0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
29 tayangan37 halaman

Kelompok 4

Diunggah oleh

10aisahpayapo
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
29 tayangan37 halaman

Kelompok 4

Diunggah oleh

10aisahpayapo
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 37

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Nama : 1. Sary Rahwati Nurue

2. Rahma Yahya

3. Suci Arsi Kelirey

4. Venska Tuhusula

5. Sitti Hajar Wokas

6. Waqamara

7. Nurul Aulia Syauta

8. Nurfaradhila Lek

9. Sukran Namkatu

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA

AMBON

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-

Nya, naskah laporan kelompok kami ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun

untuk memenuhi tugas akademik serta memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai

pentingnya komunikasi yang efektif dalam dunia keperawatan.

Komunikasi dalam keperawatan merupakan salah satu aspek penting yang mendukung

keberhasilan pelayanan kesehatan. Melalui komunikasi yang baik, hubungan antara perawat dan

pasien dapat terjalin dengan harmonis sehingga proses perawatan berjalan lebih efektif dan

efisien. Laporan ini menguraikan konsep dasar komunikasi, jenis-jenis komunikasi yang relevan

dalam keperawatan, hingga tantangan yang sering dihadapi dalam praktiknya.

Dalam penyusunan laporan ini, kami memperoleh banyak bantuan, dukungan, dan masukan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, serta

semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam bentuk saran, kritik, dan dukungan selama

proses penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan ini di masa

mendatang. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan baru, khususnya bagi

pembaca yang mendalami dunia keperawatan.

Ambon, 28 November 2024

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................

Daftar Isi.............................................................................................................................

Daftar Tabel.......................................................................................................................

Daftar Gambar..................................................................................................................

Bab I Pendahuluan............................................................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................

1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................

1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................

1.4.1 Manfaat Teoritis..............................................................................

1.4.2 Manfaat Praktis................................................................................

Bab II Tinjauan Teori.......................................................................................................

2.1 Konsep Komunikasi...........................................................................................

2.1.1 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Anak.......................................

2.1.2 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.....................................

2.1.3 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Pasien dalam Ruang Perawatan IGD

2.2 Konsep Masalah-Masalah Komunikasi Keperawatan pada Anak, Lansia, Pasien-

pasien dalam Ruang Perawatan Tertentu.................................................................

2.2.1 Pengkajian.............................................................................................

2.2.2 Analisa Data..........................................................................................

2.2.3 Diagnosa................................................................................................
2.2.4 Intervensi...............................................................................................

2.2.5 Implementasi.........................................................................................

2.3 Strategi Penerapan Komunikasi Keperawatan.....................................................

2.3.1 SAP (Satuan Acara Penyuluhan)...........................................................

2.3.2 Leaflet dan Alat Peraga.........................................................................

2.3.3 Proses Kegiatan.....................................................................................

2.3.4 Literatur Review....................................................................................

Bab III Penutup.................................................................................................................

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................

3.2 Saran.....................................................................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rincian Kegiatan

Tabel 2. Literature Review

Tabel 3. Analisis PICOT


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sesi Foto Bersama

Gambar 1.2 Aktivitas Selesai Penyuluahan

Gambar 1.3 Pemaparan Materi

Gambar 1.4 Presentasi Materi Penyuluhan

Gambar 1.5 Kondisi Pada Saat Presentasi Materi

Gambar 1.6 Penyampaian cara cuci tangan yang benar

Gambar 1.7 Simulasi Praktik Cuci Tangan


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kemampuan yang sangat penting dalam bidang keperawatan adalah komunikasi.

Perawat tidak hanya harus memberikan perawatan medis, tetapi juga membantu keluarga

pasien, tim kesehatan, dan pasien berkomunikasi dengan baik. Komunikasi yang efektif dapat

meningkatkan kepercayaan pasien, mempercepat proses penyembuhan, dan mengurangi

risiko kesalahpahaman tentang proses perawatan.

Dalam praktik keperawatan, banyak hal terlibat dalam komunikasi, termasuk komunikasi

verbal, non-verbal, dan tertulis yang memerlukan pendekatan profesionalisme, empati, dan

penghormatan. Namun, tidak jarang ditemukan hambatan dalam komunikasi keperawatan,

seperti perbedaan budaya, bahasa, atau kurangnya keterampilan komunikasi perawat. Oleh

karena itu, pemahaman dan penerapan komunikasi yang efektif sangat penting untuk

menyediakan layanan kesehatan berkualitas tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep komunikasi terapeutik?

2. Bagaimana peran komunikasi dalam menunjang efektivitas pelayanan keperawatan?

3. Bagaimana strategi meningkatkan keterampilan komunikasi dalam praktik

keperawatan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memahami pentingnya komunikasi yang efektif dalam dunia keperawatan dan

bagaimana penerapannya dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi konsep dasar dan jenis-jenis komunikasi dalam keperawatan.

2. Menganalisis peran komunikasi dalam proses pelayanan kesehatan.

3. Mengidentifikasi kendala atau hambatan dalam komunikasi keperawatan.

4. Memberikan rekomendasi strategi untuk meningkatkan keterampilan komunikasi

dalam praktik keperawatan.


1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan wawasan bagi pengembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam

bidang komunikasi.

2. Menambah referensi ilmiah tentang pentingnya komunikasi dalam praktik

keperawatan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Membantu perawat meningkatkan keterampilan komunikasi mereka sehingga

dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien.

2. Memberikan panduan bagi institusi kesehatan dalam merancang pelatihan

komunikasi yang efektif untuk tenaga keperawatan.

3. Memberikan wawasan kepada mahasiswa keperawatan mengenai pentingnya

komunikasi dalam praktik klinis.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Komunikasi

Komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin “communis” yang berarti

sama. Kata "communicate" berasal dari kata "umum" yang memiliki makna untuk

berbagi, bertukar, mengirim bersama, mengirimkan, berbicara, memberi isyarat, menulis,

menggunakan, berhubungan.Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses melalui

mana dua orang atau lebih datang untuk bertukar ide dan pemahaman di antara mereka

sendiri. Komunikasi baik verbal dan nonverbal bertujuan menyampaikan pesan, berbagi

informasi dan menjalin, memperkuat atau mempengaruhi hubungan.

Komunikasi membangun hubungan dan pesan memiliki maksud atau tujuan. Pengirim

bermaksud baik secara sadar atau tidak sadar untuk mencapai sesuatu dengan

berkomunikasi. Dalam konteks organisasi, pesan biasanya memiliki tujuan: memotivasi,

menginformasikan, mengajar, membujuk, menghibur, atau menginspirasi.Komunikasi

adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan verbal dan non verbal yang

menghasilkan respon. Komunikasi dianggap efektif bila mencapai reaksi atau tanggapan

yang diinginkan dari penerima, secara sederhana dikatakan, komunikasi adalah proses

dua arah pertukaran ide atau informasi antara manusia.

2.1.1 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Anak

- Komponen Komunikasi Terapeutik

1. Lingkungan dan jarak personal

 Lingkungan dan jarak personal merupakan elemen dari komunikasi

terapeutik perawat – klien. Sebelum menemui klien, perawat hendaknya

menyiapkan lingkungan yang mendukung komunikasi efektif dengan klien.

 Misalnya memilih lingkungan yang tenang supaya dialog/trialog tidak

terganggu. Perawat juga perlu menjaga jarak/space yang tepat dengan klien

(tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Jarak yang terlalu dekat dapat

membuat klien tidak nyaman, jarak yang terlalu jauh dapat menggangu

komunikasi (misalnya: suara tidak terdengar jelas). Usahakan tidak ada

penghalang jarak antara perawat dank lien yang dapat menggangu


komunikasi misalya ada benda yang menghalangi perawat unutk melihat

klien dan sebaliknya.

2. Teknik Komunikasi Terapeutik

a. Mendengarkan

 Menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan dasar dalam

komunikasi antara perawat dengan klien. Untuk menjadi pendengar yang

baik, perawat mampu menghidari gerakan tubuh yang mengganggu.

Perawat juga dapat menunjukkan sikap/gerakan tubuh yang menunjujkkan

bahwa ia mendengarkan klien, contoh: menganggukkan kepala,

memberika sentuhan yang tepat.

b. Perhatian/memfokuskan

 Perhatian secara penuh pada klien dan menunjukkan bahwa perawat ada

(hadir secara fisik dan jiwa) sangatlah penting agar pasien merasa dihargai

dan dapat meningkatkan kepercayaan klien pada perawat. Perawat perlu

menghidari distraksi pada saat Kemampuan dalam membatasi bahan

pembicaraan

c. Klarifikasi

 Klarifikasi berarti rewording atau mendefinisikan apa yang dikatakan

pasien. Teknik ini melibatkan mengulangi kata yang signifikan atau frase

bahwa pasien baru saja mengatakan. Hal ini sangat berguna ketika pasien

telah berbicara tentang perasaannya. Ini adalah teknik yang aman dalam

bahwa Anda tidak menawarkan interpretasi; Anda hanya menunjukkan

bahwa Anda mendengar apa yang dikatakan pasien dan mungkin

mengundang dia untuk menguraikan itu.

d. Refleksi

Mengklarifikasi dapat membantu perawat dalam memahami apa yang di

katakan oleh klien sekaligus sebagai cara anak dan atau orang tua

mengenali dan memahami perasaan mereka.


e. Empati

Didefinisikan sebagai kapasitas untuk mengakui emosi yang sedang dialami

oleh pasien anak atau orang tua dan menunjukkan bahwa perawat mengenali

dan menghargai emosi klien. Platt dan Gordon (2006) berpendapat bahwa

respon empati adalah respon yang paling efektif untuk emosi yang kuat dari

pasien seperti marah, sedih atau takut.

f. Keterbukaan

Perawat perlu menunjukkan sikap terbuka, misalnya perawat selalu

menggunakan pertanyaan terbuka dan memberikan respon atas reaksi klien

dengan terbuka dan tidak beprasangka pada klien.

g. Diam

Teknik ini memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya dan

memproses informasi terutama pada saat klien harus mengambil keputusan.

3. Visualisasi

Perawat dapat membantu memperjelas apa yang akan dia sampaikan kepada klien

dengan memberikan gambaran visual/deskripsi. Misalnya saya akan memasang

bengkok untuk menampung kapas dan kasa yang kotor. Perawat dapat

menggambarkan bengkok berbentuk seperti kacang merah, sehingga pasien

mampu mendapatkan gambaran yang lebih jelas.

4. Bahasatubuh/gesture

a. Kinesis

Kinesis mengacu pada komunikasi melalui gerakan tubuh seperti ekspresi

wajah, gerak tubuh dan postur. Perawat perlu mencari dan menafsirkan tanda-

tanda kinetik pada pasien. Beberapa tanda-tanda ini yang jelas (mengepalkan

tangan, alis berkerut, lengan dilipat, kaki penyadapan, melihat jauh) yang lain

lebih halus (misalnya, sering menelan sebagai tanda gugup).


Prinsip – prinsip untuk berkomunikasi dengan anak:

1. Sesuai dengan usia tumbuh kembang

Pada saat berkomunikasi dengan anak, perawat perlu memperhatikan tahapan tumbuh

kembang anak karena anak memiliki kemampuan yang berbeda untuk komunikasi sesuai

dengan tahapan tumbuh kembangnya

2. Memandang anak secara holistic

Ketika berkomunikasi dengan anak, perawat perlu memandang anak secara holistic.

Misalnya ketika sakit, anak tidak hanya sakit secara fisik melainkan juga dapat sakit

secara psikososial (karena perpisahan/kehilangan teman).

3. Positive dan mengutamakan kekuatan (strength-based approach)

Mengunggulkan kekuatan atau kelebihan anak adalah penting agar anak merasa adekuat

saat dirawat di rumah sakit.

3. Mampu memenuhi kebutuhan anak termasuk anak dengan disabilitas/ketidakmampuan

yang lain.

Selain anak memiliki tahapan tumbuh kembang yang spesifik, beberapa anak mungkin

memiliki keterbatasan yang dapat mengganggu proses komunikasi. Perawat perlu

memperhatikan hambatan ini supaya dapat menyiapkan/memfasilitasi proses komunikasi

agar lebih efektif.

Pendekatan yang lebih terapeutik dibandingkan bercerita karena ada respon timbal balik dari

perawat. Mulailah dengan meminta anak menceritakan pengalamannya di rawat dirumah sakit,

ikuti dengan cerita lain yang diceritakan perawat yang hampir sama dengan cerita anak tetapi

dengan perbedaan yang membantu anak untuk mengidentifikasi area masalah.

Contoh: Cerita si anak adalah tentang di rawat di rumah sakit dan jarang melihat orang tua.

Cerita si perawat juga tentang anak (dengan menggunakan nama yang berbeda tetapi situasinya

serupa) di rumah sakit yang orang tuanya berkunjung setiap hari (pada sore hari setelah bekerja),

sampai anak tersebut merasa lebih baik dan akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.
 Perawat dapat menggunakan buku/majalah untuk membantu anak mengekspresikan

perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang

akan disampaikan kepada anak. Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah

sebagai berikut :

1. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk mengukur kesiapan anak

untuk memahami pesan dari buku.

2. Kenali isi buku (pesan yang disampaikan dan tujuannya)

3. Pilih buku yang sesuai dengan usia anak.

4. Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.

5. Gali makna buku bersama – sama dengan anak

 Dorong anak untuk menceritakan tentang mimpi atau mimpi buruk yang dialaminya

selama di rawat di rumah sakit. Terkadang perasaan stress anak dapat terbawa dalam

mimpi. Gali bersamanya tentang kemungkinan arti mimpi tersebut. Hal ini dapat

membantu anak untuk mengungkapkan perasaanya.

 Anak di dorong untuk mengungkapkan harapannya, dengan ini, keinginan dan keluhan

anak dapat diketahui. Harapan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat

itu. Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia ini, hal apa sajakah itu?”

Tanyakan kepada anak harapan khusus tersebut.

2.1.2 Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas

(Kemenkes RI, 2019).Memasuki usia senja, semakin banyak penyakit yang

menyerang para lansia. Usia yang semakin tua merupakan salah satu faktor

dari timbulnya berbagai pernyakit. Akibat populasi lansia yang meningkat

maka akan terjadi transisi epidomiologi, yaitu bergesernya pola penyakit dari

penyakit infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-penyakit degeneratif seperti

diabetes, gagal ginjal kronis, dan penyakit paru kronis. Peningkatan ini tentu

membutuhkan perhatian yang lebih baik dari sektor manapun, mengingat bahwa
permasalahan. yang dihadapi oleh mereka yang berusia lanjut pada banyak hal

berbeda dengan yang dihadapi pada kelompok usia yang lebih muda.

Kondisi lansia dengan masalah kesehatan memerlukan penanganan masalah salah

satunya melalui pendekatan komunikasi terapeutik untuk mencapai tingkat

kesehatan optimal. Komunikasi terapeutik pada lansia di Sendangguwo dilakukan

dengan beberapa tahap yaitu tahap pra-interaksi,tahap orientasi, tahap kerja, dan

tahap terminasi.

 Tahap Pra-Interaksi

Tahap pra-interaksi berisi tentang peran tenaga kesehatan yang berperan

sebagai komunikator. Tenaga kesehatan pada tahap ini mempersiapkan diri

untuk bertemu lansia. Tenaga kesehatan menyesuaikan diri untuk

melaksanakan komunikasi terapeutik kepada pasien termasuk pada

beberapa hal seperti mengetahui nama, umur, jenis kelamin, keluhan

penyakit.

 Tahap orientasi

Tahap Orientasi terdapat kontak antara tenaga kesehatan dan pasien.

Tahap orientasi terjalin dengan baik seperti keterbukaan pasien terhadap

tena ketika bercerita tentang kebiasaan makanan dan aktivitasnya yang

berhubungan dengan hipertensi.

 Tahap Kerja

Tahap kerja memuat tentang pengenalan jauh yang dilakukan dalam

penerimaan sikap antara tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan

berkomunikasi secara terapeutik kepada pasien dengan menyesuaikan

kondisi pasien lansia dan berlangsung dua arah. Pasien memiliki umpan

balik yang positif ketika berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.

 Tahap Terminasi

Tahap terminasi adalah tahapan dalam merencanakan kesimpulan

perawatan, mengantisipasi masalah yang timbul.

Komunikasi terapeutik dibutuhkan oleh pasien lansia. Lansia membutuhkan

komunikasi terapeutik untuk menangani kondisi kesehatan yang kurang optimal

yang dapat dicapai melalui berinteraksi dengan tenaga kesehatan. Pasien lansia
membutuhkan komunikasi yang baik dan berempati dari berbagai pihak.

Komunikasi terapeutik dapat membantu lansia mencapai kesehatan fisik maupun

psikologis secara maksimal. komunikasi terapeutik memiliki pengaruh yang baik

untuk masalah kesehatan yang dialami lansia. Komunikasi terapeutik dapat

membantu menurunkan kecemasan pada lansia. Komunikasi terapeutik

bermanfaat untuk memperbaiki kondisi gangguan psikologis lansia seperti

depresi, kecemasan, dan gangguan kognitif. Komunikasi terapeutik juga dapat

berdampak pada kepuasan lansia terhadap pelayanan yang diterima. Lansia

memiliki kepuasan terhadap tindakan yang dilakukan perawat yang melakukan

komunikasi terapeutik seperti menjelaskan tindakan, meminta persetujuan klien,

dan sampai berdiskusi tindakan yang akan dilakukan.

Kesehatan pada lanjut usia tidak hanya tergantung pada kebutuhan biologisnya

saja tetapi keadaan sekitar juga berpengaruh, misalnya seperti perhatian dan

psikologisnya. Hubungan dengan tenaga kesehatan yang disebut dengan

komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang sangat efektif karena

berpengaruh terhadap kesehatan lansia bertujuan untuk kesembuhan individu.

Komunikasi terapeutik juga mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal yaitu

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain sacara langsung, baik secara verbal dan

nonverbal.

2.1.3 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Pasien dalam Ruang Perawatan IGD

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu lini utama sebagai jalan

masuknya pasien. Filosofi penanganan Klien gawat darurat di Instalasi Gawat

Darurat yaitu Time Saving is Life Saving artinya bahwa semua tindakan yang

dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif serta

efisien termasuk komunikasi seperti komunikasi teraupetik.

Komunikasi di ruang Instalasi Gawat Darurat berbedadengan komunikasidi

ruang rawat inap. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat lebihmemfokuskan

pada tindakan yang segera dilakukan, sehingga dalam pelaksanaan komunikasi

terapeutik sangat kurang. Kegiatan kasus gawat darurat memerlukan

sebuah sub sistem yang terdiri dari informasi, jaringan koordinasi dan
jaringan pelayanan gawat darurat, sehingga seluruh kegiatan dapat

berlangsung dalam satu sistem terpadu

Karakteristik Komunikasi Terapeutik di IGD

1. Cepat dan Efisien: Komunikasi harus langsung pada inti masalah karena

waktu sangat penting di IGD.

2. Empati dan Humanis: Meski situasi mendesak, perawat atau dokter harus

tetap menunjukkan perhatian dan empati.

3. Fokus pada Pasien dan Keluarga: Selain pasien, keluarga pasien di IGD

sering kali cemas dan membutuhkan penjelasan yang jelas dan

menenangkan.

4. Adaptif terhadap Tekanan: Tenaga kesehatan harus mampu berkomunikasi

dengan tenang meskipun dalam kondisi stres atau darurat.

5. Berbasis Kepercayaan: Kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan

sangat diperlukan untuk memastikan kerja sama dalam penanganan medis.

Teknik Komunikasi Terapeutik yang Efektif di IGD

1. Mendengarkan Aktif: Fokus pada apa yang disampaikan pasien dan

keluarga tanpa menyela.

2. Bahasa Sederhana: Gunakan kata-kata yang mudah dimengerti, hindari

istilah medis kompleks.

3. Nada Suara yang Tenang: Berbicara dengan nada yang jelas dan

menenangkan, meskipun situasi darurat.

4. Sentuhan yang Menenangkan: Jika sesuai, sentuhan lembut dapat

membantu memberikan rasa aman pada pasien.

5. Empati: Tunjukkan perhatian pada kondisi pasien dan keluarga melalui

ekspresi wajah dan kata-kata.

6. Klarifikasi: Pastikan semua pesan diterima dan dipahami dengan baik,

misalnya dengan mengulang informasi yang penting.


2.2 Konsep Masalah-Masalah Komunikasi Keperawatan pada Anak, Lansia, Pasien-

pasien dalam Ruang Perawatan Tertentu

Studi Kasus

Perawat A, laki-laki berusia 24 tahun, suku jawa, mengalami kesulitan untuk

berkomunikasi dengan salah satu kliennya, yakni Adek S yang baru melakukan

mastektomi. Adek S sering diam jika bertemu dengan perawat A, bahkan memalingkan

mukanya sebagai tanda penolakan terhadap kedatangan perawat A. Jika dilihat, perawat

A dan Adek S mendapatkan berbagai hambatan sehingga proses komunikasi yang

dilakukan tidak berjalan dengan semestinya. Hubungan antara perawat A dan adek S

yang tidak baik dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kesenjangan antara perawat

dengan klien, sikap, serta adanya resisten dan transferens pada diri klien.

2.2.1 Pengkajian

1. Data Sbjektif

 Anak sering diam atau tidak merespons ketika diajak berbicara.

 Anak memalingkan muka sebagai tanda penolakan.

 Anak tampak cemas atau enggan berinteraksi dengan perawat

tertentu.

2. Data Objektif:

 Ekspresi wajah anak menunjukkan ketidaknyamanan (contoh:

cemberut, menghindari kontak mata).

 Tidak adanya komunikasi verbal atau minimal.

 Pola interaksi antara anak dan perawat tampak terhambat.

3. Faktor yang Berkontribusi:

o Usia anak (perkembangan kognitif dan emosional belum matang).


o Pengalaman trauma, seperti rasa takut setelah prosedur medis

(misalnya, mastektomi pada kasus Adek S).

o Ketidaknyamanan terhadap perawat tertentu karena jenis kelamin,

usia, atau gaya komunikasi.

2.2.2 Analisis Data

 Masalah Utama: Gangguan komunikasi verbal dan non-verbal.

 Faktor Penyebab:

1. Ketidaknyamanan emosional atau psikologis (trauma, resistensi, atau

ketakutan).

2. Faktor budaya atau hubungan interpersonal yang tidak harmonis.

3. Perasaan tidak percaya atau proyeksi emosi negatif terhadap figur

perawat.

2.2.3 Diagnosa

1. Gangguan komunikasi berhubungan dengan resistensi emosional dan

ketidaknyamanan terhadap perawat A.

2. Ansietas berhubungan dengan pengalaman prosedur medis yang menyakitkan

atau traumatis.

2.2.4 Intervensi

1. Membangun Hubungan Terapeutik

o Gunakan bahasa yang sederhana dan sesuai dengan perkembangan anak.

o Tunjukkan empati dan kesabaran, tanpa memaksakan anak untuk

berbicara.

o Libatkan keluarga dalam proses komunikasi.

2. Mengurangi Ansietas

o Berikan penjelasan tentang prosedur atau tindakan dengan cara yang

menenangkan.

o Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak.


3. Pendekatan Non-Verbal:

o Gunakan alat bantu seperti boneka, gambar, atau mainan untuk membantu

komunikasi.

o Berikan sentuhan lembut (jika anak setuju) untuk menunjukkan

kehangatan.

4. Melibatkan Tim:

o Jika hubungan dengan Perawat A sulit diperbaiki, pertimbangkan

mengganti perawat atau melibatkan perawat wanita yang dapat lebih

mudah diterima anak.

2.2.5 Implementasi

Mengatasi Gangguan Komunikasi:

 Lakukan pendekatan secara bertahap: Perkenalkan diri dengan hangat dan

tidak terburu-buru, biarkan anak terbiasa dengan kehadiran perawat.

 Gunakan komunikasi non-verbal: Gunakan senyuman, mainan, gambar, atau

boneka untuk menarik perhatian anak.

 Gunakan bahasa sederhana: Pastikan bahasa yang digunakan sesuai dengan

usia dan tingkat pemahaman anak.

 Berikan waktu dan ruang: Tidak memaksa anak untuk merespons secara

langsung, biarkan anak berbicara ketika merasa nyaman.

Mengurangi Ansietas:

 Ciptakan lingkungan yang aman: Pastikan suasana ruangan terasa ramah,

hangat, dan menyenangkan bagi anak.

 Jelaskan tindakan secara sederhana: Sebelum melakukan tindakan, jelaskan

apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal itu akan membantu mereka.

 Dampingi dengan keluarga: Libatkan orang tua atau wali untuk memberikan

dukungan emosional selama pertemuan.


Melibatkan Tim dan Evaluasi:

 Jika hubungan dengan perawat tertentu sulit diperbaiki, melibatkan tenaga

medis lain (misalnya, perawat wanita atau yang lebih berpengalaman

dengan anak-anak).

 Lakukan evaluasi secara berkala untuk melihat apakah anak mulai

menunjukkan respons positif, seperti kontak mata atau partisipasi aktif.

2.3 Strategi Penerapan Komunikasi Keperawatan

Komunikasi dalam profesi keperawatan merupakan faktor pendukung pelayanan

keperawatan profesional yang dilaksanakan oleh perawat, dalam mengekspresikan peran dan

fungsinya. Salah satu kompetensi perawat yang harus dimiliki adalah kemampuan

berkomunikasi dengan efektif dan mudah dipahami dalam pelayanan keperawatan. Kemampuan

berkomunikasi akan mendasari upaya pemecahan masalah pasien, mempermudah pemberian

bantuan, baik dalam pelayanan medik, maupun psikologi.

1. Pendekatan Awal: Membangun Kepercayaan

 Kenali Anak dan Kebutuhannya:

Perawat harus memulai dengan mengenalkan diri secara santai dan

menyebutkan tujuannya berada di sana. Misalnya, "Halo, Adek S. Saya

kakak [nama], hari ini saya ingin menemani kamu supaya lebih nyaman."

 Berikan Waktu:

Tidak langsung memulai komunikasi tentang perawatan. Berikan anak

waktu untuk beradaptasi dengan kehadiran perawat.

 Gunakan Bahasa Tubuh Positif:

Senyum, nada suara yang lembut, dan kontak mata yang tidak

mengintimidasi dapat menciptakan kesan ramah.

2. Komunikasi yang Sesuai dengan Usia dan Perkembangan


 Gunakan Bahasa Sederhana:

Sampaikan informasi dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh anak.

Hindari istilah medis yang dapat membingungkan atau menakutkan.

 Ajukan Pertanyaan Terbuka:

"Bagaimana perasaanmu hari ini?" atau "Apa yang kamu suka lakukan di

rumah?" Pertanyaan ini membantu anak merasa didengarkan tanpa tekanan.

 Gunakan Cerita atau Imajinasi:

Jelaskan prosedur medis dengan cerita yang menyenangkan, seperti, "Kita

akan main dokter-dokteran sebentar, dan ini hanya seperti 'pelukan kecil'

dari alat ini."

3. Pendekatan Non-Verbal

 Gunakan Alat Bantu:

Mainan, boneka, buku cerita, atau gambar dapat digunakan untuk menarik

perhatian anak dan memfasilitasi komunikasi.

 Dekati Secara Fisik dengan Hati-Hati:

Jangan langsung berada terlalu dekat; beri anak ruang, lalu dekati perlahan

ketika anak mulai merasa nyaman.

 Perhatikan Respons Anak:

Amati bahasa tubuh anak, seperti ekspresi wajah atau gerakan tubuh, untuk

memahami apakah mereka merasa nyaman atau tidak.

4. Melibatkan Orang Tua atau Wali

 Libatkan Keluarga Sebagai Mediator:

Mintalah bantuan dari keluarga untuk berbicara dengan anak atau

menjelaskan kebiasaan anak yang dapat membantu komunikasi.

 Pastikan Keluarga Mendukung:

Berikan edukasi kepada keluarga tentang cara mendukung anak agar

lebih terbuka terhadap perawat.

5. Strategi Menghadapi Resistensi


 Tidak Memaksa:

Jika anak tampak tidak nyaman, jangan memaksa mereka berbicara atau

berinteraksi. Tetap hadir secara tenang sebagai tanda kesiapan

membantu.

 Gunakan Humor:

Humor ringan atau permainan sederhana dapat membantu mencairkan

suasana.

 Beri Apresiasi:

Berikan pujian untuk setiap respons positif anak, sekecil apa pun.

Misalnya, "Wah, kamu hebat banget tadi mau ngobrol sama kakak!"

6. Komunikasi Berkesinambungan

 Konsistensi Perawat:

Usahakan perawat yang sama menangani anak agar anak terbiasa dan

merasa lebih nyaman.

 Evaluasi Progres:

Catat setiap perubahan dalam respons komunikasi anak, dan diskusikan

dengan tim keperawatan untuk menyesuaikan pendekatan jika

diperlukan.

7. Meningkatkan Empati dan Pemahaman

 Pahami Trauma Anak:

Perawat perlu memahami bahwa resistensi anak mungkin berasal dari

pengalaman traumatis (misalnya, mastektomi). Oleh karena itu, penting

untuk menunjukkan empati terhadap kondisi mereka.

 Jangan Berfokus pada Masalah:

Fokuslah pada hal-hal yang anak suka atau membuat mereka merasa

nyaman sebelum membahas aspek medis.

2.3.1 SAP
Tema : Ciptakan Hidup Bersih, Cegah Penyakit, untuk Sehat

Subtema : 6 Langkah Mencuci Tangan yang Benar

Sasaran : Anak-Anak

Waktu : Kamis, 28 November 2024 – 14.00 s/d Selesai

Lokasi : Gunung Malintang, Harapan Jaya

I. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Umum : Peserta memahami pentingnya mencuci tangan 6 langkah yang benar untuk

mencegah penyebaran penyakit.

Tujuan Khusus :

Setelah penyuluhan, peserta diharapkan:

1. Menjelaskan pentingnya mencuci tangan dalam mencegah penyakit.

2. Menyebutkan waktu-waktu penting untuk mencuci tangan.

3. Mempraktikkan 6 langkah mencuci tangan yang benar sesuai standar WHO.

4. Termotivasi untuk mencuci tangan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.

II. Materi Penyuluhan

1. Pentingnya Mencuci Tangan:

o Mencuci tangan adalah cara paling sederhana dan efektif untuk mencegah

penyakit menular seperti diare, flu, COVID-19, dan infeksi lainnya.

2. Waktu Penting untuk Mencuci Tangan:

o Sebelum makan atau menyiapkan makanan.

o Setelah menggunakan toilet.

o Setelah bersin, batuk, atau membuang ingus.

o Setelah menyentuh hewan atau benda kotor.

o Sebelum menyentuh bayi atau luka.


3. 6 Langkah Mencuci Tangan yang Benar (Standar WHO):

o Langkah 1: Gosok telapak tangan ke telapak tangan.

o Langkah 2: Gosok punggung tangan dan sela-sela jari.

o Langkah 3: Gosok sela-sela jari dengan posisi telapak tangan saling bertemu.

o Langkah 4: Gosok ibu jari dengan cara memutar menggunakan tangan lainnya.

o Langkah 5: Gosok ujung jari ke telapak tangan secara bergantian.

o Langkah 6: Bersihkan pergelangan tangan dengan gerakan memutar.

4. Dampak Tidak Mencuci Tangan dengan Benar:

o Penyebaran penyakit menular, seperti diare, ISPA, cacingan, dan flu.

o Infeksi silang di lingkungan keluarga dan masyarakat.

III. Metode Penyuluhan

1. Presentasi : Menyampaikan informasi tentang pentingnya mencuci tangan.

2. Demonstrasi : Mempraktikkan 6 langkah mencuci tangan.

3. Simulasi : Mengajak peserta untuk mempraktikkan langsung.

IV. Media dan Alat

1. Poster atau leaflet tentang 6 langkah mencuci tangan.

2. Sabun cair dan air mengalir.

3. Alat peraga seperti boneka tangan atau video pendek.

V. Rincian Kegiatan

Waktu Kegiatan Metode Penanggung Jawab

1. Salam dan perkenalan.

2. Icebreaking dengan tanya jawab Mahasiswa/I


5 Menit Presentasi
ringan, seperti: “Siapa di sini Perawat/narasumber

yang suka cuci tangan?”

30 Menit 1. Jelaskan pentingnya mencuci Presentasi Mahasiswa/I

tangan. Perawat/narasumber

2. Berikan penjelasan tentang


waktu penting mencuci tangan.

3. Demonstrasi 6 langkah mencuci

tangan.

4. Ajak peserta praktik.

Kesimpulan materi:

1. Pentingnya cuci tangan untuk

cegah penyakit.

10 Menit 2. Ajakan untuk konsisten mencuci Presentasi Leaflet

tangan.

3. Tanya jawab dan ucapan terima

kasih.

Tabel 1. Rincian Kegiatan Penyuluhan

VI. Evaluasi

1. Evaluasi Formatif:

o Observasi partisipasi peserta dalam simulasi mencuci tangan.

o Tanya jawab sederhana untuk memastikan pemahaman.

2. Evaluasi Sumatif:

o Peserta mampu menyebutkan 6 langkah mencuci tangan.

o Peserta mampu mempraktikkan 6 langkah mencuci tangan dengan benar.

VII. Rencana Tindak Lanjut

 Mendorong peserta untuk mempraktikkan mencuci tangan di rumah, tempat kerja, atau

sekolah.

 Membuat program kebiasaan mencuci tangan di fasilitas umum (misalnya, sekolah,

posyandu, atau tempat ibadah).


2.3.2 Leaflet & Alat Peraga

Judul: Ayok Cuci Tangan untuk Sehat

Materi Penyuluhan

1. Apa itu Cuci Tangan 6 Langkah?

Cuci tangan adalah tindakan membersihkan tangan menggunakan sabun dan air

mengalir untuk menghilangkan kuman penyebab penyakit.

2. Mengapa Harus Cuci Tangan?

 Cuci tangan adalah cara sederhana dan efektif untuk mencegah penularan penyakit

seperti diare, ISPA, dan flu.

 Menjaga kebersihan tangan dapat melindungi diri dan orang lain dari infeksi.

3. Tujuan Mencuci Tangan:

 Mencegah penularan penyakit.

 Menjaga kebersihan diri dan kesehatan tubuh.

4. 6 Langkah Mencuci Tangan:

1. Gosok telapak tangan.

2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari.

3. Gosok sela-sela jari bagian depan.

4. Bersihkan ibu jari dengan cara memutar.

5. Bersihkan ujung jari di telapak tangan.

6. Gosok pergelangan tangan secara melingkar.


Alat Peraga pada Penyuluhan

1. Poster/Leaflet:

o Leaflet

2. Video Edukasi :

o Penayangan video animasi mencuci tangan untuk menarik perhatian peserta.

3. Praktik Langsung dengan Alat:

o Alat :

 Sabun cair

 Air mengalir

 Handuk atau tisu kering untuk mengeringkan tangan

o Lakukan demonstrasi mencuci tangan 6 langkah sesuai materi.

Langkah Penggunaan Alat Peraga dalam Penyuluhan

1. Pembukaan:

o Tampilkan poster/leaflet dan jelaskan pentingnya mencuci tangan.

2. Demonstrasi:

o Peragakan 6 langkah mencuci tangan menggunakan sabun cair dan air mengalir.

3. Simulasi:

o Ajak peserta untuk mencoba mencuci tangan sesuai langkah-langkah yang sudah

diperagakan.

4. Interaktif:

o Gunakan lagu edukasi untuk mengingatkan langkah-langkah mencuci tangan.

5. Penutup:

o Berikan kesempatan peserta bertanya dan diskusikan manfaat mencuci tangan

dalam kehidupan sehari-hari.


2.3.3 Proses Kegiatan

Dokumentasi Penyuluhan

Gambar 1.1 Sesi Foto Bersama

Gambar 1.2 Aktivitas Selesai Penyuluahan


Gambar 1.3 Pemaparan Materi

Gambar 1.4 Presentasi Materi Penyuluhan


Gambar 1.5 Kondisi Pada Saat Presentasi Materi

Gambar 1.6 Penyampaian cara cuci tangan yang benar


Gambar 1.7 Simulasi Praktik Cuci Tangan
2.3.4 Literatur Review

Judul/Penulis/
Desain Sampel Variabel Intervensi Analisis Hasil Penelitian
Tahun

Peningkatan Pre- 40 responden - Variabel Bebas: Pelatihan ADL dengan Penggunaan Wilcoxon Hasil penelitian

Kemandirian Lansia eksperimental, lansia yang diambil ADL Training komunikasi terapeutik Signed Rank Test menunjukkan

melalui Activity one-group dengan teknik dengan pendekatan yang melibatkan teknik untuk menganalisis peningkatan signifikan

Daily Living Training pre-post test purposive sampling komunikasi terapeuti komunikasi seperti perbedaan tingkat dalam kemandirian

dengan Pendekatan design. di Ruang k. empati dan dorongan kemandirian sebelum lansia, dengan nilai p =

Komunikasi Psikogeriatri RSJ - Variabel Terikat: positif selama 4 hari. dan sesudah intervensi. 0,000, menunjukkan

Terapeutik di RSJ Dr. Dr. Radjiman Kemandirian lansia pengaruh positif dari

Radjiman Wediodiningrat La dalam intervensi ADL Training

Wediodiningrat wang Malang. aktivitas sehari-hari dengan

Lawang. komunikasi terapeutik.

Nurul Mawaddah &

Aman Wijayanto

(2020

Penerapan Kegiatan 74 lansia di Variabel independen: Penyuluhan Analisis deskriptif Komunikasi terapeutik
Komunikasi Pengabdian Kelurahan komunikasi terapeutik. menggunakan teknik terhadap tekanan darah, efektif dalam

Terapeutik Pada Masyarakat Sendangguwo, Variabel dependen: komunikasi terapeutik pengaruh komunikasi menurunkan kecemasan,

Lansia Di Kelurahan Tembalang kesehatan lansia (tekanan melalui tahapan: pra- terapeutik pada memperbaiki kondisi

Sendangguwo darah, interaksi, orientasi, kerja, kesehatan fisik dan psikologis, dan

(D.N.Kumalasari, A. kecemasan, dan kepuasan terminasi. psikologis lansia. meningkatkan kepuasan

Syaifudin, Komsiyah, ). terhadap pelayanan

A.D. kesehatan. 77% lansia

Handayaningtyas, memiliki tekanan darah

F.A. Mandaty, tinggi, yang menjadi

Sumarno et al., 2024) fokus intervensi.

Tabel 2. Literature Review

Analisis PICOT (Population, Intervention, Comparation, Outcome & Time)


Judul/Penulis/
Population Intervention Comparation Outcome Time
Tahun

Peningkatan Lansia yang mengalami Latihan aktivitas Tidak ada kelompok Peningkatan kemandirian Intervensi dilakukan selama 4

Kemandirian Lansia ketergantungan dalam harian (ADL) pembanding karena desain dalam ADL, yang diukur hari dengan pengukuran

melalui Activity aktivitas sehari-hari (ADL) menggunakan penelitian adalah pre- dengan Indeks Barthel dan kemandirian pada pre-

Daily Living Training di Ruang Psikogeriatri RSJ pendekatan experimental dengan satu diuji secara statistik. test dan post-test.

dengan Pendekatan Dr. Radjiman komunikasi kelompok.

Komunikasi Wediodiningrat Lawang. terapeutik untuk

Terapeutik di RSJ Dr. Jumlah sampel 40 responden meningkatkan

Radjiman yang dipilih dengan teknik kemandirian lansia.

Wediodiningrat purposive sampling.

Lawang.

Nurul Mawaddah &

Aman Wijayanto

(2020

Penerapan Lansia di Kelurahan Komunikasi Lansia tanpa komunikasi Penurunan kecemasan, Desember 2023 (1 bulan).

Komunikasi Sendangguwo, terapeutik dengan terapeutik. perbaikan kondisi psikologis,


Terapeutik Pada sebanyak 74 orang. tahapan: pra- peningkatan kepuasan

Lansia Di Kelurahan interaksi, pelayanan, dan

Sendangguwo orientasi, kerja, penurunan tekanan darah.

(D.N.Kumalasari, A.

Syaifudin, Komsiyah,

A.D.

Handayaningtyas,

F.A. Mandaty,

Sumarno et al., 2024)

Tabel 3. Analisis PICOT


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi terapeutik merupakan bentuk komunikasi interpersonal yang direncanakan

secara sadar dan berpusat pada kesembuhan pasien. Penelitian di Kelurahan

Sendangguwo menunjukkan bahwa pendekatan komunikasi terapeutik pada lansia,

melalui tahapan pra-interaksi, orientasi, kerja, dan terminasi, memberikan dampak positif

terhadap Kesehatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik

dapat menurunkan tingkat kecemasan, memperbaiki kondisi psikologis, meningkatkan

kepuasan terhadap pelayanan Kesehatan, dan membantu menurunkan tekanan darah pada

lansia.

Komunikasi terapeutik tidak hanya berperan dalam aspek Kesehatan fisik tetapi juga

memengaruhi Kesehatan psikologis lansia. Dengan pendekatan yang berempati dan

memperhatikan kondisi fisik, mental, dan emosional lansia, hubungan antara tenaga

Kesehatan dan pasien dapat terjalin secara optimal, sehingga mendukung kualitas hidup

lansia.

3.2 Saran

- Tenaga kesehatan perlu mendapatkan pelatihan khusus dalam teknik

komunikasi terapeutik untuk meningkatkan keterampilan interpersonal mereka,

terutama dalam menghadapi lansia dengan berbagai keterbatasan fisik dan

psikologis.

- Program penyuluhan berbasis komunikasi terapeutik perlu dilaksanakan secara

berkelanjutan di masyarakat, terutama di daerah dengan populasi lansia yang

tinggi.

-
DAFTAR PUSTAKA

Konsep Komunikasi Praktek Keperawatan (2022)., Penerbit Eureka Media Aksara

Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:

PT Refika Aditama.

Ns. Asep Mulyana., Rikky Gita HIlmawan. 2021. Komunikasi Keperawatan. Penerbit Langgam

Pustaka

Priska Afriadi, Reni Zulfitri, Musfardi Rustam., 2024. Gambaran Komunikasi Terapeutik

Perawat Pada Pasien Lanjut Usia (Lansia) Yang Dirawat Inap., Vol. 5, No.3 2024

D.N.Kumalasari, A. Syaifudin, Komsiyah, A.D. Handayaningtyas, F.A. Mandaty, Sumarno.

(2024). Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Di Kelurahan Sendangguwo,

Compromise Journal Vol.2 No.1 2024

Riama Sitinjak, Samfriati Sinurat, Vina Sigalingging., 2024. Gambaran Komunikasi Terapeutik

Perawat Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Harapan Pematang Siantar Tahun 2023.

JONS : Journal Of Nursing 2024, Vol. 2 (No. 1)

N. Mawaddah. A. Wijayanto. (2020). Peningkatan Kemandirian Lansia Melaluiactivity Daily

Living Training Dengan Pendekatankomunikasi Terapeutikdi Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat

Lawang. Hospital Majapahit. Vol.12, No.1 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai