Tugas Indah Lestari 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MUATAN LOKAL

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN KOMPOS

Disusun Oleh:
1. Gea Almika
2. Indah Lestari
3. Muhammad Kemal Anwar
4. Muhammad Varrel Apvian Decha
5. Shabrina Khaufifa Zahra
6. Vella Suhartati

Guru Pembimbing: Anita Ekawti, S.Pd., M.Si

SEKOLAH MENENGAH ATAS UNGGUL NEGERI 4 LAHAT


TAHUN AJARAN 2022-2023

I
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
A. Kompos ............................................................................................. 3
B. Proses Pengomposan Anaerobik ....................................................... 3
C. Faktor-Faktor Proses Pengomposan Anaerobik ............................... 4
D. Limbah Sampah Daun ....................................................................... 5
E. Manfaat Kompos ............................................................................... 6
BAB III METODE KERJA .............................................................................. 9
A. Alat .................................................................................................... 9
B. Bahan ................................................................................................. 9
C. Cara kerja .......................................................................................... 9
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 10
A. Hasil .................................................................................................. 10
B. Pembahasan ....................................................................................... 11
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 15
A. Kesimpulan ....................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................. 15
LAMPIRAN ...................................................................................................... 16

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar,
perkantoran, rumah, penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas
manusia lainnya. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia
yang sudah tidak terpakai.Sampah juga merupakan bagian terintim dari diri
manusia yang hingga saat ini masalahnya selalu menarik untuk dibicarakan
tetapi menakutkan untuk dijamah. Berawal dari keberadaan sampah tersebut
maka estetika akan berkurang nilainya jika sampah dibiarkan ada dimana-
mana. Semua riset mengatakan bahwa pertambahan jumlah sampah sama
dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga, semakin banyak penduduk
yang menghuni bumi maka jumlah sampah juga akan semakin bertambah.
Kesadaran masyarakat tentang hidup bersih dan teratur perlu terus
ditumbuhkan, salah satunya dalam penanganan sampah dari skala rumah
tangga karena sampah juga merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan
sehat. Untuk mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengelola
sampah perlu upaya yang dimulai secara individual di setiap rumah. Untuk
menjaga lingkungan bersih bebas dari sampah salah satu solusinya mengubah
kebiasaan membuang sampah untuk mengolah sampah menjadi kompos
dimulai dari sampah rumah tangga. Karena sebagiansampah yang dihasilkan
merupakan sampah organik (sampah basah), yaitu mencapai 60-70% dari total
volume sampah, yang berasal dari dapur dan halaman. Sampah organik ini, jika
pengelolaannya tidak secara benar maka akan memberikan bau busuk (H2S
dan FeS) dan akan menjadi sumber lalat, bahkan dapat menjadi sumber lebih
dari 25 jenis penyakit.
Sampah organik yang masih mentah, apabila diberikan secara langsung ke
dalam tanah, justru akan berdampak menurunkan ketersediaan hara tanah,
disebabkan sampah organik langsung akan disantap oleh mikroba. Populasi
mikroba yang tinggi, justru akan memerlukan hara untuk tumbuh dan

1
berkembang, dan hara tadi diambil dari tanah yang seyogyanya digunakan oleh
tanaman, sehingga mikroba dan tanaman saling bersaing merebutkan hara yang
ada. Berdasarkan keadaan tersebut, justru akan terjadi gejala kekurangan hara
nitrogen (N) yang sering ditunjukan oleh daun berwarna kekuning-kuningan
(clorosis).
Alam memiliki andil besar dalam pengolahan sampah secara otomatis
terutama sampah organik. Akan tetapi kerja keras alam dalam pengolahan
sampah secara natural sangat tidak berimbang dibanding berjuta ton volume
sampah yang diproduksi. Selain itu sampah tidak selalu harus dibuang karena
dengan sedikit kreatifitas dan kerja keras manusia, sampah yang tidak layak
pakai dapat berubah menjadi barang kaya manfaat. Beragam jenis sampah,
terutama sampah organik dapat dengan mudah dan sederhana diaplikasikan
menjadi bahan olahan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengolahan sampah sederhana dengan cara pembuatan kompos
menggunakan bahan dasar sampah daun secara anaerobic?

C. Tujuan
1. Siswa/i mengetahui cara pengolahan sampah sederhana melalui
pembuatan kompos secara anaerobik dengan menggunakan bahan dasar
sampah daun.
2. Siswa/i mampu mengaplikasikan sampah menjadi bahan yang bisa
dimanfaatkan yaitu proses pengomposan sebagai pupuk bagi tanaman.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompos
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah
agar dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik
yang umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam
tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung
nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Suriawiria (2003)
menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara, terutama
N, P, dan K yang relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi
mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
perkembangan, dan kesehatan tanaman. Pengomposan menurut Yang (1997),
merupakan suatu proses biooksidasi yang menghasilkan produk organik yang
stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung ke tanah serta digunakan
sebagai pupuk. Harada et al. (1993) menyatakan produk dari pengomposan
berupa kompos apabila diberikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisik,
kimia maupun biologis tanah.

B. Proses Pengomposan Anaerobik


Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada
struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa
udara). Proses tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi
fluktuasi suhu, seperti yang terjadi pada proses pengomposan aerobik. Proses
pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2,
dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah
(asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat).
Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil
pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60%
dengan warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses
pengomposan secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai

3
kandungan unsur hara yang lebih tinggi dari proses pengomposan secara
aerobik (Samekto, 2006)

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Anaerobik


1. Ukuran Bahan Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah
kompos dicincang menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan
cepat didekomposisi karena peningkatan luas permukaan untuk aktivitas
organisme perombak (Gaur, 1983). Menurut Murbandono (1993), sampai
batas tertentu semakin kecil ukuran partikel bahan maka semakin cepat
pula waktu pelapukannya.
2. Rasio Karbon-Nitrogen (C/N) Rasio C/N bahan organik merupakan faktor
yang paling penting dalam pengomposan. Hal tersebut disebabkan
mikroorganisme membutuhkan karbon untuk menyediakan energi
(Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan nitrogen yang berperan dalam
memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triadmojo, 2001). Kisaran
rasio C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio yang terbaik adalah 30 (Center
for policy and Implementation Study, 1992). Rasio C/N yang tinggi akan
mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang
rendah, sebaliknya jika rasio C/N terlalu rendah akan menyebabkan
terbentuknya amoniak, sehingga nitrogen akan hilang ke udara (Gunawan
dan Surdiyanto, 2001).
3. Temperatur Pengomposan Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu
yang sesuai dengan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme
perombak. Menurut Murbandono (1993), suhu optimum pengomposan
berkisar antara 35-55ºC, akan tetapi setiap kelompok mikroorganisme
mempunyai suhu optimum yang berbeda sehingga suhu optimum
pengomposan merupakan integasi dari berbagai jenis mikroorganisme.
4. Derajat Keasaman (pH) Identifikasi proses degradasi bahan organik pada
proses pengomposan dapat dilakukan dengan mengamati terjadinya
perubahan pH kompos. Menurut Center for Policy and Implementation
Study (1992), derajat keasaman (pH) yang dituju adalah 6-8,5 yaitu kisaran
pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman. Hasil dekomposisi bahan

4
organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai akibat dari
sifat-sifat basa bahan organik yang difermentasikan. Pada pengomposan
pupuk organik padat nilai pH pada hari ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan
hari ke-enam berkisar pada 8,66-9,08 (Nengsih, 2002).
5. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan Pengomposan akan
berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada permulaannya sedikit.
Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan yang akan dikomposkan
yang bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan (Indriyani, 1999).
Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya proses pengomposan
akan berfluktuasi. Berdasarkan kondisi habitatnya (terutama suhu),
mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan tersebut terdiri dari dua
golongan yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah
mikroorganisme yang hidup pada suhu antara 45-65º C. Pada waktu suhu
tumpukan kompos kurang dari 45º C, maka proses pengomposan dibantu
oleh mesofilik di atas suhu tersebut (45-65º C) mikroorganisme yang
berperan adalah termofilik (Gaur, 1983 dan Center for Policy and
Implementation Study, 1992). Menurut Center for Policy and
Implementation Study (1992), mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya
berfungsi memperkecil ukuran partikel zat organik sehingga luas
permukaan partikel bertambah. Menurut Gaur (1983), bakteri termofilik
yang tumbuh dalam waktu yang terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi
karbohidrat dan protein, sehingga bahanbahan kompos dapat terdegradasi
dengan cepat.

D. Limbah Sampah Daun


Limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah
tidak terpakai lagi. Mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan
beberapa faktor yaitu menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya,
sampah dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan
sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah yang mengandung senyawa
organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba dan sampah
anorganik yaitu garbage (bahan yang mudah membusuk) dan rubbish

5
(bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang
banyak terdapat di sekitar lingkungan kita adalah sampah dedaunan.
Sampah organik merupakan jenis sampah yang mudah terurai melalui
proses alami. Artinya, terurainya sampah organik bisa terjadi tanpa adanya
campur tangan manusia. Sampah organik mudah diuraikan, karena sampah
organik bisa didegradasi oleh mikroba (bakteri pembusuk) atau bersifat
biodegradable. Oleh sebab itu, sampah organik sering dimanfaatkan
menjadi kompos maupun pupuk organik cair. Ranting dan daun-daun yang
rontok dari pohon jika tidak dilakukan perawatan tertentu, maka akan
menjadi salah satu sampah organik. Daun kering bisa dimanfaatkan sebagai
bahan utama kompos.

E. Manfaat Kompas
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat.
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktifitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktifitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari
tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan
tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos
juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk
dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat,
lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek
yakni sebagai berikut (Isroi, 2008):
a) Aspek Ekonomi
1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.
2) Mengurangi volume/ukuran limbah.
3) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.

6
b) Aspek Lingkungan
1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah.
2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
c) Aspek bagi tanah/tanaman
1) Meningkatkan kesuburan tanah.
2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
3) Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4) Meningkatkan aktifitas mikroba tanah.
5) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah
panen).
6) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
7) Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.
8) Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik


tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada
tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau
tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa
kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti
dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan
tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur
pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan
menjadi 5-6 bulan.
Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih
harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman
organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida
dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan
kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang
terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan
memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan
saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih
tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing-masing.

7
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai
jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses
peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan
kelembaban. Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos,
dalam 4–6 minggu sudah jadi. Apabila sampah organik ditimbun saja, baru
berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan
akan timbul panas karena aktifitas mikroba. Ini pertanda mikroba
mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal
untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 450- 650C. Jika terlalu
panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari (Nia, Tanpa
Tahun).

BAB III
METODE KERJA

8
A. Alat
1. Alat tulis
2. Kamera

B. Bahan
1. Sampah organik, seperti: sampah sayur, sampah buah, sampah daun dll
2. Cacing Lumbricus rubellus
3. Thermometer
4. pH meter
5. Ember
6. Karung goni

C. Cara Kerja
Proses Pembuatan:
⚫ Siapkan ember dan sampah daun
⚫ Hancur kan sampah daun dan masukkan kedalam ember
⚫ Campur kan tanah dan sampah daun
⚫ Dalam wadah terpisah larutan kotoran hewan dan air
⚫ Masukkan larutan kedalam ember tanah dan campur merata
⚫ Terakhir masukkan cacing dan aduk hingga benar benar merata

BAB IV
PEMBAHASAN

9
4.1 Hasil
Salah satu bentuk pengelolaan sampah rumah tangga adalah dengan mengolah
sampah menjadi pupuk kompos. Pengomposan adalah proses dimana abahan
organik mengalami penguraian secara biologis khususnya oleh mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Proses pengomposan
berjalan secara aerobik pada kondisi lingkungan tertentu yang dsebut dengan
proses dekomposisi. Berikut ini hasil pengomposan yang dilakukan:

Kegiatan Hasil
Proses Pengomposan Kompos dibuat satu tong penuh kemudian
ditutup dan disimpan.

Pengukuran suhu & Suhu : 35,30 C


Kelembaban
Kelembaban : 71 %
Ketinggiaan kompos dalam tong menurun,
seperempat tong

Pengukuran suhu & Suhu : 34,60C


Kelembaban
Kelembaban : 59 %

Pengukuran suhu & Suhu : 31,10C


Kelembaban Kelembaban : 79%
Ketinggian tong kembali menurun seperempat
tong

Pengukuran suhu dan Suhu :30,30C


kelembaban
Kelembapan : 74%

Pembongkaran Tekstur : Lembek, sedikit berair


Sampah
Warna : hitam kecokelatan

10
Bau : menyengat
Pada kompos terdapat belatung, daun kering
yang di masukkan masih belum terurai sempurna
Pengayakan dan Sebelum diayak, tekstur kompos keras maka dari
Pembungkusan itu perlu dihancurkan dengan diinjak-injak
kompos supaya mudah dalam pengayakan. Hasil ayakan
kompos mendapatkan kompos sebanyak 5,5 kg

4.2 Pembahasan
Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan dari praktek pembuatan
kompos didapatkan karakteristik fisik kompos yang telah dibuat :
1. Bau
Jika proses pembuatan kompos beralan dengan normal, maka tidak
menghasilkan bau yang menyengat. Walaupun demikian, dalam pembuatan
kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Kompos yang
sudah matang dapat diketahui dari baunya yang seperti bau tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan masih berbau
sehingga dapat dikatakan kompos masih belum matang.

2. Warna
Warna merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kematangan
kompos yaitu cokelat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna
hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut
belum matang. dari hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan berwarna
coklat kehitaman-hitaman sehingga dapat dikatakan kompos tersebut belum
matang.

3. Tekstur

Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan


kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya
lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil

11
partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat
berlangsung dengan cepat.Jika proses pembuatan kompos beralan dengan
normal, maka tekstur kompos remah dan tidak menggumpal. pada kompos
yang sudah matang, bentuk fisiknya menyerupau tanah yang berwarna
kehitaman. Menurut hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan bertestur
lembek dan menggumpal. Bentuk fisik masih terlihat seperti cacahan sayur
sehingga dapat dikatakan bahwa kompos masih belum matang.

4. Waktu

Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang


dikomposkan, metode yang digunakan dan keberadaan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu
beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Menurut hasil pengamatan, waktu pengomposan yang hanya dilakukan
selama 1 bulan. Waktu untuk pengomposan ini sebenarnya sudah cukup
untuk membuat kompos matang apalagi dengan adanya penambahan
aktivator seperti biosin dan molase. Namun yang terjadi kompos belum
semuanya matang dan teksturnya juga lembek dan menggumpal serta ada
belatung dalam proses pengomposan. Mungkin terjadi karena pencampuran
aktivator, dosis aktivator, dan bahan baku sayuran yang mungkin dapat
menyebabkan proses pengomposan tidak berjalan sempurna

5. Kekurangan dan Kelebihan

Kekurangan dari kompos berbahan sayur ini dapat dilihat dari metode
pengomposan yang digunakan yaitu metode anaorob sehingga menimbulkan
bau selama proses pengomposan. Sedangkan kelebihan dalam pembuatan
kompos ini adalah bahan yang digunakan mudah didapat karena
menggunakan bahan baku sampah sayur.

12
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengomposan antara lain :

1. Bahan baku

Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh nilai


perbandingan C/N dari bahan tersebut. Semakin mendekati C/N tanah maka
bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik
mengandung perbandingan unsur C dan N yang seimbang, yaitu C/N = 10/12.
Oleh karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu
dan biji-bijian yang keras harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair,
seperti dedaunan dan sampah dapur. Luas permukaan bahan juga ikut
mempengaruhi kecepatan pengomposan. Semakin halus dan kecil bahan
baku kompos maka proses pengomposannya cepat dan lebih banyak hasilnya.
Sebaliknya, bila bahan baku berukuran besar akan semakin lama. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk terlebih dahulu mencacah atau memotong kecil-
kecil (sekitar 4— 5 cm) bahan organik yang berukuran besar agar
mempercepat proses pengomposan. Jenis bahan baku organik juga akan
menentukan kualitas produk akhir kompos. Untuk bahan organik yang
mengandung selulosa dan lignoselulosa biasanya sulit untuk dirombak maka
diperlukan mikroba. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kompos yang baik,
beberapa jenis bahan organik harus dicampur sehingga memberikan
komposisi dan parameter yang ideal.

2. Suhu

Proses pengomposan akan berjalan baik pada suhu ideal, yaitu 40—50oC.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan panas yang
ideal adalah dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian tertentu
(sekitar 1,25—2 m). Jika timbunan terlalu rendah menyebabkan panas
mudah menguap. Sebaliknya, timbunan bahan yang terlalu tinggi justru akan
membuat suhu menjadi terlalu tinggi dan udara di dasar timbunan menjadi
berkurang. Kondisi tersebut cenderung akan memacu pertumbuhan bakteri
anaerob sehingga bau tidak enak.

13
3. Nitrogen

Nitrogen merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses


pembuatan kompos karena dibutuhkan bakteri untuk dapat tumbuh dan
berkembang biak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya
rendah tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan akan
berlangsung lama.

4. Kelembapan

Salah satu faktor yang tidak kalah penting dalam proses pembuatan kompos
adalah menjaga kelembapan agar tetap seimbang. Secara umum,
kelembapan timbunan yang seimbang adalah sekitar 40—60% atau
keadaannya selembap karet busa yang diperas. Jika timbunan bahan semakin
basah maka kegiatan mengaduk harus semakin sering dilakukan. Di daerah
yang bercurah hujan tinggi, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu
becek. Sebaliknya, di daerah yang bercurah hujan rendah dan cenderung
kering, timbunan bahan kompos dapat diairi tiap 4—5 hari sekali. Usaha
yang dapat dilakukan untuk menjaga timbunan kompos agar tidak terlalu
becek, yaitu dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan agak
membulat agar dapat mengalirkan airnya. Namun, bila hujan masih sangat
deras, timbunan perlu ditutup dengan plastik atau kain terpal untuk menjaga
kelembapan. Apabila berbagai upaya telah dilakukan dan timbunan kompos
masih tetap terlalu basah (becek) maka perlu dilakukan pengadukan setiap
hari.

14
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan pembuatan kompos yang dilakukan dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut :

1. Metode pengomposan yang digunakan yaitu metode anaerob.

15
2. Hasil yang yang didapatkan berdasarkan faktor- faktor yang memengaruhi
pembuatan kompos adalah kompos masih berbau, tekstur lembek dan
menggumpal, warna coklat kekuning-kuningan.

3. Kekurangan dari pembuatan kompos berbahan sayur ini adalah bau yang
ditimbulkan sedangkan kelebihannya adalah bahan baku kompos yang
mudah didapatkan.

4. Kompos yang dihasilkan belum sempurna atau bisa dikatakan belum matang.

5.2 Saran

Dalam pembuatan kompos ini, saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Waktu pelaksanaan pembuatan kompos perlu diperhatikan mengingat waktu


yang dibutuhkan cukup lama tergantung dengan bahan dan metode yang
digunakan.

2. Dalam pencacahan bahan dasar kompos yaitu sampah sayur harus dipotong
dengan ukuran yang lebih kecil sehingga dapat memudahkan proses
pengomposan dan penguraiannya juga semakin mudah.

3. Perlunya memperhatikan lokasi penyimpanan kompos agar tidak


mengganggu lingkungan sekitar.

LAMPIRAN

16
17

Anda mungkin juga menyukai