780 2603 1 PB
780 2603 1 PB
780 2603 1 PB
e-ISSN: 2655-9218
Abstract
Non-Communicable Diseases (NCDs) are diseases that are currently the highest cause of death in
Indonesia. PTM sufferers at the Kersanegara Community Health Center, especially hypertension
and diabetes mellitus, are increasing over time. In Tasikmalaya City, based on data from the
Health Service, in 2023, there were 55,999 people with hypertension. Therefore, one of the efforts
of the Kersanegara Community Health Center to improve the quality of life for PTM sufferers so
that it is more optimal is by holding Prolanis activities. Hypertension is one of the risk factors that
most influences the incidence. heart and blood vessel disease. Hypertension often shows no
symptoms, so it is only realized when it has caused organ disorders such as heart dysfunction or
stroke. The regional development team for the Tasikmalaya health polytechnic applied
undergraduate and nursing study program collaborates with the Kersanegara Community Health
Center to provide health services with a proactive approach that is implemented in an integrated
manner involving participants through a chronic disease management program. The activities
carried out were providing exposure to material about hypertension and introducing SEFT therapy
to 53 people suffering from hypertension with the aim of helping lower blood pressure. The results
of the evaluation of this community service activity achieved the goals that had been set, namely
100% participant attendance, all participants were active, there was an increase in knowledge,
participants were able to mention the symptoms and signs of hypertension, the consequences of
hypertension, the treatment and care of hypertension and 2 participants understood and explained
about therapy. SEFT with the language style of each community service participant. In general,
hypertension management consists of pharmacological therapy (using anti-hypertension drugs)
and non-pharmacological therapy, namely by interpreting stress with relaxation techniques, one of
which is SEFT therapy.
Abstrak
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang saat ini menjadi penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Penderita PTM di Puskesmas Kersanegara terutama penyakit Hipertensi
dan Diabetes Melitus dari waktu ke waktu semakin bertambah. Di Kota Tasikmalaya berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan pada tahun 2023 tercatat 55,999 penderita hipertensi Oleh sebab itu
salah satu upaya Puskesmas Kersanegara untuk meningkatkan kualitas hidup para penderita PTM
agar lebih optimal yaitu dengan mengadakan kegiatan Prolanis.Hipertensi merupakan salah satu
faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan
gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tim bina wilayah program studi
sarjana terapan dan ners politeknik kesehatan Tasikmalaya berkolaborasi dengan Puskesmas
Kersanegara untuk memberikan pelayaman kesehatan dengan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi melibatkan peseserta melalui program pengelolaan penyakit
290 |
Diterbitkan Oleh: Submitted: 01/ 04/2024
Unit PPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Accepted : 29/ 05/2024
Jambi Published: 26/ 06/ 2024
Peni Cahyati, dkk
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol. 6, No. 2, Juni 2024, 290-296.
kronis. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu memberikan paparan materi tentang hipertensi dan
mengenalkan terapi SEFT kepada penedrita hipertensi sebanyak 53 orang dengan tujuan untuk
membantu menurunkan tekanan darah. Hasil dari evaluasi kegiatan pengabdian masyarakat ini
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu kehadiran peserta 100 %, seluruh perserta aktif,
adanya peningkatan pengetahuan, peserta dapat menyebutkan gejala dan tanda hipertensi, akibat
hipertensi, pengobatan dan perawatan hipertensi serta 2 orang peserta memahami dan mnejelaskan
mengenai terapi SEFT dengan gaya bahasa masing-masing peserta abdimas. Secara garis besar
penatalaksaan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis (menggunakan obat anti hipertensi) dan
non farmakologis yaitu dengan memaknai stress dengan teknik relaksasi salah satunya adalah terapi
SEFT
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah salah satu penyakit silent killer karena penyakit ini tidak
menyebabkan gejala jangka panjang. Namun penyakit ini mungkin mengakibatkan
komplikasi yang mengancam nyawa layaknya penyakit jantung. Jika tidak terdeteksi dini
dan terobati tepat waktu, hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi serius; penyakit
jantung koroner, gagl jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, diabetes dan banyak penyakit
berbahaya lainnya. Stroke dan Penyakit Jantung Koroner merupakan penyebab kematian
akibat hipertensi tertinggi di Indonesia. Biasanya penderita banyak ditemui pada kisaran
usia dewasa hingga lanjut usia. Namun tidak menutup kemungkinan jika kondisi ini bisa
menyerang siapa saja. Menurut Riskesdas dalam Kemenkes RI, prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 34,1%, mengalami peningkatan dibandingkan prevalensi hipertensi pada
Riskesdas Tahun 2013 sebesar 25,8% 1.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut angkanya saat ini terus meningkat secara
global. Peningkatan orang-orang dewasa di seluruh dunia yang akan mengidap hipertensi
diprediksi melonjak hingga 29% pada tahun 2025. Di Kota Tasikmalaya berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan pada tahun 2023 tercatat 55,999 penedrita hipertensi , sedangkan di
Puskesmas Kersanegara Kota Tasikmalaya tercatat sebanyak 2547 penderita. Program
yang sudah berjalan di Puskesmas Kersanegara adalah Prolanis ( Program Pengelolaan
Penyakit Kronis) dengan kegiatan pemeriksaan tekanan darah, senam hipertensi dan lain-
lain.
Berdasarkan data di atas, tim Pengabdi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Tasikmalaya, menetapkan kegiatan pengabdian di Binaan Wilayah (Binwil) yang dikelola
oleh setiap prodi. Pengelolaan Binwil bisa dilakukan antara 3-5 tahun untuk setiap
wilayahnya. Tahun 2022 Prodi Sarjana terapan menetapkan daerah wilayah binaannya
adalah di wilayah yang dekat dengan kampus yaitu PKM Kersanagara yang akan di kelola
selama 3-5 tahun. Tahun pertama yaitu tahun 2022, dilakukan oleh tim prodi Ners dengan
melakukan Focus Group Disscusion (FGD) dengan seluruh tokoh masayarakata dan
Puskesmas Kersanegara. Hasil FGD tahun 2022 di wilayah PKM Kersanagera didapatkan
data beberapa masalah yaitu masalah penyakit menular, masalah penyakit tidak menular,
masalah kesehatan dan perilaku, masalah kesehatan jiwa dan upaya kesehatan. Tim
selanjutnya akan melakukan tindakan terhadap masalah yang ditemukan hasil dari FGD
tersebut, yaitu penyakit tidak menular dan disesuaikan dengan hilirisasi dari penelitian
yang telah dilakukan oleh tim pelaksana binwil.
Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis sehingga perlu upaya yang
dilakukan secara terus menerus (manajemen Kesehatan yang baik). Permenkes No. 9 tahun
2016 memberikan landasan upaya strategis yang harus dilakukan adalah penerapan strategi
paradigma sehat dengan penguatan Upaya promotive dan preventif serta pemberdayaan
291 |
Peni Cahyati, dkk
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol. 6, No. 2, Juni 2024, 290-296.
keluarga. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Renjaan dan Yani 2 disimpulkan
bahwa penyakit menahun yang dapat menganggu pada kesehatan fisik yang paling banyak
terjadi adalah hipertensi, dan hipertensi juga merupakan penyakit yang sering muncul di
negara berkembang, salah satunya adalah di Indonesia. Chendra, Misnaniarti, &
Zulkarnain 3 juga mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna (p < 0,005) antara
variabel independen (jenis kelamin, lama menderita hipertensi, riwayat penyakit lain dan
keteraturan minum obat) dengan kualitas hidup lansia peserta prolanis di wilayah kerja
Puskesmas Kenten Laut.
Tingginya prevalensi hipertensi dapat meningkatkan masalah kesehatan psikososial
ansietas. Hal ini sejalan dengan pernyataan Keliat et al.4 bahwa salah satu masalah
psikososial yang paling sering muncul pada penderita hipertensi adalah ansietas.
Pernyataan yang sama juga diberikan oleh Prasetya 5 bahwa klien hipertensi rentan
mengalami ansietas yaitu mulai klien didiagnosa hipertensi dan mengetahui prognosis
penyakitnya. penelitian yang dilakukan Oktavianus, dkk.6 terhadap 180 orang penderita
hipertensi, didapatkan hasil bahwa sebagian besar (60%), mengalami ansietas terhadap
penyakit yang dideritanya, dimana respon ansietas yang dialaminya adalah adanya
perasaan khawatir dan was-was, jantung berdebar-debar, nafas cepat, gelisah dan
mengalami gangguan lambung. Hal ini dibuktikan juga dengan penelitian sai’idah 7, yang
melakukan penelitian kepada 185 penderita hipertensi untuk mengetahui masalah
psikososial yang dialami dan mendapatkan hasil bahwa dari 185 responden terdapat 21
responden mengalami ansietas berat, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 185
responden terdapat tingkat depresi masih dalam kategori tingkat depresi normal. Sehingga
rendah tingginya depresi seseorang secara tidak langsung menunjukkan Tingkat gangguan
emosional menjadi penyebab seseorang mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Menurut Yogiantoro8, penanganan hipertensi sebenarnya tidak hanya menggunakan
terapi farmakologi saja, tetapi bisa juga menggunakan terapi nonfarmakologi. Terapi
farmakologi menggunakan agen obat, sedangkan terapi nonfarmakologi tanpa
menggunakan agen obat. Terapi non farmakologis untuk menurunkan tekanan darah
meliputi modifikasi pola makan, mempertahankan berat badan ideal, olahraga, berhenti
merokok, mengurangi asupan alkohol, dan mengurangi stres melalui relaksasi napas
dalam, meditasi, yoga, dll. Saat ini berbagai pendekatan terapi hipertensi non farmakologi
telah dikembangkan, salah satunya yaitu terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique). Teknik Kebebasan Pikiran Emosional (SEFT) adalah salah satu jenis ilmu
baru yang disebut Energi Psychologi. Energi Psychologi adalah kumpulan prinsip dan
teknik yang digunakan pada sistem energi tubuh untuk memperbaiki atau mengubah
kondisi pikiran emosi dan perilaku seseorang. Metode ini menggabungkan terapi
spiritualitas dan sistem energi tubuh dengan menggunakan teknik tapping pada delapan
belas titik kunci di sepanjang dua belas jalur energi tubuh. SEFT memanfaatkan kekuatan
yang sudah ada di dalam tubuh manusia, seperti energi spiritual dan psikologi, yang jika
digabungkan dapat menyembuhkan segala masalah yang dihadapi manusia. Zainuddin 9 &
Septiani, L.D.10
Penggunaan terapi komplementer bukan untuk menganti atau menghilangkan
pengobatan secara farmakologi, akan tetapi sebagai pendamping atau penyerta pengobatan
farmakologi, sehingga diharapkan lebih efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja menurut Ariwibowo, Priyono, dan Yolanda11
dibedakan menjadi :
1. Tenaga kerja terdidik. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki
suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah
292 |
Peni Cahyati, dkk
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol. 6, No. 2, Juni 2024, 290-296.
atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan
lain-lain.
2. Tenaga kerja terlatih. Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki
keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga
kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu
menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.
Terapi SEFT merupakan salah satu bentuk mind-body therapy. Terapi SEFT
merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh dan terapi spiritual dengan
menggunakan tapping pada titik-titik kunci pada sepanjang 12 jalur energi tubuh 12. Secara
non farmakologis terapi SEFT dapat dijadikan sebagai pendamping dari penatalaksanaan
farmakologis atau bisa dilakukan bersamaan supaya mendapatkan hasil yang maksimal.
Terapi SEFT bisa menurunkan tekanan darah dikarenakan terapi SEFT membantu
menurunkan aktivitas saraf simpatis, yang mengakibatkan terjadi penurunan frekuensi
napas, tekanan darah dan denyut jantung 13.
METODE
Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk ceramah, diskusi, studi kasus, dan simulasi .
Metode ceramah digunakan dalam menstransfer pemahaman peserta tentang konsep
hipertensi. Metode diskusi dilaksanakan untuk memperkuat pemahaman peserta selama
ceramah. Metode simulasi digunakan untuk materi yang berkenaan dengan praktek terapi
SEFT.
Langkah kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Tahap Persiapan
a. Indetifikasi masalah dan sasaran dengan studi pendahuluan
b. Pendekatan kepada pihak Puskesmas dan kelurahan Kawalu
c. Mempersiapkan tempat
d. Mempersiapkan materi
e. Mempersiapkan tim fasilitator dan narasumber
f. Mempersiapkan sarana dan prasarana
g. Menyusun rencana anggaran
2. Tahap pelaksanaan
Sebelum melanjutkan ke tahap pelaksanaan, peserta diberikan tes pra-test, yang dibantu
oleh tim dalam pengerjaannya. Peserta dipelajari secara menyeluruh Untuk memulai,
peserta ditanyai tentang pengetahuan dan pemahaman mereka tentang teknik kebebasan
emosi spiritual (SEFT). Pengukuran dilakukan secara langsung melalui tanya jawab.
Kemudian tim Abdimas melaksanakan kegiatan pemberian materi hipertensi dan terapi
SEFT
3. Tahap evaluasi
Evaluasi yang dilaksanakan adalah evaluasi formatif dengan memberikan pertanyaan
yang berkaitan dengan materi hipertensi dan cara terapi SEFT kepada 5 orang peserta,
ke 5 orang pesrta bisa memberikan jawaban dengan benar. Serta evaluasi kehadiran dan
keaktifan peserta.
293 |
Peni Cahyati, dkk
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol. 6, No. 2, Juni 2024, 290-296.
Gambar 1. Peserta Abdimas Menyimak Materi Yang Diberikan oleh Tim Abdimas
Chobanian dkk.14 dan Lipsky dkk. 15 menyatakan bahwa tekanan darah tinggi dapat
diturunkan melalui perubahan gaya hidup diantaranya manajemen stres dimana stres dapat
meningkatkan tekanan darah. Salah satu caranya adalah dengan teknik relaksasi. Teknik ini
akan membuat kondisi seseorang dalam keadaan rileks atau tenang, dalam mekanisme
autoregulasi, relaksasi dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung
dan Total Peripheral Resistance 16. Salah satu teknik relaksasi adalah Terapi Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT).
Kegiatan ini terbatas pemberian materi SEFT, tindak lanjut nya adalah menentukan
peserta prolanis untuk dikunjungi setelah menerapkan terapi SEFT di rumah, pengabdi
akan mengevaluasi dengan mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah terapi SEFT.
294 |
Peni Cahyati, dkk
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol. 6, No. 2, Juni 2024, 290-296.
KESIMPULAN
Sebanyak 53 orang peserta prolanis dapat mengikuti kegiatan pemberian materi
konsep hipertensi dan terapi SEFT untuk membantu menurunkan tekanan darah. Secara
garis besar penatalaksaan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis (menggunakan obat
anti hipertensi) dan non farmakologis yaitu dengan memaknai stress dengan teknik
relaksasi salah satunya adalah terapi SEFT.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riskesdas 2018. In
Kementerian Kesehatan RI (Vol. 1, Issue 1, p. 1). Lembaga Penerbit Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (2019).
2. Kurniawan K. RN, Renjaan L, Yani A. Keyakinan Masyarakat Terhadap Penyebab
Hipertensi, Dan Upaya Penanggulangannya. Media Publ. Promosi Kesehatan.
Indonesia 2(1):1. (2019).
https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/MPPKI/article/view/521
3. Chendra, R., Misnaniarti, M., & Zulkarnain, M.. Kualitas Hidup Lansia Peserta
Prolanis Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kenten Laut. JUMANTIK
(Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 5(2), 126-137 (2020).
DOI: http://dx.doi.org/10.30829/jumantik.v5i2.6861
4. Keliat, Budi Anna, Panjaitan, R. U., & Riasmini, M. Manajemen Keperawatan Jiwa
Komunitas Desa Siaga. EGC (2011).
5. Prasetya, A. S. Pengaruh Pendidikan Kesehatan TerhadapTingkat Ansietas Klien
Hipertensi. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 7(1), 56-63. (2017).
6. Laka, O. K., Widodo, D., & Rahayu, W. Hubungan Hipertensi dengan Tingkat
Kecemasan pada Lansia di Posyandu Lansia Desa Banjarejo Kecamatan Ngantang
Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(1), (2018).
7. Sai’idah, Dian et al. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi
di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Soegiri Lamongan Periode Tahun 2017.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 17(1):107-113, (2019).
8. Yogiantoro, M. Hipertensi Essensial: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
FKUI, (2010).
9. Zainuddin, A. F. SEFT For Healing, Success, Happiness, Greatness. Jakarta: Afzan
295 |
Peni Cahyati, dkk
Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol. 6, No. 2, Juni 2024, 290-296.
Publishing, (2012).
10. Septiani, Lilis Dwi. Case Study Mengatasi Stres Kerja Perawat Dengan Terapi
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Pada Perawat Di Ruang
Cendana I Rumah Sakit Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto. Tugas Akhir
thesis, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, (2022).
11. Ariwibowo, P., Priyono, P., & Yulanda, N. Penerapan Socialpreneurship Dalam
Pengembangan Kualitas Potensi Hidup Pada Anak Jalanan Di Jakarta Timur. Qardhul
Hasan: Media Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(1), 7-14, (2019). DOI:
https://doi.org/10.30997/qh.v5i1.1648
12. Alvita, G.W., & Hudan S. Penerapan Program SenamKeseimbangan untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia di Puskesmas Lansia di Puskesmas
Tahunan Kabupaten Jepara. Jurnal Pengabdian Kesehatan, 2(2), 74-82. (2019)
DOI: https://doi.org/10.31596/jpk.v2i2.45.
13. Aliffandi, M. Z. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Pada Lansia (Doctoral dissertation,
Universitas dr. Soebandi) (2022).
14. Chobanian, A.V., dkk. “Seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure” dalam Hypertension.
Volume 42 (6), 1206–1252. (2003). DOI : https://doi.org/10.1161/01.
HYP.0000107251.49515.c2.
15. Lipsky, B. A., Holroyd, K. J., & Zasloff, M. Topical versus systemic antimicrobial
therapy for treating mildly infected diabetic foot ulcers: a randomized, controlled,
double-blinded, multicenter trial of pexiganan cream. Clinical Infectious
Diseases, 47(12), 1537-1545, (2008). DOI : https://doi.org/10.1086/593185
16. Corwin, EJ. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3, EGC, Jakarta. (2009).
296 |