0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8K tayangan101 halaman

Modul Sosial Emosi

Diunggah oleh

BUTET
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8K tayangan101 halaman

Modul Sosial Emosi

Diunggah oleh

BUTET
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 101

1 | Pembelajaran Sosial Emosional

2 | Pembelajaran Sosial Emosional


BUKU AJAR MATA KULIAH
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

Penulis:
1. Prof. Dr. Yerimadesi, S.Pd., M.Si.
2. Oscarina Dewi Kusuma, S.Pd., M.Pd.

3 | Pembelajaran Sosial Emosional


Mata Kuliah
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

Cetakan 1

Penulis:
1. Prof. Dr. Yerimadesi, S. Pd., M.Si.
2. Oscarina Dewi Kusuma, S.Pd., M.Pd.

Penelaah:
Dr. Sukmawati, S.Pd., M.Pd.
Dr. Dian Artha K, M.Pd.Si.

Penyunting:
Yuanita Novikasari, S.Pd.

Desain Grafis & Ilustrasi :


M.F.A. Bima Sakti, S.Pd.

Copyright © 2024
Direktorat Pendidikan Profesi Guru
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

4 | Pembelajaran Sosial Emosional


Kata Pengantar
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya modul ini.
Modul ini disusun untuk memberikan panduan yang bermanfaat untuk mempersiapkan
guru profesional yang kompeten sesuai dengan semangat Merdeka Belajar
mengamalkan nilai-nilai Pancasila, semangat gotong royong, dan mampu menggunakan
teknologi digital, serta melahirkan hal-hal yang inovatif dan kreatif. Selain itu, PPG
tengah bertransformasi untuk menekankan pembelajaran berpusat kepada peserta didik,
menghasilkan guru yang berkomitmen menjadi teladan dan pembelajar sepanjang hayat
serta memiliki dasar-dasar kepemimpinan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Program PPG mengedepankan penguatan kompetensi


pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
melalui penguatan teori dan refleksi pengalaman mengajar yang terintegrasi melalui
pembelajaran secara mandiri. Sebagai guru, pengalaman mengajar yang telah dimiliki
diharapkan dapat dijadikan pengalaman pembelajaran yang bermakna yang dapat terus
diasah dan diperbaiki sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.

Pelaksanaan sertifikasi pendidik diharapkan dapat mengasah self-regulated learning


sebagai modal utama seorang pengajar menjadi pembelajar sepanjang hayat. Untuk itu,
guru yang mengikuti sertifikasi pendidik ini diharapkan dapat belajar lebih mandiri
dengan mengakses modul belajar pada platform pendukung pembelajaran. Guru juga
diharapkan dapat lebih kreatif dan percaya diri serta memperkaya pengalaman
kolaborasi belajar bersama rekan sejawat dan komunitas belajar lain yang ada dengan
modul-modul pembelajaran mandiri yang terdiri dari modul Prinsip Pengajaran dan
Asesmen (bidang studi Mata Pelajaran Umum/Bimbingan Konseling/Pendidikan Anak
Usia Dini/Pendidikan Luar Biasa/Sekolah Menengah Kejuruan), modul Pembelajaran
Sosial Emosional, dan modul Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

5 | Pembelajaran Sosial Emosional


Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim
penyusun dan berbagai pihak yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif
mewujudkan penyelesaian modul ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa
memberkati upaya yang kita lakukan demi pendidikan Indonesia. Amin.

Jakarta, Januari 2024


Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,

Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd


NIP 196611081990032001

6 | Pembelajaran Sosial Emosional


Kata Pengantar
Direktur Pendidikan Profesi Guru

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengambil kebijakan untuk


secara bertahap melaksanakan pendidikan bagi guru yang belum memiliki sertifikat
pendidik dengan skema pembelajaran mandiri. Kebijakan tersebut memungkinkan
Direktorat Pendidikan Profesi Guru menyelenggarakan PPG bagi guru tertentu dengan
jumlah peserta yang lebih masif.

Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan PPG bagi guru tertentu, Direktorat PPG
menyusun modul pembelajaran mandiri yang dapat digunakan bagi Bapak/Ibu guru
untuk memperoleh sertifikat pendidik. Modul ini memuat materi belajar yang disusun
secara sistematis dengan konteks tugas guru sehari-hari.

Besar harapan kami, dengan modul ini, percepatan jumlah guru bersertifikat pendidik
dapat dilakukan dan menghasilkan guru yang memiliki profil dan kompetensi sesuai
kebutuhan perkembangan dunia pendidikan secara global.

Kami ucapkan terima kasih kepada tim penyusun, tim pengembang kurikulum, dan
berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam mewujudkan penyusunan modul ini. Tak
lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Lembaga Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan (LTPK) yang terlibat dalam sertifikasi pendidik atas dukungan dan
kerjasama dalam menyelenggarakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.

Jakarta, Januari 2024


Plt. Direktur Pendidikan Profesi Guru,

Adhika Ganendra, S.Si., M.M.


NIP 198111182006041003

7 | Pembelajaran Sosial Emosional


Prakata Penulis

Modul ini disusun untuk para guru yang sedang belajar pada Program Pendidikan
Profesi Guru (PPG) dengan tujuan agar mereka dapat memahami tentang pembelajaran
sosial emosional. Melalui modul ini, selain belajar tentang mengapa, apa dan
bagaimana pembelajaran sosial emosional dan aplikasinya untuk peserta didik, guru
juga diharapkan dapat belajar untuk mengaplikasikan langsung pembelajaran sosial
emosional bagi dirinya sendiri dalam upaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang
aman, nyaman, dan berpusat pada peserta didik.

Modul pembelajaran sosial emosional (PSE) ini terdiri dari tiga topik, topik pertama
membahas tentang pembelajaran sosial emosional: mengapa penting?; topik kedua
membahas bagaimana menerapkan PSE? dan topik ketiga membahas bagaimana
mewujudkan kesejahteraan psikologis warga sekolah? Modul ini disusun dengan alur
MERDEKA, yaitu Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi
kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata. Pada setiap
alur Bapak/Ibu dipandu dengan pertanyaan esensial dan disetiap akhir topik diberikan
latihan pemahaman.

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan guru dapat menyadari pentingnya


pembelajaran sosial dan emosional bagi diri sendiri dan bagi peserta didiknya. Lebih
lanjut, diharapkan guru memahami cara sederhana penerapan dan mengajarkan
pembelajaran sosial emosional, dan memiliki keterampilan sosial emosional yang
membantu profesinya sebagai guru profesional.

Semoga modul ini dapat berguna bagi calon guru profesional, terutama peserta PPG,
sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas personal dan profesional guru, dan
pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Tim Penulis

8 | Pembelajaran Sosial Emosional


Daftar Isi

Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan ................................ 5


Kata Pengantar Direktur Pendidikan Profesi Guru ........................................................... 7
Prakata Penulis ............................................................................................................... 8
Daftar Isi.......................................................................................................................... 9
Daftar Tabel .................................................................................................................. 11
Daftar Gambar .............................................................................................................. 12
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) ................................................................. 13
TOPIK 1 Pembelajaran Sosial Emosional: Mengapa Penting? ...................................... 14
Mulai dari Diri ............................................................................................................ 14
Eksplorasi Konsep ..................................................................................................... 17
Ruang Kolaborasi ...................................................................................................... 25
Demonstrasi Kontekstual ........................................................................................... 29
Elaborasi Pemahaman .............................................................................................. 30
Koneksi Antar Materi ................................................................................................. 30
Aksi Nyata ................................................................................................................. 32
Latihan Pemahaman ................................................................................................. 33
Cerita Reflektif ........................................................................................................... 38
TOPIK 2 Pembelajaran Sosial Emosional: Apa dan Bagaimana Menerapkannya? ....... 39
Mulai dari Diri ............................................................................................................ 39
Eksplorasi Konsep ..................................................................................................... 40
Ruang Kolaborasi ...................................................................................................... 56
Demonstrasi Kontekstual ........................................................................................... 58
Elaborasi Pemahaman .............................................................................................. 58
Koneksi Antar Materi ................................................................................................. 60
Aksi Nyata ................................................................................................................. 61
Latihan Pemahaman ................................................................................................. 63
Cerita Reflektif ........................................................................................................... 67
TOPIK 3 Pembelajaran Sosial Emosional: Bagaimana Mewujudkan Kesejahteraan
Psikologis Warga Sekolah? ........................................................................................... 68
Mulai dari Diri ............................................................................................................ 68
Eksplorasi Konsep ..................................................................................................... 70
Ruang Kolaborasi ...................................................................................................... 86
Demonstrasi Kontekstual ........................................................................................... 87
Elaborasi Pemahaman .............................................................................................. 88
Koneksi Antar Materi ................................................................................................. 89
Aksi Nyata ................................................................................................................. 90

9 | Pembelajaran Sosial Emosional


Latihan Pemahaman ................................................................................................. 91
Cerita Reflektif ........................................................................................................... 95
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 96
Biodata Penulis Modul................................................................................................... 99
Kunci Jawaban Soal Latihan Pemahaman .................................................................. 101

10 | Pembelajaran Sosial Emosional


Daftar Tabel

Tabel 2.1 Kompetensi Sosial dan Emosional ...................................................................... 43


Tabel 2.2 Tiga Lingkup Area Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional ................... 49
Tabel 2.3 Langkah-Langkah Aktivitas Melatih Keterampilan Sosial Emosional ................... 57
Tabel 3.1 Refleksi Pribadi ................................................................................................... 69
Tabel 3.2 Pertanyaan Frequently Asked Questions – FAQs................................................ 88

11 | Pembelajaran Sosial Emosional


Daftar Gambar

Gambar 1.1 Video Surat Instruktur Pembelajaran .............................................................. 18


Gambar 1.2 Video Social-Emotional Learning: What Is SEL and Why SEL Matters ........... 18
Gambar 1.3 Profil Pelajar Pancasila ................................................................................... 24
Gambar 3.1 School Well-being Konu & Rimpela ................................................................ 73

12 | Pembelajaran Sosial Emosional


Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)

1. Guru mampu menganalisis pentingnya pembelajaran sosial emosional dan


implikasinya pada peserta didik dan lingkungan pembelajaran (P1, P2, KU1,
KU2, KK2)
2. Guru mampu menerapkan pembelajaran sosial emosional berdasarkan kerangka
CASEL (S1, P1, P2)
3. Guru mampu mengembangkan sikap menjunjung tinggi etika profesi,
bertanggung jawab, mandiri dalam mengimplementasikan pengetahuan dan
keterampilan sosial emosional (S1, KU7, KK2, KK4)

13 | Pembelajaran Sosial Emosional


TOPIK 1
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL: MENGAPA PENTING?

Durasi 3 hari
Setelah mempelajari topik ini, guru dapat:

Capaian Menunjukkan pemahaman tentang pentingnya keterampilan sosial


Pembelajaran emosional dalam pengembangan diri dan profesionalnya, serta
dalam upaya menguatkan karakter profil pelajar pancasila melalui
proses pembelajaran.

Mulai dari Diri: Bagaimana Anda Memandang Pentingnya Kecerdasan Emosional


dalam Kehidupan Sehari-Hari?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia,


Selamat datang di topik pertama yaitu Pembelajaran Sosial Emosional: Mengapa
Penting? Sebelum memulai proses pembelajaran untuk topik yang pertama ini, mari kita
lihat tujuan pembelajaran yang diharapkan. Setelah mempelajari topik ini, Bapak/Ibu
diharapkan mampu:
1. Menunjukkan pemahaman tentang pentingnya keterampilan sosial-emosional
terhadap pengembangan diri dan profesional seorang guru.
2. Menunjukkan pemahaman tentang pentingnya pembelajaran sosial-emosional (PSE)
dalam proses pembelajaran.
3. Mendeskripsikan hubungan antara pembelajaran sosial emosional dengan penguatan
karakter profil pelajar Pancasila

Setelah melihat tujuan pembelajaran di atas, mari kita mulai tahapan pertama
dari alur Merdeka pembelajaran untuk topik 1 ini yaitu Mulai dari Diri.

14 | Pembelajaran Sosial Emosional


Bapak/Ibu guru yang berbahagia,
Beberapa waktu lalu, mungkin ada dari Bapak/Ibu yang membaca sebuah artikel
daring berjudul “Seorang Peserta didik Bunuh Diri Diduga Karena Stres Tugas Sekolah”.
Berita yang ditampilkan di tvonenews.com pada hari Senin, 4 Oktober 2021 pukul 19:47
WIB tersebut menyoroti seorang peserta didik yang meninggal dunia setelah bunuh diri
dan diduga stres karena beban dan tugas sekolah. Sebenarnya ini bukan berita pertama
yang membuat kita terhenyak. Sebelum dan sesudahnya pun sangat mudah kita
dapatkan berita dengan topik yang serupa. Peserta didik yang loncat dari gedung
sekolah, peserta didik yang melawan guru, peserta didik yang menyakiti diri sendiri,
belum lagi tawuran antar sekolah, kasus pelajar yang merokok, terpapar narkoba,
ataupun kasus-kasus perundungan yang seakan tidak pernah berhenti di berbagai
tempat di Indonesia. Yang mengenaskan lagi, ternyata berita-berita negatif seperti ini
juga tidak hanya tentang peserta didik. Di sisi yang lain, kita juga beberapa kali
mendengar atau membaca berita tentang guru atau orang tua yang juga diduga stress
lalu bunuh diri, guru atau orang tua yang memukul peserta didik atau anak-anaknya,
guru yang melakukan pelecehan kepada peserta didik atau anaknya sendiri, dan
beragam kisah menyedihkan lainnya. Semua hal ini membuat kita bertanya dalam hati,
apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa sekolah, yang seharusnya menjadi institusi
moral, tempat dimana karakter dibangun dan dibina, tempat dimana peserta didik dan
guru menjadi pembelajar yang diharapkan mampu menghadapi tantangan bahkan di
masa depan, justru menjadi medan pertempuran bagi kesejahteraan mental baik peserta
didik dan guru? Sungguh sebuah ironi yang sangat menyedihkan bukan?
Beberapa kejadian ekstrim seperti yang digambarkan di atas, sebenarnya bukan
untuk menakut-nakuti atau menggeneralisasi dan mengatakan bahwa hal tersebut terjadi
di semua sekolah. Hal tersebut lebih kepada keinginan untuk memaparkan, bahwa
ternyata banyak perjuangan mental dan psikologis yang secara diam-diam harus
dilakukan oleh banyak orang di dalam sistem pendidikan kita dan juga menggambarkan
bahwa ternyata ada banyak orang, yang memilih menyerah atau melakukan tindakan-
tindakan yang salah, saat menghadapi tantangan di dalam kehidupannya. Tren yang
menyedihkan ini tentunya mendorong kita untuk segera melakukan refleksi terhadap
kondisi sistem pendidikan kita ini.
Di tengah kondisi yang seperti ini, konsep pembelajaran sosial-emosional (PSE)
muncul sebagai secercah harapan. Dalam artikel yang ditulis oleh Roger Weissberg
yang dipublikasikan melalui Edutopia, disampaikan bahwa riset yang dilakukan oleh
Durlak et.al. (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran sosial emosional tidak hanya
meningkatkan prestasi rata-rata sebesar 11 poin persentil, namun juga meningkatkan

15 | Pembelajaran Sosial Emosional


perilaku prososial (seperti kebaikan, berbagi, dan empati), meningkatkan sikap peserta
didik terhadap sekolah, dan mengurangi depresi dan stres di kalangan peserta didik.
Pembelajaran sosial emosional membekali individu dengan alat untuk menavigasi
kompleksitas emosi mereka, mengembangkan empati, dan membangun hubungan
interpersonal yang kuat. Dengan mengintegrasikan pembelajaran sosial emosional ke
dalam kerangka pendidikan di sekolah, diharapkan upaya untuk meningkatkan
pencapaian akademik juga dapat diimbangi dengan upaya memelihara kesejahteraan
emosional peserta didik dan para pendidik. Tumbuhnya kesadaran diri dan keterampilan
regulasi emosi yang diajarkan lewat pembelajaran sosial emosional diharapkan dapat
mengatasi akar penyebab stres dan keputusasaan peserta didik dan guru saat
menghadapi tantangan di dalam kehidupannya.
Penerapan pembelajaran sosial emosional bukan lagi sekedar strategi
pendidikan; namun menjadi pendekatan transformatif untuk mendapatkan kembali
esensi pendidikan sebagai pengalaman holistik. Dengan memprioritaskan kesehatan
emosional peserta didik dan guru, sekolah diharapkan dapat menciptakan lingkungan di
mana setiap orang dapat berkembang secara emosional, akademis, dan pribadi.
Sehingga, pembelajaran sosial-emosional diharapkan bukan hanya sekedar respon
terhadap krisis yang terjadi saat ini namun merupakan langkah proaktif menuju masa
depan yang lebih resilien.
Setelah membaca tulisan di atas, kami ingin Bapak/Ibu menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut ini, namun Bapak/Ibu tidak perlu menuliskan jawabannya. Cukup
Bapak/Ibu pikirkan saja jawabannya.
1. Apa pandangan Bapak/Ibu terkait dengan tulisan di atas? Setujukah dengan apa
yang disampaikan artikel tersebut? jelaskan jawaban Anda.

2. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan keterampilan sosial emosional?

16 | Pembelajaran Sosial Emosional


3. Dapatkah Bapak/Ibu mengingat saat ketika Bapak/Ibu menghadapi situasi yang
menantang (misalnya saat Bapak/Ibu menghadapi kemunduran atau kegagalan
dalam hidup) bagaimana Bapak/Ibu bangkit dari situasi tersebut? Apa yang
Bapak/Ibu pelajari dari pengalaman itu?

4. Menurut Bapak/Ibu apakah hubungan kita dengan keluarga, rekan sejawat, peserta
didik dan orangtuanya dipengaruhi oleh keterampilan sosial dan emosional?
Jelaskan jawaban Bapak/Ibu.

Eksplorasi Konsep: Mengapa Guru dan Peserta Didik Perlu Mengembangkan


Keterampilan Sosial Emosional?

Mengapa Pembelajaran Sosial dan Emosional harus dilakukan?


Mari kita simak video berikut ini (Bapak/Ibu silakan klik gambar videonya). Video
ini sebenarnya merupakan video pengantar yang digunakan dalam Program Pendidikan
Guru Penggerak. Namun, kami memutuskan menggunakannya karena kami anggap
video tersebut relevan untuk pembelajaran Bapak/Ibu di bagian ini.

17 | Pembelajaran Sosial Emosional


Gambar 1.1 Video Surat Instruktur Pembelajaran

Setelah menonton video tersebut, Bapak/Ibu kami persilakan untuk mengakses


sebuah video lagi di youtube. Bapak/Ibu dapat mengaksesnya secara melalui link berikut
ini: https://youtu.be/ikehX9o1JbI?si=9m0vMXOGEfN0Z1pM. Video tersebut dalam
bahasa Inggris, sehingga Bapak/Ibu diharapkan dapat melakukan auto translate ke
dalam bahasa Indonesia jika merasa kesulitan. Menonton video kedua ini sifatnya
opsional, namun jika Bapak/Ibu melakukannya, tentunya akan dapat memperkaya
pemahaman Bapak/Ibu tentang Pembelajaran sosial emosional.

Gambar 1.2 Video Social-Emotional Learning: What Is SEL and Why SEL Matters

18 | Pembelajaran Sosial Emosional


Setelah menyaksikan video tersebut, silakan tuliskan wawasan baru apa yang
Bapak/Ibu dapatkan.

Keterampilan Sosial Emosional Dalam Kehidupan Sehari-hari

Bapak/Ibu guru, sekarang kami ingin Bapak/Ibu mencermati sebuah video lagu
yang terdapat di youtube. Silakan saksikan secara mandiri melalui tautan berikut ini:
https://www.youtube.com/watch?v=1l0GIBI56kM. Saat menyaksikan video tersebut,
mohon perhatikan salah satu tokoh anak perempuan yang digambarkan disana. Amati
apa yang terjadi dengan tokoh tersebut dan bagaimana sikap yang ditunjukkannya saat
merespon situasi yang digambarkan dalam video. Setelah menyaksikan video tersebut,
Bapak/Ibu kami persilakan membaca Kisah Steve Jobs berikut ini.

7 Jalan Hidup Steve Jobs Bisa Jadi Inspirasi Menuju Sukses

Merdeka.com - Steve Jobs memang telah tiada, namun dia dianggap sebagai salah
seorang maestro yang berhasil mengangkat pamor Apple sampai seperti sekarang ini.
Inovasi Steve Jobs diakui telah mengubah dunia, mulai dari orang tua hingga anak-
anak menikmati karyanya. Smartphone dengan layar touchscreen hingga film-film
animasi terbaik turut membawa nama besar pendiri Apple tersebut. Tidak banyak
diketahui memang, tetapi Steve Jobs tercatat sebagai salah satu pendiri studio film
Pixar. Pixar kini telah berubah menjadi produsen film-film animasi terbaik dengan
masterpiece seperti 'Toy Story', 'Monster, Inc.', dan 'Cars'.

Ketangguhan Jobs dalam menjalankan bisnisnya patut diacungi jempol. Bahkan, orang
terkaya di dunia Bill Gates mengakui kalau Steve Jobs lebih baik dari dirinya. Gates
menyatakan bahwa sebagai rival, Jobs memiliki segudang talenta yang belum berhasil

19 | Pembelajaran Sosial Emosional


dia kejar, sampai akhirnya sang maestro Apple tersebut meninggal dunia pada tahun
2011 silam. Dikutip dari Cnet, Gates menjelaskan, "Jobs adalah seorang yang hebat.
Sense of design-nya dapat diwujudkan dengan sempurna. Walaupun dia hanya
memiliki pengetahuan akan mesin dan elektronik yang terbatas, dibantu dengan tim-
nya, Jobs berhasil wujudkan desain, gagasan, ide dan segalanya menjadi suatu produk
yang menakjubkan." Gates juga mengatakan bahwa Jobs sangat mengerti bagaimana
alur pemasaran akan suatu produk dan memiliki intuisi yang kuat. Steve Jobs tidak
diragukan lagi sebagai seorang pengusaha yang sangat sukses. Meski sudah tiada,
banyak pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman Steve Jobs ketika hidup. Dilansir
dari lifehack.org, merdeka.com mencoba merangkum beberapa prinsip dan jalan hidup
Steve Jobs yang membawanya kepada kesuksesan. Berikut ulasannya:

Antisipasi masa depan


Semasa hidupnya, Steve Jobs telah berhasil mengantisipasi masa depan. Hal ini dapat
dilihat produk yang diciptakannya yaitu Apple yang berhasil mengantisipasi tren masa
depan. Selain itu, Iphone berhasil merevolusi industri ponsel dengan memperkenalkan
ponsel layar sentuh canggih. Terbukti, ponsel layar sentuh kini menjadi kebutuhan
orang banyak. Kemampuan mengantisipasi masa depan sangat penting jika ingin
mencapai kesuksesan. Sebagai contoh, dalam hidup kita harus mempunyai visi apa
yang kita ingin capai dalam satu tahun, atau lima tahun ataupun sepuluh tahun
mendatang. Dengan memiliki visi, kita dapat mengantisipasi hambatan masa depan
dan mempersiapkan diri untuk mengatasinya. Sebagai contoh, jika Anda sekarang
adalah karyawan dan untuk beberapa tahun mendatang Anda ingin menjadi
pengusaha, maka Anda harus mulai belajar keterampilan yang mungkin bermanfaat
untuk masa depan Anda.

Fokus pada hal positif


Steve Jobs adalah anak angkat yang diadopsi. Melihat kenyataan ini, dia sebenarnya
sangat mudah untuk membenci hidupnya dan memulai hal negatif semasa remaja.
Namun, Steve Jobs muda terus berpikir positif. Dia tetap bersyukur dengan hidupnya
dan mencintai kedua orang tua angkatnya. Energi positif yang ada dalam hidupnya ini
kemudian disalurkan dalam teknologi dan komputer. Pada akhirnya dia sukses dengan
apa yang dicapai seperti yang terlihat saat ini. Anda juga bisa mendapatkan
keuntungan dan kekuatan jika berpikiran positif. Jika Anda adalah tipe orang yang
sering melihat gelas setengah kosong, cobalah untuk memulai pada hal hal yang positif
dan melihat gelas sebagai setengah isi. Anda pasti akan menuai banyak manfaat dari

20 | Pembelajaran Sosial Emosional


pemikiran seperti ini.

Tetap maju walau pernah gagal


Hampir semua orang di dunia ini pernah mengalami kegagalan. Bahkan, Steve Jobs
sendiri pernah mengalami kegagalan dan kepahitan dalam hidupnya. Pada 1984, Steve
Jobs dipecat dari Apple karena perselisihan kepemimpinan. Perselisihan tersebut
disebabkan oleh sikap Steve Jobs yang direksi rasa terlalu ambisius. Namun demikian,
setelah lepas dari Apple, Steve Jobs tidak terpuruk dan tenggelam. Dia kemudian
mendirikan perusahaan IT lagi bernama NeXT Computer. Perusahaan itu bergerak
mengembangkan perangkat komputer dan sistem operasi. NeXT bisa dikatakan cukup
sukses, dari NeXT Steve Jobs mengembangkan bisnis dengan membeli studio animasi
Pixar. Setelah dibeli oleh NeXT, Pixar meraih sukses yang luar biasa. Pixar meraih
sukses di mancanegara dengan film animasi Toy Story."Ternyata dipecat dari Apple
adalah hal terbaik yang pernah terjadi pada saya. Beban berat sebagai orang sukses
tergantikan oleh keleluasaan sebagai seorang pemula. Hal itu mengantarkan saya
untuk memasuki salah satu periode yang paling kreatif dalam hidup saya," ucap Steve
Jobs kala itu. Pelajaran yang bisa diambil dari kisah hidup Steve Jobs adalah tidak
boleh takut gagal. Kegagalan bukanlah akhir kehidupan. Kita harus mengambil
kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar memperbaiki diri hingga keberhasilan
tidak bisa dihindari.

Jalan-jalan
Beberapa tahun sebelum menemukan Apple, Steve Jobs pernah travelling atau jalan-
jalan ke India. Jalan-jalan ke daerah lain menurut Steve Jobs akan memperluas
perspektif dan sense seseorang. Kedua hal ini sangat dibutuhkan seorang pengusaha.
Perjalanan tidak perlu biaya mahal atau memakan banyak waktu. Liburan akhir pekan
yang sederhana ke kota lain terdekat juga cukup bagi Anda untuk mengalami hal baru
dan memperluas cakrawala And

Pilih teman yang tepat


Steve Jobs tidak sendirian dalam membuat Apple. Dia memiliki mitra atau teman yaitu
Steve Wozniak yang mempunyai skill atau keahlian yang sangat baik. Apa yang terjadi
dan dialami Steve Jobs bisa dijadikan dicontoh. Anda perlu memilih mitra atau teman
yang tepat dalam hidup Anda sehingga Anda bisa sukses. Orang yang mengelilingi
Anda bisa membuat Anda hancur atau sukses. Jadi pilihlah dengan bijak teman yang

21 | Pembelajaran Sosial Emosional


akan membantu Anda dalam kesuksesan.

Jadikan hambatan sebagai peluang


Usaha Steve Jobs dan Steve Wozniak tidak berjalan mulus. Jobs dan Wozniak pernah
kehabisan uang ketika mengembangkan komputer Apple pertama mereka. Alih-alih
menyerah, Jobs malah menjual mobil van-nya dan Wozniak menjual kalkulator grafik
miliknya. Ketika ada kemauan, di situ ada jalan. Dari pengalaman hidup Steve Jobs ini,
belajarlah untuk melihat hambatan sebagai peluang. Setelah Anda melakukannya,
akan selalu ada jalan dan cara untuk mengatasi segala hambatan.

(sumber: Merdeka.com)

Setelah melakukan dua kegiatan di atas, kami mohon Bapak/Ibu menjawab


beberapa pertanyaan berikut ini. Sekali lagi, pertanyaan ini tidak perlu ditulis jawabannya
(kecuali kalau Bapak/Ibu ingin menuliskannya sebagai dokumen pribadi).
1. Apa tantangan yang dihadapi oleh orang-orang yang dikisahkan tersebut?

2. Apakah menurut Bapak/Ibu orang-orang yang dikisahkan tersebut memiliki


keterampilan sosial emosional? Mengapa Bapak/Ibu berpendapat demikian?

22 | Pembelajaran Sosial Emosional


3. Apa yang mungkin bisa terjadi jika mereka tidak memiliki keterampilan tersebut?

4. Menurut Bapak/Ibu, apakah keterampilan sosial emosional tersebut penting untuk


ditumbuhkan juga pada diri peserta didik Bapak/Ibu? Mengapa?

5. Jika dikaitkan dengan konteks pendidik, apakah penting seorang guru memiliki
keterampilan sosial emosional? Mengapa?

Pembelajaran Sosial Emosional dan Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Bapak/Ibu guru yang berbahagia, hingga di titik ini, kami berharap Anda mulai
yakin akan pentingnya mengajarkan keterampilan sosial emosional. Untuk selanjutnya,
kami ingin Bapak/Ibu melihat gambaran yang lebih besar tentang peran dari
pembelajaran sosial emosional dalam membantu mencapai tujuan pendidikan.
Seperti Bapak/Ibu telah ketahui, pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa
Profil Pelajar Pancasila sesungguhnya adalah visi pendidikan bangsa Indonesia. Profil
Pelajar Pancasila merupakan bentuk penerjemahan tujuan pendidikan nasional. Oleh
karenanya, seluruh elemen pendidikan di Indonesia seyogianya haruslah berupaya
dengan sekuat tenaga mewujudkannya. Ditetapkannya Profil Pelajar Pancasila sebagai

23 | Pembelajaran Sosial Emosional


visi pendidikan bangsa Indonesia ini seharusnya juga menyadarkan kita semua akan
pentingnya pembangunan karakter.
Jika Bapak/Ibu cermati, profil pelajar pancasila adalah serangkaian atribut yang
ingin dikembangkan oleh sistem pendidikan di Indonesia, yang mensyaratkan adanya
penekanan pada pendidikan yang holistik dan melampaui dari hanya sekedar fokus
pada pencapaian akademik. Silakan Bapak/Ibu perhatikan gambar di bawah ini (gambar
1). Ada 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila. Keenam dimensi tersebut merepresentasikan
ciri karakter dan kompetensi yang diharapkan dapat ditunjukkan oleh peserta didik di
Indonesia. Dimensi Profil Pelajar Pancasila ini juga telah diuraikan secara rinci dan
spesifik ke dalam elemen, sub element, dan capaiannya dalam setiap fase sesuai alur
perkembangan sesuai usia (Fase PAUD, Fase A 6-8 tahun, Fase B 8-10 tahun, Fase C
10–12 tahun, Fase D 13-15 tahun, Fase E 16-18 tahun). Bapak Ibu bisa melihat
rinciannya dalam dokumen yang ada dalam tautan berikut ini: Dimensi, Elemen, dan
Sub-elemen Profil Pelajar Pancasila (https://bit.ly/DESProfilPelajarPancasila).

Gambar 1.3 Profil Pelajar Pancasila

Sekarang, mari kita ambil contoh salah satu dimensi yang ada dalam profil
tersebut, misalnya Profil Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia.
Jika Bapak/Ibu melihat salah satu elemen dari dimensi ini, misalnya elemen “akhlak
kepada manusia”, terdapat sub-element “berempati kepada orang lain”. Berempati
kepada orang lain sesungguhnya adalah salah satu bentuk kesadaran sosial, yang
merupakan salah satu keterampilan sosial dan emosional.
Masih di dalam dimensi yang sama: Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan
Berakhlak Mulia, mari kita ambil contoh elemen yang lain, yaitu: ‘akhlak pribadi”, sub
elemen “integritas”. Jika kita melihat capaian menurut alur perkembangan Fase E untuk
anak usia 16-18 tahun, untuk sub elemen ini diharapkan peserta didik dapat: “menyadari
bahwa aturan agama dan sosial merupakan aturan yang baik dan menjadi bagian dari

24 | Pembelajaran Sosial Emosional


diri sehingga bisa menerapkannya secara bijak dan kontekstual”. Jika kita perhatikan,
kalimat yang digunakan tersebut menggambarkan harapan atas perilaku agar anak di
akhir usia 16-18 tahun telah dapat membawa diri secara sadar dan berinteraksi secara
bijaksana dengan lingkungannya. Nah, selain merupakan kesadaran sosial, perilaku ini
juga menunjukkan sebuah bentuk dari kesadaran diri, yang juga merupakan salah satu
keterampilan sosial dan emosional.
Jika Bapak/Ibu cermati, semua sub-elemen yang ada di dalam profil pelajar
pancasila sesungguhnya dapat dikuatkan oleh pembelajaran sosial emosional.
Mengapa? Pembelajaran sosial-emosional ternyata dapat menguatkan pengembangan
keterampilan pribadi dan interpersonal yang penting bagi praktik pendidikan holistik yang
diharapkan oleh profil pelajar pancasila. Pembelajaran sosial emosional memastikan
bahwa peserta didik tidak hanya unggul secara akademis tetapi juga dapat tumbuh
menjadi individu yang utuh atau well-rounded.
Setelah membaca uraian di atas, kami berharap Bapak/Ibu dapat semakin
meyakini pentingnya pembelajaran sosial emosional dalam praktik pendidikan.
Sekarang, kami ingin mengajak Bapak/Ibu untuk melangkah ke tahapan belajar
selanjutnya, yaitu Ruang Kolaborasi.

Ruang Kolaborasi: Apa yang Ditunjukkan Hasil Riset tentang Pembelajaran Sosial
Emosional?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia,


Di tahapan belajar ini, Bapak/Ibu akan kami minta untuk melakukan kolaborasi
dengan rekan sejawat Bapak/Ibu di sekolah atau dengan kepala sekolah Anda.
Kolaborasi yang dilakukan adalah dalam bentuk melakukan diskusi terkait dengan
beberapa hasil riset berikut ini. Silakan Bapak/Ibu membaca dulu teks berikut ini,
sebelum melakukan diskusi tersebut.

Apa yang Ditunjukkan Hasil Riset tentang Pembelajaran Sosial Emosional?

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sosial emosional terbukti


memberikan dampak yang positif. Berikut ini adalah beberapa kesimpulan dari artikel
yang memaparkan hasil riset tentang pembelajaran sosial dan emosional.

Artikel berjudul: “Pembelajaran sosial dan emosional untuk kebaikan yang lebih
besar: Memperluas lingkaran kepedulian manusia - Social and emotional learning

25 | Pembelajaran Sosial Emosional


for the greater good: Expanding the circle of human concern” (Chowkase, 2023)

Artikel ini menyimpulkan bahwa ketika generasi muda menghadapi tantangan global,
penting bagi sekolah untuk memberi mereka lebih dari sekedar alat kognitif. Alat-alat
Sosial dan emosional juga diperlukan untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih
baik. Terlepas dari afiliasi politik atau status sosial ekonomi, kita harus mengakui
dampak tindakan kita terhadap orang lain di dunia yang saling terhubung saat ini.
Dengan menanamkan sikap kepedulian yang tulus terhadap orang lain, generasi muda
dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab dan penuh kasih sayang yang
berdampak positif pada diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar mereka.
Memperluas wawasan pembelajaran sosial dan emosional ke arah ini akan membekali
jutaan generasi muda dengan keterampilan agar dapat berkontribusi secara lebih
efektif kepada masyarakat yang lebih luas. Penting untuk fokus tidak hanya pada
manfaat pembelajaran sosial emosional bagi individu, namun juga pada perluasan
lingkaran kepedulian generasi muda. Dengan melakukan hal ini, para pendidik dapat
membantu generasi muda membangun kemampuan untuk peduli terhadap orang lain
dan berkontribusi demi kebaikan yang lebih besar.

Artikel berjudul: “Bukti Pembelajaran Sosial dan Emosional: Analisis Meta


Kontemporer Intervensi Pembelajaran Sosial Emosional Universal Berbasis
Sekolah - The State of Evidence for Social and Emotional Learning: A
Contemporary Meta-Analysis of Universal School-Based SEL Intervention”
(Cipriano C., et.al 2023)

Artikel ini memberikan tinjauan sistematis dari bukti terkini intervensi pembelajaran
sosial dan emosional (PSE) universal berbasis sekolah untuk peserta didik di taman
kanak-kanak hingga kelas 12 dari tahun 2008 hingga 2020. Sampelnya mencakup 424
penelitian dari 53 negara, yang mencerminkan 252 intervensi PSE universal berbasis
sekolah, yang melibatkan 575,361 peserta didik. Hasilnya menunjukkan bahwa,
dibandingkan dengan kondisi kontrol, peserta didik yang berpartisipasi dalam intervensi
USB PSE mengalami peningkatan yang signifikan dalam keterampilan, sikap, perilaku,
iklim dan keamanan sekolah, hubungan teman sebaya, fungsi sekolah, dan prestasi
akademik.

26 | Pembelajaran Sosial Emosional


Artikel berjudul: Pembelajaran Sosial Emosional Sebagai Dasar Pendidikan
Karakter Anak Usia Dini (Hadi S, 2013)

Artikel ini menyimpulkan bahwa Pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai


karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia yang sempurna.

Pembelajaran sosial dan emosional pada anak merupakan dasar dalam penerapan
pendidikan karakter bagi anak usia dini. Aspek sosial emosional anak akan
berkembang secara berkelanjutan sejalan dengan proses pengembangan dan stimulasi
yang diberikan kepada mereka. Pembelajaran sosial dan emosional pada anak
akan melahirkan kemampuan adaptasi secara kognitif maupun sosial.
Kompetensi-kompetensi sosial seperti kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran
sosial, kemampuan berelasi dan pembuatan keputusan yang bertanggungjawab yang
menjadi fokus pengembangan dalam proses pembelajaran juga berimplikasi pada
tertanamnya karakter-karakter unggul dalam konteks sosial maupun konteks lainnya.
Dengan metode bermain, modeling, story telling, drama dan lainnya dapat digunakan
untuk mengembangkan aspek sosial emosional anak. Yang pada akhirnya akan
tumbuh rasa percaya diri, penghargaan pada diri sendiri dan orang lain, berempati
pada orang lain dan mampu mengkomunikasikan perasaannya secara tepat. Dan
berimplikasi pada tertanam dan terbentuknya karakter-karakter unggul seperti
mengenal diri, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, berkepribadian menarik, mengikuti
perubahan, mengambil risiko, mengendalikan diri, bersemangat, kerjasama, adil dan
lain sebagainya.

Artikel berjudul: Penularan Stres Mungkin Terjadi di Antara Guru dan Peserta
didik (https://neurosciencenews.com/education-stress-contagion-4580/)

Artikel yang dipublikasikan secara daring oleh neurosciencenews.com ini menjelaskan


tentang kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas British Columbia
tentang hubungan antara kelelahan guru dan stres peserta didik.

Berikut ini adalah terjemahan bebas dari tulisan tersebut.

Penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara kelelahan guru dan tingkat kortisol
peserta didik, yang merupakan indikator biologis dari stres. Para peneliti

27 | Pembelajaran Sosial Emosional


mengumpulkan sampel air liur dari lebih 400 anak sekolah dasar dan menguji kadar
kortisol mereka. Mereka menemukan bahwa di ruang kelas di mana guru mengalami
lebih banyak kelelahan, atau perasaan kelelahan emosional, tingkat kortisol peserta
didik meningkat. Tingkat kortisol yang lebih tinggi pada anak-anak sekolah dasar
selama ini telah dikaitkan dengan kesulitan belajar serta masalah kesehatan mental.

“Hal ini menunjukkan bahwa penularan stres mungkin terjadi di kelas di antara peserta
didik dan guru mereka,” kata Eva Oberle, penulis utama studi dan asisten profesor
yang baru ditunjuk di Human Early Learning Partnership (HELP) di sekolah
kependudukan dan kesehatan masyarakat UBC.

“Tidak diketahui apa yang terjadi pertama kali – peningkatan kortisol atau kelelahan
guru. Kami menganggap hubungan antara stres peserta didik dan guru sebagai
masalah siklus di kelas.” Oberle mengatakan iklim kelas yang penuh tekanan dapat
disebabkan oleh kurangnya dukungan terhadap guru, yang dapat berdampak pada
kemampuan guru dalam mengelola peserta didiknya secara efektif. Ruang kelas yang
dikelola dengan buruk dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan peserta didik
dan meningkatkan stres. Hal ini dapat tercermin pada peningkatan kadar kortisol pada
peserta didik. Alternatifnya, stres dapat berasal dari peserta didik, yang mungkin
merasa lebih sulit untuk diajar karena meningkatnya kecemasan, masalah perilaku,
atau kebutuhan khusus. Dalam skenario ini, guru mungkin merasa kewalahan dan
melaporkan tingkat kelelahan yang lebih tinggi. “Studi kami mengingatkan kita akan
masalah sistemik yang dihadapi guru seiring dengan bertambahnya ukuran kelas dan
berkurangnya dukungan terhadap guru,” kata Oberle.

“Jelas dari sejumlah penelitian baru-baru ini bahwa mengajar adalah salah satu profesi
yang paling menimbulkan stres, dan guru memerlukan sumber daya dan dukungan
yang memadai dalam pekerjaannya untuk melawan kelelahan dan mengurangi stres di
kelas,” kata profesor pendidikan UBC, Kimberly. Schonert-Reichl, rekan penulis studi
dan direktur HELP. “Jika kita tidak mendukung guru, kita berisiko mengalami kerugian
tambahan bagi peserta didik’. (diterjemahkan secara bebas)

Setelah membaca kesimpulan dari beberapa artikel di atas, kami berharap


Bapak/Ibu dapat mendiskusikan hasil-hasil riset tersebut dengan rekan sejawat atau
kepala sekolah untuk membangun pemahaman yang lebih dalam. Untuk membantu
proses diskusi, Bapak/Ibu dapat menggunakan pertanyaan pemandu berikut ini:

28 | Pembelajaran Sosial Emosional


1. Apa hal menarik yang Bapak/Ibu temukan dari berbagai hasil-hasil penelitian yang
dipaparkan oleh artikel tersebut? Bagaimana rekan sejawat Bapak/Ibu memandang
hasil-hasil penelitian tersebut?
2. Bagaimana hasil-hasil penelitian tersebut membantu Bapak/Ibu memahami
pentingnya pembelajaran sosial dan emosional di sekolah - baik untuk peserta didik
maupun untuk pendidik dan tenaga kependidikan? Bagaimana pula tanggapan rekan
sejawat Bapak/Ibu?

Demonstrasi Kontekstual: Bagaimana Saya dapat Menunjukkan Pemahaman


Terkait Pentingnya Pembelajaran Sosial Emosional dengan Cara yang Paling
Efektif?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia, kami yakin Bapak/Ibu telah mendapatkan


semakin banyak wawasan terkait dengan pentingnya pembelajaran sosial dan
emosional. Kami menyadari bahwa belajar sifatnya adalah personal. Setiap orang akan
mengambil makna terhadap pengalaman, perspektif, dan interpretasi masing-masing.
Mengapa? karena belajar merupakan proses yang sangat subyektif dan dinamis yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengetahuan sebelumnya, latar belakang
budaya, minat pribadi, dan kemampuan kognitif. Saat Bapak/Ibu terlibat dengan
informasi baru, pikiran Bapak/Ibu akan menyaring dan memprosesnya melalui lensa
pemahaman sendiri, membentuk refleksi dan wawasan unik Bapak/Ibu. Oleh karena itu,
sekarang kami ingin Bapak/Ibu untuk mendemonstrasikan pemahaman sesuai dengan
pemaknaan Bapak/Ibu masing-masing.
Di tahapan ini, kami akan meminta Bapak/Ibu menyimpulkan pentingnya
Pembelajaran Sosial-Emosional dalam pengembangan diri dan profesional, serta
dalam upaya menguatkan karakter profil pelajar pancasila melalui proses
pembelajaran.
Silakan pilih sendiri format yang ingin Bapak/Ibu gunakan untuk menyampaikan
kesimpulan tersebut. Boleh dalam bentuk ppt, gambar, tulisan, poster, dsb. Tugas ini
berbentuk individu. Silakan upload tugas masing-masing di dalam drive personal
Bapak/Ibu. Pastikan bahwa pengaturan telah di atur ke anyone with the link can view,
sebelum menyematkan tautan tersebut.

29 | Pembelajaran Sosial Emosional


Elaborasi Pemahaman: Bagaimana Umpan Balik dari Orang Lain Membantu Saya
Memperkuat Pemahaman?

Bapak/Ibu yang berbahagia, selamat datang di tahapan elaborasi pemahaman!


Dalam tahapan ini, Bapak/Ibu akan berbagi hasil kerja dari tahapan sebelumnya kepada
rekan sejawat atau kepala sekolah untuk mendapatkan umpan balik yang akan
membantu Bapak/Ibu mengelaborasi pemahaman.
Karena ini adalah tahapan elaborasi pemahaman, maka penting untuk Bapak/Ibu
menyadari bahwa tujuan dari tahapan ini adalah untuk memastikan pemahaman
Bapak/Ibu akan semakin terkuatkan lewat diskusi atas umpan balik yang berjalan. Jika
dalam proses diskusi Bapak/Ibu menyadari bahwa Anda masih memiliki miskonsepsi,
maka diharapkan miskonsepsi tersebut dapat terklasifikasi.

Silakan atur waktu untuk bertemu dengan rekan sejawat atau kepala sekolah
Bapak/Ibu kemudian mintalah kesempatan untuk menjelaskan kepada mereka
pemahaman Anda. Lalu dengarkan tanggapan dan umpan balik dari mereka. Cermati,
apakah masih ada pemahaman Anda yang keliru atau perlu penguatan lebih lanjut
berdasarkan pertanyaan atau umpan balik yang diberikan.
Di tahapan belajar berikutnya, yaitu koneksi antar materi, Bapak/Ibu akan diminta untuk
melakukan refleksi atas pengalaman ini.

Koneksi Antar Materi: Bagaimana Proses Refleksi Membantu Saya Belajar dengan
Lebih Baik dan Memperluas Perspektif Saya tentang Pentingnya Pembelajaran
Sosial Emosional?

Bapak/Ibu guru hebat! Luar biasa. Saat ini Bapak/Ibu telah memasuki tahapan
koneksi antar materi. Inilah saatnya Bapak/Ibu meluangkan waktu berefleksi untuk
membangun pemahaman tentang diri dan memahami bagaimana pertumbuhan
pemahaman Bapak/Ibu sebagai seorang 'pembelajar'. Dengan menggunakan beberapa
pertanyaan berikut ini, Bapak/Ibu diharapkan dapat merenungkan bagaimana
pengetahuan tentang pentingnya pembelajaran sosial emosional mempengaruhi
perspektif dan pertumbuhan pribadi Bapak/Ibu.

Setelah mempelajari topik tentang pentingnya pembelajaran sosial dan


emosional, maka:

30 | Pembelajaran Sosial Emosional


1. Tadinya saya berpikir bahwa pembelajaran sosial emosional

2. Setelah mempelajari topik 1 ini, ternyata

3. Hal ini membuat saya berpikir bahwa

31 | Pembelajaran Sosial Emosional


Aksi Nyata: Setelah Memahami Pentingnya PSE, Apa yang dapat Saya Lakukan
untuk Membuat Perubahan dalam Kehidupan Pribadi dan Praktik-Praktik
Profesional Saya sebagai Guru?

Bapak/Ibu guru, akhirnya Anda telah sampai di bagian akhir dari pembelajaran
untuk topik 1 ini. Dalam tahapan ini, Bapak/Ibu guru akan diharapkan untuk akan
membuat rencana aksi untuk menerapkan pemahaman.

Silakan deskripsikan rencana aksi Bapak/Ibu dalam bentuk paragraf sederhana. Untuk
membantu menulis paragraf aksi tersebut, Bapak/Ibu dapat menggunakan kalimat
pembuka berikut ini:

Karena kini saya memahami dan percaya akan pentingnya pembelajaran sosial
emosional untuk peserta didik dan diri saya, maka ke depannya, sebagai guru saya
akan…

32 | Pembelajaran Sosial Emosional


Latihan Pemahaman

Setelah mempelajari topik 1, silakan mengerjakan latihan pemahaman berikut ini:


1. Apa tujuan dari pembelajaran sosial emosional di sekolah?
a. Untuk membantu meningkatkan keterampilan literasi peserta didik
b. Untuk membangun keterampilan sosial dan emosional peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan.
c. Untuk membangun keterampilan sosial dan emosional pendidik
d. Untuk membangun keterampilan berhubungan sosial peserta didik
e. Untuk membangun keterampilan memecahkan masalah peserta didik.

2. Dalam konteks sekolah, siapa yang perlu mempelajari keterampilan sosial


emosional?
a. Pendidik dan tenaga kependidikan
b. Peserta didik dan orang tua
c. Peserta didik dan semua orang dewasa yang ada di sekolah (pendidik, dan
tenaga kependidikan)
d. Orang tua dan tenaga kependidikan
e. Pendidik dan orangtua

3. Mengapa guru dan orang dewasa lainnya di sekolah harus mempelajari


keterampilan sosial emosional?
a. Agar mereka dapat mengawasi peserta didik lebih ketat.
b. Agar meningkatkan hubungan antar guru.
c. Agar mereka dapat memberikan contoh positif dan mendukung pembelajaran
peserta didik secara optimal dan holistik.
d. Agar mereka dapat memenuhi persyaratan pekerjaan mereka.
e. Agar mereka dapat menjalankan tugas mengajarnya.

33 | Pembelajaran Sosial Emosional


4. Bagaimana pengembangan kecerdasan emosional melalui pembelajaran sosial
dan emosional berkontribusi terhadap kemampuan seseorang dalam menavigasi
situasi sosial yang kompleks?
a. Kecerdasan emosional membantu meningkatkan kesehatan fisik seseorang
sehingga ia tidak mudah sakit.
b. Kecerdasan emosional membantu meningkatkan keterampilan seseorang
untuk memahami dan mengelola emosi.
c. Kecerdasan emosional sangat berguna dalam mengatasi situasi yang sulit
dalam keluarga.
d. Kecerdasan emosional membantu menurunkan keterampilan interpersonal
dan meningkatkan keterampilan interpersonal seseorang.
e. Kecerdasan emosional membantu meningkatkan kesabaran seseorang.

5. Mengapa penting bagi sekolah untuk mengembangkan keterampilan sosial


emosional peserta didik?
a. Karena keterampilan sosial emosional berdampak pada meningkatnya citra
sekolah.
b. Karena keterampilan sosial emosional berdampak pada berkurangnya kasus
bunuh diri.
c. Karena keterampilan sosial emosional berdampak bagi turunnya tingkat stres
dan kesejahteraan guru.
d. Karena keterampilan sosial emosional berdampak pada tingginya kepuasan
peserta didik terhadap pendidik.
e. Karena keterampilan sosial emosional berdampak pada keberhasilan
akademis.

34 | Pembelajaran Sosial Emosional


6. Dari pernyataan berikut ini, manakah yang tidak merefleksikan hubungan antara
keterampilan sosial dan emosional peserta didik dan proses pembelajaran?
a. Keterampilan sosial dan emosional peserta didik membantu mendukung
kesejahteraan emosional guru.
b. Keterampilan sosial-emosional dapat memperkuat hubungan sosial,
mengurangi konflik, dan menciptakan lingkungan belajar yang positif.
c. Keterampilan sosial dan emosional membantu meningkatkan keterlibatan
positif peserta didik dalam proses pembelajaran.
d. Keterampilan sosial dan emosional membantu peserta didik meningkatan
kinerja akademis karena mereka dapat lebih fokus dalam belajar sehingga
cenderung mencapai hasil yang lebih baik di sekolah.
e. Keterampilan sosial dan emosional membantu peserta didik mengelola stres,
meningkatkan daya tahan, dan merespon tekanan belajar dengan lebih
efektif

7. Bagaimana kaitan antara pembelajaran sosial dan emosional dengan penguatan


profil pelajar pancasila?
a. Pembelajaran sosial emosional membantu menguatkan pengembangan
karakter profil pelajar Pancasila.
b. Pembelajaran sosial emosional membantu menguatkan keterlibatan peserta
didik dalam pembelajaran.
c. Pembelajaran sosial emosional membantu menguatkan keterampilan
pendidik dalam mengajarkan profil pelajar Pancasila.
d. Pembelajaran sosial emosional membantu mengidentifikasi nilai-nilai
Pancasila yang harus dipelajari oleh peserta didik.
e. Pembelajaran sosial emosional membantu peserta didik untuk mempelajari
apa yang dimaksud dengan profil pelajar Pancasila.

35 | Pembelajaran Sosial Emosional


8. Bagaimana keterampilan sosial emosional dapat membantu seseorang menjadi
lebih resilien atau berdaya lenting tinggi?
a. Keterampilan sosial emosional membantu meningkatkan keterampilan
komunikasi peserta didik sehingga mereka dapat mencari bantuan jika
memerlukan.
b. Keterampilan sosial emosional membantu meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk memahami kelemahan dirinya.
c. Keterampilan sosial emosional membantu meningkatkan taraf kesehatan
peserta didik sehingga mereka tidak mudah sakit.
d. Keterampilan sosial emosional membantu guru mengenali dengan segera jika
ada peserta didiknya yang mengalami stress.
e. Keterampilan sosial emosional membantu meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk pulih dari kesulitan dan stres karena mereka mampu mengelola
emosi mereka dengan baik.

9. Dari contoh-contoh di bawah ini, menurut Bapak/Ibu, mana yang bukan


merupakan alasan tepat bagi pentingnya meningkatkan keterampilan sosial dan
emosional orang dewasa di sekolah?
a. Keterampilan sosial dan emosional membantu pendidik memodelkan
karakter positif untuk peserta didiknya sehingga dapat menciptakan
lingkungan belajar yang positif.
b. Keterampilan sosial dan emosional membantu meningkatkan keterampilan
pendidik dalam menangani konflik, kegagalan, dan frustasi yang dihadapi
dirinya, sehingga dapat mengurangi risiko masalah kesehatan mental.
c. Keterampilan sosial dan emosional membantu peserta didik untuk
memahami dan berinteraksi dengan pendidik secara efektif.
d. Keterampilan sosial dan emosional membantu pendidik meningkatkan
kemampuan untuk bekerja dan berkolaborasi dalam tim.
e. Keterampilan sosial emosional membantu pendidik dan tenaga kependidikan
mengelola stres dan tekanan sehari-hari.

36 | Pembelajaran Sosial Emosional


10. Jika ditarik ke dalam lingkup yang lebih luas dan lebih besar, pengembangan
keterampilan sosial emosional membantu menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Mana dari pernyataan di bawah ini yang menurut Bapak/Ibu tidak
mencerminkan hal tersebut?
a. Pembelajaran sosial emosional membantu meningkatkan tingkat kesehatan
fisik masyarakat sehingga individu di masyarakat lebih sehat.
b. Pembelajaran sosial emosional membantu Individu membentuk hubungan
interpersonal yang lebih positif dan sehat. Hal ini dapat mengurangi konflik
antarindividu dan menciptakan lingkungan masyarakat yang lebih harmonis.
c. Pembelajaran sosial emosional membantu individu dalam mengelola emosi
dan konflik dengan cara yang konstruktif. Dengan demikian, dapat
berkontribusi pada penurunan tingkat kekerasan dan konflik dalam
masyarakat.
d. Pembelajaran sosial emosional membantu mengembangkan keterampilan
berempati, sehingga meningkatkan pemahaman terhadap keanekaragaman
masyarakat, dan mendorong penerimaan terhadap perbedaan. Ini dapat
menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan ramah.
e. Pembelajaran sosial emosional membantu membantu individu dalam
mengelola stres, kecemasan, dan depresi. Dengan begitu, tingkat
kesejahteraan mental individu meningkat, yang pada gilirannya dapat
membantu menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara keseluruhan

37 | Pembelajaran Sosial Emosional


Cerita Reflektif

Pikirkan tentang materi, pengalaman atau momen menarik dalam proses mempelajari
topik 1 yang baru saja Bapak/Ibu pelajari. Renungkan konsep-konsep kunci, wawasan,
atau keterampilan yang Anda peroleh selama belajar topik tersebut, lalu ceritakan
bagaimana pembelajaran ini mempengaruhi perspektif atau pemahaman Anda!

38 | Pembelajaran Sosial Emosional


TOPIK 2
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL: APA DAN BAGAIMANA
MENERAPKANNYA?

Durasi 4 hari
Guru mampu membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Capaian
terkait kompetensi sosial dan emosional. berdasarkan kerangka
Pembelajaran
CASEL

Mulai dari Diri: Apa yang Saya Telah Ketahui tentang Pembelajaran dan
Keterampilan Sosial Emosional?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia,


Selamat datang di topik yang kedua yaitu “Pembelajaran Sosial Emosional: Apa
dan Bagaimana Menerapkannya?” Setelah mempelajari topik ini, Bapak/Ibu diharapkan
mampu:
1. Menunjukkan pemahaman tentang lima keterampilan sosial emosional berdasarkan
kerangka CASEL.
2. Menggunakan berbagai strategi dan pendekatan untuk menerapkan kompetensi
sosial emosional dalam pengembangan diri sendiri dan peserta didik.
3. Merancang pembelajaran dengan menggunakan kerangka 3 Signature practices (3
praktik khas) pembelajaran sosial dan emosional yaitu pembukaan yang hangat dan
inklusif, kegiatan yang menantang serta melibatkan peserta didik, dan penutupan
yang optimis.
Bapak/Ibu telah mempelajari alasan pentingnya pembelajaran sosial dan
emosional, sekarang Bapak/Ibu akan diberi kesempatan untuk mempelajari lebih jauh
tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pembelajaran sosial emosional
dalam konteks sekolah dan bagaimana penerapannya.
Di tahapan mulai dari ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengaktivasi prior knowledge
(konsep pengetahuan awal) dengan melakukan refleksi diri. Bapak/Ibu akan menjawab
beberapa pertanyaan reflektif terkait dengan lima kompetensi sosial emosional.
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak perlu dijawab secara tertulis, tetapi cukup dipikirkan.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini diharapkan dapat membantu memprovokasi
pemikiran Bapak/Ibu guru terkait keterampilan sosial dan emosional.

39 | Pembelajaran Sosial Emosional


1. Dapatkah Anda mengingat situasi spesifik di mana Anda merasa sangat sadar akan
emosi dan pikiran Anda? Bagaimana kesadaran ini berdampak pada tindakan
Anda?
2. Merefleksikan pengalaman masa lalu, bagaimana Bapak/Ibu menavigasi dan
mengatur emosi Bapak/Ibu dalam situasi marah?
3. Saat memikirkan orang-orang di sekitar Bapak/Ibu, gambarkan momen saat
Bapak/Ibu memahami sudut pandang atau emosi orang lain. Bagaimana
pemahaman ini mempengaruhi tindakan atau interaksi Bapak/Ibu?
4. Dapatkah Bapak/Ibu mengingat kejadian spesifik dimana Bapak/Ibu berhasil
menavigasi interaksi sosial atau menyelesaikan konflik dengan seseorang yang
dekat dengan Bapak/Ibu?
5. Renungkan keputusan yang Bapak/Ibu buat baru-baru ini. Faktor apa saja,
termasuk kesejahteraan diri sendiri dan orang lain, yang Bapak/Ibu pertimbangkan
sebelum mengambil keputusan?

Selanjutnya, mari kita melangkah ke tahapan pembelajaran berikutnya.

Eksplorasi Konsep: Apa yang Dimaksud dengan Pembelajaran Sosial Emosional


dan Bagaimana Cara Menerapkannya?

Sekarang, kita akan mempelajari apa yang dimaksud dengan pembelajaran


sosial emosional.

2.1 Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)?
Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning - CASEL
(https://casel.org/), yang didirikan tahun 1995 oleh sekelompok pendidik, psikolog,
diantaranya Daniel Goleman (perintis konsep Kecerdasan Emosional) dengan
tujuan untuk mengupayakan pembelajaran 5 (Lima) Kompetensi Sosial Emosional di
pendidikan K-12 (taman kanak-kanak hingga SMA kelas 12), mendefinisikan
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) sebagai berikut:
“PSE adalah proses dimana anak dan orang dewasa memperoleh dan
menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengembangkan
identitas yang sehat, mengelola emosi dan mencapai tujuan pribadi dan kolektif,
merasakan dan menunjukkan empati terhadap orang lain, membangun dan
memelihara hubungan yang mendukung, dan membuat keputusan yang
bertanggung jawab dan penuh rasa kepedulian.”

40 | Pembelajaran Sosial Emosional


Jika kita kaitkan dengan konteks sekolah, dari definisi di atas, kita bisa
melihat bahwa pembelajaran sosial emosional sebenarnya adalah pembelajaran
yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses
kolaborasi ini memungkinkan bukan hanya peserta didik, namun juga pendidik
dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Lalu, apa saja
sebenarnya aspek sosial emosional yang dimaksud oleh CASEL tersebut?

2.2 Lima kompetensi sosial emosional menurut CASEL


Bapak/Ibu guru hebat, berikut ini merupakan lima kompetensi sosial
emosional menurut CASEL.
a. Self-awareness (Kesadaran diri), yaitu kemampuan untuk memahami emosi,
pemikiran, dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku dalam berbagai konteks
situasi.
b. Self-management (Manajemen diri), yaitu kemampuan untuk mengelola emosi,
pikiran, dan perilaku secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai
tujuan dan aspirasi.
c. Social awareness (kesadaran sosial), yaitu kemampuan untuk memahami
perspektif dan berempati dengan orang lain, termasuk mereka yang berasal dari
latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda
d. Relationship skills (keterampilan sosial), yaitu kemampuan untuk membangun
dan memelihara hubungan yang sehat dan mendukung serta menavigasi situasi
dengan individu dan kelompok yang beragam secara efektif.
e. Responsible decision making (Pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab), yaitu kemampuan membuat pilihan yang tepat dan konstruktif tentang
perilaku pribadi dan interaksi sosial dalam berbagai situasi.

Kelima keterampilan sosial emosional di atas, dapat diajarkan dan diterapkan


pada berbagai tahap perkembangan dari masa kanak-kanak hingga dewasa dan
dalam beragam konteks budaya. Dengan demikian, pembelajaran harus
mempertimbangkan bagaimana kompetensi sosial dan emosional tersebut dapat
diekspresikan dan ditingkatkan pada berbagai usia mulai dari prasekolah hingga
dewasa. Tanpa menggunakan perspektif tahapan perkembangan ini, akan sulit bagi
kita untuk untuk merumuskan standar yang dapat diterjemahkan ke dalam praktik
dan penilaian yang sesuai dengan usia dan tugas perkembangan peserta didik.
Sebagai contoh, untuk keterampilan dalam pengambilan keputusan yang

41 | Pembelajaran Sosial Emosional


bertanggung jawab, maka tentunya keterampilan tersebut akan ditunjukkan dengan
cara yang berbeda antara peserta didik di taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), atau
yang sederajat.
Pada tingkat taman kanak-kanak (TK) pengembangan keterampilan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab mungkin lebih terfokus pada
situasi sehari-hari, seperti memilih mainan atau berbagi dengan teman. Di tingkat
SD, peserta didik mungkin akan mulai menyadari bahwa mereka memiliki pilihan
dalam cara merespons situasi. Di kelas-kelas SD tingkat awal, mereka mulai dapat
belajar untuk menerapkan strategi “berhenti, berpikir, dan bertindak” dalam
memecahkan masalah. Sementara saat mereka berada di kelas-kelas SD yang
lebih tinggi, mereka akan mulai dapat belajar untuk menghasilkan solusi alternatif
terhadap masalah dan memprediksi kemungkinan hasil. Di tingkat SMP, peserta
didik sudah dapat belajar mulai mengidentifikasi dan menerapkan langkah-langkah
pengambilan keputusan yang sistematis dan mengevaluasi strategi mereka untuk
menghindari perilaku berisiko. Sedangkan di SMA, peserta didik dapat
meningkatkan keterampilan mereka untuk mampu menerapkan keterampilan
pengambilan keputusan untuk membina hubungan sosial dan kerja yang
bertanggung jawab dan untuk membuat pilihan seumur hidup yang sehat.
Menggunakan perspektif berdasarkan tugas perkembangan juga akan membantu
kita sebagai guru untuk mengetahui apa yang harus dinilai dan memungkinkan kita
melihat adanya variasi dalam apa yang harus dicapai untuk keberhasilan
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) di seluruh periode usia.

2.3 Melatih Kompetensi Sosial Emosional


Masing-masing keterampilan sosial emosional di atas, tentunya perlu
diajarkan dan dilatih. Seperti juga keterampilan yang lainnya, latihan yang dilakukan
secara rutin tentunya akan membuat siapapun yang melakukannya menjadi lebih
mahir. Demikian pula halnya dengan keterampilan sosial emosional. Untuk dapat
mencapai tujuan yaitu agar peserta didik dan orang dewasa di sekolah memiliki
keterampilan sosial emosional yang baik, maka peserta didik dan tenaga pendidik
juga perlu berlatih. Beberapa kegiatan berikut ini bisa membantu guru melatih
peserta didiknya dan dirinya sendiri untuk mengembangkan keterampilan sosial
emosional mereka.

42 | Pembelajaran Sosial Emosional


Tabel 2.1. Kompetensi Sosial dan Emosional

Kompetensi Sosial dan Emosional

Kesadaran Diri: kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri
sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan
konteks kehidupan.
Contoh aktivitas pembelajaran yang dapat
Contoh perilaku
dilakukan
1. Belajar mengidentifikasi 6 emosi dasar (terkejut,
takut, marah, senang, jijik, dan sedih.)
2. Bermain dengan kartu emosi: Buat kartu emosi
Mengidentifikasi emosi-emosi dengan gambar berbagai ekspresi wajah dan
dalam diri situasi emosional. Minta peserta didik untuk
memilih kartu yang mencerminkan perasaan
mereka pada suatu waktu dan berikan mereka
kesempatan untuk berbagi alasannya.
1. Melakukan aktivitas refleksi diri
2. Membuat puisi akronim nama sendiri dan
Mengidentifikasi kekuatan/aset diri
meminta peserta didik mengidentifikasi satu kata
dan budaya
positif tentang diri mereka yang di awali huruf
dalam akronim tersebut.
Berbagi pengalaman terkait identitas pribadi dan
Dapat menggabungkan identitas sosial dan dapat memberikan perspektif yang
pribadi dan identitas sosial beragam untuk memperkaya pemahaman tentang
identitas yang berbeda
Aktivitas menggunakan studi kasus atau contoh
Menunjukkan integritas dan kehidupan nyata yang menyoroti konsekuensi
kejujuran ketidakjujuran dan manfaat bertindak dengan
integritas.
1. Membuat jurnal emosi
Dapat menghubungkan perasaan,
2. Aktivitas mewarnai perasaan dan menjelaskan
pikiran, dan nilai-nilai
alasannya.
Memupuk efikasi diri Merayakan keberhasilan-keberhasilan kecil.
1. Selalu menggunakan bahasa yang positif.
Memiliki pola pikir bertumbuh
2. Penekanan pada proses daripada hasil
Manajemen Diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara
efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi
Mengajarkan teknik STOP, Teknik Menghitung
Mengelola emosi diri
sampai 10

43 | Pembelajaran Sosial Emosional


1. Mengajarkan berbagai teknik pernafasan dan
Mengidentifikasi dan relaksasi. Misalnya STOP, Mindful Walking, dsb
menggunakan strategi-strategi 2. Latihan mengelola waktu dengan baik, membuat
pengelolaan stress jadwal yang realistis, dan mengidentifikasi
prioritas
1. Mengajak peserta didik membuat tujuan belajar
mereka
2. Mengembangkan rutinitas harian atau mingguan
Menunjukkan disiplin dan motivasi
yang konsisten. Rutinitas dapat membantu
diri
membentuk kebiasaan positif dan memberikan
struktur yang mendukung disiplin dan motivasi
diri.
Merancang tujuan pribadi dan 1. Melakukan pembelajaran berbasis proyek.
bersama 2. Berlatih membuat SMART goal.
1. Pembelajaran kolaboratif.
Menggunakan keterampilan 2. Melakukan simulasi untuk menciptakan
merancang dan mengorganisir pengalaman realistis yang memerlukan
perencanaan dan organisasi.
Melakukan permainan yang mengharuskan peserta
Memperlihatkan keberanian untuk
didik untuk menghadapi tantangan dan mengambil
mengambil inisiatif
inisiatif.
Mendemonstrasikan kendali diri 1. Proyek kelompok
dan dalam kelompok 2. Permainan kelompok
Kesadaran Sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati
dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan
konteks yang berbeda-beda.
1. Menggunakan strategi Think - Ink-Pair - Share
Mempertimbangkan
(https://bit.ly/strategiTIPS)
pandangan/pemikiran orang lain
2. Permainan peran
Mengakui kemampuan/kekuatan Aktivitas mengenali dan mengapresiasi kekuatan
orang lain orang lain
1. Storytelling/mendongeng untuk mendiskusikan
Mendemonstrasikan empati dan perasaan karakter dalam cerita
rasa welas kasih 2. Mengajak peserta didik melakukan kunjungan ke
masyarakat
1. Kegiatan "Empati Walk" di mana individu harus
Menunjukkan kepedulian atas mencoba melihat situasi dari perspektif orang lain.
perasaan orang lain 2. Menggunakan cerita atau skenario untuk
menunjukkan situasi di mana kepedulian terhadap
perasaan orang lain diperlukan.

44 | Pembelajaran Sosial Emosional


3. Mengajarkan 3 pertanyaan empatik:
(https://bit.ly/pertanyaan-empatik)
1. Membuat Gratitude Notes (menulis ucapan
Memahami dan mengekspresikan terimakasih) kepada orang yang telah berjasa
rasa syukur pada mereka.
2. Mengidentifikasi setidaknya tiga hal yang
membuat peserta didik bersyukur setiap hari.
Mengidentifikasi ragam norma 1. Mempelajari studi kasus yang mencakup situasi-
sosial, termasuk dengan norma- situasi di mana norma sosial menunjukkan ketidak
norma yang menunjukkan adilan dan kemudian mendiskusikannya.
ketidakadilan 2. Melakukan proyek sosial
Keterampilan Berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan
hubungan- hubungan yang sehat dan suportif
1. Berlatih untuk berbicara 3C (Clear/jelas,
Berkomunikasi dengan efektif Confident/percaya diri, Calm/tenang).
2. Melakukan permainan peran
1. Mengajarkan “I Mesage” , yaitu teknik untuk
berbicara dengan seseorang dan menyampaikan
Mengembangkan relasi/hubungan maksud Anda dengan fokus pada perasaan
positif (gunakan kosakata emosi) atau pikiran diri Anda
dan mengenai suatu situasi
2. Memberikan sapaan hangat di pagi hari
1. Melakukan kegiatan simulasi budaya
2. Bekerja dalam kelompok dengan teman dari
Memperlihatkan kompetensi berbagai latar belakang.
kebudayaan 3. Mendongeng atau bercerita dengan cerita yang
mengandung pengetahuan budaya atau nilai
4. Bermain peran
1. Melakukan rapat kelas rutin untuk membahas
Mempraktikkan kerjasama tim dan
berbagai masalah yang dihadapi peserta didik
pemecahan masalah secara
2. Membaca kolaboratif dengan strategi jigsaw
kolaboratif
3. Studi kasus
1. Bermain peran menggunakan skenario tertentu
Dapat melawan tekanan sosial
yang dapat dibuat sendiri oleh peserta didik.
yang negatif
2. Menganalisis kasus nyata
1. Proyek kolaboratif
Menunjukkan sikap 2. Simulasi kepemimpinan
kepemimpinan dalam kelompok 3. Menunjuk Class Leader secara bergantian
4. Memberikan peran-peran kepemimpinan lain

45 | Pembelajaran Sosial Emosional


pada peserta didik.

1. Diskusi kelompok
Mencari dan menawarkan 2. Pembelajaran kolaboratif
bantuan apabila membutuhkan 3. Pembelajaran berbasis Proyek
4. Proyek kepemimpinan
1. Proyek Advokasi sosial – peserta didik memilih
isu hak asasi manusia yang relevan, melakukan
riset tentang isu tersebut, termasuk penyebab,
dampak, dan solusi yang mungkin. Mereka lalu
Turut membela hak-hak orang lain merancang dan melaksanakan proyek advokasi
sosial, seperti membuat kampanye kesadaran,
menyusun petisi, atau mengadakan acara
pendidikan masyarakat.
2. Diskusi kelas
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: kemampuan untuk mengambil
pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam
mempertimbangkan standar standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi
manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk
kesejahteraan psikologis (wellbeing) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok
Diskusi topik atau cerita pendek yang merangsang
pemikiran filosofis dan mengundang pertanyaan yang
Menunjukkan rasa ingin tahu dan
kompleks.dengan menekankan pentingnya
keterbukaan pikiran
mengajukan pertanyaan, merenungkan, dan
mempertimbangkan sudut pandang berbeda.
1. Studi kasus
2. Rapat kelas mingguan
Mengidentifikasi/mengenal solusi 3. Kotak suara - Memberikan peserta didik ruang
dari masalah pribadi dan sosial menyampaikan permasalahan dengan
menuliskan permasalahan dan memasukkannya
ke dalam kotak suara untuk kemudian
didiskusikan bersama.
Belajar membuat keputusan 1. Menggunakan Strategi POOCH
beralasan/masuk diakal, setelah (https://bit.ly/POOCH)
menganalisis informasi, data, dan 2. Melakukan simulasi membuat keputusan yang
fakta interaktif
Mengantisipasi dan mengevaluasi 3. Analisis skenario
konsekuensi-konsekuensi dari 4. Bermain peran membuat keputusan
tindakannya 5. Melakukan debat etika

Menyadari bahwa keterampilan 1. Membaca dan menganalisis teks dan

46 | Pembelajaran Sosial Emosional


berpikir kritis sangat berguna baik mengajarkan peserta didik untuk mengidentifikasi
di dalam maupun di luar argumen, memahami sudut pandang penulis,
lingkungan sekolah dan mengevaluasi bukti yang mendukung klaim.
2. Aktivitas lingkaran literasi
Merefleksikan peran seseorang Membuat jurnal pribadi tentang kesejahteraan
dalam memperkenalkan psikologis mereka. Ajak mereka merenungkan
kesejahteraan psikologis (well- pengalaman, perasaan, dan tindakan yang
being) diri sendiri, keluarga, dan berkontribusi pada kesejahteraan mereka sendiri,
komunitas keluarga, dan komunitas
1. Pilih studi kasus yang melibatkan individu,
hubungan interpersonal, komunitas, atau
kelembagaan tertentu. Minta peserta didik
Mengevaluasi dampak/pengaruh
menganalisis dampak dari keputusan atau
dari seseorang, hubungan
tindakan yang diambil oleh pihak terkait, serta
interpersonal, komunitas, dan
bagaimana dampak tersebut memengaruhi
kelembagaan
orang, hubungan, komunitas, atau kelembagaan
tersebut.
2. Bermain peran atau simulasi

Di dalam penerapan pembelajaran sosial emosional di sekolah, Bapak/Ibu


guru dapat menggunakan Pendekatan Peserta Didik Seutuhnya (Whole Child),
Sepanjang Hari (Whole Day), Segenap Anggota Komunitas Sekolah (Whole
School). Berikut ini adalah penjelasannya.

Pendekatan Peserta Didik Seutuhnya: Saat kita menerapkan pembelajaran sosial


emosional, kita perlu mengingat bahwa sesungguhnya seorang anak adalah pribadi
yang ‘utuh’. Dengan pandangan ini, kita akan selalu menyadari bahwa
pengembangan seorang anak bukan hanya soal mengembangkan kemampuan
akademik saja, atau fisik saja, atau spiritual saja. Seperti yang disampaikan oleh KH
Dewantara, sesungguhnya kita harus mendidik anak-anak kita dengan mengolah
cipta (akal), rasa (emosi), karsa (motivasi, niat), hingga dapat menimbulkan
kemauan untuk mengolah raga (dalam bentuk aksi, tindakan, bakti). Dengan
senantiasa mengingat ini, maka sebagai guru kita akan selalu menyadari bahwa
fokus pembelajaran bukan hanya soal akademik, tetapi juga penting
mengembangkan aspek-aspek lainnya, termasuk keterampilan sosial emosional
peserta didik. Dengan demikian kita akan memastikan bahwa setiap anak dapat
berkembang secara utuh dan mencapai potensi penuh mereka.

47 | Pembelajaran Sosial Emosional


Pendekatan Sepanjang Hari: Saat kita menerapkan pembelajaran sosial
emosional, maka kita perlu berupaya untuk melakukan praktik pembelajaran sosial
emosional yang terintegrasi sepanjang hari, dan dalam semua area kurikuler.
Semua orang di sekolah akan menggunakan kesempatan untuk mencontohkan,
mengajarkan, dan memperkuat pengembangan keterampilan sosial emosional. Kata
kuncinya adalah ‘selalu’ dan ‘berkelanjutan;.

Pendekatan Seluruh Anggota Komunitas Sekolah: Saat kita menerapkan


pembelajaran sosial emosional, ini akan mensyaratkan kita sebagai anggota
komunitas sekolah untuk senantiasa menciptakan lingkungan belajar yang aman,
nyaman, saling menghormati, yang diatur dengan baik, suportif, dan melibatkan. Di
dalam pendekatan ini mencakup juga fokus yang kuat terhadap pengembangan
sosial emosional orang dewasa dan proses refleksi. Konsistensi, keteladanan,
berlaku “SAMA” pada semua anggota komunitas sekolah.

2.4 Strategi Implementasi Pembelajaran Sosial Emosional


Jika tadi kita sudah membahas pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional, sekarang, mari kita bahas
strategi yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan pembelajaran sosial
emosional di sekolah.
Untuk mempelajari bagaimana strategi implementasi pembelajaran sosial
dan emosional, maka kita dapat mengacu pada indikator-indikator yang dibuat oleh
CASEL. Menurut CASEL, sebuah sekolah yang telah menerapkan secara penuh
pembelajaran sosial emosional sebenarnya memiliki beberapa indikator. Indikator
tersebut dapat kita gunakan sebagai acuan untuk strategi implementasi
pembelajaran sosial emosional di sekolah.
Seperti kita pelajari sebelumnya, pembelajaran sosial dan emosional adalah
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah
yang memungkinkan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif
mengenai 5 Kompetensi Sosial dan Emosional. Oleh karena itu terdapat 3 lingkup
area penerapan pembelajaran sosial dan emosional yaitu kelas, sekolah, keluarga
dan masyarakat.

48 | Pembelajaran Sosial Emosional


Tabel 2.2. Tiga Lingkup Area Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional

Lingkup Indikator

Pengajaran eksplisit: Peserta didik memiliki kesempatan yang


konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksikan kompetensi
sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan responsif dengan
perkembangan budaya.
Pembelajaran akademik yang terintegrasi KSE: Tujuan Kompetensi
Sosial dan Emosional diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan
Kelas
strategi pembelajaran pada materi akademik, musik, seni, dan
pendidikan jasmani, dll..
Pelibatan dan Suara peserta didik: Seluruh warga sekolah
menghormati dan meningkatkan berbagai perspektif dan pengalaman
peserta didik, dengan melibatkan peserta didik sebagai pemimpin,
pemecah masalah, dan pembuat keputusan

Iklim kelas dan sekolah yang mendukung: Lingkungan belajar di


seluruh sekolah dan kelas mendukung pengembangan kompetensi
sosial dan emosional, responsif secara budaya, dan berfokus pada
upaya membangun hubungan dan komunitas.
Fokus terhadap KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK):
Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kesempatan secara reguler
untuk mengembangkan kompetensi sosial dan emosional mereka
sendiri, berkolaborasi satu sama lain, membangun hubungan saling
Sekolah
percaya, dan memelihara komunitas yang erat.
Kebijakan yang mendukung: Kebijakan dan praktik pendisiplinan
dilakukan dengan instruksi yang jelas, bersifat restoratif, sesuai dengan
perkembangan anak dan diterapkan secara adil.
Dukungan terintegrasi yang berkelanjutan: Pembelajaran sosial dan
emosional terintegrasi dengan baik ke dalam rangkaian dukungan
akademik dan perilaku dengan menyediakan kesempatan untuk
memastikan semua kebutuhan peserta didik terpenuhi.

49 | Pembelajaran Sosial Emosional


Lingkup Indikator

Pelibatan kemitraan dengan orangtua: Keluarga, pendidik, dan


tenaga kependidikan sekolah memiliki kesempatan yang regular dan
bermakna untuk membangun hubungan dan berkolaborasi untuk
mendukung perkembangan sosial, emosional dan akademik, peserta
didik.
Kemitraan dengan komunitas: Pendidik, tenaga kependidikan dan
Keluarga dan mitra masyarakat menyelaraskan istilah, strategi, dan komunikasi yang
Masyarakat sama seputar pengupayaan dan inisiatif terkait KSE, termasuk kegiatan
di luar sekolah.
Terbentuk sistem dalam upaya perbaikan yang berkelanjutan
(continuous improvement): Data implementasi dan artefak
dikumpulkan dan digunakan untuk memantau progress menuju tujuan
dan terus meningkatkan semua sistem, praktik baik, dan kebijakan
terkait PSE dengan fokus pada kesetaraan

Dalam sekolah yang mengimplementasikan secara penuh PSE di seluruh


sekolah, Bapak/Ibu akan dapat melihat bukti-bukti dari semua indikator yang ada
dalam tabel di atas, dimana semua elemen (kelas, sekolah, keluarga dan
komunitas) akan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman
dan mendukung di mana semua peserta didik memiliki kesempatan untuk belajar
dan mempraktikkan kompetensi sosial dan emosional. Karena keterbatasan waktu
pembelajaran dalam modul ini kami tidak akan membahas semua indikator tersebut,
namun kami akan mencoba membahas beberapa indikator yang secara khusus
berkaitan dengan praktik pembelajaran sosial emosional di kelas dan sekolah, yaitu:
1. Pengajaran PSE secara eksplisit
2. Integrasi PSE dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik.
3. Pelibatan suara peserta didik.
4. Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah.
5. Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah.

2.4.1 Pengajaran Secara Eksplisit


Implementasi PSE yang eksplisit mengacu pada tersedianya peluang
yang konsisten bagi peserta didik untuk mengembangkan, mempraktikkan,
dan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional sesuai dengan tahapan
perkembangan peserta didik dan dengan cara yang responsif terhadap

50 | Pembelajaran Sosial Emosional


budaya. Ini dilakukan dengan memberikan waktu khusus untuk mengajarkan
secara fokus kompetensi sosial dan emosional tertentu. Misalnya dengan
mengajarkan topik-topik tertentu yang relevansinya disesuaikan dengan usia
peserta didik, yang berkaitan dengan kompetensi sosial emosional. Topik-
topik spesifik itu misalnya topik mengenai mengenal perasaan, bagaimana
mengatasi stres, bagaimana menetapkan dan mencapai tujuan, bagaimana
mengembangkan empati, berkomunikasi secara efektif, menyelesaikan
konflik, bersikap tegas, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab,
dan sebagainya.

2.4.2 Integrasi dalam Praktik Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik


Untuk mengintegrasikan KSE dalam praktik mengajar guru dan
kurikulum akademik, tujuan Kompetensi Sosial Emosional dapat
diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran
pada materi akademik, Kesenian, Musik, dan sebagainya. Meskipun
mungkin kita adalah guru matematika, kita dapat mengintegrasikan
pembelajaran sosial emosional di dalam pembelajaran kita. Misalnya, untuk
mengembangkan keterampilan kesadaran sosial, guru matematika dapat
memfasilitasinya dengan memberikan tantangan soal-soal matematika
(problem solving) untuk dikerjakan secara berkolaborasi dalam kelompok.
Kita juga dapat mengajarkan peserta didik cara mengatasi frustrasi ketika
mereka menghadapi kesulitan dalam memahami konsep matematika. Kita
dapat ajarkan mereka tentang strategi penyelesaian masalah dan cara
mengelola emosi ketika menghadapi tantangan. Jika Bapak/Ibu adalah guru
bahasa Indonesia, Bapak/Ibu dapat menggunakan pilihan teks, cerita,
drama, dan sebagainya untuk mengajarkan berbagai aspek sosial
emosional. Pembelajaran kesenian juga dapat menguatkan keterampilan
sosial dan emosional, karena dapat merangsang tumbuhnya kreativitas,
ekspresi diri, serta memperdalam pemahaman tentang budaya dan emosi.
Bagaimana dengan pembelajaran lain? Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan
contoh bagaimana pembelajaran sosial emosional dapat diajarkan di
pelajaran lain?

2.4.3 Pelibatan dan suara peserta didik


Para pendidik yang berupaya menghormati dan meningkatkan
berbagai perspektif dan pengalaman peserta didik dengan melibatkan

51 | Pembelajaran Sosial Emosional


mereka sebagai pemimpin, pemecah masalah, dan pengambil keputusan di
dalam proses pembelajaran di sekolah tentunya akan sangat membantu
menguatkan keterampilan sosial emosional peserta didiknya. Oleh
karenanya, pendidik perlu berupaya untuk memperbesar ruang bagi
keterlibatan dan suara peserta didik ini. Misalnya, saat akan merencanakan
sebuah kegiatan belajar, undanglah peserta didik untuk memberikan saran
bagaimana pembelajaran tersebut sebaiknya dilakukan. Beri pilihan kepada
peserta didik untuk menyelesaikan tugas dengan cara yang paling efektif
untuk mereka. Hal ini akan membuat mereka bukan hanya merasa dihargai,
namun juga memberikan sense of ownership (rasa memiliki) terhadap proses
pembelajaran tersebut. Saat ada masalah di kelas, ajak mereka berdiskusi
dan mencari solusi secara bersama-sama. Ini membantu mereka untuk
melatih keterampilan sosial dan mengambil keputusan.

2.4.4 Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah


Salah satu upaya yang dapat mengubah kualitas lingkungan sekolah
(iklim kelas dan sekolah), adalah melalui praktik-praktik yang dilakukan guru
dan gaya interaksi mereka dengan peserta didik, atau dengan mengubah
peraturan dan harapan sekolah. Lingkungan yang memprioritaskan kualitas
relasi antara guru dan peserta didik adalah salah satu indikator utama dalam
penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah yang baik. Kualitas relasi guru
dan peserta didik yang tercermin dalam sikap saling percaya akan
berdampak pada ketertarikan dan keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran. Sikap saling percaya itu sendiri akan menumbuhkan perasaan
aman dan nyaman bagi peserta didik dalam mengekspresikan dirinya.
Peserta didik akan lebih berani bertanya, mau mencari tahu, berpendapat,
mencoba, dan berkolaborasi, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal. Selain kualitas
relasi guru dan peserta didik, lingkungan kelas yang aman dan positif juga
dapat diciptakan melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang dapat
merangkul keberagaman dan perbedaan, melibatkan peserta didik, dan
menumbuhkan optimisme.

2.4.5 Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah


Selain dari interaksi antar-peserta didik, hubungan antara peserta
didik dengan pendidik dan tenaga kependidikan juga memiliki dampak besar
terhadap proses pembelajaran. Oleh karena itu, pendidik dan tenaga

52 | Pembelajaran Sosial Emosional


kependidikan di sekolah harus memiliki kesempatan rutin untuk
mengembangkan kompetensi sosial, emosional, dan budaya mereka sendiri,
berkolaborasi satu sama lain, membangun hubungan saling percaya, dan
memelihara sense of community yang kuat. Jika hal tersebut dapat
dilakukan, maka hal ini akan membantu mereka untuk menjadi pemimpin
yang lebih efektif dalam lingkungan pendidikan. Kolaborasi, membangun
hubungan saling percaya, dan memelihara komunitas yang erat juga menjadi
kunci untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung
perkembangan keseluruhan peserta didik. Dengan demikian, penguatan
kompetensi sosial dan emosional PTK tidak hanya berpengaruh pada
kualitas interaksi antar-PTK, tetapi juga memberikan dampak positif pada
pembentukan karakter dan kesejahteraan psikososial peserta didik di
lingkungan sekolah.

2.5 Penerapan 3 Praktik Khas (3 Signature Practices) Pembelajaran Sosial dan


Emosional dalam pembelajaran di kelas
Sampai di tahapan ini, kami yakin Bapak/Ibu telah memahami bahwa
pembelajaran sosial dan emosional di dalam kelas menempati peran yang semakin
krusial dalam membangun lingkungan pendidikan yang inklusif dan membentuk
individu yang seimbang secara emosional. Namun, mungkin banyak dari Bapak/Ibu
yang masih bertanya atau mencari kejelasan tentang praktiknya, “Jadi, seperti apa
PSE itu terlihat?” dan “Bagaimana kita bisa mulai melakukan PSE sekarang?”
Tiga praktik baik PSE di bawah ini adalah salah satu alat untuk
mengembangkan lingkungan yang mendukung dan mempromosikan pembelajaran
sosial emosional. Praktik ini secara sengaja dan eksplisit membantu membangun
kebiasaan dimana peserta didik dan pendidik dapat meningkatkan keterampilan
sosial emosional mereka. Meskipun bukan merupakan kurikulum, praktik-praktik ini
adalah salah satu contoh nyata cara untuk membantu komunitas memahami dan
mempraktikkan tujuan dari rencana penerapan pembelajaran sosial emosional yang
sistemik secara keseluruhan.
Tiga Praktik Khas (3 Signature Practices) dalam pembelajaran tersebut
adalah sebagai berikut:
Pertama, melakukan pembukaan hangat dan inklusif, di mana setiap sesi
pembelajaran atau kegiatan di kelas (termasuk juga dalam sesi-sesi pelatihan atau
pengalaman belajar profesional untuk guru) sebaiknya dibuka dengan kegiatan
selamat datang yang bersifat inklusif, dengan kegiatan rutin atau ritual yang
membangun keterhubungan komunitas dan terkoneksi dengan pembelajaran yang

53 | Pembelajaran Sosial Emosional


akan dilakukan. Pembukaan hangat dan inklusif ini dapat dilakukan misalnya
dengan memberikan sapaan hangat, menyapa setiap orang dengan nama mereka,
menanyakan perasaan mereka saat itu dan meminta peserta didik menjelaskan
alasannya, dsb.
Melakukan pembukaan yang hangat dan inklusif akan membantu membangun
komunitas, perasaan diterima dan didengar, membawa suara setiap peserta ke
dalam ruangan, membuat koneksi satu sama lain dan/atau dengan pelajaran yang
akan dipelajari. Semakin kita merasa dapat berbagi diri sepenuhnya dan diterima
serta dipahami sepenuhnya oleh orang lain, semakin kuat dan aman lingkungan
belajar kita.

Kedua, melakukan kegiatan pembelajaran yang menantang dan melibatkan, ini


dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran yang menarik dan
mengaktifkan pemikiran dan proses belajar. Kegiatan yang menantang dan
melibatkan ini juga mencakup kegiatan yang dapat membangun keseimbangan
antara pengalaman interaktif dan reflektif, untuk memenuhi kebutuhan semua
peserta. Contoh kegiatan yang melibatkan misalnya:
1. Melakukan aktivitas "Think, Ink, Pair, Share" yang melibatkan refleksi, menulis,
diskusi berpasangan, dan berbagi secara kelompok.
2. Menggunakan strategi Jigsaw saat membaca. Strategi ini melibatkan belajar
secara individual dan kolektif sekaligus.
3. Dsb.

Ketiga, praktik penutupan yang optimistik, di mana setiap pengalaman


pembelajaran diakhiri dengan cara yang ‘disengaja dan direncanakan’. Penutupan
yang optimis tidak selalu merupakan "akhir yang ceria," tetapi lebih menyoroti
pemahaman individu dan pemahaman bersama tentang pentingnya apa yang telah
dipelajari, sehingga dapat memberikan rasa pencapaian dan mendukung pemikiran
ke depan. Contohnya adalah dengan melakukan refleksi tentang hal-hal yang
dipelajari hari itu dan apa yang perlu diantisipasi untuk hari berikutnya.
1. Sesuatu yang saya pelajari hari ini…
2. Saya ingin tahu lebih lanjut tentang…
3. Saya menantikan hari esok karena...
4. Sesuatu yang masih saya pertanyakan...
5. Sesuatu yang masih menjadi perhatian saya...

54 | Pembelajaran Sosial Emosional


Dengan menerapkan tiga Praktik Baik ini, pembelajaran sosial dan
emosional menjadi lebih terintegrasi dalam setiap aspek pembelajaran dan
menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan holistik anak-anak. (Bryson,
n.d.).
Tiga Praktik baik di atas sesungguhnya bukan sekadar metode
pembelajaran, melainkan suatu filosofi yang menekankan pentingnya hubungan
antar peserta didik dan pengembangan kecerdasan emosional. Dengan
menerapkan ketiga praktik ini secara rutin, kita bukan hanya membantu peserta
didik meraih pencapaian akademis, tetapi juga membentuk pribadi yang memiliki
pemahaman diri yang mendalam, mampu berinteraksi secara positif dengan
lingkungan sekitarnya, dan memiliki kesiapan menghadapi berbagai tantangan
kehidupan.

Refleksi

1. Bagaimana praktik sederhana ‘menanyakan kabar’ di awal pembelajaran


dapat mendorong peserta didik untuk mengekspresikan emosi mereka dan
berbagi pengalaman?

2. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh strategi yang digunakan untuk


menyambut peserta didik secara positif dan menciptakan iklim kelas yang
inklusif?

55 | Pembelajaran Sosial Emosional


3. Bagaimana praktik pembelajaran yang ‘menantang dan melibatkan’ dapat
meningkatkan partisipasi dan kolaborasi peserta didik dalam proses
pembelajaran? Jelaskan alasannya!

4. Mengapa penutupan pembelajaran yang optimistis perlu dilakukan?

Ruang Kolaborasi: Bagaimana Saya dapat Mempraktikkan Keterampilan Sosial


dan Emosional Secara Kolaboratif?

Setelah melalui proses belajar di tahapan Eksplorasi Konsep, kami berharap


Bapak/Ibu mulai dapat memahami apa dan bagaimana cara menerapkan pembelajaran
sosial emosional. Sekarang, kami akan meminta Bapak/Ibu untuk melakukan Latihan
Keterampilan Sosial dan Emosional bersama dengan rekan sejawat Bapak/Ibu di
sekolah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman Bapak/Ibu terhadap
materi yang telah dipaparkan sebelumnya sekaligus melatih penerapan beberapa
keterampilan sosial dan emosional tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkahnya.

56 | Pembelajaran Sosial Emosional


Tabel 2.3. Langkah-Langkah Aktivitas Melatih Keterampilan Sosial Emosional

Langkah-langkah
Contoh dan Keterangan
Aktivitas
1. Pilihlah sebuah Bapak/Ibu guru dapat memilih salah satu atau beberapa teknik melatih
teknik untuk keterampilan sosial-emosional yang telah dipelajari dalam tahapan
melatih eksplorasi konsep. Misalnya: Teknik STOP atau MINDFUL BREATHING
keterampilan sederhana (untuk latihan pengelolaan diri) atau POOCH ( untuk latihan
sosial-emosional pengambilan keputusan yang bertanggung jawab) atau latihan
seperti yang menggunakan ‘i-message’ (untuk latihan keterampilan berelasi) atau
telah dijelaskan latihan membuat gratitude notes (ungkapan rasa syukur) untuk melatih
di atas kesadaran sosial.
2. Pimpinlah
peserta didik
Bapak/Ibu guru dapat memimpin sesi latihan singkat berdasarkan teknik
atau teman
yang Bapak/Ibu pilih sendiri di atas dengan mengajak peserta didik atau
sejawat
rekan sejawat Bapak/Ibu.
melakukan sesi
latihan singkat
Setelah berlatih bersama, Bapak/Ibu guru dapat berefleksi bersama
dengan peserta didik dan rekan sejawat. Bapak/Ibu dapat saling berbagi
3. Lakukan Refleksi
pengalaman, tantangan, dan wawasan terkait teknik yang telah
Bersama
dipraktikkan, serta bagaimana setiap teknik berkontribusi terhadap
pengembangan keterampilan sosial-emosional yang dipilih
Bapak/Ibu guru dapat mendiskusikan atau menjelaskan kepada peserta
didik atau rekan sejawat bagaimana setiap teknik berkontribusi terhadap
4. Pengembangan
pengembangan keterampilan sosial-emosional yang dipilih. Misalnya, jika
Keterampilan
teknik yang dipilih adalah keterampilan mengelola emosi, guru dapat
Sosial-Emosional
membantu peserta didik memahami bagaimana teknik tersebut dapat
membantu mereka mengelola emosi dengan baik.

57 | Pembelajaran Sosial Emosional


Demonstrasi Kontekstual: Bagaimana Saya dapat Mengintegrasikan Pembelajaran
Sosial Emosional dalam Rencana Pembelajaran?

Bapak/Ibu guru hebat, setelah mendapatkan semakin banyak wawasan terkait


dengan apa dan bagaimana menerapkan pembelajaran sosial emosional, kini saatnya
Bapak/Ibu mendemonstrasikan pemahaman tersebut dalam konteks yang relevan, yaitu
di kelas Bapak/Ibu. Dalam hal ini, kami akan meminta Bapak/Ibu untuk merancang
sebuah modul ajar atau rencana pembelajaran.

Tugas: Merancang sebuah modul ajar

1. Buatlah sebuah modul ajar atau rencana pembelajaran sesuai dengan bidang
studi yang Bapak/Ibu ampu, dan integrasikan pembelajaran sosial emosional
dalam modul ajar atau rencana pembelajaran tersebut..
2. Rencana pembelajaran yang dibuat menggambarkan penerapan 3 signature
practices dan mengajarkan salah satu dari keterampilan sosial emosional melalui
salah satu pendekatan, strategi, dan teknik yang telah dipelajari.

Silakan upload tugas masing-masing di dalam drive personal Bapak/Ibu. Pastikan


bahwa pengaturan telah di atur ke anyone with the link can view, sebelum
menyematkan tautan tersebut. Bapak/Ibu nantinya mungkin ingin memasukkan tugas
ini sebagai bagian dari Jurnal Pembelajaranku Bapak/Ibu.

Elaborasi Pemahaman: Bagaimana Mendiskusikan Rencana Pembelajaran Saya


dengan Orang Lain Memberikan Dampak pada Pemahaman yang Lebih Baik
tentang Pembelajaran Sosial Emosional?

Selamat datang di tahapan elaborasi pemahaman! Dalam tahapan ini, Bapak/Ibu


akan berbagi hasil kerja dari tahapan sebelumnya dengan rekan sejawat untuk
mendapatkan umpan balik yang akan membantu Bapak/Ibu mengelaborasi pemahaman.

58 | Pembelajaran Sosial Emosional


1. Presentasikan Modul Ajar atau Rencana Pembelajaran yang telah Bapak/Ibu
susun kepada rekan sejawat atau kepada guru sebidang atau kepala sekolah.
2. Jelaskan kepada mereka bagaimana Bapak/Ibu mengintegrasikan pembelajaran
sosial emosional dalam modul ajar atau Rencana Pembelajaran tersebut.
3. Diskusikan dan mintalah umpan balik dari rekan sejawat atau kepala sekolah
Bapak/Ibu.
4. Karena ini adalah tahapan elaborasi pemahaman, maka penting bagi Bapak/Ibu
untuk menyadari bahwa tujuan dari tahapan ini adalah untuk memastikan
pemahaman Bapak/Ibu akan semakin dikuatkan melalui diskusi tersebut.
5. Undanglah rekan kerja atau kepala sekolah Anda untuk hadir di kelas Anda, saat
Anda mengimplementasikan rencana tersebut nanti (sebagai Aksi Nyata di akhir
Topik 2 ini).

59 | Pembelajaran Sosial Emosional


Koneksi Antar Materi: Bagaimana Saya dapat Memperdalam Pengetahuan dan
Keterampilan Saya dalam Menerapkan Pembelajaran Sosial dan Emosional?

Halo Bapak/Ibu guru hebat! Saat ini Anda telah memasuki tahapan koneksi antar
materi. Inilah saatnya Bapak/Ibu meluangkan waktu berefleksi untuk mengaitkan materi
yang telah dipelajari sebelumnya dengan materi yang baru saja Bapak/Ibu pelajari.
Bapak/Ibu akan diberikan beberapa pertanyaan. Jawablah pertanyaan-pertanyaan
tersebut dengan mengkoneksikannya dengan topik-topik yang telah dipelajari
sebelumnya.

Kerjakan tugas di bawah ini dengan menggunakan pemahaman Bapak/Ibu terkait


pembelajaran sosial emosional

1. Bukalah dokumen Dimensi Profil Pelajar Pancasila berikut ini


https://drive.google.com/file/d/1s7uV9977rK7VGjuJ1bU92RSX5QOY8yQ-
/view?usp=drive_link . Pilihlah satu dimensi dan satu elemen, dari profil pelajar
Pancasila tersebut. Kemudian jelaskan bagaimana salah satu keterampilan sosial
dan emosional dapat membantu menguatkan profil pelajar Pancasila tersebut.

Tabel 4. Dimensi Profil Pelajar Pancasila

Jelaskan bagaimana
Keterampilan
keterampilan sosial
Sub- sosial
Dimensi Elemen emosional membantu
Elemen emosional
menguatkan profil
terkait
pelajar Pancasila

Beriman
bertakwa kepada
Tuhan YME

Bergotong
Royong

Berkebinekaan
Global

Bernalar Kritis

Mandiri

Kreatif

60 | Pembelajaran Sosial Emosional


2. Bagaimana kaitan antara Bapak/Ibu meningkatkan keterampilan sosial emosional
pada diri sendiri dan peningkatan kualitas pembelajaran peserta didik?

Aksi Nyata: Bagaimana Saya dapat Menerapkan Apa yang Telah Saya Rancang
dalam Praktik Pembelajaran Secara Efektif?

Selamat datang di tahap belajar akhir untuk Topik yang kedua. Di dalam tahapan
Aksi Nyata ini, sesuai namanya, Bapak/Ibu akan diminta untuk menerapkan rencana
pembelajaran atau modul ajar yang telah dibuat minggu lalu dan telah diberikan umpan
balik oleh rekan sejawat atau kepala sekolah, di dalam kelas Bapak/Ibu sendiri. Untuk
lebih jelasnya, silakan cermati tugas berikut ini:

61 | Pembelajaran Sosial Emosional


Tugas: Melakukan Aksi Nyata

● Lihatlah Rencana Pembelajaran atau Modul Ajar yang telah dibuat dan
diberikan umpan balik. Perbaiki Rencana Pembelajaran atau Modul Ajar
tersebut sesuai dengan umpan balik yang diberikan.
● Terapkan Rencana Pembelajaran atau Modul Ajar tersebut di kelas Bapak/Ibu
masing-masing.
● Mintalah rekan sejawat atau kepala sekolah Bapak/Ibu untuk mengobservasi
kelas Bapak/Ibu dan kemudian mintalah umpan balik dari mereka atas
pembelajaran tersebut.
● Setelah selesai implementasi, buatlah refleksi atas penerapan rencana
pembelajaran tersebut dengan menggunakan kerangka refleksi dari Driscoll
(2007) berikut ini:

Tabel 5. Kerangka Refleksi

What/Apa? (Deskripsi So What/ Lalu


Now What/ Sekarang Apa?
dan kesadaran-diri) Apa?

Apa tindakan yang akan Anda


Apa yang Anda ambil sebagai hasil refleksi
Deskripsikan situasi Pelajari sebagai tersebut. Akankah Anda
atau pengalaman yang hasil dari mengubah suatu perilaku,
terjadi pengalaman mencoba sesuatu yang baru,
tersebut? atau terus melanjutkan apa
adanya?

62 | Pembelajaran Sosial Emosional


Latihan Pemahaman

Bapak/Ibu guru hebat, setelah mempelajari topik 2, silakan mengerjakan latihan


pemahaman berikut ini:

1. Berikut ini adalah kompetensi sosial emosional menurut CASEL, kecuali:


a. Kesadaran diri
b. Manajemen proses pembelajaran
c. Manajemen diri
d. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
e. Kesadaran sosial

2. Apabila seorang guru telah mampu menjalin dan mempertahankan hubungan/relasi


yang sehat dan efektif dengan individu dari latar belakang yang berbeda, seperti
dengan peserta didik, orang tua, masyarakat, dan lainnya, artinya guru tersebut
telah memiliki kompetensi sosial emosional, yaitu kompetensi ….
a. Relationship skills
b. Self-management
c. Sosial awareness
d. Responsible decision making
e. Self-awareness

3. Dalam konteks pembelajaran sosial emosional, mengapa penting untuk memahami


perspektif perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu?
a. Agar peserta didik dapat lebih fokus pada keunggulan akademik.
b. Untuk mengevaluasi kinerja administratif sekolah.
c. Agar dapat merumuskan standar yang sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan peserta didik.
d. Untuk menunjukkan empati terhadap kondisi individu dengan latar belakang yang
berbeda.
e. Agar peserta didik dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab.

63 | Pembelajaran Sosial Emosional


4. Ada beberapa teknik untuk melatih keterampilan sosial emosional (KSE),
diantaranya teknik STOP. Teknik ini diterapkan untuk melatih keterampilan sosial
emosional berikut ini ….
a. Kesadaran sosial
b. Kesadaran diri
c. Manajemen diri
d. Keterampilan sosial
e. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab

5. Bagaimana penerapan teknik "Empati Walk" secara efektif dapat berkontribusi pada
pengembangan kompetensi sosial emosional peserta didik dengan menggabungkan
elemen kegiatan lapangan dan refleksi?
a. Memahami variasi budaya di lingkungan sekitar dan meresapi pengalaman
tersebut
b. Menilai dampak positif pada kesejahteraan mental peserta didik
c. Mendorong peserta didik membuat keputusan yang bertanggung jawab
d. Agar peserta didik dapat lebih fokus pada keunggulan akademik
e. Menyortir pilihan-pilihan yang diberikan dan menggambarkan pengalaman
pribadi.

6. Seorang guru berkomitmen untuk menciptakan atmosfer yang mendukung


keberagaman dan melibatkan setiap peserta didik dalam pembelajaran. Dari pilihan
di bawah ini, pilihlah pernyataan yang paling efektif.
a. Memberikan salam umum kepada seluruh kelas.
b. Mengidentifikasi keberagaman hanya dalam pengumuman kelas.
c. Memulai dengan cerita inspiratif yang terkait dengan keberagaman dan
memberikan ruang untuk berbagi pengalaman peserta didik.
d. Menyebutkan sejumlah fakta keberagaman di dunia.
e. Menghindari topik keberagaman untuk menghindari ketidaknyamanan.

64 | Pembelajaran Sosial Emosional


7. Suatu sekolah memutuskan untuk menerapkan strategi pengambilan keputusan
yang dikenal dengan singkatan POOCH (Problem, Options, Outcomes, Choice,
How). Strategi ini diintegrasikan dalam pembelajaran sosial emosional untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membuat keputusan yang
bertanggung jawab. Berikut adalah pernyataan yang benar terkait pengembangan
kemampuan tersebut adalah ….
a. Penggunaan strategi POOCH tidak relevan dengan pembelajaran sosial
emosional.
b. Pengambilan keputusan yang beralasan hanya melibatkan analisis fakta tanpa
mempertimbangkan dampak sosial.
c. Keterampilan berpikir kritis tidak berkontribusi pada pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab.
d. Penggunaan strategi POOCH membantu peserta didik membuat keputusan
beralasan setelah menganalisis informasi.
e. Memahami konsekuensi tindakan tidak diperlukan dalam pengambilan keputusan
yang bertanggung jawab.

8. Di sekolah, Adam seringkali merasa stres karena tekanan tugas-tugas akademis


yang menumpuk. Salah seorang guru memberikan saran kepada Adam untuk
mencoba teknik "Menghitung sampai 10" ketika merasa tertekan. Adam mencoba
teknik tersebut dan menyadari bahwa itu membantunya untuk lebih tenang dan
fokus. Berdasarkan contoh ini, manajemen diri dan motivasi apa yang sedang Adam
kembangkan?
a. Merancang tujuan belajar secara konsisten
b. Mempertimbangkan pandangan orang lain melalui Think-Pair-Share
c. Melibatkan diri dalam permainan kelompok
d. Mengidentifikasi kekuatan dan budaya diri melalui aktivitas refleksi
e. Mengelola emosi diri melalui teknik menghitung sampai 10

65 | Pembelajaran Sosial Emosional


9. Seorang guru harus mampu merancang pembelajaran dengan menggunakan
kerangka 3 signature practices yaitu pembukaan yang hangat dan inklusif, kegiatan
yang menantang serta melibatkan peserta didik, dan penutupan yang optimis,
dengan alasan ….
a. Pembukaan yang hangat perlu untuk membangun keterhubungan komunitas dan
terkoneksi dengan pembelajaran yang akan dilakukan
b. Pembukaan yang hangat perlu untuk membangun keterhubungan komunitas dan
terkoneksi dengan pembelajaran yang telah dilakukan
c. Kegiatan pembelajaran yang menantang dan melibatkan perlu untuk membangun
keseimbangan antara pengalaman interaktif dan reflektif, untuk memenuhi
kebutuhan guru
d. Penutupan yang optimistik perlu untuk menyoroti pemahaman guru dan tentang
pentingnya apa yang telah dipelajari, sehingga dapat memberikan rasa
pencapaian dan mendukung pemikiran ke depan
e. a, b, dan c benar, karena kerangka 3 Signature practices merupakan strategi
yang perlu diterapkan untuk pembelajaran orang dewasa

10. Guru ingin mengakhiri sesi pembelajaran dengan Penutupan yang Optimis sesuai
dengan kerangka 3 signature practices. Sebelum penutupan, guru merencanakan
sebuah refleksi bersama tentang pembelajaran hari itu. Namun, beberapa peserta
didik terlihat masih belum sepenuhnya memahami konsep yang diajarkan.
Sebaliknya, beberapa peserta didik lainnya tampak antusias dan siap untuk belajar
lebih lanjut. Bagaimana guru dapat mengelola situasi ini dengan menciptakan
penutupan yang tetap optimis sambil memastikan bahwa setiap peserta didik
merasa diakui dan didukung?
a. Memberikan apresiasi umum untuk partisipasi seluruh kelas dan mengabaikan
perbedaan pemahaman individu.
b. Mengajukan pertanyaan terbuka kepada seluruh kelas untuk memotivasi peserta
didik yang masih membutuhkan pemahaman tambahan.
c. Mengajak peserta didik yang telah memahami konsep untuk berbagi pemahaman
mereka, sementara memberikan waktu tambahan untuk peserta didik yang masih
kesulitan.
d. Mengalihkan perhatian dari pemahaman individu ke rencana pembelajaran
mendatang agar suasana tetap positif.
e. Menyimpan refleksi bersama untuk sesi pembelajaran berikutnya ketika semua
peserta didik diharapkan dapat memahami konsep secara menyeluruh.

66 | Pembelajaran Sosial Emosional


Cerita Reflektif

Sekarang, kami ingin Bapak/Ibu menceritakan pengalaman saat berlatih salah satu
keterampilan sosial emosional. Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat melakukan latihan
tersebut? Apakah ada perbedaan antara melatih untuk diri sendiri dan mengajarkan
keterampilan sosial emosional tersebut kepada orang lain? Ceritakanlah pengalaman
Bapak/Ibu.

67 | Pembelajaran Sosial Emosional


TOPIK 3
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL: BAGAIMANA
MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS WARGA
SEKOLAH?

Durasi 3 hari
Guru mampu menunjukkan pemahaman tentang pentingnya
Capaian memberikan keteladanan, terus belajar, dan berkolaborasi dalam
Pembelajaran memperkuat praktik-praktik pembelajaran sosial emosional untuk
mewujudkan wellbeing warga sekolah.

Mulai dari Diri: Bagaimana Refleksi Saya atas Praktik Keteladanan, Proses
Pembelajaran, dan Upaya Kolaboratif Berkontribusi Terhadap Penerapan
Kompetensi Sosial-Emosional?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia,


Selamat datang di pembelajaran Topik 3, yang merupakan topik terakhir dalam
Modul ini. Namun sebelum kita masuk ke tahapan Mulai dari Diri, mari kita reviu terlebih
dahulu Tujuan Pembelajaran untuk topik 3 ini.

Setelah mempelajari topik ini, Bapak/Ibu diharapkan mampu:


1. merefleksikan keteladanan, proses belajar dan kolaborasi yang telah dilakukan
dalam penerapan kompetensi sosial emosional di konteks pembelajaran sehari-hari.
2. mengevaluasi dampak dari penerapan keteladanan, proses belajar dan kolaborasi
yang telah dilakukan terhadap terciptanya lingkungan belajar yang menguatkan
kesejahteraan psikologis (wellbeing) warga sekolah.

Sekarang, mari kita mulai tahapan belajar Mulai dari Diri. Sebagai langkah awal,
mari lakukan refleksi diri terhadap beberapa pertanyaan berikut. Bapak/Ibu akan
merenungkan dan mengevaluasi keteladanan, proses belajar, serta kolaborasi yang
telah Bapak/Ibu terapkan untuk meningkatkan kapasitas diri dalam menerapkan
pembelajaran sosial emosional di kelas.
Bapak/Ibu bisa memberi tanda ceklis (√) pada kolom kanan sesuai dengan
refleksi pribadi Bapak/Ibu semuanya. Adapun keterangannya sebagai berikut: (1).
Sangat tidak setuju, (2). Tidak setuju, (3). Setuju, (4). Sangat setuju

68 | Pembelajaran Sosial Emosional


Tabel 3.1 Refleksi Pribadi

No Aspek yang Dinilai 1 2 3 4


Keteladanan
Saya sudah memberikan contoh perilaku positif dan nilai-
nilai yang ingin saya tanamkan kepada peserta didik.

1. Saya memiliki konsistensi dalam menunjukkan keteladanan


dalam berbagai situasi di kelas.

Saya memastikan bahwa tindakan saya sejalan dengan


nilai-nilai sosial emosional yang ingin saya tanamkan.

Proses Belajar

Saya terlibat dalam pengembangan kurikulum dan strategi


pembelajaran yang mendukung aspek sosial emosional.
2. 2
.Saya memastikan adanya kesempatan bagi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sosial
emosional.
Saya melibatkan peserta didik dalam refleksi diri terkait
proses belajar sosial emosional.

Kolaborasi
Saya sudah bekerja sama dengan rekan guru untuk
mengintegrasikan aspek sosial emosional dalam berbagai
mata pelajaran.
3. 3
Saya telah melibatkan orang tua peserta didik dalam
.
mendukung dan memahami pentingnya pembelajaran sosial
emosional.
Saya aktif berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dengan
pihak sekolah dan komunitas untuk memperkuat
implementasi pembelajaran sosial emosional.
Pengaruh pada Lingkungan Belajar
Saya merefleksikan bagaimana keteladanan, proses belajar,
dan kolaborasi yang saya terapkan telah mempengaruhi
suasana kelas.
4. 4
.Saya mengevaluasi perubahan positif atau perbaikan yang
terjadi dalam kesejahteraan psikologis peserta didik.

Saya mendengarkan umpan balik dari peserta didik, rekan


guru, dan orang tua untuk terus meningkatkan praktik-
praktik sosial emosional.

69 | Pembelajaran Sosial Emosional


Setelah melakukan refleksi diri di atas, kami ingin Bapak/Ibu memperhatikan jawaban-
jawaban Bapak/Ibu. Apa yang dapat Bapak/Ibu simpulkan tentang hasil refleksi
tersebut?

Eksplorasi Konsep: Bagaimana Saya dapat Memberikan Keteladanan yang Baik,


Terus Belajar dan Berkolaborasi untuk Meningkatkan Kapasitas, dalam
Menerapkan Keterampilan Sosial Emosional?

3.1 Definisi Well-being dan Wellbeing Peserta Didik


Bapak/Ibu guru yang berbahagia,
Sebelum membahas bagaimana meningkatkan well-being warga sekolah,
maka kita perlu memahami dulu apa yang dimaksud dengan well-being atau yang di
modul ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kesejahteraan psikologis.
Menurut kamus Merriam Webster, well-being didefinisikan sebagai keadaan
bahagia, sehat, atau sejahtera. sementara itu UNESCO, mendefinisikan well-being
sebagai keadaan positif yang dialami oleh individu dan masyarakat. Well-being
mencakup kualitas hidup dan kemampuan manusia dan masyarakat untuk
berkontribusi pada dunia dengan makna dan tujuan.
Definisi di atas adalah definisi well-being secara umum. Sementara itu jika
kita bicara dalam konteks well-being peserta didik, ternyata tidak terlalu banyak
terdapat definisi tersebut. Dalam penelusuran literatur yang dilakukan oleh Noble &
McGrath (2016), hanya terdapat 3 sumber yang menyebutkan istilah student well-
being atau kesejahteraan psikologis peserta didik.
Sumber yang pertama mendefinisikan wellbeing peserta didik sebagai:
“keadaan emosi positif yang merupakan hasil keselarasan antara jumlah faktor
konteks tertentu di satu sisi dan kebutuhan serta harapan pribadi terhadap sekolah
di sisi lain” (Engels et al. 2004, p. 128)
Sumber kedua mendefinisikan wellbeing peserta didik sebagai: “Sejauh
mana seorang peserta didik merasa nyaman di lingkungan sekolah” (De Fraine et al.
2005)

70 | Pembelajaran Sosial Emosional


Sedangkan sumber ketiga mendefinisikan wellbeing peserta didik sebagai:
“Sejauh mana seorang peserta didik berfungsi secara efektif dalam komunitas
sekolah” (Fraillon 2004).
Noble & McGrath (2016) sendiri kemudian mendefinisikan wellbeing peserta
didik sebagai:
“Kesejahteraan peserta didik yang optimal adalah keadaan emosi berkelanjutan
yang ditandai dengan suasana hati dan sikap positif, hubungan positif dengan
peserta didik dan guru lain, ketahanan, optimalisasi diri, dan tingkat kepuasan
yang tinggi terhadap pengalaman belajar mereka di sekolah.” (Noble et al. 2008;
NSSF 2011)
Noble & McGrath lebih lanjut mengatakan bahwa dalam program-program
yang ditujukan untuk meningkatkan wellbeing peserta didik, maka keterampilan
sosial emosional akan menjadi salah satu komponen utamanya. Dengan merujuk
pada apa yang dikatakan oleh Noble & McGrath di atas, maka kita dapat melihat
dengan jelas mengapa kita perlu mengupayakan agar pembelajaran sosial
emosional di sekolah dapat dilakukan.
Lebih lanjut, kami juga ingin mengajak Bapak/Ibu untuk melihat maksud dari
pendidikan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Beliau mengatakan
bahwa: “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat”.
Jika merujuk pada maksud pendidikan di atas, maka kita dapat melihat
bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan itu adalah agar peserta didik dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Keselamatan dan kebahagiaan
sesungguhnya sangat erat kaitannya dengan emosi. Karena berbicara tentang
keselamatan, tidak hanya terkait dengan menciptakan lingkungan di mana peserta
didik merasa aman secara fisik saja, namun juga tentunya aman secara emosional.
Ini mencakup pembelajaran tentang perilaku aman, pemahaman tentang hak dan
tanggung jawab, serta penanaman norma dan nilai-nilai yang mendukung
keamanan. Terkait dengan kebahagiaan kita dapat memaknainya dari sudut
pandang bahwa ketika peserta didik dapat memahami dan mengelola emosi
mereka, maka mereka cenderung lebih mampu menciptakan hubungan yang positif,
memiliki motivasi yang tinggi, dan mengalami kebahagiaan dalam proses
pembelajaran. Dari sini kita bisa melihat bahwa praktik pendidikan yang mendukung
keterampilan sosial dan emosional sesungguhnya dapat berkontribusi pada
kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis (well-being) peserta didik.

71 | Pembelajaran Sosial Emosional


3.2 Meninjau Pengertian Wellbeing Sekolah
Secara umum, setiap orang berusaha mencari kebahagiaan dan
keseimbangan dalam hidupnya. Diener (1984) menjelaskan bahwa well-being atau
kesejahteraan kita akan berdampak pada sikap dan emosi. Bila individu merasa
bahagia, sejahtera dalam kondisinya, maka ia dapat menunjukkan sikap dan emosi
yang positif. Demikian pula sebaliknya, bila individu tidak merasa bahagia dengan
kondisinya maka yang bersangkutan akan merasa cemas, dapat memiliki sikap dan
emosi negatif.
Istilah sejahtera atau bahagia dalam ruang lingkup sekolah memang kurang
mendapat perhatian. Istilah yang lebih umum digunakan adalah kesehatan mental
peserta didik, padahal sekolah tidak hanya terdiri dari peserta didik saja. Guru atau
pendidik juga harus sehat secara mental supaya bisa menciptakan lingkungan
pembelajaran yang menyenangkan. School well-being merujuk pada konsep yang
dikemukakan Allardt (sebagaimana dikutip Konu & Rimpela, 2002). Dalam konteks
ini, well-being adalah terpenuhinya kebutuhan tertentu dalam diri manusia. Terdapat
tiga dimensi well-being yaitu having, loving dan being. Konsep well-being ini
kemudian dikonstruksi oleh Konu dan Rimpela (2002) dalam konteks sekolah
(school well-being). School well-being adalah kondisi dimana individu dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya baik materi maupun non-materi di sekolah yang
terdiri atas empat dimensi yaitu (1) having (kondisi/situasi sekolah), (2) loving
(mengarah pada hubungan sosial), (3) being (pemenuhan diri), dan (4) health
(kesehatan peserta didik/guru secara umum).

3.3 Dimensi School well-being


Ada beberapa dimensi yang dapat menggambarkan kondisi sekolah yang
sehat/sejahtera. Konu dan Rimpela (2002) menjelaskan ada empat dimensi school
well-being, seperti berikut ini.
1. Having yaitu bagaimana persepsi dan perasaan individu terhadap kondisi
sekolah. Dimensi ini meliputi lingkungan fisik sekolah, termasuk kenyamanan,
rasa aman, kebisingan, pertukaran udara, ruang terbuka, dan lain sebagainya.
Aspek lain dari kondisi sekolah berhubungan dengan kondisi pembelajaran,
seperti kurikulum, jumlah peserta kelas. Aspek lain adalah bagaimana peserta
didik merasa mendapatkan dukungan atau pelayanan selama bersekolah, seperti
kantin, ruang kesehatan, wali kelas, guru bimbingan konseling.
2. Loving mengacu pada lingkungan sosial saat pembelajaran, meliputi hubungan
dengan guru, dengan teman sekelas, interaksi dalam kelompok. Dimensi ini pada
dasarnya mengacu pada iklim atau suasana di sekolah. Relasi yang baik antara

72 | Pembelajaran Sosial Emosional


peserta didik, guru dan peserta didik, dan guru dengan sesama guru
menciptakan iklim sekolah yang baik; harmonis.
3. Being mengacu pada bagaimana individu di sekolah menghargai keberadaan
mereka. Dalam hal ini guru dapat bekerja dengan baik dan menghargai
perannya. Peserta didik atau peserta didik juga merasa percaya diri, bahagia
mendapatkan pendidikan. Being juga mengacu sampai seberapa besar sekolah
melibatkan peserta didik, mendorong kreativitas peserta didik.
4. Health (status kesehatan) mengacu pada kesehatan fisik dan mental peserta
didik/peserta didik dan guru.
Dalam hal ini, kebahagiaan/kesejahteraan peserta didik sangat dipengaruhi
oleh kondisi sekolah, seperti rencana pembelajaran, budaya sekolah, orientasi
pendidikan, infrastruktur, fasilitas, kondisi kelas, dan dukungan dari guru maupun
pihak manajemen sekolah.

Gambar 3.1. School Well-being Konu & Rimpela

3.4 Faktor yang mempengaruhi School well-being


Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi school well-being. Ramberg,
dkk. (2019) menjelaskan bahwa stress pada guru dapat mempengaruhi
kesejahteraan sekolah, khususnya peserta didik. Beban kerja dan kewajiban guru
membuat guru rentan terhadap stres. Stres pada guru membuat komunikasi antar
peserta didik dan guru menjadi kurang lancar. Guru juga tidak dapat memberikan

73 | Pembelajaran Sosial Emosional


dukungan penuh pada peserta didik. Dalam hal ini, guru adalah agen penting untuk
menciptakan lingkungan sekolah yang sejahtera. Hal lain yang dapat mempengaruhi
school well-being adalah kemampuan memahami orang lain dalam hal ini,
kemampuan sosial emosional.
Roffey (2008) menjelaskan kemampuan sosial emosional sebagai emotional
literacy. Kemampuan ini dapat mendukung peserta didik beradaptasi dengan
budaya sekolah dan meningkatkan proses belajar peserta didik. Selain faktor guru
dan sekolah, pada dasarnya peserta didik juga berperan dalam menciptakan school
well-being. Kepribadian peserta didik, motivasi belajar, kemampuan berkomunikasi,
disiplin dan kemampuan bekerjasama juga sangat mempengaruhi school well-being.
Dalam hal ini semua warga sekolah berperan dalam menciptakan school well-being.

3.5 Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Warga Sekolah


Di atas telah dijelaskan bahwa meningkatkan kesejahteraan psikologis
warga sekolah, dapat diwujudkan salah satunya melalui komitmen kita sebagai
seorang pendidik untuk melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
keterampilan sosial emosional kita. CASEL menjelaskan bahwa pengembangan
keterampilan sosial emosional oleh orang dewasa di sekolah dapat dilakukan
melalui 3 upaya yaitu:
1. Belajar
2. Berkolaborasi
3. Menjadi teladan dengan memodelkan keterampilan sosial dan emosional yang
baik.

Sekarang, mari kita bahas satu per satu bagaimana kita dapat melakukan
masing-masing upaya tersebut.

3.6 Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Emosional Pendidik Melalui Belajar


Dalam upaya mengimplementasi keterampilan sosial emosional secara
penuh di sekolah, selain berupaya mengembangkan keterampilan sosial peserta
didiknya, guru tentunya juga perlu mengembangkan keterampilan sosial emosional
dirinya sendiri. Dengan mengalami sendiri proses pembelajaran sosial dan
emosional, guru akan menjadi lebih kuat dan menjadi praktisi, advokat, dan teladan
yang lebih efektif (CASEL, 2021).
Proses belajar yang dilakukan guru dapat dilakukan melalui beberapa upaya
yaitu:

74 | Pembelajaran Sosial Emosional


3.6.1 Dengan melakukan refleksi terhadap keterampilan sosial dan emosional
pribadi/dirinya sendiri.
Pendidik, termasuk juga pemimpin di sekolah sebaiknya terus
menerus merefleksikan dan mempraktikkan kompetensi sosial dan
emosional mereka. Proses refleksi ini dapat dilakukan secara individu
maupun bersama-sama. Dengan senantiasa berefleksi, Bapak/Ibu guru
diharapkan dapat secara terus menerus memperbaiki diri dalam
keterampilan sosial emosionalnya, dan hal ini tentunya akan secara
langsung dapat meningkatkan kualitas praktik pembelajaran dan interaksi
kita dengan peserta didik kita.
Untuk melakukan refleksi diri, Bapak/Ibu dapat menanyakan kepada
diri sendiri secara jujur apakah Bapak/Ibu telah menunjukkan contoh-contoh
perilaku yang diharapkan untuk setiap keterampilan sosial emosional.
Misalnya Bapak/Ibu dapat menanyakan kepada diri sendiri, apakah
Bapak/Ibu:
1) Mampu mengidentifikasi emosi yang dirasakan?
2) Mampu mengelola emosi dengan menerapkan beberapa strategi regulasi
emosi?
3) Telah menunjukkan kemampuan berempati?
4) Dan sebagainya.

Saat Bapak/Ibu terlibat dalam proses refleksi pribadi, diharapkan


Bapak/Ibu dapat memprioritaskan rasa ingin tahu dan rasa sayang pada diri
sendiri. Sama halnya dengan peserta didik, tujuan bagi pendidik adalah
pertumbuhan, bukan kesempurnaan. Sikap baik terhadap diri sendiri
meningkatkan motivasi dan kesejahteraan serta membantu kita peduli
terhadap orang lain

3.6.2 Dengan berupaya mengembangkan kapasitas untuk memiliki dan


menerapkan kompetensi sosial emosional
Upaya untuk mengembangkan kapasitas ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya:
- Dengan melatih keterampilan sosial emosional diri sendiri.
Kita dapat belajar untuk:
1. Menerapkan berbagai teknik relaksasi atau teknik pernafasan
(misalnya teknik STOP) untuk mengelola emosi.

75 | Pembelajaran Sosial Emosional


2. Berkomunikasi lebih baik dengan menerapkan 3C: Clear, Confident,
Calm (lebih jelas, lebih percaya diri, dan lebih tenang) atau
menerapkan ‘i-message ‘saat berkomunikasi dengan orang lain.
3. Terus mengembangkan empati, misalnya dengan terlibat dalam
berbagai kegiatan dimana kita dapat berinteraksi dengan berbagai
kelompok masyarakat.
- Dengan mempelajari tahapan tumbuh kembang anak.
Mempelajari tahapan tumbuh kembang anak akan memberikan kita
wawasan tentang apa sebenarnya keterampilan sosial emosional yang
diharapkan dari peserta didik kita tunjukkan di tahapan usia tertentu.
- Dengan terlibat secara aktif dalam berbagai kesempatan belajar
profesional terkait dengan keterampilan sosial emosional, baik yang
disediakan oleh sekolah tempat Bapak/Ibu bekerja, maupun yang
diupayakan sendiri oleh Bapak/Ibu. Lewat keterlibatan ini, Bapak/Ibu guru
bukan hanya dapat mempelajari keterampilan sosial emosional tertentu,
namun juga akan mendapatkan kesempatan yang baik untuk
menggunakan keterampilan sosial dan emosional tersebut selama proses
pembelajaran.
- Dengan terus belajar meningkatkan kompetensi budaya.
Mendalami kompetensi budaya dapat membantu pendidik untuk bekerja
secara lebih kolaboratif, mengajar secara lebih efektif, dan membuat
keputusan yang bertanggung jawab dan etis. Menurut Irlandia & Scrubb
(2012), proses pembelajaran kompetensi budaya ini mencakup beberapa
langkah, yakni:
1. membangun kesadaran akan identitas budaya pribadi, termasuk
mengakui pengalaman inklusi dan eksklusi;
2. memperluas pengetahuan tentang budaya orang lain serta mengenali
bagaimana tindakan seseorang mencerminkan norma budaya dan
pengalaman hidup yang berbeda;
3. berkomitmen untuk menciptakan lingkungan dan peluang pendidikan
yang lebih adil.

3.7 Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Emosional Pendidik melalui Upaya


untuk Berkolaborasi
Komunitas yang kolaboratif merupakan elemen penting dari kesuksesan
proses pembelajaran sosial dan emosional di sekolah. Oleh karenanya, pendidik

76 | Pembelajaran Sosial Emosional


dan sekolah harus bersama-sama berupaya menyediakan waktu untuk memperkuat
hubungan dan berkolaborasi guna melaksanakan dan meningkatkan implementasi
pembelajaran sosial dan emosional di sekolah. Upaya untuk terhubung dan
berkolaborasi ini dapat dilakukan dengan:
a. sesama pendidik;
b. peserta didik;
c. keluarga.
Berikut ini adalah beberapa gagasan terkait dengan upaya-upaya tersebut,
seperti yang dikemukakan oleh CASEL.

3.7.1 Berkolaborasi dengan Sesama Pendidik


Memupuk koneksi dan kolaborasi adalah sebuah proses yang
berkesinambungan. Untuk memupuk koneksi dan kolaborasi dengan
pendidik, di sekolah, Bapak/Ibu dapat memulainya dengan:
- Mendiskusikan dan membuat kesepakatan bersama tentang pentingnya
pembelajaran sosial emosional.
- Memperkuat koneksi dan komunikasi dengan mempraktikkan 3 praktik
baik PSE (pembukaan yang hangat, proses yang melibatkan, penutupan
yang optimistik) dalam berbagai kesempatan interaksi antar pendidik.
Misalnya saat rapat rutin pendidik, workshop atau pelatihan, dsb. Praktik-
praktik ini merupakan cara nyata untuk membangun kapasitas kolaborasi
dan juga memberikan kesempatan untuk melatih keterampilan sosial dan
emosional
- Memasukkan praktik-praktik membangun koneksi ke dalam pertemuan
rutin sepanjang tahun ajaran. Saat sesama pendidik sudah merasa
nyaman satu sama lain, maka praktik membangun koneksi ini dapat
secara integral dimasukkan dalam cara pendidik berinteraksi. Misalnya
dengan saling berbagi dan mendiskusikan berbagai aspek pembelajaran
sosial emosional.
- Memecahkan permasalahan secara kolaboratif dalam rapat pendidik,
Pendidik menyediakan waktu untuk mendiskusikan permasalahan terkait
implementasi pembelajaran sosial emosional di kelas dalam rapat
pendidik.
- Mereviu data tentang pembelajaran sosial emosional bersama-sama,
misalnya data hasil survei lingkungan belajar dan survey karakter.

77 | Pembelajaran Sosial Emosional


3.7.2 Berkolaborasi dengan Peserta Didik
Membangun hubungan positif dengan peserta didik merupakan
keterampilan utama bagi pendidik dan merupakan komponen penting dari
lingkungan pembelajaran dan tempat kerja yang sehat. Untuk memupuk
koneksi dan kolaborasi dengan peserta didik, Bapak/Ibu dapat
melakukannya dengan:
- Mencoba mengenal peserta didik dengan lebih baik sebagai individu,
berupaya tanggap terhadap kebutuhan mereka, belajar dari mereka untuk
kepentingan sekolah, dan membangun kepercayaan relasional.
- Menunjukkan upaya untuk membuat peserta didik merasa dihargai dan
diperhatikan apa adanya. Ini dapat dimulai dengan mencoba
mendengarkan mereka. Anak- anak biasanya akan mau berbagi tentang
minat, nilai, dan aset budaya mereka jika mereka merasa aman dan
dihargai.
- Memastikan bahwa setiap peserta didik memiliki setidaknya satu orang
dewasa yang dapat membuat mereka terkoneksi dan dapat mereka
hubungi sepanjang hari.
- Membangun hubungan dalam jadwal sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan
misalnya dengan membuat struktur pendukung seperti prosedur
penyambutan peserta didik di depan pintu, check-in, konsultasi, dsb.
- Mengumpulkan data tentang persepsi peserta didik mengenai
pengalaman dan hubungan mereka dengan tenaga pendidik, bekerja
dengan peserta didik untuk menafsirkan dan mengembangkan
rekomendasi berdasarkan data, dan menggunakan rekomendasi peserta
didik untuk membantu semua staf bertindak dengan cara yang responsif
terhadap kebutuhan dan perspektif peserta didik.
- Mengevaluasi praktik disiplin untuk memastikan praktik tersebut bersifat
restoratif dan adil serta berfungsi untuk memperkuat hubungan antara staf
dan peserta didik dari waktu ke waktu.
- Melibatkan peserta didik dalam dalam menentukan tujuan penerapan
pembelajaran sosial dan emosional sehingga terbangun visi bersama.
- Melibatkan peserta didik dalam proses penilaian kebutuhan dan sumber
daya terkait dengan implementasi pembelajaran sosial emosional.
Tanyakan kepada peserta didik program apa yang menurut mereka
berguna dan berjalan dengan baik? apakah mereka merasa aman dan
didukung di sekolah? Apa yang membuat mereka merasa tidak aman (jika
ada), dsb. Melibatkan peserta didik dalam memberikan umpan balik akan

78 | Pembelajaran Sosial Emosional


memberikan pendidik banyak gagasan tentang apa yang harus dilakukan
selanjutnya dan apa yang dibutuhkan.
- Melibatkan peserta didik dalam tim pengembangan pembelajaran sosial
dan emosional.

3.7.3 Berkolaborasi dengan Keluarga


Melibatkan keluarga dalam proses pengembangan keterampilan
sosial emosional menjadi sebuah perwujudan tri sentra pendidikan seperti
yang diharapkan oleh Ki hajar Dewantara. Pendidik dan keluarga menjadi
mitra. Dengan bermitra, pendidik akan memperoleh wawasan untuk
memberikan dukungan yang lebih baik kepada peserta didiknya, sementara
di sini lain, keluarga akan mendapatkan teman dalam mendukung
pengembangan keterampilan sosial dan emosional yang tentunya juga
sudah mereka lakukan dengan anak-anak mereka di rumah. Untuk memupuk
koneksi dan kolaborasi dengan keluarga, Bapak/Ibu dapat melakukannya
dengan:
- Mulai mencoba mendengarkan keluarga, terkait dengan prioritas,
minat, pengetahuan, kekhawatiran mereka. Hal ini dapat membantu
membangun hubungan yang positif.
- Membangun komunikasi dua arah dengan keluarga.
- Mengundang keluarga untuk berkontribusi dan berkolaborasi dengan
pendidik dengan cara yang bermakna dan relevan serta selaras dengan
nilai dan perspektif mereka. Ini dapat dilakukan misalnya dengan:
1. Melibatkan keluarga untuk membangun visi bersama tentang
pembelajaran sosial emosional. tanyakan pada mereka tentang
komunitas kelas dan sekolah seperti apa yang mereka inginkan untuk
anak-anak mereka dan keterampilan yang mereka ingin mereka
kembangkan;
2. Melibatkan keluarga dalam pertemuan yang membahas tentang tujuan
prioritas pembelajaran sosial emosional. Ajak mereka untuk mereviu
tujuan dan memberikan umpan balik;
3. Meninjau program-program potensial dan menawarkan cara-cara bagi
mereka untuk memiliki keterwakilan dalam pengambilan keputusan
mengenai program mana yang akan diadopsi dan bagaimana program
tersebut akan dilaksanakan.

79 | Pembelajaran Sosial Emosional


4. Memberikan masukan terkait materi, kedalaman, dsb saat pendidik
atau sekolah mempersiapkan sesi informasi atau sesi pelatihan orang
tua tentang pembelajaran sosial emosional.
5. Mendiskusikan data terkait pembelajaran sosial dan emosional.

3.8 Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Emosional Pendidik melalui Upaya


untuk Menjadi Teladan
CASEL, mengutip Jones et al., (2013) mengatakan bahwa disengaja atau
tidak, orang dewasa sebenarnya terus-menerus mencontohkan kompetensi sosial
dan emosional mereka. Sementara peserta didik akan mengamati dan belajar ketika
orang dewasa menavigasi emosi, berupaya mencapai tujuan, merespons orang lain,
mengambil perspektif berbeda, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
Ketika orang dewasa dengan sengaja mencontohkan keterampilan sosial dan
emosional yang kuat, maka peserta didik akan dapat melihat bagaimana
menerapkan keterampilan sosial dan emosional dalam kehidupan mereka. Dengan
premis ini, maka sudah seharusnyalah kita para pendidik harus berupaya untuk
selalu menjadi teladan dalam mengimplementasikan pembelajaran sosial dan
emosional ini. Dalam modul ini, kita akan membahas bagaimana pendidik bisa
menunjukkan keteladanan di antara 1) teman-teman sejawat; 2) di antara peserta
didik dan keluarga.

3.8.1 Meneladankan Keterampilan Sosial dan Emosional di Antara Teman


Sejawat
Memodelkan keterampilan sosial dan emosional di antara teman
sejawat bisa dilakukan dengan:
● Berkomitmen menerapkan apa yang telah disepakati bersama
(shared agreement) terkait pembelajaran sosial emosional. Misalnya
terkait dengan bagaimana satu sama lain akan berkomunikasi dan
berinteraksi. Jika sudah sepakat untuk saling menghargai, maka sebagai
pribadi kita harus berkomitmen untuk juga saling menghargai.
● Berupaya menerapkan praktik-praktik baik pembelajaran sosial
emosional di dalam setiap interaksi, dalam pertemuan, pembelajaran
profesional, dan praktik-praktik coaching yang terjadi di sekolah.
● Saling menghargai upaya dan proses pertumbuhan dan
perkembangan satu sama lain. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan
mengapresiasi mereka yang telah menghormati kesepakatan bersama;
menghargai mereka yang berupaya untuk mengimplementasikan

80 | Pembelajaran Sosial Emosional


keterampilan sosial emosional dan mendukung implementasinya; mencari
dan menggunakan umpan balik untuk menunjukkan kepada rekan sejawat
bahwa Bapak/Ibu menghargai perspektif mereka; meningkatkan
pentingnya diskusi, pemecahan masalah, dan pertumbuhan yang
berkelanjutan.

3.8.2 Meneladankan Keterampilan Sosial dan Emosional di Antara Peserta


Didik dan Keluarga
CASEL menyatakan bahwa meneladankan kompetensi sosial dan
emosional dalam interaksi mereka dengan peserta didik dan keluarga
mereka sesungguhnya akan membantu menyiapkan landasan untuk
hubungan saling percaya yang akan mengkatalisis pembelajaran dan
kemitraan.
Berikut ini adalah beberapa contoh cara Bapak/Ibu dapat
meneladankan keterampilan sosial emosional kepada peserta didik dan
keluarga mereka:
1) Menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran yang diekspresikan oleh
peserta didik atau keluarga mereka dengan cara yang tepat, yaitu dengan
menunjukkan rasa ingin tahu dan mengupayakan proses pemecahan
masalah secara kolaboratif. Hal ini akan menghasilkan interaksi yang
lebih positif, karena mereka akan merasa nyaman dan merasa di dengar.
2) Menciptakan kesadaran seputar keterampilan sosial emosional dan
bagaimana keterampilan tersebut membantu kita sebagai pendidik dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu dengan menjelaskan dan mengartikulasikan
strategi yang kita gunakan kepada mereka. Misalnya saat pendidik
merasa marah atau frustasi terhadap sebuah situasi, pendidik bisa
mencontohkan bagaimana ia berupaya untuk bersikap tenang dan tidak
bereaksi negatif dengan mencoba menarik nafas dalam-dalam. Pendidik
dapat menjelaskan kepada peserta didik atau keluarga mereka
bagaimana strategi tersebut membantu mereka menjadi lebih tenang dan
mengurangi kemarahan.
3) Saat menelepon orang tua untuk mendiskusikan perilaku peserta didik
yang kurang sesuai, Bapak/Ibu dapat menjelaskan kejadian tersebut
tanpa menyalahkan dan meminta informasi latar belakang tambahan dari
orang tua untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang situasi
tersebut.

81 | Pembelajaran Sosial Emosional


4) Menggunakan pertemuan orang tua untuk membangun hubungan dengan
keluarga dan lebih memahami harapan dan kekhawatiran mereka
terhadap peserta didik. Bapak/Ibu dapat memposisikan keluarga sebagai
ahli tentang anak-anak mereka ketika berbagi pengalaman dan
pengamatan mereka terhadap peserta didik.
5) dan sebagainya.

3.9 Pembelajaran Sosial Emosional Berbasis Kesadaran Penuh


Pembelajaran Sosial Emosional Berbasis Kesadaran Penuh adalah
pendekatan yang memadukan praktik kesadaran penuh sebagai landasan untuk
membiasakan pengembangan keterampilan sosial dan emosional. Tujuannya
adalah membantu diri kita (guru/pendidik) dan peserta didik untuk memahami dan
mengelola dunia di dalam diri (emosi) dan merespon dunia di luar diri (berempati,
berelasi, beradab, berperilaku) dengan lebih bijaksana. Dalam konteks ini, kita
diajak untuk lebih sadar terhadap pikiran, perasaan, dan pengalaman kita sendiri,
sehingga dapat mengembangkan ketangguhan dari tekanan dalam diri dan dunia
luar. Praktik kesadaran penuh membantu kita meningkatkan fokus dan konsentrasi,
serta menumbuhkan kepedulian terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan di
sekeliling kita. Praktik ini melibatkan latihan bernapas secara sadar, menyimak apa
yang ada di dalam diri dan di sekeliling atau di hadapan kita. Sebagai pendidik,
praktik ini memacu kesadaran untuk melakukan refleksi diri sehingga mampu
menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan peserta didik
secara holistik, yang prosesnya secara umum digambarkan oleh Ki Hadjar
Dewantara sebagai proses: olah-cipta (pikiran, intelektualitas), olah-rasa (perasaan,
emosi), olah-karsa (kehendak, semangat, niat-niat), dan olah-raga (tindakan,
tenaga, bakti, karya).

Untuk lebih jelasnya, silakan saksikan video berikut ini.

Simaklah video dalam tautan di bawah ini!

Pembelajaran Sosial dan Emosional Berbasis Kesadaran Penuh


(https://bit.ly/videokesadaranpenuh)

Buatlah kesimpulan berdasarkan video tersebut

82 | Pembelajaran Sosial Emosional


Belajar dari kisah inspiratif
Sekarang, kami ingin Bapak/Ibu untuk membaca sebuah cerita tentang seorang
guru di bawah ini. Analisislah cerita tersebut dan identifikasilah bagaimana guru
tersebut berupaya meningkatkan keterampilan sosial emosionalnya melalui
proses belajar, berkolaborasi, dan menjadi teladan dalam keterampilan sosial
emosional.

Kisah Ibu Umbi

Bu Umbi adalah seorang guru SD yang mengajar di kelas 6. Bu Umbi melihat banyak sekali
berita di televisi yang menyatakan tentang banyaknya anak-anak yang tawuran, anak-anak
yang mengalami stres, perundingan yang terjadi di berbagai tempat, dan sebagainya. Semua
hal tersebut membuatnya sangat prihatin. Meskipun sejauh ini, di kelasnya belum sampai ada
peserta didik yang mengalami atau melakukan hal-hal di atas, namun beliau menyadari bahwa
pembelajaran di sekolah sesungguhnya tidak boleh hanya soal pembelajaran akademik.
Sangat penting bagi guru untuk mengajarkan keterampilan sosial-emosional kepada peserta
didiknya. Itulah sebabnya Bu Umbi memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang
bagaimana dia dapat mengajarkan dan mengembangkan keterampilan sosial-emosional ini.

Bu Umbi kemudian membaca buku-buku yang berhubungan dengan keterampilan sosial


emosional ini secara mandiri. Ia juga mengakses video-video di Platform Merdeka Mengajar
untuk mencari tahu lebih banyak lagi soal pembelajaran sosial emosional ini. Melalui proses

83 | Pembelajaran Sosial Emosional


pembelajaran yang dilakukannya, ia menemukan bahwa pembelajaran sosial-emosional
sesungguhnya adalah pembelajaran yang harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat di
sekolah dan dalam kehidupan anak. Pembelajaran sosial emosional bukan hanya guru yang
mengajarkan keterampilan sosial-emosional kepada peserta didiknya saja, namun guru juga
harus belajar mengembangkan keterampilan sosial-emosionalnya sendiri agar dapat
mencontohkan keterampilan sosial-emosionalnya kepada peserta didiknya. Dengan
pemahaman itu, Bu Umbi memutuskan untuk mencoba menerapkan dan melatih keterampilan
sosial emosional dengan memulai dari dirinya sendiri terlebih dahulu. Bu Umbi berusaha
mempelajari dan mencoba berbagai teknik-teknik sederhana yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupannya sehari-hari. Misalnya, Bu Umbi belajar bagaimana melakukan teknik STOP
untuk mengelola perasaannya agar ia bisa menavigasi rasa kecewa ketika dia mengetahui
bahwa apa yang direncanakan tidak sesuai dengan harapannya, atau rasa marah saat dia
mengetahui peserta didiknya tidak melakukan apa yang dia instruksikan.

Bu Umbi sadar bahwa ternyata ada banyak hal yang perlu ia pelajari dan lakukan untuk
mengintegrasikan keterampilan sosial emosional dalam kehidupan sehari-harinya. Maka, ia
memulai untuk meluangkan waktu di tengah hari untuk sekedar membiasakan diri mengambil
nafas, mengambil jeda, sehingga memudahkannya berpikir dengan lebih jernih. Ia bahkan
berusaha memilih kata yang akan digunakannya saat merespon orang lain sehingga
memberikan dampak yang lebih baik. Ia terus berusaha menjalin hubungan lebih dekat dengan
peserta didiknya dengan berusaha mencari tahu dan memahami keadaan peserta didiknya.
Melalui proses ini, Bu Umbi menjadi semakin baik dalam memperhatikan kebutuhan peserta
didiknya. Bu Umi juga belajar untuk lebih empati terhadap lingkungan sekitarnya. Ia berlatih
menggunakan 3 pertanyaan empatik saat berinteraksi dengan orang lain. Ketika berinteraksi
dengan koleganya, Bu Umbi juga berusaha untuk mengaplikasikan keterampilan sosial-
emosional yang dipelajarinya. Ia belajar agar saat menghadapi situasi yang tidak nyaman
dalam interaksi bersama rekan kerjanya, ia dapat tetap tenang dan memilih respon yang lebih
positif dengan mereka. Misalnya, pada suatu kesempatan, ia menerapkan strategi, i-message,
untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap suatu hal yang dikatakan rekan kerjanya.

Dari pengalaman tersebut, Bu Umbi pun sampai pada pemikiran bahwa ia perlu juga
membangun kesadaran teman-temannya akan pentingnya mengaplikasikan keterampilan
sosial-emosional baik sebagai individu maupun sebagai pendidik. Ia ingin rekan-rekan
sejawatnya juga menyadari pentingnya keterampilan sosial emosional. Oleh karena itu
mencoba bertemu Kepala Sekolah untuk menyampaikan keresahannya ini. Bu Umbi meminta
izin untuk membicarakan perihal pentingnya keterampilan sosial-emosional ini. Ia lalu
memohon sedikit waktu agar dirinya diperkenankan memimpin sesi latihan atau praktik
mindfulness sederhana yang dapat membantu guru-guru lebih fokus dalam sesi rapat kerja
besok. Dari obrolan informal yang dibawakan Bu Umbi, Kepala Sekolah dapat memahami

84 | Pembelajaran Sosial Emosional


pentingnya keterampilan untuk fokus dalam era modern yang serba cepat ini. Kepala Sekolah
pun merasakan ketulusan Bu Umbi dan akhirnya memberikan izin.

Pada keesokan harinya, saat rapat Bu Umbi pun menjalankan rencananya. Ia mengajak rekan-
rekannya melakukan teknik STOP (salah satu teknik jeda untuk melatih fokus) sebelum rapat
dimulai dan kemudian menjelaskan bagaimana teknik tersebut bekerja mempengaruhi sistem
fisiologis yang alami terjadi dalam diri manusia. Bu Umbi pun menjelaskan bahwa latihan fokus
tersebut adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan salah satu
keterampilan sosial emosional, yaitu pengelolaan diri. Bu Umbi berbagi bagaimana latihan ini
membantu bu Umbi dalam melatih fokusnya selama ini.

Rekan-rekan Bu Umbi menunjukkan respon yang berbeda-beda. Ada yang tertarik dan
bertanya lebih lanjut, namun ada pula yang kurang tertarik dan menganggap kegiatan tersebut
hanya akan membuang waktu. Namun demikian, Bu Umbi tidak patah semangat. Ia terus
menyuarakan pentingnya mengembangkan keterampilan sosial emosional ini. Bu Umbi berbagi
berbagai bacaan yang ia dapat kepada rekan-rekannya melalui grup Whatsapp. Ia juga
mengajak rekan-rekannya yang tertarik untuk mempelajari lebih lanjut soal pembelajaran sosial
emosional ini untuk bergabung dalam kelompok diskusi yang bertemu secara rutin untuk
belajar bersama-sama.

Karena Bu Umbi juga secara berkesadaran mencoba mempraktikkan keterampilan sosial


emosional ini dalam kehidupannya sehari-hari, rekan-rekan kerja Bu Umbi juga merasakan
bahwa Bu Umbi juga adalah orang yang sangat menyenangkan, tulus, dan positif. Karena
hubungan sosial Bu Umbi cukup bagus, sehingga ketika Bu Umbi mengajak rekan-rekannya,
banyak yang akhirnya bersedia belajar bersama. Makin lama makin banyak rekan-rekan guru
di sekolah Bu Umbi yang tertarik untuk belajar lebih lanjut. (ODK)

85 | Pembelajaran Sosial Emosional


Ruang Kolaborasi: Bagaimana Saya dapat Berkolaborasi dengan Rekan Sejawat
untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Emosional Orang Dewasa yang Ada di
Sekolah?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia,


Sekarang kami ingin Bapak/Ibu mengidentifikasi sebuah upaya untuk
meningkatkan keterampilan sosial dan emosional melalui kolaborasi, yang dapat
Bapak/Ibu implementasikan di sekolah Bapak/Ibu masing-masing. Pilihlah sebuah upaya
(bisa upaya untuk berkolaborasi dengan rekan sesama pendidik, peserta didik, atau
dengan keluarga peserta didik) yang dapat langsung Bapak/Ibu terapkan dalam waktu
dekat. Setelah menerapkannya, Bapak/Ibu kami harapkan dapat menuliskan refleksi
terkait pengalaman tersebut di lembar refleksi berikut ini.

Lembar Refleksi

Rangkumlah keseluruhan pemikiran dan perasaan Anda tentang strategi kolaborasi


yang diterapkan dalam sebuah paragraf yang singkat namun jelas.

86 | Pembelajaran Sosial Emosional


Demonstrasi Kontekstual: Bagaimana Saya dapat Menunjukkan Pemahaman Saya
terkait Dampak dari Penerapan Keteladanan, Proses Belajar dan Kolaborasi yang
Telah Dilakukan terhadap Terciptanya Lingkungan Belajar yang Menguatkan
Kesejahteraan Psikologis (Wellbeing) Warga Sekolah?

Bapak/Ibu guru yang berbahagia,


Selamat datang di tahapan Demonstrasi Kontekstual. Setelah sebelumnya
melakukan upaya untuk berkolaborasi dengan rekan sesama pendidik dan melakukan
refleksi terhadap pengalaman tersebut, kami percaya kini Bapak/Ibu semakin yakin akan
peranan yang dapat Bapak/Ibu ambil dalam meningkatkan keterampilan sosial dan
emosional peserta didik, yang pada gilirannya nanti membuahkan hasil pada
menguatnya well-being warga sekolah.
Sekarang, kami meminta Bapak/Ibu untuk membuat sebuah peta konsep. Peta
konsep tersebut harus dapat menunjukkan secara visual, bagaimana keteladanan, terus
belajar, dan berkolaborasi membawa dampak konkret dalam memperkuat praktik-praktik
pembelajaran sosial emosional. Gunakan aspek-aspek dalam tabel ceklis di bawah ini
untuk membantu Bapak/Ibu membuat peta konsepnya.

Menjadi teladan

Deskripsi Perilaku: Peta konsep memberikan deskripsi yang jelas tentang perilaku
guru yang menunjukkan keteladanan dalam pembelajaran sosial emosional.

Terus Belajar

Peta konsep mencakup strategi konkret yang menunjukkan bagaimana seorang


guru dapat terus belajar dan berkembang dalam domain sosial emosional?

Berkolaborasi

Peta konsep mencerminkan pendekatan kolaboratif guru dengan sesama pendidik


dan tenaga kependidikan, peserta didik, dan keluarga/orang tua dalam konteks
pembelajaran sosial emosional.

Dampak

Peta konsep menggambarkan bagaimana 3 upaya guru (menjadi teladan, terus


belajar, dan berkolaborasi) membawa dampak positif pada lingkungan kelas dan
sekolah dalam konteks pembelajaran sosial emosional.

87 | Pembelajaran Sosial Emosional


Elaborasi Pemahaman: Apa Saja Tindak Keteladanan, Proses Belajar dan
Kolaborasi yang dapat Saya Lakukan untuk Menerapkan Kompetensi Sosial
Emosional Sesuai Konteks Pembelajaran Kelas/Sekolah Saya Sehari-Hari?

Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang topik ini, buatlah serangkaian


pertanyaan-pertanyaan (beserta jawabannya) yang sering dan umum ditanyakan
(Frequently Asked Questions - FAQs) oleh mereka yang baru mulai dan sedang belajar
Pembelajaran Sosial Emosional. Bayangkan rangkaian pertanyaan dan jawaban
tersebut akan dibaca oleh rekan Bapak/Ibu. Gunakan kesempatan ini untuk
merumuskan pertanyaan dengan menggali informasi dari rekan sejawat, kepala sekolah
Bapak/Ibu, dan ahli (jika ada), baik secara langsung maupun lewat tulisan dan/atau riset
mereka. Di bawah ini ada serangkaian contoh pertanyaan-pertanyaan, yang belum
diberikan jawabannya. Lengkapi dan lanjutkanlah daftar ini.

Tabel 3.2 Pertanyaan Frequently Asked Questions – FAQs

No Pertanyaan (FAQs) Jawaban

Mengapa penting bagi guru untuk tidak hanya fokus


pada aspek akademis, tetapi juga pada keterampilan
1.
sosial emosional untuk mewujudkan wellbeing peserta
didik?
Apa saja praktik belajar yang dapat diimplementasikan
oleh guru untuk meningkatkan keterampilan sosial
2.
emosional peserta didik, dan bagaimana hal itu dapat
mempengaruhi perkembangan holistik peserta didik?
Bagaimana guru dapat berkolaborasi dengan peserta
didik, rekan kerja, dan orang tua dalam menciptakan
3.
lingkungan belajar yang mendukung pengembangan
keterampilan sosial emosional?

4.

5.

dst
.

88 | Pembelajaran Sosial Emosional


Koneksi Antar Materi: Bagaimana Saya dapat Menggunakan Wawasan dan
Keterampilan yang Telah Saya Peroleh untuk Membantu Saya Mengatasi
Tantangan dalam Kehidupan Pribadi Maupun Profesional?

Selamat datang di tahapan belajar Koneksi Antar Materi!


Di tahapan ini, Bapak/Ibu akan diminta untuk mengidentifikasi satu
tantangan/masalah yang saat ini sedang dihadapi oleh Bapak/Ibu di kelas maupun
dalam kehidupan pribadi atau profesional. Dengan menggunakan wawasan dari topik-
topik yang telah dipelajari sebelumnya, Bapak/Ibu dapat menjelaskan bagaimana
keterampilan sosial emosional dapat membantu Bapak/Ibu menghadapi tantangan
tersebut, sehingga berdampak pada meningkatnya kesejahteraan psikologis (well-being)
Bapak/Ibu.

Tantangan yang saya hadapi adalah

Keterampilan sosial dan emosional yang saya gunakan yaitu________________


_______________________________________________membantu saya untuk

89 | Pembelajaran Sosial Emosional


Aksi Nyata: Bagaimana Dampak dari Proses Belajar, Kolaborasi, dan Keteladanan
terhadap Upaya Mewujudkan Wellbeing Warga Sekolah?

1. Penerapan satu contoh keteladanan baru, satu proses belajar pribadi, dan satu
proses kolaborasi yang dilakukan untuk menguatkan penerapan pembelajaran
sosial emosional di kelas atau sekolah masing-masing.

2. Tulisan yang merefleksikan bagaimana dampak atas penerapan yang telah


dilakukan tersebut terhadap wellbeing warga sekolah.

3. Silakan unggah refleksi Anda di dalam drive personal masing-masing, Bapak/Ibu


mungkin dapat menggunakan refleksi ini sebagai bagian dari Jurnal Pembelajaranku
Bapak/Ibu nanti.

90 | Pembelajaran Sosial Emosional


Latihan Pemahaman

1. “Keadaan emosi berkelanjutan yang ditandai dengan suasana hati dan sikap positif,
hubungan positif dengan peserta didik dan guru lain, ketahanan, optimalisasi diri,
dan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pengalaman belajar mereka di sekolah.”
Definisi yang disampaikan di atas merupakan definisi dari:
a. Kesejahteraan psikologis peserta didik (student wellbeing)
b. Pembelajaran sosial dan emosional
c. Kesadaran diri
d. Kesadaran sosial
e. Pengelolaan diri

2. Meningkatkan kesejahteraan psikologis warga sekolah dapat diwujudkan melalui


komitmen kita sebagai seorang pendidik untuk meningkatkan keterampilan sosial
emosional diri kita sendiri sebagai orang dewasa. CASEL menjelaskan bahwa
pengembangan keterampilan sosial emosional oleh orang dewasa di sekolah dapat
dilakukan melalui 3 upaya yaitu:
a. Menjadi teladan, refleksi berkelanjutan, dan berbagi
b. Belajar, berkolaborasi, dan berbagi
c. Berkolaborasi, belajar, dan menjadi teladan
d. Menjadi teladan, belajar, dan refleksi
e. Refleksi, berkolaborasi dan berdiskusi

3. Guru dapat melakukan upaya belajar untuk meningkatkan keterampilan sosial


emosional dirinya sendiri. Salah satu upaya belajar yang dapat dilakukan oleh guru
diantaranya adalah:
a. Dengan melakukan refleksi terhadap keterampilan sosial dan emosional
pribadi/dirinya sendiri.
b. Dengan berupaya mengembangkan kapasitas orang lain untuk memiliki dan
menerapkan kompetensi sosial emosional.
c. Dengan berkolaborasi dengan Sesama Pendidik.
d. Dengan meneladankan Keterampilan Sosial dan Emosional di Antara Teman
Sejawat
e. Dengan terkoneksi dengan Peserta Didik.

91 | Pembelajaran Sosial Emosional


4. Guru dapat melakukan upaya berkolaborasi untuk meningkatkan keterampilan sosial
emosional dirinya sendiri. Berikut ini, mana yang bukan termasuk contoh upaya
berkolaborasi tersebut:
a. Membangun komunikasi dua arah dengan keluarga.
b. Mencoba mengenal peserta didik dengan lebih baik sebagai individu, berupaya
tanggap terhadap kebutuhan mereka, belajar dari mereka untuk kepentingan
sekolah, dan membangun kepercayaan relasional.
c. Memecahkan permasalahan secara kolaboratif dalam rapat pendidik.
d. Melakukan refleksi terhadap keterampilan sosial dan emosional pribadi/dirinya
sendiri.
e. Memperkuat koneksi dan komunikasi dengan mempraktikkan 3 praktik baik PSE
(pembukaan yang hangat, proses yang melibatkan, penutupan yang optimistik)
dalam berbagai kesempatan interaksi antar pendidik.

5. Mengapa praktik pendidikan yang mendukung keterampilan sosial dan emosional


dianggap dapat berkontribusi pada kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis
(wellbeing) peserta didik?
a. Membantu peserta didik untuk dapat memahami bahwa tujuan hidup mereka
adalah mencapai kebahagiaan yang setingginya baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat
b. Membantu peserta didik untuk dapat memahami dan mengelola emosi mereka,
sehingga mereka cenderung lebih mampu menciptakan hubungan yang positif,
memiliki motivasi yang tinggi, dan mengalami kebahagiaan dalam proses
pembelajaran.
c. Peserta didik untuk dapat memahami bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan
psikologis akan dapat dicapai jika mereka mengalami kebahagiaan dalam proses
pembelajaran.
d. Peserta didik untuk dapat memahami bahwa hubungan yang positif dengan
orang lain berpengaruh terhadap kebahagiaan mereka.
e. Peserta didik untuk dapat memahami bahwa keadaan sosial emosional yang
tidak baik akan menghalangi mereka mencapai kebahagiaan.

6. Salah satu contoh tindakan yang dapat dilakukan pendidik untuk menjadi teladan
bagi peserta didik dalam upaya meningkatkan kompetensi sosial emosional adalah:
a. Dengan menerapkan dan kemudian mengartikulasikan strategi yang digunakan
kepada peserta didik ketika pendidik berupaya mengelola emosi saat
menghadapi situasi yang sulit.

92 | Pembelajaran Sosial Emosional


b. Dengan mengevaluasi praktik disiplin dan kebijakan sekolah terkait penerapan
keterampilan sosial dan emosional.
c. Dengan mempelajari berbagai teknik yang dapat digunakan untuk mengelola
emosinya.
d. Dengan membaca sumber-sumber bacaan yang membahas tentang tahapan
perkembangan anak, sehingga pendidik dapat memahami perilaku apa yang
sesuai dengan tahapan usia tertentu.
e. Dengan bekerja sama dengan para pendidik lain untuk mengintegrasikan praktik-
praktik membangun koneksi ke dalam pertemuan rutin sepanjang tahun ajaran.

7. Mempelajari kompetensi budaya adalah salah satu hal yang dapat dilakukan guru
untuk mengembangkan kapasitas diri dalam menerapkan kompetensi sosial
emosional. Selain memperluas pengetahuannya tentang budaya orang lain, apa lagi
yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengembangkan kompetensi
budaya bagi dirinya?
a. Mempelajari aspek-aspek budaya orang lain dan mencoba mengikutinya
b. Mengajarkan orang lain tentang budaya kita.
c. Menyelenggarakan kegiatan kebudayaan untuk mempromosikan budaya negara
kita.
d. Mengikuti kegiatan pertukaran pendidik untuk mempelajari budaya orang lain.
e. Membangun kesadaran akan identitas budaya pribadi.

8. Mengapa kolaborasi di antara warga sekolah, seperti peserta didik, guru, dan staf,
dianggap memiliki manfaat signifikan dalam menciptakan lingkungan belajar yang
mendukung kesejahteraan psikologis?
a. Kolaborasi menciptakan persaingan sehat dan dorongan untuk unggul, karena
melalui interaksi positif antara peserta didik, guru, dan staf, muncul semangat
kompetisi yang sehat di lingkungan belajar
b. Kepercayaan dan saling pengertian yang ditingkatkan melalui kolaborasi
membentuk fondasi yang kokoh dan berkelanjutan untuk kesejahteraan
psikologis individu dan kolektif
c. Menyulitkan komunikasi di antara anggota sekolah, terkadang dapat memperkuat
koneksi emosional yang lebih mendalam dan bersifat otentik.
d. Memperkuat hirarki di antara guru dan peserta didik, dalam beberapa kasus
mendorong kestabilan hierarki yang seimbang dalam lingkungan belajar

93 | Pembelajaran Sosial Emosional


e. Kolaborasi antar warga sekolah akan membuat warga sekolah bersikap individual
dan lebih mementingkan pekerjaan masing-masing

9. Dari pernyataan berikut ini, manakah yang menurut Bapak/Ibu merupakan dampak
dari upaya yang dilakukan guru untuk meneladankan kompetensi sosial emosional
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah?
a. Peserta didik dan warga sekolah dapat melihat langsung bagaimana tekanan
yang dihadapi guru dalam kehidupan sehari-hari,
b. Peserta didik dan warga sekolah dapat berkontribusi dalam terciptanya budaya
sekolah yang penuh rasa hormat dan saling peduli antar warga sekolah.
c. Peserta didik dan warga sekolah dapat membedakan mana guru yang sedang
stres dan yang tidak.
d. Peserta didik dan warga sekolah dapat mempromosikan perkembangan sosial
serta psikologis mereka.
e. Peserta didik dan warga sekolah dapat melihat langsung bagaimana
keterampilan sosial dan emosional digunakan dan membantu mengelola
tantangan sosial dan emosional dalam kehidupan sehari-hari.

10. Sekelompok guru di sebuah Sekolah Menengah Pertama melakukan pertemuan


untuk mendiskusikan data hasil survei lingkungan belajar. Hasil survei tersebut
mengungkapkan bahwa hubungan antara guru dan peserta didik di sebuah jenjang
kelas kurang berjalan dengan baik. Pengungkapan ini mengarahkan semua guru-
guru yang mengajar di jenjang kelas tersebut untuk mendiskusikan hal ini lebih
lanjut, baik dengan sesama guru dan juga dengan semua peserta didik di jenjang
kelas itu untuk mencari solusi dalam upaya memperbaiki keterampilan berelasi
mereka.
Berdasarkan deskripsi situasi di atas, apa sebenarnya yang dilakukan oleh guru
diatas?
a. Berkolaborasi untuk meningkatkan keterampilan sosial dan emosionalnya.
b. Memodelkan keterampilan sosial dan emosionalnya kepada guru-guru lain.
c. Melakukan refleksi terhadap keterampilan sosial dan emosional pribadi/dirinya
sendiri.
d. Memodelkan keterampilan sosial dan emosionalnya kepada peserta didik.
e. Mengajarkan teknik mengelola emosi kepada warga sekolah.

94 | Pembelajaran Sosial Emosional


Cerita Reflektif

Bapak/Ibu guru, sekarang ceritakanlah pengalaman Bapak/Ibu secara jujur dalam menerapkan
3 upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional (Belajar, Berkolaborasi, dan
Menjadi Teladan) yang sudah Bapak/Ibu lakukan di tahapan Aksi Nyata. Tuliskan apa
peristiwanya (Peristiwa); Bagaimana perasaan Bapak/Ibu (Perasaan); Apa pembelajaran yang
Bapak/Ibu dapatkan (Pembelajaran);dan Apa aksi/tindakan yang akan Bapak/Ibu lakukan
setelah belajar dari
peristiwa ini (Perubahan)?

95 | Pembelajaran Sosial Emosional


Daftar Pustaka

Bryson, A. M. (n.d.). Practical Ways to Introduce and Broaden the Use of Sel Practices in
Classrooms, Schools, and Workplaces. CASEL.
https://schoolguide.casel.org/uploads/2018/12/CASEL_SEL-3-Signature-
Practices-Playbook-V3.pdf
CASEL. (2021, November 10). 2011–2021: 10 Years of Social and Emotional Learning
in the U.S. School Districts Elements for Long-Term Sustainability of SEL
https://casel.org/cdi-ten-year-report/
CASEL. (2019) SEL 3 Signature Practices Playbook https://casel.org/casel_sel-3-
signature-practices-playbook-v3/
Cefai, Ca., Downes, P., & Cavioni, V. (2021). A formative , inclusive , whole-school and
emotional education in the EU Analytical report. https://doi.org/10.2766/506737
Cipriano, C., et.al, 2023, February 2). Stage 2 Report: The State of the Evidence for
Social and Emotional Learning: A Contemporary Meta-Analysis of Universal
School-Based SEL Interventions. https://doi.org/10.31219/osf.io/mk35u.
De Fraine, B., G. Landeghem, J. Damme, & P. Onghena. (2005). An Analysis of
WellBeing in Secondary School with Multilevel Growth Curve models and
Multilevel Multivariate Models. Quality and Quantity. 39. 297-316.
10.1007/s11135-004-5010-1.
Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95(3), 542-575
Engels, N., A. Aelterman, K. Petegem, A. Schepens. (2004). Factors which influence the
well-being of pupils in Flemish secondary schools. Educational Studies, 30(2),
127-143. Englewood Cliffs: Prentice-Hall. Educational Studies. 30. 127-143.
10.1080/0305569032000159787.
Eva Oberle, Kimberly A. Schonert-Reichl, Stress contagion in the classroom? The link
between classroom teacher burnout and morning cortisol in elementary school
students, Social Science & Medicine, Volume 159, 2016, Pages 30-37, ISSN
0277-9536,https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2016.04.031.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277953616302052)
https://www.who.int/activities/promoting-well-being [accessed on November 27
2023 at 00.47]
Fraillon, J. (2004). Measuring student well-being in the context of Australian schooling:
Discussion paper. Curriculum Corporation.
https://research.acer.edu.au/well_being/8

96 | Pembelajaran Sosial Emosional


Jones, S.M., S.M. Bouffard, & R. Weissbourd. (2013). Educators’ social and emotional
skills vital to learning. Focus Area 2: Model. CASEL.org.
https://schoolguide.casel.org/focus-area-2/model/
Konu, A., & Rimpelä, M. (2002). Dimensions of school well-being among adolescents.
Journal of School Health, 72(7), 243-251.
Noble, T. & H. McGrath. (2016). The PROSPER school pathways for student wellbeing:
Policy and practices. SpringerBriefs in well-being and quality of life research.
Springer, Australia.
Oberle, E. & K.A. Schonert-Reichl. (2016, April 24). Stress contagion in the classroom?
The link between classroom teacher burnout and morning cortisol in elementary
school students. Social Science & Medicine.
doi:10.1016/j.socscimed.2016.04.031
Promoting well-being. World Health Organization (WHO).
https://www.who.int/activities/promoting-well-being [accessed on November 27
2023 at 00.47].
Pendidikan Guru Penggerak. (2022, 11 Mei). 10 Final Pembelajaran Sosial dan
Emosional Berbasis Kesadaran Penuh [Video]. YouTube.
https://www.youtube.com/watch?v=qudWs52iY-k&t=8s
Ramberg, I., Gustafsson, H., & Lindblad, F. (2019). The impact of teacher stress on
school well-being: A cross-cultural perspective. International Journal of
Educational Psychology, 8(2), 112-130.
Roffey, S. (2008). Social and emotional literacy and school well-being. Educational &
Child Psychology, 25(2), 31-45.
Sahruddin, A., D. (2020). Cerita Inspiratif Guru Sd Dan Smp. Direktorat Guru dan
Tenaga Kependidikan, Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Syamsul Hadi, S. H. (2013). Pembelajaran Sosial Emosional Sebagai Dasar Pendidikan
Karakter Anak Usia Dini. Jurnal Teknodik, Hal. 227–240.
https://doi.org/10.32550/teknodik.v0i0.104
Schlund, J. (2021). Social-Emotional Learning and Whole Child Education: Approaches
for Supporting Students’ Learning and Development.
https://www.gettingsmart.com/2021/08/20/sel-and-whole-child-education-
approaches-for-supporting-students-learning-and-development/ “Social-
Emotional Learning: What Is SEL and Why SEL Matters”, YouTube, uploaded by
Committee for Children, 2 Aug, 2016
https://www.youtube.com/watch?v=ikehX9o1JbI

97 | Pembelajaran Sosial Emosional


Weissberg, Roger. “Why Social and Emotional Learning Is Essential for Students”
Edutopia, https://www.edutopia.org/blog/why-sel-essential-for-students-
weissberg-durlak-domitrovich-gullotta [accessed on 8 December 2023 at 12.44].
Tujuh Jalan hidup Steve Jobs. https://www.merdeka.com/
https://www.merdeka.com/uang/7-jalan-hidup-steve-jobs-bisa-jadi-inspirasi-
menuju-sukses.html [accessed on 8 December 2023 at 12.53].

98 | Pembelajaran Sosial Emosional


Biodata Penulis Modul

Penulis 1

Prof. Dr. Yerimadesi, S. Pd., M.Si, lahir di Situmbuk, 17 September 1974. Memperoleh
gelar sarjana pendidikan pada tahun 1998 pada Jurusan Kimia IKIP Padang. Gelar
Magister Sains dalam bidang Kimia Fisika diperoleh pada tahun 2001 dari program
pascasarjana Universitas Andalas. Gelar Doktor diperoleh pada tahun 2018 di Program
Studi Ilmu Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Beliau
bertugas sebagai Dosen di Departemen Kimia FMIPA Universitas Negeri Padang sejak
tahun 2003 hingga sekarang. Disamping mengajar, beliau pun aktif menulis dan meneliti
terutama di bidang Pendidikan Kimia. Pada tahun 2019, beliau juga sebagai penulis
enam modul hybrid learning bidang studi kimia untuk mahasiswa Pendidikan Profesi
Guru. Berbagai penelitian dan karya tulisnya telah dipublikasikan pada tingkat nasional
dan internasional, diantara karya terbarunya adalah:
1. Yerimadesi, Y., Warlinda, Y. A., Rosanna, D. L., Sakinah, M., Putri, E. J.,
Guspatni, G., Andromeda, A. 2023. Guided Discovery Learning-Based Chemistry
E-Module and Its Effect on Students' Higher-Order Thinking Skills. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia (JPI), 12 (1). Vol 12, No 1, pp: 168-177.
2. Yerimadesi Yerimadesi, Yulia Asri Warlinda, Hardeli Hardeli, Andromeda
AndromedaImplementation of Guided Discovery Learning Model with SETS
Approach Assisted by Chemistry E-Module to Improve Creative Thinking Skills of
Students

Penulis 2

Oscarina Dewi Kusuma, S.Pd., M.Pd. adalah seorang Ibu dengan 2 anak yang meraih
gelar S1 dari jurusan Teknologi Pendidikan IKIP Negeri Jakarta dan kemudian
mendapatkan gelar magister Pendidikan (S2) pada jurusan Administrasi/Manajemen
Pendidikan dari Universitas Kristen Indonesia. Dewi adalah praktisi pendidikan yang
gemar belajar. Keinginannya untuk terus belajar inilah yang menarik minatnya untuk
mengambil program Advance Certificate for Teaching and Learning di Foundation for
Excellence in Education (FEE). Dewi memegang Certificate IV untuk Life Education
Skills dan telah mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan, mengajar dan
pembelajaran, coaching, dan perlindungan anak, baik di Indonesia maupun negara-
negara lain, yang semuanya berkontribusi pada semakin kuatnya keyakinan dirinya pada

99 | Pembelajaran Sosial Emosional


prinsip bahwa pendidikan seyogianya haruslah memerdekakan dan membahagiakan.
Saat ini Dewi adalah salah satu dari anggota leadership team di Global Jaya School,
sebuah sekolah yang terotorisasi oleh International Baccalaureate (IB) dan terakreditasi
oleh Western Association of School and Colleges (WASC) yang berlokasi di Bintaro
Jaya Tangerang Selatan. Selain bekerja di sekolah, Dewi juga kerap diminta menjadi
pembicara atau pelatih dalam kegiatan pelatihan guru dan kepala sekolah di berbagai
daerah di Indonesia. Dewi adalah salah satu pengembang modul untuk program
Pendidikan Guru Penggerak dan saat ini juga menjadi salah satu pengurus inti di
Perkumpulan Sekolah SPK (Satuan Pendidikan Kerjasama) Indonesia.

100 | Pembelajaran Sosial Emosional


KUNCI JAWABAN SOAL LATIHAN PEMAHAMAN

Nomor
Topik 1 Topik 2 Topik 3
Soal

1. B B A

2. C A C

3. C C A

4. B C D

5. E A B

6. A C A

7. A D E

8. E E B

9. C A E

10. A B A

101 | Pembelajaran Sosial Emosional

Anda mungkin juga menyukai