udaka S, Shimamoto M (1957). "Studies on amino acid fermentation. Part I. Production of L-glutamic acid by various microorganisms". J Gen Appl Microbiol. 3: 193?205. 
  14. ^ Win. C., ed. (1995). Principles of Biochemistry. Boston, MA: Brown Pub Co. 
  15. ^ Rolls ET (2009). "Funtional neuroimaging of umami taste: what makes umami pleasant?". The American Journal of Clinical Nutrition. 90 (3): 804S?813S. doi:10.3945/ajcn.2009.27462R. PMID 19571217. 
  16. ^ Kawamura Y, Kare MR, ed. (1987). Umami: a basic taste. New York, NY: Marcel Dekker Inc. 
  17. ^ Yamaguchi S, Takahashi C (1984). "Interactions of monosodium glutamate and sodium chloride on saltiness and palatability of a clear soup". Journal of Food Science. 49 (1): 82?85. doi:10.1111/j.1365-2621.1984.tb13675.x. 
  18. ^ Ball P, Woodward D, Beard T, Shoobridge A, Ferrier M (2002). "Calcium diglutamate improves taste characteristics of lower-salt soup". Eur J Clin Nutr. 56 (6): 519?523. doi:10.1038/sj.ejcn.1601343. PMID 12032651. 
  19. ^ a b Walker R, Lupien JR (2000). "The safety evaluation of monosodium glutamate". Journal of Nutrition. 130 (4S Suppl): 1049S?1052S. PMID 10736380. 
  20. ^ a b Freeman, M (2006). "Reconsidering the effects of monosodium glutamate: A literature review". Journal of the American Academy of Nurse Practicioners. 18 (10): 482?486. doi:10.1111/j.1745-7599.2006.00160.x. PMID 16999713. 
  21. ^ Raiten DJ, Talbot JM, Fisher KD (1996). "Executive Summary from the Report: Analysis of Adverse Reactions to Monosodium Glutamate (MSG)". Journal of Nutrition. 126 (6): 1743?1745. PMID 7472671. 
  22. ^ Geha RS; Beiser A; Ren C; et al. (2000). "Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a multicenter double-blind placebo-controlled study". J. Nutr. 130 (4S Suppl): 1058S?62S. PMID 10736382. 
  23. ^ a b Tarasoff L., Kelly M.F. (1993). "Monosodium L-glutamate: a double-blind study and review". Food Chem. Toxicol. 31 (12): 1019?1035. doi:10.1016/0278-6915(93)90012-N. PMID 8282275. 
  24. ^ Freeman M. (2006). "Reconsidering the effects of monosodium glutamate: a literature review". J Am Acad Nurse Pract. 18 (10): 482?6. doi:10.1111/j.1745-7599.2006.00160.x. PMID 16999713. 
  25. ^ Walker R (1999). "The significance of excursions above the ADI. Case study: monosodium glutamate". Regul. Toxicol. Pharmacol. 30 (2 Pt 2): S119?S121. doi:10.1006/rtph.1999.1337. PMID 10597625. 
  26. ^ Willams, A. N., and Woessner, K.M. (2009). "Monosodium glutamate 'allergy': menace or myth?". Clinical & Experimental Allergy. 39 (5): 640?646. doi:10.1111/j.1365-2222.2009.03221.x. 
  27. ^ Shi, Z; Luscombe-Marsh, ND; Wittert, GA; Yuan, B; Dai, Y; Pan, X; Taylor, AW (2010). "Monosodium glutamate is not associated with obesity or a greater prevalence of weight gain over 5 years: Findings from the Jiangsu Nutrition Study of Chinese adults". The British journal of nutrition. 104 (3): 457?63. doi:10.1017/S0007114510000760. PMID 20370941. 
  28. ^ Nicholas bakalar (August 25, 2008). "Nutrition: MSG Use Is Linked to Obesity". The New York Times. Diakses tanggal 2010-11-10. Consumption of monosodium glutamate, or MSG, the widely used food additive, may increase the likelihood of being overweight, a new study says. 
  29. ^ Stevenson, D. D. (2000). "Monosodium glutamate and asthma". J. Nutr. 130 (4S Suppl): 1067S?1073S. PMID 10736384. 
  30. ^ Nicholas J. Maragakis, MD; Jeffrey D. Rothstein, MD, PhD (2001;58:365-370.). "Glutamate Transporters in Neurologic Disease". Neurology. Diakses tanggal 2010-11-10. Glutamate is the primary excitatory amino acid neurotransmitter in the human brain. It is important in synaptic plasticity, learning, and development. Its activity at the synaptic cleft is carefully balanced by receptor inactivation and glutamate reuptake. When this balance is upset, excess glutamate can itself become neurotoxic. ... This overactivation leads to an enzymatic cascade of events ultimately resulting in cell death. 
  31. ^ "MSG In Food". Food Standards Code. Food Standards Australia New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-28. Diakses tanggal May 17, 2010. 
  32. ^ "Standard 1.2.4 Labelling of Ingredients". Food Standards Code. Food Standards Australia New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-21. Diakses tanggal May 15, 2010. 
  33. ^ curiouscook.com McGee, Harold, On Food and Cooking, the Science and Lore of the Kitchen, 2004

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]