Laporan Pendahulua CHF | PDF

Laporan Pendahulua CHF

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN GADAR


GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
PADA PASIEN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)

Disusun Oleh :
SEPTIANA NURMASARI
22.0601.0054

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MAGELANG
2024/2025
A. Konsep Dasar CHF

1. Pengertian
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen
ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh (Andra Saferi,
2016). Kegagalan sistem kardiovaskuler atau yang umumnya dikenal dengan istilah
gagal jantung adalah kondisi medis di mana jantung tidak dapat memompa cukup
darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh membutuhkan oksigen dan nutrisi
tidak terpenuhi dengan baik. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri
dan gagal jantung kanan (Mahananto & Djunaidy, 2017).
Kesimpulan yang diambil dari pengertian tersebut adalah bahwa gagal jantung
kongestive adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung tidak mampu
memompa darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme jaringan, oksigen dan
nutrient.

2. Etiologi
Penyebab gagal jantung menurut (Ongkowijaya& winata,2017)
a. Meningkatkan preload: regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel.
b. Meningkatkan afterload: stenosis aorta, hypertensi sistemik.
c. Menurunkan kontraktilitas ventrikel: IMA, kardiomiopati.
d. Gangguan pengisian ventrikel: stenosis katup antrioventrikuler, pericarditif
konstriktif, tamponade jantung.
e. Gangguan sirkulasi: Aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang
melalui respon mekanis.
f. Infeksi sistemik/ infeksi paru: respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa
jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.
g. Emboli paru yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejaksi ventrikel kanan.

3. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ pemompa,
sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen
pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami
payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua
respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
normal. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat
aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal. Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup
yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang
mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan
menurun. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut.
Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel
dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan (Ongkowijaya & winata,2027)

4. Pathway
5. Tanda dan Gejala
Menurut Mahananto & Djunaidy (2017), manifestasi gagal jantung sebagai berikut:
a. Gagal jantung kiri Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan
pada mekanisme kotrol pernapasan. Gejala:
1) Dispnea
Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau
di cetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
2) Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi,
bahkan saat tidur.
3) Batuk
Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif, tetapi
yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum
berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai dengan bercak darah.
4) Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan
dari srikulasi normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk.
5) Ronkhi
6) Gelisah dan cemas terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat
kesakitan berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan
baik.

b. Gagal jantung kanan


Menyebabkan peningkatan vena sistemik. Gejala:
1) Oedem perifer
2) Peningkatan BB
3) Distensi vena jugularis
4) Hepatomegaly
5) Asites
6) Pitting edema
7) Anoreksia
8) Mual
c. Secara luas peningkatan CPO dapat menyebabkan perfusi oksigen kejaringan
rendah, sehingga menimbulkan gejala:
1) Pusing
2) Kelelahan
3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
4) Ekstrimitas dingin
d. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosterone
dan rentensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.

6. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung Yaitu:
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogenik: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan
curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung
dan otak).
c. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan
aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung Masuknya cairan kekantung
perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal.
CPO menurun dan aliran balik vena kejantung menuju tomponade jantung.
7. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal
jantung kongestive di antaranya sebagai berikut:
1) Elektrokardiogram: Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
2) Uji stress: Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
3) Ekokardiografi
a. Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume
balik dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan
ditanyakan bersama EKG)
b. Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
c. Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
4) Katerisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
5) Radiografi dada Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal.
6) Elektrolit: Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal terapi diuretik
7) Oksimetrinadi: Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
8) Analisa gas darah Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir).
9) Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi
10) Pemeriksaan tiroid Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung(Mahananto & Djunaidy, 2017).

8. Penatalaksanaan Medik
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut:
1) Terapi farmakologi Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan
diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker,
angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung antagonis
aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien dengan keluhan
konstipasi.
2) Terapi non farmakologi: Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah
baring, perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit,
prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring dan
kontrol faktor resiko(Mahananto & Djunaidy, 2017).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas :
1) Identitas pasien : Nama,umur,tempat tanggal lahir,jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2) Lelah, pusing
3) Nyeri dada
4) Edema ektremitas bawah
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
6) Urine menurun
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala
kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan
edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien
sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau
hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien
pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki
pasien
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit
keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
f. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat,
sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia, fibrilasi
atrial, kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3) Respirasi dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4) Pola makan dan cairan: hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6) Neuorologi: pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial: aktifitas sosial berkurang
8) Rasa aman perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum: Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress, sikap
dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital:
a. Tekanan Darah Nilai normalnya: Nilai rata-rata sistolik: 110- 140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik: 80-90 mmHg
b. Nadi Nilai normalnya: Frekuensi: 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c. Pernapasan Nilai normalnya: Frekuensi: 16-20 x/menit Pada pasien
respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d. Suhu Badan Metabolisme menurun, suhu menurun
3) Head to toe examination:
a. Kepala: bentuk, kesimetrisan
b. Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak?
c. Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d. Telinga: kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e. Muka; ekspresi, pucat
f. Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g. Dada: gerakan dada, deformitas
h. Abdomen: Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i. Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j. Pemeriksaan khusus jantung:
a) Inspeksi vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal: ICS ke5)
b) Palpasi: PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi
ventrikel
c) Perkusi batas jantung normal pada orang dewasa Kanan atas: SIC II
Linea Para Sternalis Dextra Kanan bawah: SIC IV Linea Para
Sternalis Dextra Kiri atas SIC II Linea Para Sternalis sinistra Kiri
bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
d) Auskulatsi bunyi jantung I dan II BJI: terjadi karena getaran
menutupnya katup atrioventrikular, yang terjadi pada saat kontraksi
isimetris dari bilik pada permulaan systole BJ II: terjadi akibat
getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis pada dinding
toraks. Ini terjadi kira- kira pada permulaan diastole. (BJ II normal
selalu lebih lemah daripada BJ I)
4) Pemeriksaan penunjang
a. Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
b. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram
c. Pemeriksaan laboratorium: Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut
dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat,
peninkatan bilirubin dan enzim hati.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan
SDKI adalah :
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi: kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler
Penyebab: Perubahan membran alveolus-kapiler
Batasan karakteristik:
Kriteria mayor :
1) Subjektif: Dispnea
2) Objektif:PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan
Kriteria minor :
1) Subjektif: Pusing, penglihatan kabur
2) Objektif: Sianosis, diaforesis, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kondisi klinis terkait: Gagal Jantung Kongestif
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Definisi: inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab: hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf: Dipsnea
2) Objektif: Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang,
pola nafas abnormal
Kriteria minor :
1) Subjektif: Ortopnea
2) Objektif Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubahh
Kondisi klinis terkait: Trauma Thorax

c. Penurunan curah jantung (D.0008)


Definisi: ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan kontraktilitas
Batasan karakteristik:
Kriteria mayor:
1) Subjektif: Lelah
2) Objektif: Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP)
meningkat/, menurun
Kriteria minor :
1) Subjektif : -
2) Objektif: Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery wedge
pressure (PAWP) menurun Kondisi klinis terkait: Gagal Jantung Kongestif

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil
1. Gangguan Tujuan: Setelah Pemantauan Respirasi (I.01014)
pertukaran gas b.d dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi
perubahan membran keperawatan irama, kedalaman dan
alveolus-kapiler diharapkan upaya nafas
pertukaran gas 2. Monitor pola nafas
meningkat. Kriterian 3. Monitor kemampuan batuk
hasil : (Pertukaran efektif
gas L.01003) 4. Monitor nilai AGD
1. Dipsnea 5. Monitor saturasi oksigen
menurun 6. Auskultasi bunyi nafas
2. Bunyi nafas 7. Dokumentasikan hasil
tambahan pemantauan
menurun 8. Jelaskan tujuan dan
3. Pola nafas prosedur pemantauan
membaik 9. Informasikan hasil
4. PCO2 dan O2 pemantauan, jika perlu
membaik 10. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktifitas
dan/atau tidur
2. Pola nafas tidak Tujuan: setelah Manajemen jalan nafas
efektif b.d hambatan dilakukan tindakan ( I.01011)
upaya nafas keperawatan 1. Monitor pola nafas
(mis:nyeri saat diharapkan pola (frekuensi, kedalaman,
bernafas nafas membaik. usaha nafas)
Kriteria hasil: (pola 2. Monitor bunyi nafas
nafas L.01004) tambahan (mis: gagling,
1. Frekuensi nafas mengi, Wheezing, ronkhi)
Monitor sputum (jumlah,
dalam rentang warna, aroma)
normal 3. Posisikan semi fowler atau
2. Tidak ada fowler
pengguanaan otot 4. Ajarkan teknik batuk efektif
bantu 5. Kolaborasi pemberian
pernafasan bronkodilato, ekspetoran,
3. Pasien mukolitik, jika perlu
tidak
menunjukkan
tanda dipsnea
3. Penurunan curah Tujuan: setelah Perawatan jantung ( I.02075 )
jantung b.d dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda/gejala
perubahan keperawatan sekunder penurunan curah
preload/perubahan diharapkan pola jantung
afterload/perubahan nafas membaik. 2. Monitor intake dan output
kontraktilitas Kriteria hasil: cairan
( curah jantung 3. Monitor keluhan nyeri dada
L.02008 ) 4. Berikan terapi terapi
1. Tanda vital dalam relaksasi untuk mengurangi
rentang normal strees, jika perlu
2. Kekuatan nadi 5. Anjurkan beraktifitas fisik
perifer meningkat sesuai toleransi
3. Tidak ada edema 6. Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap
7. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan sistem kardiovaskuler Pada


Pasien Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA Penyakit Dalam RSUP DR.
M. Djamil Padang Tahun 2017. Padang; Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.

Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate
Variability Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia ComputerScience.

Nurarif,a.h. & Kusuma (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis Dan Nanda Nic Noc.yogyakarta: medication publishing yogyakarta.

Ongkowijaya, J., & Winata, F. E. (2016). Hubungan Hiperurisemia Dengan


Kardiomegali Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. 4, 0-5.

PPNI, 2017, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Cetakan III, Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI


Tim Pokja SLKI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai