Demensia
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Demensia (bahasa Inggris: dementia, senility) merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional yang sering kali disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak.[1] Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang mana mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi dengan orang lain. Seringkali, memori jangka pendek, pikiran, kemampuan berbicara dan kemampuan motorik terpengaruh. Beberapa bentuk demensia mengubah kepribadian pasien. Penderita demensia akan kehilangan kemampuan tertentu dan pengetahuannya yang telah didapatkan sebelumnya. Hal inilah yang terutama membedakan dengan kondisi lainnya yang mempengaruhi pikiran. Orang yang mengalami masalah pembelajaran, atau ber-IQ rendah tidak akan pernah memiliki kemampuan tertentu, tetapi orang yang terkena demensia akan kehilangan kemampuan yang telah didapatkannya. Demensia biasanya terjadi pada usia lanjut. Beberapa jenis demensia dapat diperlambat kemundurannya. Bentuk demensia yang umum adalah Alzheimer yang merupakan 50 hingga 60 persen dari semua kasus demensia. Bentuk lainnya termasuk demensia karena faktor pembuluh darah (vascular dementia) dan demensia dengan badan Lewy.[butuh rujukan] DSM-4-TR juga menetapkan kriteria untuk diagnosis gejala demensia.[2]
Penyebab Demensia
[sunting | sunting sumber]Kerusakan sel-sel otak menjadi penyebab utama terjadinya demensia sehingga komunikasi antar sel menjadi terganggu. Akibatnya muncul gejala gangguan perilaku dan perasaan sesuai dengan area otak yang mengalami kerusakan.[3] Terdapat beberapa bagian dalam otak yang memiliki fungsi berbeda-beda misalnya ingatan, gerakan dan pertimbangan. Apabila salah satu sel tersebut rusak, maka otak tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal. Faktor genetik juga memiliki peranan penting terjadinya demensia. Selain itu, lingkungan juga memberikan sumbangan yang besar terhadap faktor risiko demensia. Faktor lingkungan berkaitan dengan gaya hidup. Gaya hidup yang tidak sehat merupakan faktor risiko utama dari berbagai penyakit seperti stroke, penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus. Penyakit tersebut merupakan faktor risiko yang paling besar menyebabkan terjadinya demensia.
Penyakit Alzheimer
[sunting | sunting sumber]Penyakit Alzheimer menyumbang 60-70% kasus demensia di seluruh dunia.[4][5] Gejala penyakit Alzheimer yang paling umum adalah kehilangan ingatan jangka pendek dan kesulitan menemukan kata-kata. Masalah dengan fungsi visual-spasial (sering hilang), penalaran, penilaian, dan ketajaman gagal. Hindsight mengacu pada apakah seseorang menyadari bahwa mereka memiliki masalah memori.
Bagian otak yang paling rentan terhadap penyakit Alzheimer adalah hippocampus.[6] Bagian lain yang menunjukkan atrofi (penyusutan) termasuk lobus temporal dan parietal.[7]
Pasien dengan penyakit Alzheimer dan demensia sering kali membutuhkan beberapa obat untuk diminum pada waktu yang tepat dan dalam dosis yang tepat.[8][9]
Pembuluh darah
[sunting | sunting sumber]Demensia vaskular menyumbang setidaknya 20% dari kasus demensia, menjadikannya jenis demensia kedua yang paling umum.[10] Hal ini disebabkan oleh penyakit atau cedera yang memengaruhi suplai darah ke otak, biasanya melibatkan serangkaian stroke mini. Gejala demensia ini tergantung pada bagian otak mana yang terkena stroke dan apakah pembuluh darah yang terkena besar atau kecil. Trauma berulang dapat menyebabkan demensia progresif dari waktu ke waktu, sedangkan cedera tunggal yang terlokalisasi di daerah yang penting untuk kognisi, seperti hipokampus atau talamus, dapat menyebabkan penurunan kognitif secara tiba-tiba.
Kanvas Levi
[sunting | sunting sumber]Gejala awal demensia dengan badan Lewy (DLB) termasuk gangguan kognitif ringan dan timbulnya delirium. Gejala DLB lebih umum, lebih parah, dan muncul lebih awal daripada subtipe demensia lainnya.[11] Demensia dengan badan Lewy memiliki gejala utama fluktuasi kemampuan kognitif, kewaspadaan, atau perhatian; gangguan perilaku gerakan mata cepat (RBD); satu atau lebih tanda utama parkinsonisme yang tidak disebabkan oleh pengobatan atau stroke; dan halusinasi visual berulang.
Gejala-gejalanya
[sunting | sunting sumber]Seseorang mungkin menderita demensia, jika terjadi pemburukan pada: [12]
- Kemampuan mengambil keputusan (bahasa Inggris: Decision-making ability)
- Kebijaksanaan (bahasa Inggris: Judgment)
- Orientasi waktu dan ruang (bahasa Inggris: Orientation in time and space)
- Pemecahan masalah (bahasa Inggris: Problem solving)
- Kemampuan berbicara (bahasa Inggris: Verbal communication)
Perubahan perilaku termasuk:
- Makan
- Berpakaian (mungkin membutuhkan bantuan)
- Kegemaran
- Aktivitas rutin (mungkin menjadi tak dapat melakukan pekerjaan rumah tangga)
- Kepribadian (tanggapan yang tak semestinya, kurang dalam pengendalian emosi)
Jenis-jenis demensia
[sunting | sunting sumber]Beberapa jenis demensia dapat dipulihkan. Hal ini berarti kerusakan dapat diperbaiki. Jenis lainnya tak dapat dipulihkan. Hal ini berati kerusakan yang sudah terjadi tidak dapat diperbaiki. Demensia yang tak dapat dipulihkan biasanya disebabkan oleh penyakit yang tak dapat disembuhkan, seperti Alzheimer. Dimensia yang dapat dipulihkan termasuk diffuse axonal injury setelah kecelakaan pada kepala dan otak, dikenal sebagai trauma kepala/otak Traumatic brain injury.
Penyakit Creutzfeldt-Jakob menyebabkan demensia yang terjadi memburuk dengan cepat, dalam hitungan minggu atau bulan, dan ini disebabkan oleh adanya prion (di Indonesia dikenal sebagai Penyakit Sapi Gila, tetapi belum pernah diketahui terjadi pada orang Indonesia).[13] Jenis lainnya seperti encephalopathy atau delirium yang berkembang secara lambat, selama bertahun-tahun.
Dua penyebab utama demensia adalah Alzheimer dan Multi-infarct disease.[14] Glioma sehubungan dengan tumor adalah penyebab lainnya yang diketahui. Alcohol dementia, kadang-kadang dihubungkan dengan Wernicke-Korsakoff syndrome, dan hal ini disebabkan pengunaan/minum alkohol yang berlebihan dalam jangka panjang.
Penyebab metabolisme yang mungkin menjadi penyebab demensia, misalnya gagal hati (Hepatic encephalopathy) atau gagal ginjal; dan subdural hematoma yang kronis. Kemungkinan lain termasuk infeksi otak karena meningitis yang menyebabkan keracunan obat untuk viral encephalitis (misalnya obat-obatan anticonvulsant).
Demensia juga dapat diinduksi oleh defisiensi niasin.[15]
Demensia pada Alzheimer dikategorikan sebagai simtoma degeneratif otak yang progresif. Mengingat beban yang ditimbulkan penyakit ini, masyarakat perlu mewaspadai gangguan perilaku dan psikologik penderita demensia Alzheimer.[16]
- Yang lainnya adalah
- Pada tahap ini, menurut skala MMSE (bahasa Inggris: Mini-Mental State Examination), penderita mengalami gangguan minor pada orientasi tempat, waktu dan ingatan, pada 3 tahun pertama,[19] yang disebut MCI (bahasa Inggris: mild cognitive impairment) dengan penurunan ketebalan dan volume otak pada korteks entorinal, hipokampus dan girus supramarginal.[20]
- Demensia yang disertai badan Lewy.[17]
- Demensia frontotemporal, terjadi pada penderita sklerosis lateral amiotrofik dan penyakit degeneratif lobus frontotemporal.
- Demensia paralitik, jenis demensia yang ditemukan oleh Julius Wagner-Jauregg.
Pola diet dan fungsi kognitif
[sunting | sunting sumber]Sebuah studi, yang diterbitkan pada 2019, menemukan bahwa pola diet sehat mungkin bermanfaat dalam membantu mencegah demensia. Dalam studi tersebut, para peneliti mempelajari lebih dari 2.600 peserta, berusia 25-45 tahun, yang mengambil bagian dalam diet bergaya Mediterania. Peserta diberikan kuesioner lebih dari 3 kali poin untuk menilai asupan makanan rata-rata mereka.[21]
Berdasarkan temuan, para peneliti dapat menentukan bahwa diet MedDiet dan APDQS memiliki manfaat lebih besar bagi kesehatan kognitif mereka, dibandingkan dengan diet DASH. Di antara komponen dari masing-masing pola diet, lemak tak jenuh tunggal, polong-polongan, dan zat gizi mikro diamati paling membantu dalam meningkatkan kesehatan kognitif. Temuan penelitian ini diterbitkan dalam Neurology.[22]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ (Inggris) "Dementia". MedlinePlus. Diakses tanggal 2010-06-05.
- ^ Khairunnisa, G., dkk. (2014). "Uji Validitas Konstruk The Modified Mini Mental State-Test (3MS)" (PDF). JP3I: Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia. III (4): 331.
- ^ "Penyakit Demensia - Penurunan Daya Ingat dan Cara Berpikir". Penyakit Tubuh (dalam bahasa Inggris). 2021-10-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-15. Diakses tanggal 2021-10-15.
- ^ "Alzheimer's disease may account for 70% of dementia cases". healthwise.punchng.com. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "Alzheimer's disease accounts for 60-70% cases of dementia". medizzy.com. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "Hippocampus and its involvement in Alzheimer's disease: a review". pubmed.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "Cerebral (brain) atrophy: Why your brain is shrinking and what to do about it". www.belmarrahealth.com. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "4 Medications FDA-Approved to Treat Alzheimer's & Other Dementias". betterhealthwhileaging.net. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "Alzheimer's and Dementia Program". www.ezrahomecare.com. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "The pathobiology of vascular dementia". www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ "Behavioral and psychological symptoms in Lewy body disease: a review". pubmed.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 2024-09-24.
- ^ (tidak lagi berfungsi) Calleo J, Stanley M (2008). "Anxiety Disorders in Later Life Differentiated Diagnosis and Treatment Strategies". Psychiatric Times. 25 (8).
- ^ Belay ED, Schonberger LB (2002). "Variant Creutzfeldt–Jakob disease and bovine spongiform encephalopathy". Clin. Lab. Med. 22 (4): 849–62, v–vi. doi:10.1016/S0272-2712(02)00024-0. PMID 12489284.
- ^ Neuropathology Group. Medical Research Council Cognitive Function and Aging Study (2001). "Pathological correlates of late-onset dementia in a multicentre, community-based population in England and Wales. Neuropathology Group of the Medical Research Council Cognitive Function and Ageing Study (MRC CFAS)". Lancet. 357 (9251): 169–75. doi:10.1016/S0140-6736(00)03589-3. PMID 11213093.
- ^ (Inggris) "Dietary niacin and the risk of incident Alzheimer's disease and of cognitive decline". Rush Institute for Healthy Aging, Centers for Disease Control and Prevention; Morris MC, Evans DA, Bienias JL, Scherr PA, Tangney CC, Hebert LE, Bennett DA, Wilson RS, Aggarwal N. Diakses tanggal 2010-06-29.
- ^ (tidak lagi berfungsi) "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-08. Diakses tanggal 2010-06-05.
- ^ a b (Inggris) "Recommendations for the diagnosis and management of Alzheimer's disease and other disorders associated with dementia: EFNS guideline". Memory Disorders Research Group, Department of Neurology, Rigshospitalet, Copenhagen University Hospital; Waldemar G, Dubois B, Emre M, Georges J, McKeith IG, Rossor M, Scheltens P, Tariska P, Winblad B; EFNS. Diakses tanggal 2010-06-29.
- ^ (Inggris) "Cognitive deficits in preclinical Alzheimer's disease and vascular dementia: patterns of findings from the Kungsholmen Project". Karolinska Institutet, Aging Research Center; Bäckman L, Small BJ. Diakses tanggal 2010-06-29.
- ^ (Inggris) "A preclinical phase in vascular dementia: cognitive impairment three years before diagnosis". Aging Research Center, Division of Geriatric Epidemiology, Neurotec, Karolinska Institutet, and Stockholm Gerontology Research Center; Jones S, Laukka EJ, Small BJ, Fratiglioni L, Bäckman L. Diakses tanggal 2010-06-29.
- ^ (tidak lagi berfungsi) (Inggris) "MRI software accurately IDs preclinical Alzheimer's disease". Massachusetts General Hospital; Rebekah Moan. Diakses tanggal 2010-06-29.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Dietary patterns in early life pay dividends for midlife cognitive performance". Neurology. Diakses tanggal April 2, 2019.
- ^ "Healthy diet might help reduce the risk of dementia". http://www.mentaldaily.com. Diakses tanggal March 24, 2019.