KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Nama : 1. Sary Rahwati Nurue
2. Rahma Yahya
3. Suci Arsi Kelirey
4. Venska Tuhusula
5. Sitti Hajar Wokas
6. Waqamara
7. Nurul Aulia Syauta
8. Nurfaradhila Lek
9. Sukran Namkatu
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA
AMBON
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-
Nya, naskah laporan kelompok kami ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun
untuk memenuhi tugas akademik serta memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai
pentingnya komunikasi yang efektif dalam dunia keperawatan.
Komunikasi dalam keperawatan merupakan salah satu aspek penting yang mendukung
keberhasilan pelayanan kesehatan. Melalui komunikasi yang baik, hubungan antara perawat dan
pasien dapat terjalin dengan harmonis sehingga proses perawatan berjalan lebih efektif dan
efisien. Laporan ini menguraikan konsep dasar komunikasi, jenis-jenis komunikasi yang relevan
dalam keperawatan, hingga tantangan yang sering dihadapi dalam praktiknya.
Dalam penyusunan laporan ini, kami memperoleh banyak bantuan, dukungan, dan masukan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, serta
semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam bentuk saran, kritik, dan dukungan selama
proses penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan ini di masa
mendatang. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan baru, khususnya bagi
pembaca yang mendalami dunia keperawatan.
Ambon, 28 November 2024
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
Daftar Tabel.......................................................................................................................
Daftar Gambar..................................................................................................................
Bab I Pendahuluan............................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................
1.4.1 Manfaat Teoritis..............................................................................
1.4.2 Manfaat Praktis................................................................................
Bab II Tinjauan Teori.......................................................................................................
2.1 Konsep Komunikasi...........................................................................................
2.1.1 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Anak.......................................
2.1.2 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.....................................
2.1.3 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Pasien dalam Ruang Perawatan IGD
2.2 Konsep Masalah-Masalah Komunikasi Keperawatan pada Anak, Lansia, Pasien-
pasien dalam Ruang Perawatan Tertentu.................................................................
2.2.1 Pengkajian.............................................................................................
2.2.2 Analisa Data..........................................................................................
2.2.3 Diagnosa................................................................................................
2.2.4 Intervensi...............................................................................................
2.2.5 Implementasi.........................................................................................
2.3 Strategi Penerapan Komunikasi Keperawatan.....................................................
2.3.1 SAP (Satuan Acara Penyuluhan)...........................................................
2.3.2 Leaflet dan Alat Peraga.........................................................................
2.3.3 Proses Kegiatan.....................................................................................
2.3.4 Literatur Review....................................................................................
Bab III Penutup.................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................
Daftar Pustaka...................................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rincian Kegiatan
Tabel 2. Literature Review
Tabel 3. Analisis PICOT
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Sesi Foto Bersama
Gambar 1.2 Aktivitas Selesai Penyuluahan
Gambar 1.3 Pemaparan Materi
Gambar 1.4 Presentasi Materi Penyuluhan
Gambar 1.5 Kondisi Pada Saat Presentasi Materi
Gambar 1.6 Penyampaian cara cuci tangan yang benar
Gambar 1.7 Simulasi Praktik Cuci Tangan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kemampuan yang sangat penting dalam bidang keperawatan adalah komunikasi.
Perawat tidak hanya harus memberikan perawatan medis, tetapi juga membantu keluarga
pasien, tim kesehatan, dan pasien berkomunikasi dengan baik. Komunikasi yang efektif dapat
meningkatkan kepercayaan pasien, mempercepat proses penyembuhan, dan mengurangi
risiko kesalahpahaman tentang proses perawatan.
Dalam praktik keperawatan, banyak hal terlibat dalam komunikasi, termasuk komunikasi
verbal, non-verbal, dan tertulis yang memerlukan pendekatan profesionalisme, empati, dan
penghormatan. Namun, tidak jarang ditemukan hambatan dalam komunikasi keperawatan,
seperti perbedaan budaya, bahasa, atau kurangnya keterampilan komunikasi perawat. Oleh
karena itu, pemahaman dan penerapan komunikasi yang efektif sangat penting untuk
menyediakan layanan kesehatan berkualitas tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep komunikasi terapeutik?
2. Bagaimana peran komunikasi dalam menunjang efektivitas pelayanan keperawatan?
3. Bagaimana strategi meningkatkan keterampilan komunikasi dalam praktik
keperawatan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami pentingnya komunikasi yang efektif dalam dunia keperawatan dan
bagaimana penerapannya dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi konsep dasar dan jenis-jenis komunikasi dalam keperawatan.
2. Menganalisis peran komunikasi dalam proses pelayanan kesehatan.
3. Mengidentifikasi kendala atau hambatan dalam komunikasi keperawatan.
4. Memberikan rekomendasi strategi untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
dalam praktik keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Memberikan wawasan bagi pengembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam
bidang komunikasi.
2. Menambah referensi ilmiah tentang pentingnya komunikasi dalam praktik
keperawatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Membantu perawat meningkatkan keterampilan komunikasi mereka sehingga
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien.
2. Memberikan panduan bagi institusi kesehatan dalam merancang pelatihan
komunikasi yang efektif untuk tenaga keperawatan.
3. Memberikan wawasan kepada mahasiswa keperawatan mengenai pentingnya
komunikasi dalam praktik klinis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Komunikasi
Komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin “communis” yang berarti
sama. Kata "communicate" berasal dari kata "umum" yang memiliki makna untuk
berbagi, bertukar, mengirim bersama, mengirimkan, berbicara, memberi isyarat, menulis,
menggunakan, berhubungan.Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses melalui
mana dua orang atau lebih datang untuk bertukar ide dan pemahaman di antara mereka
sendiri. Komunikasi baik verbal dan nonverbal bertujuan menyampaikan pesan, berbagi
informasi dan menjalin, memperkuat atau mempengaruhi hubungan.
Komunikasi membangun hubungan dan pesan memiliki maksud atau tujuan. Pengirim
bermaksud baik secara sadar atau tidak sadar untuk mencapai sesuatu dengan
berkomunikasi. Dalam konteks organisasi, pesan biasanya memiliki tujuan: memotivasi,
menginformasikan, mengajar, membujuk, menghibur, atau menginspirasi.Komunikasi
adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan verbal dan non verbal yang
menghasilkan respon. Komunikasi dianggap efektif bila mencapai reaksi atau tanggapan
yang diinginkan dari penerima, secara sederhana dikatakan, komunikasi adalah proses
dua arah pertukaran ide atau informasi antara manusia.
2.1.1 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Anak
- Komponen Komunikasi Terapeutik
1. Lingkungan dan jarak personal
Lingkungan dan jarak personal merupakan elemen dari komunikasi
terapeutik perawat – klien. Sebelum menemui klien, perawat hendaknya
menyiapkan lingkungan yang mendukung komunikasi efektif dengan klien.
Misalnya memilih lingkungan yang tenang supaya dialog/trialog tidak
terganggu. Perawat juga perlu menjaga jarak/space yang tepat dengan klien
(tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Jarak yang terlalu dekat dapat
membuat klien tidak nyaman, jarak yang terlalu jauh dapat menggangu
komunikasi (misalnya: suara tidak terdengar jelas). Usahakan tidak ada
penghalang jarak antara perawat dank lien yang dapat menggangu
komunikasi misalya ada benda yang menghalangi perawat unutk melihat
klien dan sebaliknya.
2. Teknik Komunikasi Terapeutik
a. Mendengarkan
Menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan dasar dalam
komunikasi antara perawat dengan klien. Untuk menjadi pendengar yang
baik, perawat mampu menghidari gerakan tubuh yang mengganggu.
Perawat juga dapat menunjukkan sikap/gerakan tubuh yang menunjujkkan
bahwa ia mendengarkan klien, contoh: menganggukkan kepala,
memberika sentuhan yang tepat.
b. Perhatian/memfokuskan
Perhatian secara penuh pada klien dan menunjukkan bahwa perawat ada
(hadir secara fisik dan jiwa) sangatlah penting agar pasien merasa dihargai
dan dapat meningkatkan kepercayaan klien pada perawat. Perawat perlu
menghidari distraksi pada saat Kemampuan dalam membatasi bahan
pembicaraan
c. Klarifikasi
Klarifikasi berarti rewording atau mendefinisikan apa yang dikatakan
pasien. Teknik ini melibatkan mengulangi kata yang signifikan atau frase
bahwa pasien baru saja mengatakan. Hal ini sangat berguna ketika pasien
telah berbicara tentang perasaannya. Ini adalah teknik yang aman dalam
bahwa Anda tidak menawarkan interpretasi; Anda hanya menunjukkan
bahwa Anda mendengar apa yang dikatakan pasien dan mungkin
mengundang dia untuk menguraikan itu.
d. Refleksi
Mengklarifikasi dapat membantu perawat dalam memahami apa yang di
katakan oleh klien sekaligus sebagai cara anak dan atau orang tua
mengenali dan memahami perasaan mereka.
e. Empati
Didefinisikan sebagai kapasitas untuk mengakui emosi yang sedang dialami
oleh pasien anak atau orang tua dan menunjukkan bahwa perawat mengenali
dan menghargai emosi klien. Platt dan Gordon (2006) berpendapat bahwa
respon empati adalah respon yang paling efektif untuk emosi yang kuat dari
pasien seperti marah, sedih atau takut.
f. Keterbukaan
Perawat perlu menunjukkan sikap terbuka, misalnya perawat selalu
menggunakan pertanyaan terbuka dan memberikan respon atas reaksi klien
dengan terbuka dan tidak beprasangka pada klien.
g. Diam
Teknik ini memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya dan
memproses informasi terutama pada saat klien harus mengambil keputusan.
3. Visualisasi
Perawat dapat membantu memperjelas apa yang akan dia sampaikan kepada klien
dengan memberikan gambaran visual/deskripsi. Misalnya saya akan memasang
bengkok untuk menampung kapas dan kasa yang kotor. Perawat dapat
menggambarkan bengkok berbentuk seperti kacang merah, sehingga pasien
mampu mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
4. Bahasatubuh/gesture
a. Kinesis
Kinesis mengacu pada komunikasi melalui gerakan tubuh seperti ekspresi
wajah, gerak tubuh dan postur. Perawat perlu mencari dan menafsirkan tanda-
tanda kinetik pada pasien. Beberapa tanda-tanda ini yang jelas (mengepalkan
tangan, alis berkerut, lengan dilipat, kaki penyadapan, melihat jauh) yang lain
lebih halus (misalnya, sering menelan sebagai tanda gugup).
Prinsip – prinsip untuk berkomunikasi dengan anak:
1. Sesuai dengan usia tumbuh kembang
Pada saat berkomunikasi dengan anak, perawat perlu memperhatikan tahapan tumbuh
kembang anak karena anak memiliki kemampuan yang berbeda untuk komunikasi sesuai
dengan tahapan tumbuh kembangnya
2. Memandang anak secara holistic
Ketika berkomunikasi dengan anak, perawat perlu memandang anak secara holistic.
Misalnya ketika sakit, anak tidak hanya sakit secara fisik melainkan juga dapat sakit
secara psikososial (karena perpisahan/kehilangan teman).
3. Positive dan mengutamakan kekuatan (strength-based approach)
Mengunggulkan kekuatan atau kelebihan anak adalah penting agar anak merasa adekuat
saat dirawat di rumah sakit.
3. Mampu memenuhi kebutuhan anak termasuk anak dengan disabilitas/ketidakmampuan
yang lain.
Selain anak memiliki tahapan tumbuh kembang yang spesifik, beberapa anak mungkin
memiliki keterbatasan yang dapat mengganggu proses komunikasi. Perawat perlu
memperhatikan hambatan ini supaya dapat menyiapkan/memfasilitasi proses komunikasi
agar lebih efektif.
Pendekatan yang lebih terapeutik dibandingkan bercerita karena ada respon timbal balik dari
perawat. Mulailah dengan meminta anak menceritakan pengalamannya di rawat dirumah sakit,
ikuti dengan cerita lain yang diceritakan perawat yang hampir sama dengan cerita anak tetapi
dengan perbedaan yang membantu anak untuk mengidentifikasi area masalah.
Contoh: Cerita si anak adalah tentang di rawat di rumah sakit dan jarang melihat orang tua.
Cerita si perawat juga tentang anak (dengan menggunakan nama yang berbeda tetapi situasinya
serupa) di rumah sakit yang orang tuanya berkunjung setiap hari (pada sore hari setelah bekerja),
sampai anak tersebut merasa lebih baik dan akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.
Perawat dapat menggunakan buku/majalah untuk membantu anak mengekspresikan
perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang
akan disampaikan kepada anak. Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah
sebagai berikut :
1. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk mengukur kesiapan anak
untuk memahami pesan dari buku.
2. Kenali isi buku (pesan yang disampaikan dan tujuannya)
3. Pilih buku yang sesuai dengan usia anak.
4. Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.
5. Gali makna buku bersama – sama dengan anak
Dorong anak untuk menceritakan tentang mimpi atau mimpi buruk yang dialaminya
selama di rawat di rumah sakit. Terkadang perasaan stress anak dapat terbawa dalam
mimpi. Gali bersamanya tentang kemungkinan arti mimpi tersebut. Hal ini dapat
membantu anak untuk mengungkapkan perasaanya.
Anak di dorong untuk mengungkapkan harapannya, dengan ini, keinginan dan keluhan
anak dapat diketahui. Harapan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat
itu. Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia ini, hal apa sajakah itu?”
Tanyakan kepada anak harapan khusus tersebut.
2.1.2 Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas
(Kemenkes RI, 2019).Memasuki usia senja, semakin banyak penyakit yang
menyerang para lansia. Usia yang semakin tua merupakan salah satu faktor
dari timbulnya berbagai pernyakit. Akibat populasi lansia yang meningkat
maka akan terjadi transisi epidomiologi, yaitu bergesernya pola penyakit dari
penyakit infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-penyakit degeneratif seperti
diabetes, gagal ginjal kronis, dan penyakit paru kronis. Peningkatan ini tentu
membutuhkan perhatian yang lebih baik dari sektor manapun, mengingat bahwa
permasalahan. yang dihadapi oleh mereka yang berusia lanjut pada banyak hal
berbeda dengan yang dihadapi pada kelompok usia yang lebih muda.
Kondisi lansia dengan masalah kesehatan memerlukan penanganan masalah salah
satunya melalui pendekatan komunikasi terapeutik untuk mencapai tingkat
kesehatan optimal. Komunikasi terapeutik pada lansia di Sendangguwo dilakukan
dengan beberapa tahap yaitu tahap pra-interaksi,tahap orientasi, tahap kerja, dan
tahap terminasi.
Tahap Pra-Interaksi
Tahap pra-interaksi berisi tentang peran tenaga kesehatan yang berperan
sebagai komunikator. Tenaga kesehatan pada tahap ini mempersiapkan diri
untuk bertemu lansia. Tenaga kesehatan menyesuaikan diri untuk
melaksanakan komunikasi terapeutik kepada pasien termasuk pada
beberapa hal seperti mengetahui nama, umur, jenis kelamin, keluhan
penyakit.
Tahap orientasi
Tahap Orientasi terdapat kontak antara tenaga kesehatan dan pasien.
Tahap orientasi terjalin dengan baik seperti keterbukaan pasien terhadap
tena ketika bercerita tentang kebiasaan makanan dan aktivitasnya yang
berhubungan dengan hipertensi.
Tahap Kerja
Tahap kerja memuat tentang pengenalan jauh yang dilakukan dalam
penerimaan sikap antara tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan
berkomunikasi secara terapeutik kepada pasien dengan menyesuaikan
kondisi pasien lansia dan berlangsung dua arah. Pasien memiliki umpan
balik yang positif ketika berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.
Tahap Terminasi
Tahap terminasi adalah tahapan dalam merencanakan kesimpulan
perawatan, mengantisipasi masalah yang timbul.
Komunikasi terapeutik dibutuhkan oleh pasien lansia. Lansia membutuhkan
komunikasi terapeutik untuk menangani kondisi kesehatan yang kurang optimal
yang dapat dicapai melalui berinteraksi dengan tenaga kesehatan. Pasien lansia
membutuhkan komunikasi yang baik dan berempati dari berbagai pihak.
Komunikasi terapeutik dapat membantu lansia mencapai kesehatan fisik maupun
psikologis secara maksimal. komunikasi terapeutik memiliki pengaruh yang baik
untuk masalah kesehatan yang dialami lansia. Komunikasi terapeutik dapat
membantu menurunkan kecemasan pada lansia. Komunikasi terapeutik
bermanfaat untuk memperbaiki kondisi gangguan psikologis lansia seperti
depresi, kecemasan, dan gangguan kognitif. Komunikasi terapeutik juga dapat
berdampak pada kepuasan lansia terhadap pelayanan yang diterima. Lansia
memiliki kepuasan terhadap tindakan yang dilakukan perawat yang melakukan
komunikasi terapeutik seperti menjelaskan tindakan, meminta persetujuan klien,
dan sampai berdiskusi tindakan yang akan dilakukan.
Kesehatan pada lanjut usia tidak hanya tergantung pada kebutuhan biologisnya
saja tetapi keadaan sekitar juga berpengaruh, misalnya seperti perhatian dan
psikologisnya. Hubungan dengan tenaga kesehatan yang disebut dengan
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang sangat efektif karena
berpengaruh terhadap kesehatan lansia bertujuan untuk kesembuhan individu.
Komunikasi terapeutik juga mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal yaitu
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain sacara langsung, baik secara verbal dan
nonverbal.
2.1.3 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Pasien dalam Ruang Perawatan IGD
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu lini utama sebagai jalan
masuknya pasien. Filosofi penanganan Klien gawat darurat di Instalasi Gawat
Darurat yaitu Time Saving is Life Saving artinya bahwa semua tindakan yang
dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif serta
efisien termasuk komunikasi seperti komunikasi teraupetik.
Komunikasi di ruang Instalasi Gawat Darurat berbedadengan komunikasidi
ruang rawat inap. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat lebihmemfokuskan
pada tindakan yang segera dilakukan, sehingga dalam pelaksanaan komunikasi
terapeutik sangat kurang. Kegiatan kasus gawat darurat memerlukan
sebuah sub sistem yang terdiri dari informasi, jaringan koordinasi dan
jaringan pelayanan gawat darurat, sehingga seluruh kegiatan dapat
berlangsung dalam satu sistem terpadu
Karakteristik Komunikasi Terapeutik di IGD
1. Cepat dan Efisien: Komunikasi harus langsung pada inti masalah karena
waktu sangat penting di IGD.
2. Empati dan Humanis: Meski situasi mendesak, perawat atau dokter harus
tetap menunjukkan perhatian dan empati.
3. Fokus pada Pasien dan Keluarga: Selain pasien, keluarga pasien di IGD
sering kali cemas dan membutuhkan penjelasan yang jelas dan
menenangkan.
4. Adaptif terhadap Tekanan: Tenaga kesehatan harus mampu berkomunikasi
dengan tenang meskipun dalam kondisi stres atau darurat.
5. Berbasis Kepercayaan: Kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan
sangat diperlukan untuk memastikan kerja sama dalam penanganan medis.
Teknik Komunikasi Terapeutik yang Efektif di IGD
1. Mendengarkan Aktif: Fokus pada apa yang disampaikan pasien dan
keluarga tanpa menyela.
2. Bahasa Sederhana: Gunakan kata-kata yang mudah dimengerti, hindari
istilah medis kompleks.
3. Nada Suara yang Tenang: Berbicara dengan nada yang jelas dan
menenangkan, meskipun situasi darurat.
4. Sentuhan yang Menenangkan: Jika sesuai, sentuhan lembut dapat
membantu memberikan rasa aman pada pasien.
5. Empati: Tunjukkan perhatian pada kondisi pasien dan keluarga melalui
ekspresi wajah dan kata-kata.
6. Klarifikasi: Pastikan semua pesan diterima dan dipahami dengan baik,
misalnya dengan mengulang informasi yang penting.
2.2 Konsep Masalah-Masalah Komunikasi Keperawatan pada Anak, Lansia, Pasien-
pasien dalam Ruang Perawatan Tertentu
Studi Kasus
Perawat A, laki-laki berusia 24 tahun, suku jawa, mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi dengan salah satu kliennya, yakni Adek S yang baru melakukan
mastektomi. Adek S sering diam jika bertemu dengan perawat A, bahkan memalingkan
mukanya sebagai tanda penolakan terhadap kedatangan perawat A. Jika dilihat, perawat
A dan Adek S mendapatkan berbagai hambatan sehingga proses komunikasi yang
dilakukan tidak berjalan dengan semestinya. Hubungan antara perawat A dan adek S
yang tidak baik dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kesenjangan antara perawat
dengan klien, sikap, serta adanya resisten dan transferens pada diri klien.
2.2.1 Pengkajian
1. Data Sbjektif
Anak sering diam atau tidak merespons ketika diajak berbicara.
Anak memalingkan muka sebagai tanda penolakan.
Anak tampak cemas atau enggan berinteraksi dengan perawat
tertentu.
2. Data Objektif:
Ekspresi wajah anak menunjukkan ketidaknyamanan (contoh:
cemberut, menghindari kontak mata).
Tidak adanya komunikasi verbal atau minimal.
Pola interaksi antara anak dan perawat tampak terhambat.
3. Faktor yang Berkontribusi:
o Usia anak (perkembangan kognitif dan emosional belum matang).
o Pengalaman trauma, seperti rasa takut setelah prosedur medis
(misalnya, mastektomi pada kasus Adek S).
o Ketidaknyamanan terhadap perawat tertentu karena jenis kelamin,
usia, atau gaya komunikasi.
2.2.2 Analisis Data
Masalah Utama: Gangguan komunikasi verbal dan non-verbal.
Faktor Penyebab:
1. Ketidaknyamanan emosional atau psikologis (trauma, resistensi, atau
ketakutan).
2. Faktor budaya atau hubungan interpersonal yang tidak harmonis.
3. Perasaan tidak percaya atau proyeksi emosi negatif terhadap figur
perawat.
2.2.3 Diagnosa
1. Gangguan komunikasi berhubungan dengan resistensi emosional dan
ketidaknyamanan terhadap perawat A.
2. Ansietas berhubungan dengan pengalaman prosedur medis yang menyakitkan
atau traumatis.
2.2.4 Intervensi
1. Membangun Hubungan Terapeutik
o Gunakan bahasa yang sederhana dan sesuai dengan perkembangan anak.
o Tunjukkan empati dan kesabaran, tanpa memaksakan anak untuk
berbicara.
o Libatkan keluarga dalam proses komunikasi.
2. Mengurangi Ansietas
o Berikan penjelasan tentang prosedur atau tindakan dengan cara yang
menenangkan.
o Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak.
3. Pendekatan Non-Verbal:
o Gunakan alat bantu seperti boneka, gambar, atau mainan untuk membantu
komunikasi.
o Berikan sentuhan lembut (jika anak setuju) untuk menunjukkan
kehangatan.
4. Melibatkan Tim:
o Jika hubungan dengan Perawat A sulit diperbaiki, pertimbangkan
mengganti perawat atau melibatkan perawat wanita yang dapat lebih
mudah diterima anak.
2.2.5 Implementasi
Mengatasi Gangguan Komunikasi:
Lakukan pendekatan secara bertahap: Perkenalkan diri dengan hangat dan
tidak terburu-buru, biarkan anak terbiasa dengan kehadiran perawat.
Gunakan komunikasi non-verbal: Gunakan senyuman, mainan, gambar, atau
boneka untuk menarik perhatian anak.
Gunakan bahasa sederhana: Pastikan bahasa yang digunakan sesuai dengan
usia dan tingkat pemahaman anak.
Berikan waktu dan ruang: Tidak memaksa anak untuk merespons secara
langsung, biarkan anak berbicara ketika merasa nyaman.
Mengurangi Ansietas:
Ciptakan lingkungan yang aman: Pastikan suasana ruangan terasa ramah,
hangat, dan menyenangkan bagi anak.
Jelaskan tindakan secara sederhana: Sebelum melakukan tindakan, jelaskan
apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal itu akan membantu mereka.
Dampingi dengan keluarga: Libatkan orang tua atau wali untuk memberikan
dukungan emosional selama pertemuan.
Melibatkan Tim dan Evaluasi:
Jika hubungan dengan perawat tertentu sulit diperbaiki, melibatkan tenaga
medis lain (misalnya, perawat wanita atau yang lebih berpengalaman
dengan anak-anak).
Lakukan evaluasi secara berkala untuk melihat apakah anak mulai
menunjukkan respons positif, seperti kontak mata atau partisipasi aktif.
2.3 Strategi Penerapan Komunikasi Keperawatan
Komunikasi dalam profesi keperawatan merupakan faktor pendukung pelayanan
keperawatan profesional yang dilaksanakan oleh perawat, dalam mengekspresikan peran dan
fungsinya. Salah satu kompetensi perawat yang harus dimiliki adalah kemampuan
berkomunikasi dengan efektif dan mudah dipahami dalam pelayanan keperawatan. Kemampuan
berkomunikasi akan mendasari upaya pemecahan masalah pasien, mempermudah pemberian
bantuan, baik dalam pelayanan medik, maupun psikologi.
1. Pendekatan Awal: Membangun Kepercayaan
Kenali Anak dan Kebutuhannya:
Perawat harus memulai dengan mengenalkan diri secara santai dan
menyebutkan tujuannya berada di sana. Misalnya, "Halo, Adek S. Saya
kakak [nama], hari ini saya ingin menemani kamu supaya lebih nyaman."
Berikan Waktu:
Tidak langsung memulai komunikasi tentang perawatan. Berikan anak
waktu untuk beradaptasi dengan kehadiran perawat.
Gunakan Bahasa Tubuh Positif:
Senyum, nada suara yang lembut, dan kontak mata yang tidak
mengintimidasi dapat menciptakan kesan ramah.
2. Komunikasi yang Sesuai dengan Usia dan Perkembangan
Gunakan Bahasa Sederhana:
Sampaikan informasi dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh anak.
Hindari istilah medis yang dapat membingungkan atau menakutkan.
Ajukan Pertanyaan Terbuka:
"Bagaimana perasaanmu hari ini?" atau "Apa yang kamu suka lakukan di
rumah?" Pertanyaan ini membantu anak merasa didengarkan tanpa tekanan.
Gunakan Cerita atau Imajinasi:
Jelaskan prosedur medis dengan cerita yang menyenangkan, seperti, "Kita
akan main dokter-dokteran sebentar, dan ini hanya seperti 'pelukan kecil'
dari alat ini."
3. Pendekatan Non-Verbal
Gunakan Alat Bantu:
Mainan, boneka, buku cerita, atau gambar dapat digunakan untuk menarik
perhatian anak dan memfasilitasi komunikasi.
Dekati Secara Fisik dengan Hati-Hati:
Jangan langsung berada terlalu dekat; beri anak ruang, lalu dekati perlahan
ketika anak mulai merasa nyaman.
Perhatikan Respons Anak:
Amati bahasa tubuh anak, seperti ekspresi wajah atau gerakan tubuh, untuk
memahami apakah mereka merasa nyaman atau tidak.
4. Melibatkan Orang Tua atau Wali
Libatkan Keluarga Sebagai Mediator:
Mintalah bantuan dari keluarga untuk berbicara dengan anak atau
menjelaskan kebiasaan anak yang dapat membantu komunikasi.
Pastikan Keluarga Mendukung:
Berikan edukasi kepada keluarga tentang cara mendukung anak agar
lebih terbuka terhadap perawat.
5. Strategi Menghadapi Resistensi
Tidak Memaksa:
Jika anak tampak tidak nyaman, jangan memaksa mereka berbicara atau
berinteraksi. Tetap hadir secara tenang sebagai tanda kesiapan
membantu.
Gunakan Humor:
Humor ringan atau permainan sederhana dapat membantu mencairkan
suasana.
Beri Apresiasi:
Berikan pujian untuk setiap respons positif anak, sekecil apa pun.
Misalnya, "Wah, kamu hebat banget tadi mau ngobrol sama kakak!"
6. Komunikasi Berkesinambungan
Konsistensi Perawat:
Usahakan perawat yang sama menangani anak agar anak terbiasa dan
merasa lebih nyaman.
Evaluasi Progres:
Catat setiap perubahan dalam respons komunikasi anak, dan diskusikan
dengan tim keperawatan untuk menyesuaikan pendekatan jika
diperlukan.
7. Meningkatkan Empati dan Pemahaman
Pahami Trauma Anak:
Perawat perlu memahami bahwa resistensi anak mungkin berasal dari
pengalaman traumatis (misalnya, mastektomi). Oleh karena itu, penting
untuk menunjukkan empati terhadap kondisi mereka.
Jangan Berfokus pada Masalah:
Fokuslah pada hal-hal yang anak suka atau membuat mereka merasa
nyaman sebelum membahas aspek medis.
2.3.1 SAP
Tema : Ciptakan Hidup Bersih, Cegah Penyakit, untuk Sehat
Subtema : 6 Langkah Mencuci Tangan yang Benar
Sasaran : Anak-Anak
Waktu : Kamis, 28 November 2024 – 14.00 s/d Selesai
Lokasi : Gunung Malintang, Harapan Jaya
I. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum : Peserta memahami pentingnya mencuci tangan 6 langkah yang benar untuk
mencegah penyebaran penyakit.
Tujuan Khusus :
Setelah penyuluhan, peserta diharapkan:
1. Menjelaskan pentingnya mencuci tangan dalam mencegah penyakit.
2. Menyebutkan waktu-waktu penting untuk mencuci tangan.
3. Mempraktikkan 6 langkah mencuci tangan yang benar sesuai standar WHO.
4. Termotivasi untuk mencuci tangan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.
II. Materi Penyuluhan
1. Pentingnya Mencuci Tangan:
o Mencuci tangan adalah cara paling sederhana dan efektif untuk mencegah
penyakit menular seperti diare, flu, COVID-19, dan infeksi lainnya.
2. Waktu Penting untuk Mencuci Tangan:
o Sebelum makan atau menyiapkan makanan.
o Setelah menggunakan toilet.
o Setelah bersin, batuk, atau membuang ingus.
o Setelah menyentuh hewan atau benda kotor.
o Sebelum menyentuh bayi atau luka.
3. 6 Langkah Mencuci Tangan yang Benar (Standar WHO):
o Langkah 1: Gosok telapak tangan ke telapak tangan.
o Langkah 2: Gosok punggung tangan dan sela-sela jari.
o Langkah 3: Gosok sela-sela jari dengan posisi telapak tangan saling bertemu.
o Langkah 4: Gosok ibu jari dengan cara memutar menggunakan tangan lainnya.
o Langkah 5: Gosok ujung jari ke telapak tangan secara bergantian.
o Langkah 6: Bersihkan pergelangan tangan dengan gerakan memutar.
4. Dampak Tidak Mencuci Tangan dengan Benar:
o Penyebaran penyakit menular, seperti diare, ISPA, cacingan, dan flu.
o Infeksi silang di lingkungan keluarga dan masyarakat.
III. Metode Penyuluhan
1. Presentasi : Menyampaikan informasi tentang pentingnya mencuci tangan.
2. Demonstrasi : Mempraktikkan 6 langkah mencuci tangan.
3. Simulasi : Mengajak peserta untuk mempraktikkan langsung.
IV. Media dan Alat
1. Poster atau leaflet tentang 6 langkah mencuci tangan.
2. Sabun cair dan air mengalir.
3. Alat peraga seperti boneka tangan atau video pendek.
V. Rincian Kegiatan
Waktu Kegiatan Metode Penanggung Jawab
1. Salam dan perkenalan.
2. Icebreaking dengan tanya jawab Mahasiswa/I
5 Menit Presentasi
ringan, seperti: “Siapa di sini Perawat/narasumber
yang suka cuci tangan?”
30 Menit 1. Jelaskan pentingnya mencuci Presentasi Mahasiswa/I
tangan. Perawat/narasumber
2. Berikan penjelasan tentang
waktu penting mencuci tangan.
3. Demonstrasi 6 langkah mencuci
tangan.
4. Ajak peserta praktik.
Kesimpulan materi:
1. Pentingnya cuci tangan untuk
cegah penyakit.
10 Menit 2. Ajakan untuk konsisten mencuci Presentasi Leaflet
tangan.
3. Tanya jawab dan ucapan terima
kasih.
Tabel 1. Rincian Kegiatan Penyuluhan
VI. Evaluasi
1. Evaluasi Formatif:
o Observasi partisipasi peserta dalam simulasi mencuci tangan.
o Tanya jawab sederhana untuk memastikan pemahaman.
2. Evaluasi Sumatif:
o Peserta mampu menyebutkan 6 langkah mencuci tangan.
o Peserta mampu mempraktikkan 6 langkah mencuci tangan dengan benar.
VII. Rencana Tindak Lanjut
Mendorong peserta untuk mempraktikkan mencuci tangan di rumah, tempat kerja, atau
sekolah.
Membuat program kebiasaan mencuci tangan di fasilitas umum (misalnya, sekolah,
posyandu, atau tempat ibadah).
2.3.2 Leaflet & Alat Peraga
Judul: Ayok Cuci Tangan untuk Sehat
Materi Penyuluhan
1. Apa itu Cuci Tangan 6 Langkah?
Cuci tangan adalah tindakan membersihkan tangan menggunakan sabun dan air
mengalir untuk menghilangkan kuman penyebab penyakit.
2. Mengapa Harus Cuci Tangan?
Cuci tangan adalah cara sederhana dan efektif untuk mencegah penularan penyakit
seperti diare, ISPA, dan flu.
Menjaga kebersihan tangan dapat melindungi diri dan orang lain dari infeksi.
3. Tujuan Mencuci Tangan:
Mencegah penularan penyakit.
Menjaga kebersihan diri dan kesehatan tubuh.
4. 6 Langkah Mencuci Tangan:
1. Gosok telapak tangan.
2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari.
3. Gosok sela-sela jari bagian depan.
4. Bersihkan ibu jari dengan cara memutar.
5. Bersihkan ujung jari di telapak tangan.
6. Gosok pergelangan tangan secara melingkar.
Alat Peraga pada Penyuluhan
1. Poster/Leaflet:
o Leaflet
2. Video Edukasi :
o Penayangan video animasi mencuci tangan untuk menarik perhatian peserta.
3. Praktik Langsung dengan Alat:
o Alat :
Sabun cair
Air mengalir
Handuk atau tisu kering untuk mengeringkan tangan
o Lakukan demonstrasi mencuci tangan 6 langkah sesuai materi.
Langkah Penggunaan Alat Peraga dalam Penyuluhan
1. Pembukaan:
o Tampilkan poster/leaflet dan jelaskan pentingnya mencuci tangan.
2. Demonstrasi:
o Peragakan 6 langkah mencuci tangan menggunakan sabun cair dan air mengalir.
3. Simulasi:
o Ajak peserta untuk mencoba mencuci tangan sesuai langkah-langkah yang sudah
diperagakan.
4. Interaktif:
o Gunakan lagu edukasi untuk mengingatkan langkah-langkah mencuci tangan.
5. Penutup:
o Berikan kesempatan peserta bertanya dan diskusikan manfaat mencuci tangan
dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.3 Proses Kegiatan
Dokumentasi Penyuluhan
Gambar 1.1 Sesi Foto Bersama
Gambar 1.2 Aktivitas Selesai Penyuluahan
Gambar 1.3 Pemaparan Materi
Gambar 1.4 Presentasi Materi Penyuluhan
Gambar 1.5 Kondisi Pada Saat Presentasi Materi
Gambar 1.6 Penyampaian cara cuci tangan yang benar
Gambar 1.7 Simulasi Praktik Cuci Tangan
2.3.4 Literatur Review
Judul/Penulis/
Desain Sampel Variabel Intervensi Analisis Hasil Penelitian
Tahun
Peningkatan Pre- 40 responden - Variabel Bebas: Pelatihan ADL dengan Penggunaan Wilcoxon Hasil penelitian
Kemandirian Lansia eksperimental, lansia yang diambil ADL Training komunikasi terapeutik Signed Rank Test menunjukkan
melalui Activity one-group dengan teknik dengan pendekatan yang melibatkan teknik untuk menganalisis peningkatan signifikan
Daily Living Training pre-post test purposive sampling komunikasi terapeuti komunikasi seperti perbedaan tingkat dalam kemandirian
dengan Pendekatan design. di Ruang k. empati dan dorongan kemandirian sebelum lansia, dengan nilai p =
Komunikasi Psikogeriatri RSJ - Variabel Terikat: positif selama 4 hari. dan sesudah intervensi. 0,000, menunjukkan
Terapeutik di RSJ Dr. Dr. Radjiman Kemandirian lansia pengaruh positif dari
Radjiman Wediodiningrat La dalam intervensi ADL Training
Wediodiningrat wang Malang. aktivitas sehari-hari dengan
Lawang. komunikasi terapeutik.
Nurul Mawaddah &
Aman Wijayanto
(2020
Penerapan Kegiatan 74 lansia di Variabel independen: Penyuluhan Analisis deskriptif Komunikasi terapeutik
Komunikasi Pengabdian Kelurahan komunikasi terapeutik. menggunakan teknik terhadap tekanan darah, efektif dalam
Terapeutik Pada Masyarakat Sendangguwo, Variabel dependen: komunikasi terapeutik pengaruh komunikasi menurunkan kecemasan,
Lansia Di Kelurahan Tembalang kesehatan lansia (tekanan melalui tahapan: pra- terapeutik pada memperbaiki kondisi
Sendangguwo darah, interaksi, orientasi, kerja, kesehatan fisik dan psikologis, dan
(D.N.Kumalasari, A. kecemasan, dan kepuasan terminasi. psikologis lansia. meningkatkan kepuasan
Syaifudin, Komsiyah, ). terhadap pelayanan
A.D. kesehatan. 77% lansia
Handayaningtyas, memiliki tekanan darah
F.A. Mandaty, tinggi, yang menjadi
Sumarno et al., 2024) fokus intervensi.
Tabel 2. Literature Review
Analisis PICOT (Population, Intervention, Comparation, Outcome & Time)
Judul/Penulis/
Population Intervention Comparation Outcome Time
Tahun
Peningkatan Lansia yang mengalami Latihan aktivitas Tidak ada kelompok Peningkatan kemandirian Intervensi dilakukan selama 4
Kemandirian Lansia ketergantungan dalam harian (ADL) pembanding karena desain dalam ADL, yang diukur hari dengan pengukuran
melalui Activity aktivitas sehari-hari (ADL) menggunakan penelitian adalah pre- dengan Indeks Barthel dan kemandirian pada pre-
Daily Living Training di Ruang Psikogeriatri RSJ pendekatan experimental dengan satu diuji secara statistik. test dan post-test.
dengan Pendekatan Dr. Radjiman komunikasi kelompok.
Komunikasi Wediodiningrat Lawang. terapeutik untuk
Terapeutik di RSJ Dr. Jumlah sampel 40 responden meningkatkan
Radjiman yang dipilih dengan teknik kemandirian lansia.
Wediodiningrat purposive sampling.
Lawang.
Nurul Mawaddah &
Aman Wijayanto
(2020
Penerapan Lansia di Kelurahan Komunikasi Lansia tanpa komunikasi Penurunan kecemasan, Desember 2023 (1 bulan).
Komunikasi Sendangguwo, terapeutik dengan terapeutik. perbaikan kondisi psikologis,
Terapeutik Pada sebanyak 74 orang. tahapan: pra- peningkatan kepuasan
Lansia Di Kelurahan interaksi, pelayanan, dan
Sendangguwo orientasi, kerja, penurunan tekanan darah.
(D.N.Kumalasari, A.
Syaifudin, Komsiyah,
A.D.
Handayaningtyas,
F.A. Mandaty,
Sumarno et al., 2024)
Tabel 3. Analisis PICOT
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan bentuk komunikasi interpersonal yang direncanakan
secara sadar dan berpusat pada kesembuhan pasien. Penelitian di Kelurahan
Sendangguwo menunjukkan bahwa pendekatan komunikasi terapeutik pada lansia,
melalui tahapan pra-interaksi, orientasi, kerja, dan terminasi, memberikan dampak positif
terhadap Kesehatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik
dapat menurunkan tingkat kecemasan, memperbaiki kondisi psikologis, meningkatkan
kepuasan terhadap pelayanan Kesehatan, dan membantu menurunkan tekanan darah pada
lansia.
Komunikasi terapeutik tidak hanya berperan dalam aspek Kesehatan fisik tetapi juga
memengaruhi Kesehatan psikologis lansia. Dengan pendekatan yang berempati dan
memperhatikan kondisi fisik, mental, dan emosional lansia, hubungan antara tenaga
Kesehatan dan pasien dapat terjalin secara optimal, sehingga mendukung kualitas hidup
lansia.
3.2 Saran
- Tenaga kesehatan perlu mendapatkan pelatihan khusus dalam teknik
komunikasi terapeutik untuk meningkatkan keterampilan interpersonal mereka,
terutama dalam menghadapi lansia dengan berbagai keterbatasan fisik dan
psikologis.
- Program penyuluhan berbasis komunikasi terapeutik perlu dilaksanakan secara
berkelanjutan di masyarakat, terutama di daerah dengan populasi lansia yang
tinggi.
-
DAFTAR PUSTAKA
Konsep Komunikasi Praktek Keperawatan (2022)., Penerbit Eureka Media Aksara
Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:
PT Refika Aditama.
Ns. Asep Mulyana., Rikky Gita HIlmawan. 2021. Komunikasi Keperawatan. Penerbit Langgam
Pustaka
Priska Afriadi, Reni Zulfitri, Musfardi Rustam., 2024. Gambaran Komunikasi Terapeutik
Perawat Pada Pasien Lanjut Usia (Lansia) Yang Dirawat Inap., Vol. 5, No.3 2024
D.N.Kumalasari, A. Syaifudin, Komsiyah, A.D. Handayaningtyas, F.A. Mandaty, Sumarno.
(2024). Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Di Kelurahan Sendangguwo,
Compromise Journal Vol.2 No.1 2024
Riama Sitinjak, Samfriati Sinurat, Vina Sigalingging., 2024. Gambaran Komunikasi Terapeutik
Perawat Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Harapan Pematang Siantar Tahun 2023.
JONS : Journal Of Nursing 2024, Vol. 2 (No. 1)
N. Mawaddah. A. Wijayanto. (2020). Peningkatan Kemandirian Lansia Melaluiactivity Daily
Living Training Dengan Pendekatankomunikasi Terapeutikdi Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang. Hospital Majapahit. Vol.12, No.1 Februari 2020