Perda No 8 TH 2021

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 95

SALINAN

BUPATI SRAGEN
PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN


NOMOR 8 TAHUN 2021

TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SRAGEN,

Menimbang :
a. bahwa pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian
dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan
elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
b. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah
yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel guna
menjamin terbangunnya suatu kondisi bermuatan
ketertiban, kepastian dan keadilan;
c. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor
2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum
serta prinsip pengelolaan keuangan daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
1
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SRAGEN


dan
BUPATI SRAGEN

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN


KEUANGAN DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM, MAKSUD TUJUAN
DAN RUANG LINGKUP

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Sragen.
2. Bupati adalah Bupati Sragen.
3. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Sragen.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah otonom.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang
serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah
berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
7. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungiawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat
APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang
ditetapkan dengan undang-undang.
2
9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan
Perda.
10. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah.
11. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas Daerah.
12. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
berkenaan.
13. Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada
Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
14. Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada
Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik
fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan Daerah.
15. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang
bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada
Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
16. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
17. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
18. Belanja Daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
berkenaan.
19. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
20. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali.
21. Utang Daerah yang selanjutnya disebut Utang adalah jumlah uang yang
wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah
yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-
undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
22. Pemberian Pinjaman Daerah adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan layanan
umum Daerah milik Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik
negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan masyarakat dengan hak
memperoleh bunga dan pengembalian pokok pinjaman.
23. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk mendanai kebutuhan
pembangunan prasarana dan sarana Daerah yang tidak dapat dibebankan
dalam 1 (satu) tahun anggaran.
24. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam
3
periode pelaporan yang menurunkan ekuitas atau nilai kekayaan bersih
yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya
kewajiban.
25. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya
disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5
(lima) tahun.
26. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut
Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD
adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
27. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen
yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan
serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
28. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS
adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan
kepada perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai
acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja
perangkat Daerah.
29. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang
selanjutnya disingkat RKA SKPD adalah dokumen yang memuat rencana
pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat rencana
pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi
bendahara umum Daerah yang digunakan sebagai dasar penyusunan
rancangan APBD.
30. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan
penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan
terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari 1 (satu)
tahun anggaran dan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan
yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju.
31. Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi 1 (satu) atau lebih
Kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat Daerah atau
masyarakat yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah untuk
mencapai sasaran dan tujuan pembangunan Daerah.
32. Kegiatan adalah bagian dari Program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau
beberapa satuan kerja perangkat Daerah sebagai bagian dari pencapaian
sasaran terukur pada suatu Program dan terdiri dari sekumpulan
tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil atau sumber
daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana,
atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut,
sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk
barang/jasa.
33. Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan
dilaksanakan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang
pekerjaannya dilakukan melalui kontrak tahun jamak.
34. Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh Kegiatan yang
dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan Program
dan kebijakan.
35. Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran
dari Kegiatan dalam 1 (satu) Program.
36. Sasaran adalah Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran
4
yang diharapkan dari suatu Kegiatan.
37. Kinerja adalah Keluaran/Hasil dari Program/Kegiatan yang akan atau
telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas
dan kualitas yang terukur.
38. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang
ditentukan oleh kepala Daerah untuk menampung seluruh Penerimaan
Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah.
39. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
Daerah yang ditentukan oleh kepala Daerah untuk menampung seluruh
Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada
bank yang ditetapkan.
40. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
selanjutnya disingkat DPA SKPD adalah dokumen yang memuat
pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat pendapatan,
belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara
umum Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh
pengguna anggaran.
41. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen
yang menyatakan tersedianya dana sebagai dasar penerbitan surat
permintaan pembayaran atas pelaksanaan APBD.
42. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah
dokumen yang digunakan untuk mengajukan permintaan pembayaran.
43. Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja
dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran
untuk membiayai Kegiatan operasional pada satuan kerja perangkat
Daerah/unit satuan kerja perangkat Daerah dan/atau untuk membiayai
pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan
melalui mekanisme pembayaran langsung.
44. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat LS adalah Pembayaran
Langsung kepada bendahara pengeluaran/penerima hak lainnya atas
dasar perjanjian kerja, surat tugas, danf atau surat perintah kerja lainnya
melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.
45. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TU adalah
tambahan uang muka yang diberikan kepada bendahara
pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk membiayai
pengeluaran atas pelaksanaan APBD yang tidak cukup didanai dari UP
dengan batas waktu dalam 1 (satu) bulan.
46. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah
dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan
dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD.
47. Surat Perintah Membayar UP yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah
dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan
dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dipergunakan sebagai UP
untuk mendanai Kegiatan.
48. Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya
disingkat SPM-GU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan
surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang
dananya dipergunakan untuk mengganti UP yang telah dibelanjakan.
49. Surat Perintah Membayar TU yang selanjutnya disingkat SPM-TU adalah
dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan
5
dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD, karena kebutuhan dananya
tidak dapat menggunakan LS dan UP.
50. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS
adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah
pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD kepada pihak ketiga.
51. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah
dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana atas Beban
APBD.
52. Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas Beban APBD atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah.
53. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah
selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1
(satu) periode anggaran.
54. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
55. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda adalah Peraturan
Daerah Kabupaten Sragen.
56. Peraturan Bupati yang selanjutnya disebut Perbup adalah Peraturan
Bupati Sragen.
57. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahaan yang menjadi
kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian
negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
58. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
59. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh semua Daerah.
60. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
61. Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan
dasar warga negara.
62. Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu
Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang
berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
63. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah
sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat Daerah atau unit
satuan kerja perangkat Daerah pada satuan kerja perangkat Daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas
dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan
Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya.
64. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam negeri.
65. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
6
mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
66. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
unsur perangkat Daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan
Urusan Pemerintahan Daerah.
67. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat
SKPKD adalah unsur penunjang Urusan Pemerintahan pada Pemerintah
Daerah yang melaksanakan Pengelolaan Keuangan Daerah.
68. Unit SKPD adalah bagian SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau
beberapa Program.
69. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat
pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas
dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
70. Kuasa PA yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi
kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan PA dalam
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
71. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah
tim yang bertugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Kepala
Daerah dalam rangka penyusunan APBD.
72. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD
adalah kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
APBD dan bertindak sebagai bendahara umum Daerah.
73. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD
yang bertindak dalam kapasitas sebagai BUD.
74. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas
BUD.
75. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK
adalah pejabat pada Unit SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa
Kegiatan dari suatu Program sesuai dengan bidang tugasnya.
76. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
selanjutnya disingkat PPK SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi
tata usaha keuangan pada SKPD.
77. Bendahara Penerimaan adalah pejabat yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD.
78. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat yang ditunjuk menerima,
menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Daerah dalam
rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
79. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN
adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas
dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
80. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Daerah.
81. Anggaran Kas adalah perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari
7
penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan
dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan APBD dalam setiap periode.
82. Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah.
83. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah adalah prinsip, dasar, konvensi,
aturan dan praktik spesifik yang dipilih oleh Pemerintah Daerah sebagai
pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah
Daerah untuk memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan dalam
rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap
anggaran, antar periode maupun antar entitas.
84. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SAPD
adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan
elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi
sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi
Pemerintahan Daerah.
85. Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar
kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara
sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan anggaran dan pelaporan
keuangan Pemerintah Daerah.
86. Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,
ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol
atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
87. Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik
yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis,
menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan Informasi Elektronik.
88. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2
Keuangan Daerah meliputi:
a. hak Daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi Daerah serta
melakukan pinjaman;
b. kewajiban Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
Daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Daerah;
d. Pengeluaran Daerah;
e. kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan/atau
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah dan/atau kepentingan
umum.

8
Pasal 3
(1) Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwujudkan dalam APBD.
(3) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar bagi
Pemerintah Daerah untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran
Daerah.

Pasal 4
(1) Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan
pertanggungiawaban Pengelolaan Keuangan Daerah.
(2) Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. menciptakan sistem pengelolaan keuangan Daerah secara tertib,
efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat
serta taat pada peraturan perundang-undangan;
b. mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang transparan,
akuntabel dan partisipatif; dan
c. mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program kebijakan
pengelolaan keuangan Daerah.

Pasal 5
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:
a. pengelola keuangan Daerah;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
c. penyusunan rancangan APBD;
d. penetapan APBD;
e. pelaksanaan dan penatausahaan;
f. laporan realisasi semester pertama APBD dan perubahan APBD;
g. akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah Daerah;
h. penyusunan rancangan pertanggungjawaban;
i. kekayaan Daerah dan utang Daerah;
j. badan layanan umum daerah;
k. penyelesaian kerugian keuangan Daerah;
l. informasi keuangan Daerah;
m. pembinaan dan pengawasan.

BAB II
PENGELOLA KEUANGAN DAERAH
Bagian Kesatu
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 6
(1) Bupati selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan
mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan Daerah yang
dipisahkan.
9
(2) Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan:
a. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
b. mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama;
c. menetapkan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah;
e. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait
Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah
dan/atau masyarakat;
f. menetapkan kebijakan pengelolaan APBD;
g. menetapkan KPA;
h. menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
i. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan pajak
Daerah dan retribusi Daerah;
j. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan Utang dan
Piutang Daerah;
k. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan
dan memerintahkan pembayaran;
l. menetapkan pejabat lainnya dalam rangka Pengelolaan Keuangan
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
m. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Selain kewenangan di atas, terdapat kewenangan lain yaitu paling sedikit
menetapkan bendahara penerimaan pembantu, bendahara pengeluaran
pembantu, bendahara bantuan operasional sekolah, bendahara BLUD,
bendahara unit organisasi bersifat khusus dan/atau bendahara khusus
lainnya yang diamanatkan peraturan perundang-undangan
(4) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bupati melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada Pejabat
Perangkat Daerah.
(5) Pejabat Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
atas:
a. sekretaris Daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala SKPD selaku PA.
(6) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang
memerintahkan, menguji, dan menerima atau mengeluarkan uang.
(7) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
10
Pasal 7
(1) Bupati selaku wakil Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan
Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
berkedudukan sebagai pemilik modal pada perusahaan umum Daerah
atau pemegang saham pada perseroan Daerah.
(2) Ketentuan mengenai Bupati selaku wakil Pemerintah Daerah dalam
kepemilikan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kedua
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 8
(1) Sekretaris Daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (5) huruf a mempunyai tugas:
a. koordinasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. koordinasi di bidang penyusunan rancangan APBD, rancangan
perubahan APBD, dan rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD;
c. koordinasi penyiapan pedoman pelaksanaan APBD;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA SKPD;
e. koordinasi pelaksanaan tugas lainnya di bidang Pengelolaan Keuangan
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
f. memimpin TAPD.
(2) Koordinasi dalam pengelolaan keuangan daerah paling sedikit meliputi:
a. koordinasi dalam penyusunan sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah;
b. koordinasi dalam penyusunan kebijakan akuntansi pemerintah daerah;
c. koordinasi dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah bertanggungjawab kepada
Bupati.
(4) Koordinator dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan terkait dengan
peran dan fungsi sekretaris daerah membantu Kepala Daerah dalam
menyusun kebijakan dan mengoordinasikan penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan daerah termasuk Pengelolaan Keuangan Daerah

Bagian Ketiga
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Pasal 9
(1) Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan Pengelolaan Keuangan
Daerah;
b. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
c. melaksanakan pemungutan Pendapatan Daerah yang telah diatur
dalam Perda;
11
d. melaksanakan fungsi BUD; dan
e. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d berwenang:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas umum Daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak Daerah;
f. menetapkan SPD;
g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama
Pemerintah Daerah;
h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan Keuangan Daerah;
i. menyajikan informasi keuangan Daerah; dan
j. melakukan pencatatan dan pengesahan dalam hal penerimaan dan
Pengeluaran Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah.
(3) Selain kewenangan tersebut, terdapat kewenangan lain, yaitu:
a. mengelola investasi
b. menetapkan anggaran kas;
c. melakukan pembayaran melalui penerbitan SP2D;
d. membuka rekening Kas umum daerah;
e. membuka rekening penerimaan;
f. membuka rekening pengeluaran; dan
g. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD

Pasal 10
(1) PPKD selaku BUD mengusulkan pejabat di lingkungan SKPKD kepada
Bupati untuk ditetapkan sebagai Kuasa BUD.
(2) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(3) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyiapkan Anggaran Kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D;
d. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank
dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
e. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan APBD;
f. menyimpan uang Daerah;
g. melaksanakan penempatan uang Daerah dan
mengelola/menatausahakan investasi;
h. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan PA/KPA atas
Beban APBD;
i. melaksanakan Pemberian Pinjaman Daerah atas nama Pemerintah
Daerah;
j. melakukan pengelolaan Utang dan Piutang Daerah; dan
12
k. melakukan penagihan Piutang Daerah.
(4) Dalam pengelolaan kas, Kuasa BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas dilakukan dengan menghimpun dan menguji
anggaran kas yang disusun Kepala SKPD untuk ditetapkan oleh BUD;
b. melakukan penyisihan piutang tidak tertagih dalam mengelola piutang
menatausahakan penyisihan dana bergulir yang tidak tertagih atas
investasi;
c. menyiapkan dokumen pengesahan dan pencatatan penerimaan dan
pengeluaran yang tidak melalui RKUD
(5) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
kepada PPKD selaku BUD.
(6) Bupati atas usul BUD dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) Kuasa BUD di
lingkungan SKPKD dengan pertimbangan besaran jumlah uang yang
dikelola, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali.

Bagian Keempat
Pengguna Anggaran

Pasal 11
(1) Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas:
a. menyusun RKA SKPD;
b. menyusun DPA SKPD;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban
anggaran belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan retribusi Daerah;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas
anggaran yang telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;
i. mengelola Utang dan Piutang Daerah yang menjadi tanggung jawab
SKPD yang dipimpinnya;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
l. menetapkan PPTK dan PPK SKPD;
m. menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya dalam
rangka Pengelolaan Keuangan Daerah; dan
n. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain tugas kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas lainnya, meliputi:
a. menyusun anggaran kas SKPD;
b. melaksanakan pemungutan lain-lain pendapatan asli daerah;
c. menyusun dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);
d. menyusun dokumen Pemberian Bantuan Sosial;
e. menyusun dokumen permintaan pengesahan pendapatan dan belanja
atas penerimaan dan pengeluaran daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak dilakukan melalui Rekening Kas
Umum Daerah, BUD melakukan pencatatan dan pengesahan Penerimaan
dan Pengeluaran Daerah tersebut; dan
13
f. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya kepada PPKD selaku BUD.
(3) Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) mempunyai wewenang,
meliputi:
a. menandatangani dokumen permintaan pengesahan pendapatan dan
belanja atas penerimaan dan pengeluaran daerah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. menandatangani dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);
c. menandatangani dokumen Pemberian Bantuan Sosial;
d. menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah; dan
e. menetapkan Pembantu Bendahara Penerimaan, Pembantu Bendahara
Pengeluaran dan Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya merupakan akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan
DPA-SKPD.
g. mengelola utang yang menjadi kewajiban kepada pihak lain sebagai
akibat pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya,
yaitu:
1) hasil pekerjaan akibat pemberian kesempatan kepada penyedia
barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sehingga melampaui tahun
anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap; dan
3) kewajiban lainnya yang menjadi beban SKPD yang harus dianggarkan
pada APBD setiap tahun sampai dengan selesainya kewajiban tersebut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
h. mengelola piutang daerah yang menjadi hak daerah sebagai akibat
1) perjanjian atau perikatan;
2) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap; dan
4) piutang lainnya yang menjadi hak SKPD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, PA
bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) PA yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen dapat dibantu oleh
pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat
pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) PA bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada
Bupati melalui Sekretaris Daerah.

Bagian Kelima
Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 12
(1) PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala Unit
14
SKPD selaku KPA.
(2) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan pertimbangan besaran anggaran kegiatan, lokasi, dan/atau
rentang kendali.
(3) Pertimbangan besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan dilakukan oleh
SKPD yang mengelola besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan yang
kriterianya ditetapkan oleh bupati.
(4) Pertimbangan lokasi dan/atau rentang kendali dilakukan terhadap SKPD
yang membentuk Cabang Dinas, Unit Pelaksana Teknis Daerah, dan/atau
kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bupati atas usul kepala SKPD.
(6) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban
anggaran belanja;
b. melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;
c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam
batas anggaran yang telah ditetapkan;
e. melaksanakan pemungutan retribusi Daerah;
f. mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya;
dan
g. melaksanakan tugas KPA lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
KPA bertanggung jawab kepada PA.
(8) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Unit SKPD
selaku KPA, KPA menandatangani SPM-TU dan SPM-LS.
(9) Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, KPA
bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(10) KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat dibantu
oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat
pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(11) Dalam hal terdapat unit organisasi bersifat khusus, KPA mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;
b. menyusun DPA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;
d. melaksanakan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus yang
dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam
batas anggaran yang telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;
i. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya;
15
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan unit organisasi bersifat
khusus yang dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus
yang dipimpinnya;
l. menetapkan PPTK dan PPK-Unit SKPD;
m. menetapkan pejabat lainnya dalam unit organisasi bersifat khusus yang
dipimpinnya dalam rangka pengelolaan keuangan daerah; dan
n. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(12) Dalam hal KPA berhalangan tetap atau sementara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, PA bertugas untuk mengambil alih
pelimpahkan sebagian tugasnya yang telah diserahkan kepada kepala Unit
SKPD selaku KPA.

Bagian Keenam
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Pasal 13
(1) PA/KPA dalam melaksanakan Kegiatan menetapkan pejabat pada
SKPD/Unit SKPD selaku PPTK.
(2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu tugas dan
wewenang PA/KPA.
(3) Tugas PPTK dalam membantu tugas dan wewenang PA/ KPA meliputi:
a. mengendalikan dan melaporkan perkembangan pelaksanaan teknis
Kegiatan/sub kegiatan SKPD/Unit SKPD;
b. menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran atas Beban
pengeluaran pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen pengadaan barang/jasa pada Kegiatan/Sub
kegiatan SKPD/Unit SKPD sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa.
(4) Tugas mengendalikan dan melaporkan pelaksanaan teknis Kegiatan/Sub
kegiatan meliputi:
a. menyusun jadwal pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan;
b. memonitoring dan evaluasi pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan; dan
c. melaporkan perkembangan pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan kepada
PA/KPA.
(5) Tugas menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran atas
beban pengeluaran pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan meliputi:
a. menyiapkan laporan kinerja pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan;
b. menyiapkan dokumen administrasi pembayaran sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan;
dan
c. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan.
(6) Dalam membantu tugas, PPTK pada SKPD bertanggung jawab kepada PA.
(7) Dalam membantu tugas, PPTK pada Unit SKPD bertanggung jawab kepada
KPA.
(8) Dalam hal PPTK berhalangan sementara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, PA/KPA mengambil alih mandat yang dilaksanakan
oleh PPTK.
16
(9) PA/KPA dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) PPTK di lingkungan
SKPD/Unit SKPD.

Pasal 14
(1) Penetapan PPTK berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, besaran
anggaran Kegiatan/sub kegiatan, beban kerja, lokasi, rentang kendali,
dan/atau pertimbangan objektif lainnya yang kriterianya ditetapkan
kepala daerah.
(2) Pertimbangan penetapan PPTK didasarkan atas pelaksanaan tugas dan
fungsi.
(3) PPTK merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
(4) Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural merupakan pejabat satu
tingkat di bawah kepala SKPD selaku PA dan/atau memiliki kemampuan
manajerial dan berintegritas.
(5) Dalam hal PA melimpahan kepada KPA, PPTK merupakan Pegawai ASN
yang menduduki jabatan struktural satu tingkat di bawah KPA dan/atau
memiliki kemampuan manajerial dan berintegritas.
(6) Dalam hal tidak terdapat Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural,
PA/KPA dapat menetapkan pejabat fungsional selaku PPTK yang
kriterianya ditetapkan oleh bupati.

Bagian Ketujuh
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Pasal 15
(1) Kepala SKPD selaku PA menetapkan PPK SKPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) untuk melaksanakan fungsi tata usaha keuangan
pada SKPD.
(2) Pada SKPKD, PPK SKPD melaksanakan fungsi tata usaha keuangan sesuai
ruang lingkup tugas dan wewenang di SKPKD.
(3) Pada pola pengelolaan keuangan BLUD, PPK SKPD melaksanakan fungsi
tata usaha keuangan sesuai ruang lingkup tugas dan wewenang BLUD
(4) PPK SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merangkap sebagai
pejabat dan pegawai yang bertugas melakukan pemungutan pajak Daerah
dan retribusi Daerah, Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran,
dan/atau PPTK.
(5) PPK SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan
wewenang:
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta
bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran;
b. menyiapkan SPM;
c. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara
Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
d. melaksanakan fungsi akuntansi pada SKPD; dan
e. menyusun laporan keuangan SKPD.
(6) Verifikasi oleh PPK SKPD dilakukan dengan tujuan untuk meneliti
kelengkapan dan keabsahan.
(7) Selain melaksanakan tugas dan wewenang pada ayat (5), PPK SKPD
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yaitu:
17
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta
bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara lainnya;
b. melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran atas pengembalian
kelebihan pendapatan daerah dari bendahara penerimaan; dan
c. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan keabsahan
SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya
sebagai dasar penyiapan SPM.
(8) Kepala SKPD dapat menetapkan pegawai yang bertugas membantu PPK-
SKPD untuk meningkatkan efektivitas penatausahaan keuangan SKPD.

Bagian Kedelapan
Pejabat Penatausahaan Keuangan Unit SKPD

Pasal 16
(1) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA karena
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), PA
menetapkan PPK Unit SKPD untuk melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan pada Unit SKPD.
(2) Penetapan PPK Unit SKPD didasarkan atas pertimbangan:
a. Besaran anggaran yang berlaku untuk biro pada provinsi dan bagian pada
kabupaten/kota di lingkungan Sekretariat Daerah;
b. rentang kendali dan/atau lokasi;
c. dibentuknya unit organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan
secara profesional melalui pemberian otonomi dalam pengelolaan
keuangan dan barang milik daerah serta bidang kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) PPK Unit SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan
wewenang:
a. melakukan verifikasi SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapan
yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran pembantu;
b. menyiapkan SPM-TU dan SPM-LS, berdasarkan SPPTU dan SPP-LS
yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran pembantu; dan
c. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara
Penerimaan pembantu dan Bendahara Pengeluaran pembantu.
(4) Verifikasi dilakukan untuk meneliti kelengkapan dan keabsahan SPP-TU dan
SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu.
(5) Verifikasi dilakukan untuk meneliti kelengkapan dan keabsahan laporan
pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu.
(6) Selain melaksanakan tugas pada Ayat (3), PPK Unit SKPD melaksanakan
tugas lainnya meliputi:
a. melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran atas pengembalian
kelebihan pendapatan daerah dari bendahara penerimaan
pembantu/Bendahara lainnya; dan
b. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan keabsahan SPP-
TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya sebagai dasar penyiapan
SPM.
(7) PPK unit SKPD pada unit organisasi bersifat khusus mempunyai tugas
meliputi:

18
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta bukti
kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran, Bendahara
Pengeluaran Pembantu dan Bendahara lainnya;
b. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan keabsahan SPP-
UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya sebagai
dasar penyiapan SPM;
c. menyiapkan SPM;
d. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan,
Bendahara Pengeluaran dan Bendahara lainnya;
e. melaksanakan fungsi akuntansi pada unit SKPD khusus; dan
f. menyusun laporan keuangan unit SKPD khusus.
(8) PPK Unit SKPD merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural
untuk menjalankan fungsi penatausahaan keuangan unit SKPD.
(9) Kepala Unit SKPD dapat menetapkan pegawai yang bertugas membantu PPK
Unit SKPD.

Bagian Kesembilan
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Pasal 17
(1) Bupati menetapkan Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada
SKPD atas usul PPKD selaku BUD.
(2) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas
dan wewenang menerima, menyimpan, menyetor ke Rekening Kas Umum
Daerah, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan Pendapatan
Daerah yang diterimanya.
(3) Selain tugas dan wewenang tersebut, Bendahara Penerimaan memiliki tugas
dan wewenang lainnya paling sedikit yaitu:
a. meminta bukti transaksi atas pendapatan yang diterima langsung melalui
RKUD;
b. melakukan verifikasi dan rekonsiliasi dengan Bank yang ditetapkan oleh
Bupati;
c. meneliti kesesuaian antara jumlah uang yang diterima dengan jumlah
yang telah ditetapkan;
d. menatausahakan dan mempertanggungjawabkan pendapatan daerah
yang diterimanya; dan
e. menyiapkan dokumen pembayaran atas pengembalian kelebihan
pendapatan daerah.

Pasal 18
(1) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, Bupati
dapat menetapkan Bendahara Penerimaan pembantu pada unit kerja
SKPD yang bersangkutan.
(2) Bendahara Penerimaan Pembantu pada unit SKPD diusulkan oleh kepala
SKPD kepada kepala daerah melalui PPKD
(3) Bendahara Penerimaan pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan yang
ditetapkan Bupati.

19
(4) Tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan paling sedikit
meliputi:
a. menerima, menyimpan dan menyetorkan sejumlah uang dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan daerah pada SKPD, kecuali untuk
transaksi secara elektronik;
b. meminta bukti transaksi atas pendapatan yang diterima langsung melalui
RKUD;
c. melakukan verifikasi dan rekonsiliasi dengan Bank yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah;
d. meneliti kesesuaian antara jumlah uang yang diterima dengan jumlah
yang telah ditetapkan;
e. menatausahakan dan mempertanggungjawabkan pendapatan daerah
yang diterimanya; dan
f. menyiapkan dokumen pembayaran atas pengembalian kelebihan
pendapatan daerah.
(5) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung
jawab secara administratif dan fungsional.
(6) Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara administratif dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas penerimaan
pada SKPD dan disampaikan kepada PA.
(7) Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung jawab secara administratif
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas
penerimaan pada unit SKPD dan disampaikan kepada KPA.
(8) Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara fungsional dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas penerimaan
pada SKPD dan disampaikan kepada PPKD selaku BUD.
(9) Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung jawab secara fungsional
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas
penerimaan pada unit SKPD dan disampaikan kepada Bendahara
Penerimaan.

Pasal 19
(1) Kepala SKPD atas usul Bendahara Penerimaan dapat menetapkan pegawai
yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan untuk meningkatkan
efektifitas pengelolaan Pendapatan Daerah.
(2) Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan
lingkup penugasan yang ditetapkan kepala SKPD.
(3) Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan dalam
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara Penerimaan.
(4) Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan disebut Pembantu
Bendahara Penerimaan.

Pasal 20
(1) Bupati atas usul PPKD selaku BUD menetapkan Bendahara Pengeluaran
untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran belanja pada SKPD dan/atau pengeluaran pembiayaan pada
SKPD dan SKPKD.
(2) Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
tugas dan wewenang:
20
a. mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP UP, SPP GU,
SPP TU, dan SPP LS;
b. menerima dan menyimpan UP, GU, dan TU;
c. melaksanakan pembayaran dari UP, GU, dan TU yang dikelolanya;
d. menolak perintah bayar dari PA yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;
f. membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif kepada PA
dan laporan pertanggungjawaban secara fungsional kepada BUD secara
periodik; dan
g. memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Selain tugas dan wewenang, Bendahara Pengeluaran melaksanakan tugas
dan wewenang lainnya meliputi:
a. melakukan rekonsiliasi dengan pihak Bank yang ditetapkan Kepala
Daerah;
b. memeriksa kas secara periodik;
c. menerima dokumen bukti transaksi secara elektronik atau dokumen fisik
dari bank;
d. menerima dan menyetorkan atas pengembalian belanja atas koreksi atau
hasil pemeriksaan internal dan eksternal;
e. menyiapkan dokumen surat tanda setoran atas pengembalian belanja
akibat koreksi atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal; dan
f. pelaksanaan anggaran pengeluaran pembiayaan pada SKPD yang
melaksanakan fungsi BUD
(4) Dalam hal PA melimpahkan kewenangannya kepada KPA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Bupati atas usul PPKD
menetapkan Bendahara Pengeluaran pembantu.
(5) Penetapan Bendahara pengeluaran pembantu didasarkan atas pertimbangan:
a. besaran anggaran;
b. rentang kendali dan/atau lokasi; dan
(6) Bendahara Pengeluaran pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) memiliki tugas dan wewenang:
a. mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP TU dan SPP
LS;
b. menerima dan menyimpan pelimpahan UP dari Bendahara
Pengeluaran;
c. menerima dan menyimpan TU dari BUD;
d. melaksanakan pembayaran atas pelimpahan UP dan TU yang
dikelolanya;
e. menolak perintah bayar dari KPA yang tidak sesua dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
f. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;
g. memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif kepada
KPA dan laporan pertanggungjawaban secara fungsional kepada
Bendahara Pengeluaran secara periodik.
(7) Selain tugas dan wewenang Bendahara Pengeluaran pembantu memiliki
tugas dan wewenang lainnya meliputi:
21
a. melakukan rekonsiliasi dengan pihak bank yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah;
b. memeriksa kas secara periodik;
c. menerima dokumen bukti transaksi secara elektronik atau dokumen
fisik dari bank;
d. menerima dan menyetorkan atas pengembalian belanja atas koreksi
atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal pada tahun berjalan;
dan
e. menyiapkan dokumen surat tanda setoran atas pengembalian belanja
akibat koreksi atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal pada
tahun berjalan.
(8) Dalam hal terdapat pembentukan unit organisasi bersifat khusus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepala daerah
menetapkan bendahara unit organisasi bersifat khusus.
(9) Bendahara unit organisasi bersifat khusus memiliki tugas dan wewenang
setara dengan Bendahara Pengeluaran.
(10) Bendahara Pengeluaran Pembantu secara administratif bertanggung jawab
atas pelaksanaan tugasnya kepada KPA.
(11) Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dan
bertanggung jawab secara administratif dan fungsional.
(12) Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara administratif dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas
pengeluaran pada SKPD dan disampaikan kepada PA.
(13) Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara administratif
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif atas
pengeluaran pada unit SKPD dan disampaikan kepada KPA.
(14) Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional dengan
membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas pengeluaran
pada SKPD dan disampaikan kepada PPKD selaku BUD.
(15) Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara fungsional
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara fungsional atas
pengeluaran pada unit SKPD dan disampaikan kepada Bendahara
Pengeluaran.

Pasal 21
(1) Kepala SKPD atas usul Bendahara Pengeluaran dapat menetapkan
pegawai yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran untuk
meningkatkan efektifitas pengelolaan Belanja Daerah.
(2) Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan
lingkup penugasan yang ditetapkan kepala SKPD.
(3) Pegawai yang membantu Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab kepada
Bendahara Pengeluaran.

Pasal 22
(1) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dilarang:
a. melakukan aktivitas perdagangan, pekerjaan pemborongan, dan
penjualan jasa;
b. bertindak sebagai penjamin atas kegiatan pekerjaan dan/atau penjualan
jasa;
22
c. menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas
nama pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung; dan
d. larangan berlaku juga terhadap Bendahara Penerimaan Pembantu,
Bendahara Pengeluaran Pembantu dan Bendahara Khusus.
(2) Larangan bagi Bendahara Penerimaan, Bendahara Penerimaan Pembantu,
Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dilakukan
terhadap kegiatan, sub kegiatan, tindakan, dan/atau aktivitas lainnya yang
berkaitan langsung dengan pelaksanaan APBD.

Bagian Kesepuluh
TAPD

Pasal 23
(1) Dalam proses penyusunan APBD, Bupati dibantu oleh TAPD yang
dipimpin oleh sekretaris Daerah.
(2) TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Pejabat
Perencana Daerah, PPKD, dan pejabat lain sesuai dengan kebutuhan.
(3) TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. membahas kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. menyusun dan membahas rancangan KUA dan rancangan
perubahan KUA;
c. menyusun dan membahas rancangan PPAS dan rancangan
perubahan PPAS;
d. melakukan verifikasi RKA SKPD;
e. membahas rancangan APBD, rancangan perubahan APBD, dan
rancangan pertanggungjawaban APBD;
f. membahas hasil evaluasi APBD, perubahan APBD, dan
Pertanggungjawaban APBD;
g. melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD dan rancangan
perubahan DPA SKPD;
h. menyiapkan surat edaran Bupati tentang pedoman penyusunan RKA;
dan
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam melaksanakan tugas TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat melibatkan instansi sesuai dengan kebutuhan.

BAB IV
APBD
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 24
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan Daerah yang menjadi kewenangan Daerah dan kemampuan
Pendapatan Daerah.
(2) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
mempedomani KUA PPAS yang didasarkan pada RKPD.
(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
23
(4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
setiap tahun ditetapkan dengan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 25
(1) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam bentuk uang
dianggarkan dalam APBD.
(2) Penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
Pendapatan Daerah dan penerimaan Pembiayaan Daerah.
(3) Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
Belanja Daerah dan pengeluaran Pembiayaan Daerah.
(4) Penerimaan Daerah yang dianggarkan dalam APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan rencana Penerimaan Daerah yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
Penerimaan Daerah dan berdasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Pengeluaran Daerah yang dianggarkan dalam APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) merupakan rencana Pengeluaran Daerah sesuai
dengan kepastian tersedianya dana atas Penerimaan Daerah dalam jumlah
yang cukup.
(6) Setiap Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memiliki dasar hukum yang melandasinya.
(7) Seluruh Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dianggarkan secara bruto dalam APBD.

Pasal 26
Satuan hitung dalam APBD adalah mata uang rupiah.

Pasal 27
APBD merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran sesuai dengan undang-undang mengenai keuangan negara.

Bagian Kedua
Struktur APBD

Pasal 28
(1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas:
a. pendapatan Daerah;
b. belanja Daerah; dan
c. pembiayaan Daerah.
(2) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut
Urusan Pemerintahan Daerah dan organisasi yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Klasifikasi APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan organisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kebutuhan
Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29
(1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf
a meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah
24
yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah dan penerimaan lainnya
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui
sebagai penambah ekuitas yang merupakan hak Daerah dalam 1 (satu)
tahun anggaran.
(2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b
meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang tidak
perlu diterima kembali oleh Daerah dan pengeluaran lainnya yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai
pengurang ekuitas yang merupakan kewajiban Daerah dalam 1 (satu)
tahun anggaran.
(3) Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf
c meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
berkenaan maupun pada tahun anggaran berikutnya.

Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah

Pasal 30
Pendapatan Daerah dirinci menurut Urusan Pemerintahan Daerah,
organisasi, jenis, obyek, dan rincian obyek Pendapatan Daerah.

Pasal 31
Pendapatan Daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli Daerah;
b. pendapatan transfer; dan
c. lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Pasal 32
(1) Pendapatan asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a
meliputi:
a. pajak Daerah;
b. retribusi Daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
(2) Pendapatan pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi pendapatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak
Daerah dan retribusi Daerah.
(3) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Penerimaan Daerah atas hasil
penyertaan modal Daerah.
(4) Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;
b. hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan;
c. hasil kerja sama Daerah;
d. jasa giro;
e. hasil pengelolaan dana bergulir;
f. pendapatan bunga;
25
g. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah;
h. penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat
penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan
barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai
akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil
pemanfaatan barang Daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan
Pendapatan Daerah;
i. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing;
j. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
k. pendapatan denda pajak Daerah;
l. pendapatan denda retribusi Daerah;
m. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
n. pendapatan dari pengembalian;
o. pendapatan dari BLUD;
p. pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 33
(1) Pendapatan transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b
meliputi transfer Pemerintah Pusat dan transfer antar-Daerah.
(2) Transfer Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. dana perimbangan;
b. dana insentif Daerah; dan
c. dana desa.
(3) Transfer antar-Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
pendapatan bagi hasil dan bantuan keuangan.

Pasal 34
(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf
a terdiri atas:
a. Dana Transfer Umum;dan
b. Dana Transfer Khusus.
(2) Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas DBH dan DAU.
(3) Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas DAK Fisik dan DAK Non Fisik.

Pasal 35
(1) DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) bersumber dari:
a. pajak; dan
b. sumber daya alam.
(2) DBH yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, pertambangan, dan
perhutanan;
b. pajak penghasilan Pasal 21 dan Pasal 23 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 22; dan
c. cukai hasil tembakau;
26
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) DBH yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berasal dari:
a. penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran usaha pemanfaatan
hutan, provinsi sumber daya hutan, dan dana reboisasi yang dihasilkan
dari wilayah Daerah;
b. penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi
yang dihasilkan dari wilayah Daerah;
c. penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi
yang dihasilkan dari wilayah Daerah;
d. penerimaan dari panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran
bagian Pemerintah Pusat, iuran tetap, dan iuran produksi yang
dihasilkan dari wilayah Daerah; dan
e. penerimaan perikanan yang berasal dari pungutan pengusaha
perikanan dan pungutan hasil perikanan yang dihasilkan dari wilayah
Daerah.

Pasal 36
DAU bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 37
Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b
bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Daerah untuk mendanai
Kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
Dana insentif Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu berdasarkan
kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas
perbaikan dan/atau pencapaian Kinerja tertentu.

Pasal 39
(1) Dana desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c
bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui APBD dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan,
dan pemberdayaan masyarakat.
(2) Dana desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
Pengalokasian transfer Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

27
Pasal 41
Pendapatan bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3)
merupakan dana yang bersumber dari Pendapatan Daerah yang dialokasikan
kepada daerah lain berdasarkan angka persentase tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
(1) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3)
merupakan dana yang diterima dari Daerah lainnya baik dalam rangka
kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan,
dan/atau tujuan tertentu lainnya.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
bantuan keuangan dari daerah Provinsi dan bantuan keuangan dari
kabupaten/kota lainnya.

Pasal 43
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf c meliputi:
a. hibah;
b. dana darurat; dan/atau
c. lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 44
Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a merupakan bantuan
berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota lainnya, masyarakat,
dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk
menunjang peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 45
(1) Dana darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b merupakan
dana yang berasal dari APBN yang diberikan kepada Daerah pada tahap
pasca bencana untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan
oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh Daerah dengan
menggunakan sumber APBD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.

Bagian Keempat
Belanja Daerah

Pasal 46
(1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b
untuk mendanai pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
(2) Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah sebagaimana
28
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
atas Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan
Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar.
(4) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan potensi yang dimiliki Daerah.
(5) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dengan
memprioritaskan pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib terkait
Pelayanan Dasar dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
(6) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak
terkait dengan Pelayanan Dasar dialokasikan sesuai dengan kebutuhan
Daerah.
(7) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Pilihan
dialokasikan sesuai dengan prioritas Daerah dan potensi yang dimiliki
Daerah.

Pasal 47
Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai Urusan Pemerintahan
Daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 48
(1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5)
berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja,
dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6) dan ayat (7)
berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja,
dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
digunakan sebagai pedoman dalam menyusun standar harga satuan pada
masing-masing Daerah.
(4) Analisis standar belanja dan standar teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dan standar harga satuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
(5) Analisis standar belanja, standar harga satuan, dan/atau standar teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk menyusun rencana
kerja dan anggaran dalam penyusunan rancangan Perda tentang APBD.
(6) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dirinci
menurut Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi, Program, Kegiatan,
jenis, obyek, dan rincian obyek Belanja Daerah.

Pasal 49
Urusan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6)
diselaraskan dan dipadukan dengan belanja negara yang
diklasifikasikan menurut fungsi yang antara lain terdiri atas:
a. pelayanan umum;
29
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. perlindungan lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata;
h. pendidikan; dan
i. perlindungan sosial.

Pasal 50
Belanja Daerah menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (6) disesuaikan dengan susunan organisasi yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 51
(1) Belanja Daerah menurut Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (6) disesuaikan dengan Urusan Pemerintahan provinsi
dan kabupaten berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rinciannya
paling sedikit mencakup:
a. target dan Sasaran;
b. indikator capaian Keluaran; dan
c. indikator capaian Hasil.
(3) Nomenklatur Program dalam Belanja Daerah serta indikator capaian Hasil
dan indikator capaian Keluaran yang didasarkan pada prioritas nasional
disusun berdasarkan nomenklatur Program dan pedoman penentuan
indikator Hasil dan indikator Keluaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 52
(1) Klasifikasi Belanja Daerah terdiri atas:
a. belanja operasi;
b. belanja modal;
c. belanja tidak terduga; dan
d. belanja transfer.
(2) Belanja operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
pengeluaran anggaran untuk Kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah
yang memberi manfaat jangka pendek.
(3) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.
(4) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keperluan
darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya.
(5) Belanja transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
pengeluaran uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah
lainnya dan/atau dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa.

30
Pasal 53
(1) Belanja operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a
dirinci atas jenis:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja bunga;
d. belanja subsidi;
e. belanja hibah; dan
f. belanja bantuan sosial.
(2) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b
dirinci atas jenis belanja modal.
(3) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
huruf c dirinci atas jenis belanja tidak terduga.
(4) Belanja transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf d
dirinci atas:
a. jenis belanja bagi hasil; dan
b. belanja bantuan keuangan.

Pasal 54
(1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a
digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Bupati/Wakil Bupati, pimpinan/anggota DPRD, dan Pegawai ASN.
(3) Belanja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan
pada belanja SKPD bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 55
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada
Pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan
memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
berdasarkan pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja,
kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif
lainnya.
(3) Pemberian tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Perbup dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(4) Dalam hal belum adanya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Bupati dapat memberikan tambahan penghasilan bagi
Pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri.
(5) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
setelah memperoleh pertimbangan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(6) Dalam hal Bupati menetapkan pemberian tambahan penghasilan bagi
Pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5), menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau
pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri.
31
Pasal 56
(1) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf
b untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang meliputi:
a. nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan;
b. barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat
atau pihak ketiga; dan
c. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan
dalam Kegiatan Pemerintahan Daerah dan tidak memenuhi batas
minimal kapitalisasi aset.
(2) Pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
rangka melaksanakan Program dan Kegiatan Pemerintahan Daerah.

Pasal 57
Belanja bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf c
digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga Utang yang dihitung
atas kewajiban pokok Utang berdasarkan perjanjian pinjaman.

Pasal 58
(1) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf d
digunakan agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh BUMD
dan/atau badan usaha milik swasta, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.
(2) BUMD dan/atau badan usaha milik swasta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan badan yang menghasilkan produk atau jasa Pelayanan
Dasar masyarakat.
(3) BUMD, badan usaha milik swasta, dan/atau badan hukum lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang akan diberikan subsidi terlebih
dahulu dilakukan audit keuangan oleh kantor akuntan publik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bahan
pertimbangan untuk memberikan subsidi.
(5) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, penerima subsidi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada Bupati.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan
pertanggungjawaban subsidi diatur dalam Perbup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 59
(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf e
diberikan kepada Pemerintah Pusat, pemerintah daerah lainnya, BUMD,
dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara
terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
menunjang pencapaian Sasaran Program dan Kegiatan Pemerintah Daerah
sesuai kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan
32
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
masyarakat.
(3) Belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam
APBD sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60
(1) Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1)
huruf f digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang
dan/atau barang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau
masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang
bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial,
kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.
(2) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran
sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.
(3) Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan
dalam APBD sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 61
(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) digunakan
untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pengadaan aset tetap dan aset lainnya.
(2) Pengadaan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi
kriteria:
a. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. digunakan dalam Kegiatan Pemerintahan Daerah; dan
c. batas minimal kapitalisasi aset.
(3) Batas minimal kapitalisasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c diatur dalam Perbup.
(4) Aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggarkan dalam
belanja modal sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh
belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset
siap digunakan.

Pasal 62
Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) meliputi:
a. belanja tanah, digunakan untuk menganggarkan tanah yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah
Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
b. belanja peralatan dan mesin, digunakan untuk menganggarkan peralatan
dan mesin mencakup mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik,
inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa
manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai;
c. belanja bangunan dan gedung, digunakan untuk menganggarkan gedung
33
dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah
Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
d. belanja jalan, irigasi, dan jaringan, digunakan untuk menganggarkan
jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang
dibangun oleh Pemerintah Daerah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;
e. belanja aset tetap lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset tetap
lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok aset tetap sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan
huruf d, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional
Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai; dan
f. belanja aset lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang
tidak digunakan untuk keperluan operasional Pemerintah Daerah, tidak
memenuhi definisi aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya
sesuai dengan nilai tercatatnya.

Pasal 63
Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4) huruf a
dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 64
(1) Belanja bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4)
huruf b diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah,
pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu
lainnya.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dianggarkan sesuai kemampuan Keuangan Daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan
olehperaturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. bantuan keuangan kepada kabupaten/kota lainnya;
b. bantuan Keuangan ke Daerah Provinsinya dan/atau daerah provinsi
lainnya; dan/atau
c. bantuan keuangan kabupaten kepada desa.
(4) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat umum
atau khusus.
(5) Peruntukan dan pengelolaan bantuan keuangan yang bersifat umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada pemerintah
daerah penerima bantuan.
(6) Peruntukan bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi
bantuan dan pengelolaannya diserahkan kepada penerima bantuan.
(7) Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau anggaran pendapatan dan
belanja desa penerima bantuan.
34
Pasal 65
(1) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3)
merupakan pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keadaan
darurat termasuk keperluan mendesak serta pengembalian atas kelebihan
pembayaran atas Penerimaan Daerah tahun-tahun sebelumnya.
(2) Dalam hal belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak mencukupi, menggunakan dana dari hasil penjadwalan ulang
capaian program dan kegiatan lainnya serta pengeluaran pembiayaan
dalam tahun anggaran berjalan dan/atau memanfaatkan kas yang
tersedia.
(3) Penjadwalan ulang capaian Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diformulasikan terlebih dahulu dalam Perubahan DPA SKPD.

Pasal 66
(1) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) meliputi:
a. bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian
luar biasa;
b. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau
c. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan
pelayanan publik.
(2) Keperluan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
meliputi:
a. kebutuhan Daerah dalam rangka Pelayanan Dasar masyarakat yang
anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
b. Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;
c. Pengeluaran Daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan
tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan
perundang-undangan; dan/atau
d. Pengeluaran Daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan
kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat.
(3) Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda tentang APBD tahun
berkenaan.
(4) Pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum tersedia
anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA SKPD, kecuali
untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau
kejadian luar biasa.
(5) Belanja untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial,
dan/atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pengeluaran untuk mendanai keperluan mendesak yang belum tersedia
anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan
terlebih dahulu dalam RKA SKPD dan/atau Perubahan DPA SKPD.

35
Bagian Kelima
Pembiayaan Daerah
Paragraf 1
Umum

Pasal 67
(1) Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf
c terdiri atas:
a. penerimaan Pembiayaan; dan
b.pengeluaran Pembiayaan.
(2) Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut
Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi, jenis, obyek, dan rincian obyek
Pembiayaan Daerah.
(3) Penerimaan Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a bersumber dari:
a. SiLPA;
b. pencairan Dana Cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan Pinjaman Daerah;
e. penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau
f. penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perutndang-undangan.
(4) Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat digunakan untuk Pembiayaan:
a. pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo;
b. penyertaan modal Daerah;
c. pembentukan Dana Cadangan;
d. Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau
e. pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Pembiayaan neto merupakan selisih penerimaan Pembiayaan terhadap
pengeluaran Pembiayaan.
(6) Pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan untuk
menutup defisit anggaran.

Paragraf 2
Penerimaan Pembiayaan

Pasal 68
SiLPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) huruf a bersumber dari:
a. pelampauan penerimaan PAD;
b. pelampauan penerimaan pendapatan transfer;
c. pelampauan penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
d. pelampauan penerimaan Pembiayaan;
e. penghematan belanja;
f. kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum
terselesaikan; dan/atau
g. sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target Kinerja dan sisa dana
pengeluaran Pembiayaan.

36
Pasal 69
(1) Pencairan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(3) huruf b digunakan untuk menganggarkan pencairan Dana Cadangan
dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dalam
tahun anggaran berkenaan.
(2) Jumlah Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan jumlah yang telah ditetapkan dengan Perda tentang pembentukan
Dana Cadangan bersangkutan.
(3) Pencairan Dana Cadangan dalam 1 (satu) tahun anggaran menjadi
penerimaan Pembiayaan APBD dalam tahun anggaran berkenaan.
(4) Dalam hal Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat
ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko
rendah.
(5) Posisi Dana Cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari laporan pertanggungjawaban APBD.
(6) Penggunaan atas Dana Cadangan yang dicairkan dari rekening Dana
Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dianggarkan dalam SKPD pengguna Dana Cadangan
bersangkutan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 70
(1) Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3) huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penerimaan atas hasil penjualan kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dicatat berdasarkan bukti penerimaan yang sah.

Pasal 71
(1) Penerimaan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(3) huruf d didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam
tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
perjanjian pinjaman bersangkutan.
(2) Penerimaan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bersumber dari:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. lembaga keuangan bank;
d. lembaga keuangan bukan bank; dan/atau
e. masyarakat.
(3) Penerimaan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 72
Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3) huruf e digunakan untuk menganggarkan penerimaan
kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak penerima pinjaman sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

37
Pasal 73
Penerimaan Pembiayaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(3) huruf f digunakan untuk menganggarkan penerimaan Pembiayaan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Pengeluaran Pembiayaan

Pasal 74
Pembayaran cicilan pokok Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(4) huruf a digunakan untuk menganggarkan pembayaran pokok Utang yang
didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian
pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh
kewajiban Pemerintah Daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran
berkenaan berdasarkan perjanjian pinjaman.

Pasal 75
(1) Daerah dapat melakukan penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 ayat (4) huruf b pada BUMD dan/atau badan usaha milik negara.
(2) Penyertaan modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun
anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda mengenai penyertaan
modal Daerah bersangkutan.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebelum
persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD atas rancangan Perda
tentang APBD.
(4) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 76
(1) Pemenuhan penyertaan modal pada tahun sebelumnya tidak diterbitkan
Perda tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut
tidak melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan
Perda mengenai penyertaan modal bersangkutan.
(2) Dalam hal Pemerintah Daerah akan menambah jumlah penyertaan modal
melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Perda
mengenai penyertaan modal, Pemerintah Daerah melakukan perubahan
perda mengenai penyertaan modal yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77
(1) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (4) huruf c,
penggunaannya diprioritaskan untuk mendanai kebutuhan pembangunan
prasarana dan sarana Daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu)
tahun anggaran.
(2) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan
untuk mendanai kebutuhan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari
penyisihan atas Penerimaan Daerah kecuali dari:
38
a. DAK;
b. Pinjaman Daerah; dan
c. penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran
tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam
rekening tersendiri dalam Rekening Kas Umum Daerah.
(5) Pembentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam Perda tentang pembentukan Dana Cadangan.
(6) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan sebelum
persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD atas rancangan Perda
tentang APBD.

Pasal 78
(1) Pemberian Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(4) huruf d digunakan untuk menganggarkan Pemberian Pinjaman Daerah
yang diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya,
BUMD, badan usaha milik negara, koperasi, dan/atau masyarakat.
(2) Pemberian Pinjaman Daerah dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
DPRD.
(3) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian
yang disepakati dalam KUA dan PPAS.
(4) Ketentuan mengenai tata cara Pemberian Pinjaman Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Perbup sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 79
Pengeluaran Pembiayaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(4) huruf e digunakan untuk menganggarkan pengeluaran Pembiayaan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Surplus dan Defisit
Paragraf 1
Umum

Pasal 80
(1) Selisih antara anggaran Pendapatan Daerah dengan anggaran Belanja
Daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD.
(2) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan untuk
pengeluaran Pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang
APBD yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, APBD dapat didanai dari penerimaan
Pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD yang
pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

39
Paragraf 2
Surplus

Pasal 81
Penggunaan surplus APBD diutamakan untuk:
a. pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo;
b. penyertaan modal Daerah;
c. pembentukan Dana Cadangan;
d. Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau
e. pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 82
Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi surplus APBD kepada Menteri
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan.

Paragraf 3
Defisit

Pasal 83
(1) Penetapan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan batas
maksimal defisit APBD masing-masing Daerah paling lambat bulan
Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.
(2) Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi defisit APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setiap
semester dalam tahun anggaran berkenaan.
(3) Pemerintah Daerah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dikenai sanksi penundaan penyaluran Dana Transfer
Umum.

Pasal 84
Pengendalian Defisit APBD dilakukan pada saat evaluasi terhadap rancangan
Perda tentang APBD.

Pasal 85
(1) Defisit APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) harus dapat
ditutup dari Pembiayaan neto.
(2) Pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih
antara penerimaan Pembiayaan dengan pengeluaran Pembiayaan.

BAB V
PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH

Bagian Kesatu
Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Prioritas
Platform Anggaran Sementara

40
Pasal 86
(1) Bupati menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan
RKPD dengan mengacu pada pedoman penyusunan APBD.
(2) Dalam menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bupati melimpahkan sebagian kewenangannya
kepada ketua TAPD.
(3) Rancangan KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. kondisi ekonomi makro Daerah;
b. asumsi penyusunan APBD;
c. kebijakan Pendapatan Daerah;
d. kebijakan Belanja Daerah;
e. kebijakan Pembiayaan Daerah; dan
f. strategi pencapaian.
(4) Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
tahapan:
a. menentukan skala prioritas pembangunan Daerah;
b. menentukan prioritas Program dan Kegiatan untuk masing-masing
urusan yang disinkronkan dengan prioritas dan program nasional
yang tercantum dalam rencana kerja Pemerintah Pusat setiap tahun;
dan
c. menyusun capaian Kinerja, Sasaran, dan platform anggaran
sementara untuk masing-masing Program dan Kegiatan.

Pasal 87
(1) Bupati menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 pada ayat (1) kepada DPRD paling lambat
minggu kedua bulan Juli untuk dibahas dan disepakati bersama antara
Bupati dan DPRD.
(2) Kesepakatan terhadap rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Bupati dan pimpinan DPRD
paling lambat minggu kedua bulan Agustus.
(3) KUA dan PPAS yang telah disepakati Bupati bersama DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi pedoman bagi perangkat Daerah dalam
menyusun RKA SKPD.
(4) Tata cara pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 88
Dalam hal Bupati dan DPRD tidak menyepakati bersama rancangan KUA dan
rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1), paling lama
6 (enam) minggu sejak rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan
kepada DPRD, Bupati menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD berdasarkan RKPD, rancangan KUA, dan rancangan PPAS yang disusun
Bupati, untuk dibahas dan disetujui bersama antara Bupati dengan DPRD
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 89
(1) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (4) huruf b dapat
dianggarkan:
41
a. untuk 1 (satu) tahun anggaran; atau
b. lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dalam bentuk Kegiatan Tahun
Jamak.
(2) Kegiatan Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
harus memenuhi kriteria paling sedikit:
a. pekerjaan konstruksi atas pelaksanaan Kegiatan yang secara teknis
merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan 1 (satu) Keluaran yang
memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 12 (dua belas) bulan; atau
b. pekerjaan atas pelaksanaan Kegiatan yang menurut sifatnya harus
tetap berlangsung pada pergantian tahun anggaran.
(3) Penganggaran Kegiatan Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berdasarkan atas persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD.
(4) Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan KUA dan PPAS.
(5) Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. nama Kegiatan;
b. jangka waktu pelaksanaan Kegiatan;
c. jumlah anggaran; dan
d. alokasi anggaran per tahun
(6) Jangka waktu penganggaran pelaksanaan Kegiatan Tahun Jamak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melampaui akhir
tahun masa jabatan Bupati berakhir, kecuali Kegiatan Tahun Jamak
dimaksud merupakan prioritas nasional dan/atau kepentingan strategis
nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah

Pasal 90
(1) Kepala SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan KUA dan PPAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dan ayat (3).
(2) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
menggunakan pendekatan:
a. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Daerah;
b. penganggaran terpadu; dan
c. penganggaran berdasarkan Kinerja.
(3) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD sesuai
dengan jadwal dan tahapan yang diatur dalam Peraturan Menteri tentang
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan setiap tahun.

Pasal 91
Dalam hal terdapat penambahan kebutuhan pengeluaran akibat keadaan
darurat termasuk belanja untuk keperluan mendesak, kepala SKPD dapat
menyusun RKA SKPD diluar KUA dan PPAS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 86 ayat (2) dan ayat (3).

42
Pasal 92
(1) Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) huruf a dilaksanakan
dengan menyusun prakiraan maju.
(2) Prakiraan maju sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perkiraan
kebutuhan anggaran untuk Program dan Kegiatan yang direncanakan
dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan.
(3) Pendekatan penganggaran terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
90 ayat (2) huruf b dilakukan dengan memadukan seluruh proses
perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan
dokumen rencana kerja dan anggaran.
(4) Pendekatan penganggaran berdasarkan Kinerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 ayat (2) huruf c dilakukan dengan memperhatikan:
a. keterkaitan antara pendanaan dengan Keluaran yang diharapkan dari
Kegiatan;
b. hasil dan manfaat yang diharapkan; dan
c. efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran.

Pasal 93
(1) Untuk terlaksananya penyusunan RKA SKPD berdasarkan pendekatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) dan terciptanya
kesinambungan RKA SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan
Program dan Kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan
semester pertama tahun anggaran berjalan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menilai
Program dan Kegiatan yang belum dapat dilaksanakan atau belum
diselesaikan tahun sebelumnya untuk dilaksanakan atau diselesaikan
pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun
yang direncanakan.
(3) Dalam hal Program dan Kegiatan merupakan tahun terakhir untuk
pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya harus
dianggarkan pada tahun yang direncanakan.

Pasal 94
(1) Penyusunan RKA SKPD dengan menggunakan pendekatan penganggaran
berdasarkan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) huruf
c berpedoman pada:
a. indikator Kinerja;
b. tolok ukur dan Sasaran Kinerja sesuai analisis standar belanja;
c. standar harga satuan;
d. rencana kebutuhan BMD; dan
e. Standar Pelayanan Minimal.
(2) Indikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari Program dan Kegiatan yang
direncanakan meliputi Masukan, Keluaran, dan Hasil.
(3) Tolok ukur Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula
dengan mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan
efektivitas pelaksanaan dari setiap Program dan Kegiatan
43
(4) Sasaran Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang diharapkan
dari suatu Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
(5) Analisis standar belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang
digunakan untuk melaksanakan suatu Kegiatan.
(6) Standar harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan harga satuan barang dan jasa yang ditetapkan dengan
keputusan Bupati dengan mempertimbangkan standar harga satuan
regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (4).
(7) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
merupakan tolok ukur Kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu
Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang
berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.

Pasal 95
(1) RKA SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) memuat
rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan untuk tahun yang
direncanakan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
(2) Rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dirinci sampai dengan rincian obyek.
(3) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga memuat informasi
mengenai Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi, standar harga satuan,
dan Kinerja yang akan dicapai dari Program dan Kegiatan.

Pasal 96
(1) Rencana pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1)
memuat Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek,
dan rincian obyek Pendapatan Daerah.
(2) Rencana pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh
SKPD sesuai dengan tugas dan fungsinya serta ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Rencana belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dirinci
atas Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi, Program, Kegiatan,
kelompok belanja yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek,
dan rincian obyek belanja.
(4) Rencana Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1)
memuat kelompok:
a. penerimaan Pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup defisit
APBD; dan
b. pengeluaran Pembiayaan yang dapat digunakan untuk memanfaatkan
surplus APBD, yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek,
dan rincian obyek Pembiayaan.
(5) Urusan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat
(3) memuat Urusan Pemerintahan Daerah yang dikelola sesuai dengan
tugas dan fungsi SKPD.
(6) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) memuat nama
SKPD selaku PA.
(7) Kinerja yang hendak dicapai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat
44
(3) terdiri dari indikator Kinerja, tolok ukur Kinerja, dan Sasaran Kinerja.
(8) Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3) memuat nama
Program yang akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan.
(9) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3) memuat nama
Kegiatan yang akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran
berkenaan.

Pasal 97
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis penyusunan RKA SKPD diatur
dalam Perbup.

Bagian Ketiga
Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 98
(1) RKA SKPD yang telah disusun oleh kepala SKPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 ayat (1) disampaikan kepada TAPD melalui PPKD untuk
diverifikasi.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TAPD
untuk menelaah kesesuaian antara RKA SKPD dengan:
a. KUA dan PPAS;
b. prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya;
c. dokumen perencanaan lainnya;
d. capaian Kinerja;
e. indikator Kinerja;
f. analisis standar belanja;
g. standar harga satuan;
h. perencanaan kebutuhan BMD;
i. Standar Pelayanan Minimal;
j. proyeksi perkiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya; dan
k. program dan kegiatan antar RKA SKPD
(3) Dalam hal hasil verifikasi TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan.

Pasal 99
(1) PPKD menyusun rancangan Perda tentang APBD dan dokumen
pendukung berdasarkan RKA SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala
SKPD.
(2) Rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:
a. ringkasan APBD yang diklasifikasi menurut kelompok dan jenis
pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
b. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi,
Program, Kegiatan, kelompok, jenis pendapatan, belanja, dan
Pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja dan kesesuaian menurut Urusan Pemerintahan
Daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;
e. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan
45
Urusan Pemerintahan Daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan
keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar Piutang Daerah;
h. daftar penyertaan modal Daerah dan investasi Daerah lainnya;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap Daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan
dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran yang direncanakan;
l. daftar Dana Cadangan; dan
m. daftar Pinjaman Daerah.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
nota keuangan dan rancangan Perbup tentang penjabaran APBD.
(4) Rancangan Perbup tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:
a. ringkasan penjabaran APBD yang diklasilikasi menurut kelompok,
jenis, obyek, dan rincian obyek Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan;
b. penjabaran APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi,
Program, Kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja, dan Pembiayaan;
c. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran hibah; dan
d. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran bantuan sosial.

Pasal 100
Rancangan Perda tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada Bupati.

BAB VI
PENETAPAN APBD

Bagian Kesatu
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

Pasal 101
(1) Bupati wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen pendukung kepada DPRD paling lambat 60
(enam puluh) hari sebelum 1 (satu) bulan tahun anggaran berakhir untuk
memperoleh persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD.
(2) Bupati yang tidak mengajukan rancangan Perda tentang APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 102
(1) Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh Bupati
dan DPRD setelah Bupati menyampaikan rancangan Perda tentang APBD
beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berpedoman pada RKPD, KUA, dan PPAS.

46
Bagian Kedua
Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah

Pasal 103
(1) Bupati dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang
APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran
setiap tahun.
(2) Berdasarkan persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati menyiapkan rancangan Perbup tentang penjabaran APBD.
(3) DPRD dan Bupati yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda
tentang APBD dalam 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran
setiap tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4) Dalam hal keterlambatan penetapan APBD karena Bupati terlambat
menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD.

Pasal 104
(1) Dalam hal Bupati dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam
waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang
APBD oleh Bupati kepada DPRD, Bupati menyusun rancangan Perbup
tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya.
(2) Rancangan Perbup tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib.
(3) Angka APBD tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilampaui apabila terdapat:
a. kebijakan Pemerintah Pusat yang mengakibatkan ambahan
pembebanan pada APBD; dan/atau
b. keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 105
Rancangan Perbup tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat
(2) memuat lampiran yang terdiri atas:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan penjabaran APBD sampai dengan rincian obyek;
c. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan organisasi;
d. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi, Program,
Kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan
Pembiayaan;
e. rekapitulasi dan kesesuaian belanja menurut Urusan Pemerintahan
Daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;
f. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan Urusan
Pemerintahan Daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara;
g. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
47
h. daftar Piutang Daerah;
i. daftar penyertaan modal Daerah dan investasi Daerah lainnya;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap Daerah;
k. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain lain;
l. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
m. daftar Dana Cadangan;
n. daftar Pinjaman Daerah;
o. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran hibah; dan
p. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran bantuan sosial.

Pasal 106
(1) Rancangan Perbup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dapat
ditetapkan menjadi Perbup setelah memperoleh pengesahan dari
Gubernur.
(2) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
rancangan Perbup tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling
lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil
keputusan bersama dengan Bupati terhadap rancangan Perda tentang
APBD.
(3) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) Gubernur tidak mengesahkan
rancangan Perbup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati
menetapkan rancangan Perbup menjadi Perbup.

Pasal 107
(1) Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan, Bupati
melaksanakan pengeluaran setiap bulan paling tinggi sebesar seperdua
belas jumlah pengeluaran APBD tahun anggaran sebelumnya.
(2) Pengeluaran setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi
hanya untuk mendanai keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan Perbup tentang Penjabaran Rancangan Anggaran dan
Pendapatan Belanja Daerah

Pasal 108
(1) Rancangan Perda tentang APBD yang telah disetujui bersama dan
rancangan Perbup tentang penjabaran APBD disampaikan kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3 (tiga) hari sejak
tanggal persetujuan rancangan Perda tentang APBD untuk dievaluasi
sebelum ditetapkan oleh Bupati.
(2) Rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perbup tentang
penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
RKPD, KUA, dan PPAS yang disepakati antara Bupati dan DPRD.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji
kesesuaian rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perbup tentang
penjabaran APBD dengan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
48
b. kepentingan umum;
c. RKPD, KUA, dan PPAS; dan
d. RPJMD.
(4) Dalam hal hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan
Perbup tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, Bupati
menetapkan rancangan tersebut menjadi Perda dan Perbup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan
Perbup tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, Bupati
bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak hasil evaluasi diterima.
(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
ditindaklanjuti oleh Bupati dan DPRD, Bupati menetapkan rancangan
Perda tentang APBD menjadi Perda dan rancangan Perbup tentang
penjabaran APBD menjadi Perbup, gubernur mengusulkan kepada
Menteri, selanjutnya Menteri mengusulkan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk
melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 109
(1) Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan Bupati melalui TAPD bersama
dengan DPRD melalui badan anggaran.
(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan pimpinan DPRD.
(3) Keputusan pimpinan DPRD sebagimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan
dasar penetapan Perda tentang APBD.
(4) Keputusan pimpinan DPRD sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilaporan
pada sidang paripurna berikutnya .
(5) Keputusan pimpinan DPRD sebagimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari setelah
keputusan tersebut ditetapkan.

Bagian Keempat
Penetapan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan Perbup tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah

Pasal 110
(1) Rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perbup tentang
penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh Bupati menjadi
Perda tentang APBD dan Perbup tentang penjabaran APBD.
(2) Penetapan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perbup tentang
penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
(3) Bupati menyampaikan Perda tentang APBD dan Perbup tentang
49
penjabaran APBD kepada Gubernur paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
Perda dan Perbup ditetapkan.
(4) Dalam hal Bupati berhalangan, pejabat yang berwenang menetapkan
Perda tentang APBD dan Perbup tentang penjabaran APBD.

BAB VII
PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 111
(1) Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dianggarkan dalam APBD
dan dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah yang dikelola oleh
BUD.
(2) Dalam hal Penerimaan dan Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah, BUD melakukan
pencatatan dan pengesahan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
tersebut.

Pasal 112
(1) PA/KPA, Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran, dan orang atau
badan yang menerima atau menguasai uang/kekayaan Daerah wajib
menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang
berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan atau
pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap
kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
dimaksud.
(3) Kebenaran material sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
kebenaran atas penggunaan anggaran dan hasil yang dicapai atas Beban
APBD sesuai dengan kewenangan pejabat yang bersangkutan.

Pasal 113
Bupati dan perangkat Daerah dilarang melakukan pungutan selain dari yang
diatur dalam Perda, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 114
Penerimaan perangkat Daerah yang merupakan Penerimaan Daerah tidak
dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran, kecuali ditentukan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 115
(1) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran
atas Beban APBD apabila anggaran untuk membiayai pengeluaran
tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
(2) Setiap pengeluaran atas Beban APBD didasarkan atas DPA dan SPD atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
50
(3) Bupati dan perangkat Daerah dilarang melakukan pengeluaran atas Beban
APBD untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.

Pasal 116
(1) Untuk pelaksanaan APBD, Bupati menetapkan:
a. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;
b. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;
c. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan surat
pertanggungjawaban;
d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;
e. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
f. Bendahara Penerimaan pembantu dan Bendahara Pengeluaran
pembantu; dan
g. Pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD.
(2) Keputusan Bupati tentang penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan dan Penatausahaan
Kas Umum Daerah

Pasal 117
(1) Dalam rangka pengelolaan uang Daerah, PPKD selaku BUD membuka
Rekening Kas Umum Daerah pada Bank Umum yang sehat.
(2) Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penetapan Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat
dalam perjanjian antara BUD dengan Bank Umum yang bersangkutan.

Pasal 118
(1) Dalam pelaksanaan operasional Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah, BUD dapat membuka rekening penerimaan dan rekening
pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk menampung Penerimaan Daerah setiap hari.
(3) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat dioperasikan
sebagai rekening bersaldo nihil yang seluruh penerimaannya
dipindahbukukan ke Rekening Kas Umum Daerah sekurang-kurangnya
sekali sehari pada akhir hari.
(4) Dalam hal kewajiban pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) secara teknis belum dapat dilakukan setiap hari, pemindahbukuan
dapat dilakukan secara berkala yang ditetapkan dalam Perbup.
(5) Rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan
sebagai rekening yang menampung pagu dana untuk membiayai Kegiatan
Pemerintah Daerah sesuai rencana pengeluaran, yang besarannya
ditetapkan dengan Perbup.
(6) Pemindahbukuan dana dari rekening penerimaan dan/atau rekening
pengeluaran pada Bank Umum ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan
atas perintah BUD.

51
Pasal 119
(1) Bupati dapat memberi izin kepada kepala SKPD untuk membuka rekening
penerimaan melalui BUD yang ditetapkan oleh Bupati pada Bank Umum.
(2) Bupati dapat memberikan izin kepada kepala SKPD untuk membuka
rekening pengeluaran melalui BUD yang ditetapkan oleh Bupati pada
Bank Umum untuk menampung UP.

Pasal 120
Pemerintah Daerah berhak memperoleh bunga, jasa giro, dan/atau imbalan
lainnya atas dana yang disimpan pada bank berdasarkan tingkat suku bunga
dan/atau jasa giro yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 121
Biaya yang timbul sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank
didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank yang bersangkutan dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 122
(1) Dalam rangka manajemen kas, Pemerintah Daerah dapat mendepositokan
dan/atau melakukan investasi jangka pendek atas uang milik Daerah yang
sementara belum digunakan sepanjang tidak mengganggu likuiditas
Keuangan Daerah, tugas Daerah, dan kualitas pelayanan publik.
(2) Deposito dan/atau investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah paling lambat per
31 Desember.

Bagian Ketiga
Penyiapan DPA SKPD

Pasal 123
(1) PPKD memberitahukan kepada kepala SKPD agar menyusun dan
menyampaikan rancangan DPA SKPD paling lambat 3 (tiga) hari setelah
Perbup tentang penjabaran APBD ditetapkan.
(2) Rancangan DPA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang
disediakan untuk mencapai sasaran, rencana penerimaan dana, dan
rencana penarikan dana setiap satuan kerja serta pendapatan yang
diperkirakan.
(3) Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA SKPD yang telah disusun
kepada PPKD paling lambat 6 (enam) hari setelah pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan.

Pasal 124
(1) TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD bersama dengan kepala
SKPD yang bersangkutan.
(2) Verifikasi atas rancangan DPA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselesaikan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya
Perbup tentang penjabaran APBD.
(3) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD
52
mengesahkan rancangan DPA SKPD setelah mendapatkan persetujuan
sekretaris Daerah.
(4) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
sesuai dengan Perbup tentang penjabaran APBD, SKPD melakukan
penyempurnaan rancangan DPA SKPD untuk disahkan oleh PPKD dengan
persetujuan sekretaris Daerah.
(5) DPA SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) disampaikan kepala SKPD yang bersangkutan kepada satuan kerja
yang secara fungsional melakukan pengawasan Daerah paling lambat 7
(tujuh) hari sejak tanggal disahkan.
(6) DPA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) digunakan
sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku PA.

Bagian Keempat
Anggaran Kas dan SPD

Pasal 125
(1) PPKD selaku BUD menyusun Anggaran Kas Pemerintah Daerah untuk
mengatur ketersediaan dana dalam mendanai pengeluaran sesuai dengan
rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA SKPD.
(2) Anggaran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perkiraan
arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas
keluar yang digunakan untuk mendanai Pengeluaran Daerah dalam setiap
periode.

Pasal 126
(1) Dalam rangka manajemen kas, PPKD menerbitkan SPD dengan
mempertimbangkan:
a. Anggaran Kas Pemerintah Daerah;
b. ketersediaan dana di Kas Umum Daerah; dan
c. penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang tercantum
dalam DPA SKPD.
(2) SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh Kuasa BUD
untuk ditandatangani oleh PPKD.

Pasal 127
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Anggaran Kas dan SPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dan Pasal 126 diatur dalam Perbup
berpedoman pada Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Pelaksanaan dan Penatausahaan
Pendapatan Daerah

Pasal 128
(1) Bendahara Penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke
Rekening Kas Umum Daerah paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari.
(2) Dalam hal kondisi geografis Daerah sulit dijangkau dengan komunikasi,
transportasi, dan keterbatasan pelayanan jasa keuangan, serta kondisi
objektif lainnya, penyetoran penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
53
(1) dapat melebihi 1 (satu) hari yang diatur dalam Perbup.
(3) Setiap penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah atas
setoran.
(4) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat meliputi dokumen
elektronik.
(5) Penyetoran penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menggunakan surat tanda setoran.

Pasal 129
(1) Penyetoran penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
128 ayat (5) dilakukan secara tunai dan/atau nontunai.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah setelah
Kuasa BUD menerima nota kredit atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Bendahara Penerimaan dilarang menyimpan uang, cek, atau surat
berharga yang dalam penguasaannya:
a. lebih dari 1 (satu) hari, kecuali terdapat keadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2); dan/atau
b. atas nama pribadi.

Pasal 130
(1) Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyelenggarakan pembukuan
terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang
menjadi tanggung jawabnya.
(2) Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PA melalui PPK SKPD paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(3) Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya.
(4) PPKD melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam rangka rekonsiliasi penerimaan.

Pasal 131
(1) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya berulang
dan terjadi pada tahun yang sama maupun tahun sebelumnya dilakukan
dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan.
(2) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya tidak
berulang yang terjadi dalam tahun yang sama dilakukan dengan
membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan.
(3) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya tidak
berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya dilakukan dengan
membebankan pada rekening belanja tidak terduga.

Bagian Keenam
Pelaksanaan dan Penatausahaan Belanja Daerah

Pasal 132
(1) Setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai
hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
54
(2) Pengeluaran kas yang mengakibatkan Beban APBD tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan Perda tentang APBD ditetapkan dan diundangkan
dalam lembaran Daerah.
(3) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk
pengeluaran keadaan darurat dan/atau keperluan mendesak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 133
(1) Bendahara Pengeluaran mengajukan SPP kepada PA melalui PPK SKPD
berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
(2) Pengajuan SPP kepada KPA berdasarkan pertimbangan besaran SKPD dan
lokasi, disampaikan Bendahara Pengeluaran pembantu melalui PPK Unit
SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan
SPD.
(3) Pengajuan SPP kepada KPA berdasarkan pertimbangan besaran anggaran
Kegiatan SKPD, disampaikan Bendahara Pengeluaran pembantu melalui
PPK SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan SPD.
(4) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. SPP UP;
b. SPP GU;
c. SPP TU; dan
d. SPP LS.
(5) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas:
a. SPP TU; dan
b. SPP LS.

Pasal 134
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP UP dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran dalam rangka pengisian UP.
(2) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP GU dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran dalam rangka mengganti UP.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran UP dan GU sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Pengajuan SPP UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan
melampirkan keputusan Bupati tentang besaran UP sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengajuan SPP GU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan
dokumen asli pertanggungjawaban penggunaan UP.

Pasal 135
(1) Bendahara Pengeluaran atau Bendahara Pengeluaran Pembantu
mengajukan SPP TU untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat
mendesak dan tidak dapat menggunakan SPP LS dan/atau SPP UP/GU.
(2) Batas jumlah pengajuan SPP TU harus mendapat persetujuan dari PPKD
dengan memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaannya
ditetapkan dengan Perbup.
(3) Dalam hal sisa TU tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, sisa TU
disetor ke Rekening Kas Umum Daerah.
(4) Ketentuan batas waktu penyetoran sisa TU sebagaimana dimaksud pada
55
ayat (3) dikecualikan untuk:
a. Kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan; dan/atau
b. Kegiatan yang mengalami perubahan jadwal dari yang telah
ditetapkan sebelumnya akibat peristiwa di luar kendali PA/KPA.
(5) Pengajuan SPP TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan
daftar rincian rencana penggunaan dana.

Pasal 136
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP LS dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran untuk pembayaran:
a. gaji dan tunjangan;
b. kepada pihak ketiga atas pengadaan barang dan jasa;dan
c. kepada pihak ketiga lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengajuan dokumen SPP LS untuk pembayaran pengadaan barang dan
jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat juga dilakukan
oleh Bendahara Pengeluaran pembantu dalam hal PA melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada KPA.

Pasal 137
(1) Pengajuan dokumen SPP LS untuk pembayaran pengadaan barang dan
jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b oleh
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu, dilakukan
paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya tagihan dari pihak ketiga
melalui PPTK.
(2) Pengajuan SPP LS dilampiri dengan kelengkapan persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 138
(1) Berdasarkan pengajuan SPP UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134
ayat (1), PA mengajukan permintaan UP kepada Kuasa BUD dengan
menerbitkan SPM UP.
(2) Berdasarkan pengajuan SPP GU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
134 ayat (2), PA mengajukan penggantian UP yang telah digunakan kepada
Kuasa BUD dengan menerbitkan SPM GU.
(3) Berdasarkan pengajuan SPP TU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135
ayat (1), PA/KPA mengajukan permintaan TU kepada Kuasa BUD dengan
menerbitkan SPM TU.

Pasal 139
(1) Berdasarkan SPP LS yang diajukan oleh Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 135 ayat (1), PPK SKPD/PPK Unit SKPD melakukan verifikasi
atas:
a. kebenaran material surat bukti mengenai hak pihak penagih;
b. kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan/sehubungan
dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; dan
c. ketersediaan dana yang bersangkutan.
(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/KPA
memerintahkan pembayaran atas Beban APBD melalui penerbitan SPM LS
56
kepada Kuasa BUD.
(3) Dalam hal hasil verifikasi tidak memenuhi syarat, PA/KPA tidak
menerbitkan SPM LS.
(4) PA/KPA mengembalikan dokumen SPP LS dalam hal hasil verifikasi tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 1
(satu) hari terhitung sejak diterimanya SPP.
(5) Proses perintah membayar memuat informasi, aliran data, serta
penggunaan dan penyajian dokumen yang dilakukan secara elektronik

Pasal 140
(1) Kuasa BUD menerbitkan SP2D berdasarkan SPM yang diterima dari
PA/KPA yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya.
(2) Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua)
hari sejak SPM diterima.
(3) Proses perintah pencairan dana memuat informasi, aliran data, serta
penggunaan dan penyajian dokumen yang dilakukan secara elektronik.
(4) Dalam rangka penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Kuasa BUD berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA berupa Surat
Pernyataan Tanggung Jawab PA/KPA;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas Beban APBD yang
tercantum dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana kegiatan yang bersangkutan; dan
d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar Pengeluaran Daerah.
(5) Kuasa BUD tidak menerbitkan SP2D yang diajukan PA/KPA apabila tidak
dilengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab PA/KPA; dan/atau
pengeluaran tersebut melampaui pagu.
(6) Kuasa BUD mengembalikan dokumen SPM dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 1 (satu) hari terhitung
sejak diterimanya SPM.

Pasal 141
(1) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu melaksanakan
pembayaran setelah:
a. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran yang diterbitkan oleh
PA/KPA beserta bukti transaksinya;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam
dokumen pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
(2) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu wajib menolak
melakukan pembayaran dari PA/KPA apabila persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi.
(3) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung
jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya.

Pasal 142
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu sebagai wajib
pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya wajib menyetorkan seluruh
penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke Rekening Kas Umum
Negara.
57
Pasal 143
PA/KPA dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan
setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 144
(1) Bendahara Pengeluaran secara administratif wajib
mempertanggungjawabkan penggunaan UP/GU/TU/LS kepada PA melalui
PPK SKPD paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu pada SKPD
wajib mempertanggungiawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang
yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(3) Ketentuan batas waktu penerbitan surat pengesahan laporan
pertanggungjawaban pengeluaran dan sanksi keterlambatan penyampaian
laporan pertanggungjawaban ditetapkan dalam Perbup.
(4) Penyampaian pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran pembantu secara fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan setelah diterbitkan surat pengesahan
pertanggungiawaban pengeluaran oleh PA/KPA.
(5) Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran,
pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan
paling lambat tanggal 31 (tigapuluh satu) Desember.

Bagian Ketujuh
Pelaksanaan dan Penatausahaan
Pembiayaan Daerah

Pasal 145
(1) Pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan dan pengeluaraan
Pembiayaan Daerah dilakukan oleh kepala SKPKD.
(2) Penerimaan dan pengeluaraan Pembiayaan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah.
(3) Dalam hal penerimaan dan pengeluaran Pembiayaan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah, BUD
melakukan pencatatan dan pengesahan penerimaan dan pengeluaran
Pembiayaan Daerah tersebut.

Pasal 146
Keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya digunakan dalam tahun
anggaran berjalan untuk:
a. menutupi defisit anggaran;
b. mendanai kewajiban Pemerintah Daerah yang belum tersedia
anggarannya;
c. membayar bunga dan pokok Utang dan/atau obligasi Daerah yang
melampaui anggaran yang tersedia mendahului perubahan APBD;
d. melunasi kewajiban bunga dan pokok Utang;
e. mendanai kenaikan gaji dan tunjangan Pegawai ASN akibat adanya
kebijakan Pemerintah;
58
f. mendanai Program dan Kegiatan yang belum tersedia anggarannya;
dan/atau
g. mendanai Kegiatan yang capaian Sasaran Kinerjanya ditingkatkan dari
yang telah ditetapkan dalam DPA SKPD tahun anggaran berjalan, yang
dapat diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran
dalam tahun anggaran berjalan.

Pasal 147
(1) Pemindahbukuan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum
Daerah dilakukan berdasarkan rencana penggunaan Dana Cadangan
sesuai peruntukannya.
(2) Pemindahbukuan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah jumlah
Dana Cadangan yang ditetapkan berdasarkan Perda tentang pembentukan
Dana Cadangan yang bersangkutan mencukupi.
(3) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling tinggi
sejumlah pagu Dana Cadangan yang akan digunakan sesuai
peruntukannya pada tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang
ditetapkan dengan Perda tentang pembentukan Dana Cadangan.
(4) Pemindahbukuan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat
perintah pemindahbukuan oleh Kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

Pasal 148
(1) Pengalokasian anggaran untuk pembentukan Dana Cadangan dalam
tahun anggaran berkenaan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam
Perda tentang pembentukan Dana Cadangan.
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindahbukukan
dari Rekening Kas Umum Daerah ke rekening Dana Cadangan.
(3) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
surat perintah Kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

Pasal 149
Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran Pembiayaan, Kuasa BUD
berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh kepala
SKPKD;
b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran Pembiayaan yang
tercantum dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; dan
d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas
pengeluaran Pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Bagian Kedelapan
Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pasal 150
(1) Pengelolaan BMD adalah keseluruhan Kegiatan yang meliputi perencanaan
kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,
pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan,
59
pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan
dan pengendalian.
(2) Pengelolaan BMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PERUBAHAN APBD

Bagian Kesatu
Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 151

(1) Pemerintah Daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD


dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD
paling lambat pada akhir bulan Juli tahun anggaran berkenaan.

Bagian Kedua
Dasar Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah

Pasal 152
(1) Laporan realisasi semester pertama APBD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 151 menjadi dasar perubahan APBD.
(2) Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan,
dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun anggaran sebelumnya harus
digunakan dalam tahun anggaran berjalan;
d. keadaan darurat; dan/atau
e. keadaan luar biasa.

Bagian Ketiga
Perubahan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Pasal 153
(1) Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) huruf a dapat berupa terjadinya:
a. pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi Pendapatan Daerah;
b. pelampauan atau tidak terealisasinya alokasi Belanja Daerah;
dan/atau
c. perubahan sumber dan penggunaan Pembiayaan Daerah.
(2) Bupati memformulasikan perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam rancangan perubahan
KUA serta perubahan PPAS berdasarkan perubahan RKPD.
60
(3) Dalam rancangan perubahan KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disertai penjelasan mengenai perbedaan asumsi dengan KUA yang
ditetapkan sebelumnya.
(4) Dalam rancangan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disertai penjelasan:
a. Program dan Kegiatan yang dapat diusulkan untuk ditampung dalam
perubahan APBD dengan mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan
APBDtahun anggaran berjalan;
b. capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan yang harus dikurangi
dalam perubahan APBD apabila asumsi KUA tidak tercapai; dan
c. capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan yang harus
ditingkatkan dalam perubahan APBD apabila melampaui asumsi KUA.

Bagian Keempat
Pergeseran Anggaran

Pasal 154
Pergeseran anggaran dapat dilakukan antar organisasi, antar unit organisasi,
antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja, antar obyek belanja,
dan/atau antar rincian obyek belanja.

Pasal 155
(1) Pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar
Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 154 dilakukan melalui perubahan Perda tentang APBD.
(2) Pergeseran anggaran antar obyek belanja dan/atau antar rincian obyek
belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 dilakukan melalui
perubahan Perbup tentang Penjabaran APBD.
(3) Pergeseran anggaran antar obyek belanja dalam jenis belanja dan antar
rincian obyek belanja dalam obyek belanja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.
(4) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diformulasikan dalam Perubahan DPA SKPD.
(5) Perubahan Perbup tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) selanjutnya dituangkan dalam rancangan Perda tentang
perubahan APBD atau ditampung dalam laporan realisasi anggaran.
(6) Perubahan Perbup tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditampung dalam laporan realisasi anggaran apabila:
a. tidak melakukan perubahan APBD; atau
b. pergeseran dilakukan setelah ditetapkannya Perda tentang perubahan
APBD.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pergeseran anggaran diatur
dalam Perbup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Bagian Kelima
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya Dalam
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 156
Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya untuk pendanaan pengeluaran
61
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) huruf c diformulasikan
terlebih dahulu dalam Perubahan DPA SKPD dan/atau RKA SKPD.

Bagian Keenam
Pendanaan Keadaan Darurat

Pasal 157
(1) Pemerintah Daerah mengusulkan pengeluaran untuk mendanai keadaan
darurat yang belum tersedia anggarannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 ayat (1) dalam rancangan perubahan APBD.
(2) Dalam hal pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah perubahan APBD atau dalam
hal Pemerintah Daerah tidak melakukan perubahan APBD maka
pengeluaran tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.

Bagian Ketujuh
Pendanaan Keadaan Luar Biasa

Pasal 158
(1) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 152 ayat (2) huruf e.
(2) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran
dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%
(lima puluh persen).
(3) Ketentuan mengenai perubahan APBD akibat keadaan luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perbup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 159
(1) Dalam hal keadaan luar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan
dalam APBD mengalami kenaikan lebih dari 50% (lima puluh persen)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) dapat dilakukan
penambahan Kegiatan baru dan/atau peningkatan capaian Sasaran
Kinerja Program dan Kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Dalam hal keadaan luar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan
dalam APBD mengalami penurunan lebih dari 50% (lima puluh persen)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) dapat dilakukan
penjadwalan ulang dan/atau pengurangan capaian Sasaran Kinerja
Program dan Kegiatan lainnya dalam tahun anggaran berkenaan.

Bagian Kedelapan
Penyusunan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 160
(1) Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan PPAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) disampaikan kepada DPRD paling
lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan PPAS sebagaimana
62
dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama dan disepakati
menjadi perubahan KUA dan perubahan PPAS paling lambat minggu kedua
bulan Agustus dalam tahun anggaran berkenaan.

Pasal 161
(1) Perubahan KUA dan perubahan PPAS yang telah disepakati Bupati bersama
DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) menjadi pedoman
perangkat Daerah dalam menyusun RKA SKPD.
(2) Perubahan KUA dan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada perangkat Daerah disertai dengan:
a. Program dan Kegiatan baru;
b. kriteria DPA SKPD yang dapat diubah;
c. batas waktu penyampaian RKA SKPD kepada PPKD; dan/atau
d. dokumen sebagai lampiran meliputi kode rekening perubahan APBD,
format RKA SKPD, analisis standar belanja, standar harga satuan dan
perencanaan kebutuhan BMD serta dokumen lain yang dibutuhkan.
(3) Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling
lambat minggu ketiga bulan Agustus tahun anggaran berkenaan.

Pasal 162
(1) Kepala SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan perubahan KUA dan
perubahan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2).
(2) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPKD
sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang perubahan APBD.

Pasal 163
Ketentuan mengenai tata cara penyusunan RKA SKPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 96 berlaku secara mutatis mutandis
terhadap penyusunan RKA SKPD pada perubahan APBD.

Pasal 164
(1) DPA SKPD yang dapat diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
ayat (2) huruf b berupa peningkatan atau pengurangan capaian Sasaran
Kinerja Program dan Kegiatan dari yang telah ditetapkan semula.
(2) Peningkatan atau pengurangan capaian Sasaran Kinerja Program dan
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam
perubahan DPA SKPD.
(3) Perubahan DPA SKPD memuat capaian Sasaran Kinerja, kelompok, jenis,
obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan baik sebelum
dilakukan perubahan maupun setelah perubahan.

Pasal 165
(1) RKA SKPD yang memuat Program dan Kegiatan baru dan perubahan DPA
SKPD yang akan dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah disusun
oleh SKPD disampaikan kepada TAPD melalui PPKD untuk diverifikasi.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TAPD
untuk menelaah kesesuaian antara RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD
dengan:
a. perubahan KUA dan perubahan PPAS;
b. prakiraan maju yang telah disetujui;
63
c. dokumen perencanaan Iainnya;
d. capaian Kinerja;
e. indikator Kinerja;
f. analisis standar belanja;
g. standar harga satuan;
h. perencanaan kebutuhan BMD;
i. Standar Pelayanan Minimal; dan
j. Program dan Kegiatan antar RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD.
(3) Dalam hal hasil verifikasi TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan.

Pasal 166
(1) PPKD menyusun rancangan Perda tentang perubahan APBD dan dokumen
pendukung berdasarkan RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD yang telah
disempurnakan oleh kepala SKPD.
(2) Rancangan Perda tentang perubahan APBD sebagaimanadimaksud pada
ayat (1) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:
a. ringkasan APBD yang diklasifikasi menurut kelompok dan jenis
pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
b. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah, organisasi,
Program, Kegiatan, kelompok, jenis pendapatan, belanja, dan
Pembiayaan;
d. rekapitulasi Belanja Daerah dan kesesuaian menurut Urusan
Pemerintahan Daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;
e. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan
Urusan Pemerintahan Daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan
keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar Piutang Daerah;
h. daftar penyertaan modal Daerah dan investasi Daerah lainnya;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap Daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan
dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran berkenaan;
l. daftar Dana Cadangan Daerah; dan
m. daftar Pinjaman Daerah.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
nota keuangan dan rancangan Perbup tentang penjabaran perubahan
APBD.
(4) Rancangan Perbup tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:
a. ringkasan penjabaran perubahan APBD yang diklasifikasi menurut
jenis, obyek, dan rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;
b. penjabaran perubahan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah,
organisasi, Program, Kegiatan, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja, dan Pembiayaan;
c. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaranhibah; dan
d. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran bantuan sosial.

64
Pasal 167
Rancangan Perda tentang perubahan APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada Bupati.

Bagian Kesembilan
Penetapan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 168
Bupati wajib menyampaikan rancangan Perda tentang perubahan APBD
kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukung untuk dibahas
dalam rangka memperoleh persetujuan bersama paling lambat minggu kedua
bulan September tahun anggaran berkenaan.

Pasal 169
(1) Pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD dilaksanakan
oleh Bupati dan DPRD setelah Bupati menyampaikan rancangan Perda
tentang perubahan APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD berpedoman pada
perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS.

Bagian Kesepuluh
Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 170
(1) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan
APBD dilakukan oleh DPRD bersama Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum tahun anggaran berkenaan berakhir.
(2) Dalam hal DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak mengambil keputusan bersama dengan Bupati terhadap
rancangan Perda tentang perubahan APBD, Bupati melaksanakan
pengeluaran yang telah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran
berkenaan.
(3) Penetapan rancangan Perda tentang perubahan APBD dilakukan setelah
ditetapkannya Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
tahun sebelumnya.

Bagian Kesebelas
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Perbup tentang
Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 171
(1) Rancangan Perda tentang perubahan APBD yang telah disetujui bersama
dan rancangan Perbup tentang penjabaran perubahan APBD disampaikan
kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3 (tiga)
hari sejak tanggal persetujuan Rancangan Perda tentang perubahan APBD
untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh Bupati.

65
(2) Rancangan Perda tentang perubahan APBD dan rancangan Perbup tentang
penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disertai dengan perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan
PPAS yang disepakati antara Bupati dan DPRD.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji
kesesuaian rancangan Perda tentang perubahan APBD dan rancangan
Perbup tentang penjabaran perubahan APBD dengan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
b. kepentingan umum;
c. perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS; dan
d. RPJMD.
(4) Dalam hal hasil evaluasi rancangan Perda tentang perubahan APBD dan
rancangan Perbup tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD,
perubahan KUA, perubahan PPAS, dan RPJMD, Bupati menetapkan
rancangan tersebut menjadi Perda dan Perbup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal hasil evaluasi rancangan Perda tentang perubahan APBD dan
rancangan Perbup tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan
RKPD, perubahan KUA, perubahan PPAS, dan RPJMD, Bupati bersama
DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil
evaluasi diterima.
(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
ditindaklanjuti oleh Bupati dan DPRD, Bupati menetapkan rancangan
Perda tentang Perubahan APBD menjadi Perda dan rancangan Perbup
tentang penjabaran Perubahan APBD menjadi Perbup.

Pasal 172
(1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170
ayat (4) dilakukan Bupati melalui TAPD bersama dengan DPRD melalui
badan anggaran paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diterima.
(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan pimpinan DPRD.
(3) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dijadikan dasar penetapan Perda tentang perubahan APBD.
(4) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
(5) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada gubernur untuk perubahan APBD paling lambat 3
(tiga) hari setelah keputusan tersebut ditetapkan.

BAB IX
AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Akuntansi Pemerintah Daerah

Pasal 173
(1) Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan:
66
a. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah;
b. SAPD; dan
c. BAS untuk Daerah,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan.
(3) Ketentuan terkait Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah dan Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah.

Pasal 174
(1) Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 173 ayat (1) huruf a, meliputi kebijakan akuntansi pelaporan
keuangan dan kebijakan akuntansi akun.
(2) Kebijakan akuntansi pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat penjelasan atas unsur-unsur laporan keuangan yang
berfungsi sebagai panduan dalam penyajian pelaporan keuangan.
(3) Kebijakan akuntansi akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur
definisi, pengakuan, pengukuran, penilaian, dan/atau pengungkapan
transaksi atau peristiwa sesuai dengan SAP.

Pasal 175
(1) SAPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b, memuat
pilihan prosedur dan teknik akuntansi dalam melakukan identifikasi
transaksi, pencatatan pada jurnal, posting ke dalam buku besar,
penyusunan neraca saldo, dan penyajian laporan keuangan.
(2) Penyajian laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
c. neraca;
d. laporan operasional;
e. laporan arus kas;
f. laporan perubahan ekuitas; dan
g. catatan atas laporan keuangan.
(3) SAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem akuntansi
SKPKD dan sistem akuntansi SKPD.

Pasal 176
(1) BAS untuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf
c merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan
kodefikasi akun yang menggambarkan struktur APBD dan laporan
keuangan secara lengkap.
(2) BAS untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
mewujudkan statistik keuangan dan laporan keuangan secara nasional
yang selaras dan terkonsolidasi antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah, yang meliputi penganggaran, pelaksanaan anggaran
dan laporan keuangan.

67
Bagian Kedua
Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah

Pasal 177
(1) Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah merupakan proses penyusunan
dan penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah oleh entitas
pelaporan sebagai hasil konsolidasi atas laporan keuangan SKPD selaku
entitas akuntansi.
(2) Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dan disajikan oleh kepala SKPD selaku PA sebagai entitas akuntansi
paling sedikit meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca;
c. laporan operasional;
d. laporan perubahan ekuitas; dan
e. catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Bupati melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan
setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 178
(1) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal
177 ayat (1) disusun dan disajikan oleh kepala SKPKD selaku PPKD
sebagai entitas pelaporan untuk disampaikan kepada Bupati dalam rangka
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(2) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
c. neraca;
d. laporan operasional;
e. laporan arus kas;
f. laporan perubahan ekuitas; dan
g. catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada Bupati melalui sekretaris Daerah paling lambat 3
(tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 179
(1) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 177 ayat (1) dilakukan reviu oleh aparat pengawas internal
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelum disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk
dilakukan pemeriksaan.
(2) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

68
(3) Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselesaikan paling lambat 2 (dua)
bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah.
(4) Dalam hal Badan Pemeriksa Keuangan belum menyampaikan laporan
hasil pemeriksaan paling lambat 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari Pemerintah Daerah, rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diajukan kepada DPRD.

Pasal 180
Bupati memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan
hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (3).

Pasal 181
(1) Dalam rangka memenuhi kewajiban penyampaian informasi keuangan
Daerah, PA menyusun dan menyajikan laporan keuangan SKPD bulanan
dan semesteran untuk disampaikan kepada Bupati melalui PPKD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam rangka memenuhi kewajiban penyampaian informasi keuangan
Daerah, PPKD menyusun dan menyajikan laporan keuangan bulanan dan
semesteran untuk disampaikan kepada Menteri dan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
PENYUSUNAN RANCANGAN PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN APBD

Pasal 182
(1) Bupati menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan serta ikhtisar laporan
kinerja dan laporan keuangan BUMD paling lambat 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
(2) Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas Bupati bersama DPRD
untuk mendapat persetujuan bersama.
(3) Persetujuan bersama rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(4) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Bupati menyiapkan rancangan Perbup tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Pasal 183
(1) Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang
telah disetujui bersama dan rancangan Perbup tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan kepada gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
69
pelaksanaan APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh Bupati .
(2) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil
evaluasi rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
dan rancangan Perbup tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan Perda tentang APBD, Perda
tentang perubahan APBD, Perbup tentang penjabaran APBD, Perbup
tentang penjabaran perubahan APBD, dan telah menindaklanjuti temuan
laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Bupati
menetapkan rancangan Perda menjadi Perda dan rancangan Perbup
menjadi Perbup.
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil
evaluasi rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
dan rancangan Perbup tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD bertentangan dengan Perda tentang APBD, Perda
tentang perubahan APBD, Perbup tentang penjabaran APBD, Perbup
tentang penjabaran perubahan APBD, dan/atau tidak menindaklanjuti
temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Bupati
bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak hasil evaluasi diterima.

Pasal 184
(1) Dalam hal dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya
rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dari
Bupati, DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Bupati
terhadap rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, Bupati menyusun dan menetapkan Perbup tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(2) Rancangan Perbup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
setelah memperoleh pengesahan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat bagi Daerah kabupaten.
(3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
rancangan Perbup tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
beserta lampirannya disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Bupati terhadap
rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(4) Dalam hal dalam batas waktu 15 (lima belas) hari gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat tidak mengesahkan rancangan Perbup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bupati menetapkan rancangan Perbup tersebut
menjadi Perbup.

BAB XI
KEKAYAAN DAERAH DAN UTANG DAERAH

Bagian Kesatu
Pengelolaan Piutang Daerah

Pasal 185
(1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja,
dan kekayaan Daerah wajib mengusahakan agar setiap Piutang Daerah
diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.
70
(2) Pemerintah Daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Piutang Daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat
waktu, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Penyelesaian Piutang Daerah yang mengakibatkan masalah perdata dapat
dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai Piutang Daerah yang
cara penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 186
Piutang Daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai penghapusan piutang Negara dan Daerah, kecuali
mengenai Piutang Daerah yang cara penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian Piutang Daerah yang
mengakibatkan masalah perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat
(4) dan penghapusan Piutang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
186, diatur dalam Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-
undangan.

Bagian Kedua
Pengelolaan Investasi Daerah

Pasal 188
Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam rangka memperoleh
manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

Pasal 189
Ketentuan lebih lanjut mengenai investasi Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 188 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pasal 190
Pengelolaan BMD meliputi rangkaian Kegiatan pengelolaan BMD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Pengelolaan Utang Daerah dan Pinjaman Daerah

Pasal 191
(1) Bupati dapat melakukan pengelolaan Utang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Bupati dapat melakukan pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan
71
perundang-undangan.
(3) Biaya yang timbul akibat pengelolaan Utang dan Pinjaman Daerah
dibebankan pada anggaran Belanja Daerah.

BAB XII
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Pasal 192
(1) Bupati dapat membentuk BLUD dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bupati menetapkan kebijakan fleksibilitas BLUD
dalam Perbup yang dilaksanakan oleh pejabat pengelola BLUD.
(3) Pejabat pengelola BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan fleksibilitas BLUD dalam pemberian
Kegiatan pelayanan umum terutama pada aspek manfaat dan pelayanan
yang dihasilkan.

Pasal 193
Pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1)
meliputi:
a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b. pengelolaan dana khusus untuk meningkatkan ekonomi dan/atau
layanan kepada masyarakat; dan/atau
c. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum.

Pasal 194
(1) BLUD merupakan bagian dari Pengelolaan Keuangan Daerah.
(2) BLUD merupakan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan yang dikelola
untuk menyelenggarakan Kegiatan BLUD yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BLUD menyusun rencana bisnis dan anggaran.
(4) Laporan keuangan BLUD disusun berdasarkan SAP.

Pasal 195
Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis
BLUD dilakukan oleh kepala SKPD yang bertanggungjawab atas Urusan
Pemerintahan yang bersangkutan.

Pasal 196
(1) Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai
belanja BLUD yang bersangkutan.
(2) Pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pendapatan yang diperoleh dari aktivitas peningkatan kualitas pelayanan
BLUD sesuai kebutuhan.

Pasal 197
Rencana bisnis dan anggaran serta laporan keuangan dan Kinerja BLUD
72
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana
kerja dan anggaran, APBD serta laporan keuangan dan Kinerja Pemerintah
Daerah.

BAB XIII
PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 198
Setiap kerugian Keuangan Daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang wajib segera diselesaikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 199
(1) Setiap bendahara, Pegawasi ASN bukan bendahara, atau pejabat lain yang
karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya,
baik langsung atau tidak langsung merugikan Daerah wajib mengganti
kerugian dimaksud.
(2) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 198 berlaku secara mutatis mutandis terhadap
penggantian kerugian.
(3) Tata cara penggantian kerugian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
INFORMASI KEUANGAN DAERAH

Pasal 200
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi keuangan Daerah dan
diumumkan kepada masyarakat.
(2) Informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat informasi penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
laporan keuangan.
(3) Informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk:
a. membantu Kepala Daerah dalam menJrusun anggaran daerah dan
laporan Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. membantu Kepala Daerah dalam merumuskan kebijakan
Keuangan Daerah;
c. membantu Kepala Daerah dalam melakukan evaluasi Kinerja Keuangan
Daerah;
d. menyediakan statistik keuangan Pemerintah Daerah;
e. mendukung keterbukaan informasi kepada masyarakat;
f. mendukung penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah; dan
g. melakukan evaluasi Pengelolaan Keuangan Daerah.
(4) Informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mudah diakses oleh masyarakat dan wajib disampaikan kepada Menteri
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.

73
Pasal 201
Bupati yang tidak mengumumkan informasi keuangan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 199 dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 202
Pembinaan dan pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh
Bupati bagi Perangkat Daerah.

Pasal 203
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 dilakukan dalam
bentuk fasilitasi, konsultansi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian
dan pengembangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 dilakukan dalam
bentuk audit, reviu, evaluasi, pemantauan, bimbingan teknis, dan bentuk
pengawasan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 204
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 dan
Pasal 203 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 205
(1) Untuk mencapai Pengelolaan Keuangan Daerah yang ekonomis, efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel, Bupati menyelenggarakan sistem
pengendalian internal atas pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan Daerah.
(2) Penyelenggaraan sistem pengendalian internal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 206
(1) Pemerintah Daerah menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik
dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.
(2) Pemerintah Daerah menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik
di bidang Pengelolaan Keuangan Daerah secara terintegrasi paling sedikit
meliputi:
a. penyusunan Program dan Kegiatan dari rencana kerja Pemerintah
Daerah;
b. penyusunan rencana kerja SKPD;
c. penyusunan anggaran;
d. pengelolaan Pendapatan Daerah;
e. pelaksanaan dan penatausahaan Keuangan Daerah;
f. akuntansi dan pelaporan; dan
g. pengadaan barang dan jasa.
(3) Penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
74
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 207
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku semua peraturan
pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 2 Tahun 2009
tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Sragen Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Sragen Nomor 1) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan
Daerah ini.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 208
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah
Kabupaten Sragen Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sragen Tahun 2009
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sragen Nomor 1)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 209
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama
2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 210
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Sragen.
Salinan sesuai dengan aslinya Ditetapkan di Sragen pada tanggal
SEKRETARIAT DAERAH
KABUPATEN SRAGEN BUPATI SRAGEN,
Kepala Bagian Hukum
ttd

KUSDINAR UNTUNG YUNI SUKOWATI


PRIJO DWI ATMANTO, S.Pd, S.H.,M.Si
Pembina
NIP. 19700822 199803 1 007

Diundangkan di Sragen
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SRAGEN,

ttd

TATAG PRABAWANTO B.
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2021 NOMOR 8

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH


( 8-384/2021).
75
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN
NOMOR 8 TAHUN 2021
TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

I. UMUM
Lahirnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan dinamika dalam
perkembangan Pemerintahan Daerah dalam rangka menjawab
permasalahan yang terjadi pada Pemerintahan Daerah terutama dalam
hal pengelolaan keuangan Daerah. Perubahan kebijakan mengenai
pengelolaan keuangan Daerah telah memberikan dampak yang cukup
besar bagi pengaturan mengenai keuangan Daerah yaitu adalah untuk
menjaga 3 (tiga) pilar tata Pengelolaan Keuangan Daerah yang baik yaitu
transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
Saat Peraturan Daerah yang mengatur mengenai pengelolaan
keuangan daerah di Kabupaten Sragen adalah Peraturan Daerah
Kabupaten Sragen Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sragen
Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sragen
Nomor 1). Peraturan Daerah ini dibentuk dalam rangka melaksanakan
amanat ketentuan Pasal 151 ayat (1) PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 330 ayat (1) Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Selanjutnya sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu tanggal 12
Maret 2019, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dengan demikian maka keberadaan Peraturan Daerah Kabupaten
Sragen Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah saat ini sudah tidak memiliki relevansi
perkembangan peraturan perundang-undangan yang terus berubah
serta praktek pengelolaan keuangan daerah, sehingga tidak memiliki
daya guna dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul.
Oleh karena perlu dilakukan penyesuaian dengan membentuk
Peraturan Daerah yang baru yang menggantikan Peraturan Daerah
Kabupaten Sragen Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah tersebut.
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ini
selain sebagai bentuk penyesuaian dengan peraturan yang bersifat
vertikal, juga materi muatannya sangat menunjang untuk mewujudkan
good governance melalui pengelolaan keuangan yang transparan,

76
akuntabel, dan partisipatif. Materi muatan Peraturan Daerah ini
meliputi Pengelola Keuangan Daerah; Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah; Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah; Penetapan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
Pelaksanaan dan Penatausahaan; Laporan Realisasi Semester Pertama
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dan Perubahan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah; Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah; Penyusunan Rancangan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Kekayaan
Daerah dan Utang Daerah; Badan Layanan Umum Daerah; Penyelesaian
Kerugian Keuangan Daerah; Informasi Keuangan Daerah; dan
Pembinaan dan Pengawasan.
Dengan adanya Peraturan Daerah ini diharapkan dapat mendukung
terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan
Daerah dan pengelolaan keuangan Daerah di Kabupaten Sragen.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tertib" adalah Keuangan Daerah
dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung
dengan bukti administrasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Yang dimaksud dengan "efisien" adalah pencapaian
Keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai Keluaran
tertentu.
Yang dimaksud dengan "ekonomis" adalah perolehan
masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
tingkat harga yang terendah.
Yang dimaksud dengan "efektif' adalah pencapaian Hasil
Program dengan Sasaran yang telah ditetapkan, yaitu
dengan cara membandingkan Keluaran dengan Hasil.
Yang dimaksud dengan "transparan" adalah prinsip
keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
luasnya tentang Keuangan Daerah.
Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab" adalah
perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan "keadilan" adalah keseimbangan
distribusi kewenangan dan pendanaannya.
77
Yang dimaksud dengan "kepatutan" adalah tindakan atau
suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan
proporsional.
Yang dimaksud dengan "manfaat untuk masyarakat"
adalah Keuangan Daerah diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Yang dimaksud dengan "taat pada ketentuan peraturan
perundang-undangan" adalah Pengelolaan Keuangan
Daerah harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "koordinator" adalah terkait
dengan peran dan fungsi sekretaris Daerah
membantu Kepala Daerah dalam menyusun
kebijakan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan Daerah termasuk Pengelolaan
Keuangan Daerah.

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
78
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kewenangan pemungutan pajak Daerah dipisahkan
dari kewenangan SKPKD sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
79
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan "melaksanakan Pemberian
Pinjaman Daerah atas nama Pemerintah Daerah"
adalah hanya terkait eksekusi Pemberian Pinjaman
Daerah bukan kebijakan Pemberian Pinjaman
Daerah.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan "mengelola Utang dan
Piutang Daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya" adalah sebagai akibat yang
ditimbulkan dari pelaksanaan DPA SKPD.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas

80
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Unit SKPD" termasuk unit
pelaksana teknis Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "PA/KPA dalam melaksanakan
Kegiatan menetapkan pejabat pada SKPD/Unit SKPD selaku
PPTK" adalah PA/KPA menetapkan PPTK melalui usulan
atasan langsung pejabat yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "membantu tugas" adalah tugas
yang ditentukan oleh PA/KPA dalam rangka melaksanakan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban
anggaran belanja yang melaksanakan anggaran SKPD yang
dipimpinnya, yaitu:
a. mengendalikan pelaksanaan Kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan Kegiatan;
c. menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan
81
anggaran atas Beban pengeluaran pelaksanaan Kegiatan;
dan
d. melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai
dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan yang
mengatur pengadaan barang/jasa.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
82
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

83
Huruf b
Yang dimaksud dengan "belanja modal" antara lain
berupa belanja modal tanah, belanja modal peralatan
dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan,
belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, dan aset
tetap lainnya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Batas minimal kapitalisasi asset dilakukan
konsultasi dengan pemerintah Daerah provinsi
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
84
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Pedoman penyusunan APBD antara lain memuat:
a. kebijakan penyusunan APBD;
b. teknik penyusunan APBD; dan
c. hal khusus lainnya.
Ayat (2)
Ayat (3)
85
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Strategi pencapaian memuat langkah konkret dalam
mencapai target
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Bupati menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD
berdasarkan RKA SKPD yang disusun dengan mengacu pada
RKPD, rancangan KUA, dan rancangan PPAS yang disusun oleh
Kepala Daerah.

Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2
Huruf a
Kegiatan Tahun Jamak mengacu pada Program yang
tercantum dalam RPJMD.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pekerjaan atas pelaksanaan
Kegiatan yang menurut sifatnya harus tetap
berlangsung pada pergantian tahun anggaran" antara
lain penanaman benih/bibit, penghijauan, pelayanan
perintis laut/udara, makanan dan obat di rumah
sakit, pelayanan pembuangan sampah, dan pengadaan
jasa pelayanan kebersihan (cleaning seruice).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Untuk kesinambungan penyusunan RKA SKPD,
kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan
86
Program dan Kegiatan 2 (dua) tahun anggaran
sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun
anggaran berjalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 91
Cukup jelas

Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Rancangan Perda tentang APBD memuat informasi Kinerja
berdasarkan Sasaran capaian Kinerja dan indikator Kinerja
masing-masing Program dan Kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
87
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Contoh Penerimaan dan Pengeluaran Daerah yang tidak
dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah, antara lain
sumber penerimaan yang berasal dari Pembiayaan pinjaman
dan/atau hibah luar negeri tidak harus dilakukan melalui
Rekening Kas Umum Daerah namun tetap harus dibukukan
dalam Rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Cukup jelas
Pasal 115
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dokumen lain yang dipersamakan
dengan SPD" antara lain keputusan tentang pengangkatan
pegawai.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 116
Cukup jelas
Pasal 117
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bank umum yang sehat" adalah
bank umum di Indonesia yang aman/sehat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai perbankan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 118
88
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mendepositokan" adalah
penempatan deposito dilakukan pada bank umum di
Indonesia yang aman/sehat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
perbankan dan tidak melampaui tahun anggaran
berkenaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rencana penerimaan dana hanya diberlakukan bagi SKPD
yang memiliki tugas dan fungsi pendapatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Cukup jelas
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Penerimaan Daerah yang sifatnya
berulang" adalah penerimaan yang setiap tahun rutin
dianggarkan, seperti pendapatan pajak, pendapatan
retribusi, dan lainnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Penerimaan Daerah yang sifatnya
tidak berulang" adalah penerimaan yang tidak setiap tahun
dianggarkan, seperti pendapatan tuntutan ganti rugi,
pendapatan penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan,
dan lainnya.
89
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Cukup jelas
Pasal 136
Cukup jelas
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas
Pasal 139
Cukup jelas
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "perintah pembayaran"
adalah perintah membayarkan dari PA/KPA.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 141
Cukup jelas
Pasal 142
Cukup jelas
Pasal 143
Cukup jelas
Pasal 144
Cukup jelas
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas
90
Pasal 147
Cukup jelas
Pasal 148
Cukup jelas
Pasal 149
Cukup jelas
Pasal 150
Cukup jelas
Pasal 151
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "prognosis" adalah prakiraan dan
penjelasannya yang akan direalisir dalam 6 (enam) bulan
berikutnya berdasarkan realisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 152
Cukup jelas
Pasal 153
Cukup jelas
Pasal 154
Cukup jelas
Pasal 155
Cukup jelas
Pasal 156
Cukup jelas
Pasal 157
Cukup jelas
Pasal 158
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "lebih besar dari 50% (lima puluh
persen)" adalah batas persentase minimal selisih (gap)
kenaikan antara pendapatan dan belanja dalam APBD.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 159
Cukup jelas
Pasal 160
Cukup jelas
Pasal 161
Cukup jelas
Pasal 162
Cukup jelas
Pasal 163
Cukup jelas
Pasal 164
Cukup jelas
Pasal 165
Cukup jelas
Pasal 166
91
Cukup jelas
Pasal 167
Cukup jelas
Pasal 168
Yang dimaksud dengan "penjelasan dan dokumen pendukung"
antara lain nota keuangan, perubahan RKPD, dan perubahan
KUA dan PPAS.
Pasal 169
Cukup jelas
Pasal 170
Cukup jelas
Pasal 171
Cukup jelas
Pasal 172
Cukup jelas
Pasal 173
Cukup jelas
Pasal 174
Cukup jelas
Pasal 175
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "laporan realisasi anggaran"
adalah laporan yang menggambarkan perbandingan
antara anggaran dengan realisasinya dalam 1 (satu)
periode pelaporan sesuai struktur APBD yang
diklasifikasikan ke dalam kelompok, jenis, obyek dan
rincian obyek pendapatan, belanja dan Pembiayaan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 176
Cukup jelas
Pasal 177
Cukup jelas
Pasal 178
Cukup jelas
Pasal 179
92
Cukup jelas
Pasal 180
Cukup jelas
Pasal 181
Cukup jelas
Pasal 182
Cukup jelas
Pasal 183
Cukup jelas
Pasal 184
Cukup jelas
Pasal 185
Cukup jelas
Pasal 186
Cukup jelas
Pasal 187
Cukup jelas
Pasal 188
Investasi dilakukan sepanjang memberi manfaat bagi
peningkatan Pendapatan Daerah, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, peningkatan pelayanan masyarakat, dan/atau tidak
mengganggu likuiditas Keuangan Daerah.
Pasal 189
Cukup jelas
Pasal 190
Cukup jelas
Pasal 191
Cukup jelas
Pasal 192
Cukup jelas
Pasal 193
Huruf a
Yang dimaksud dengan “penyediaan barang dan/atau
jasa layanan umum” antara lain rumah sakit Daerah,
penyelenggaraan pendidikan, pelayanan lisensi dan
dokumen, penyelenggaraan jasa penyiaran publik, dan
pelayanan jasa penelitian dan pengujian.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana khusus untuk
meningkatkan ekonomi dan/atau layanan kepada
masyarakat” antara lain dana bergulir, usaha mikro,
kecil, menengah, dan tabungan perumahan.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 194
Cukup jelas
Pasal 195
Cukup jelas
Pasal 196
Cukup jelas
Pasal 197
93
Cukup jelas
Pasal 198
Cukup jelas
Pasal 199
Cukup jelas
Pasal 200
Cukup jelas
Pasal 201
Cukup jelas
Pasal 202
Cukup jelas
Pasal 203
Cukup jelas
Pasal 204
Cukup jelas
Pasal 205
Cukup jelas
Pasal 206
Cukup jelas
Pasal 207
Cukup jelas
Pasal 208
Cukup jelas
Pasal 209
Cukup jelas
Pasal 210
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 5

94
95

Anda mungkin juga menyukai