Makalah Wacana

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
“Wacana”

Dosen Pengampu :
Refril Dani, M.Pd

Disusun Oleh:
Desi Sumarni
NPM. 231188203015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melinpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah kami.Alhamadulillah dengan izin dan kehendak dari
Allah SWT sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada Bapak Refril Dani, M.Pd selaku dosen pengampu
dan teman teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bungo, 11 Januari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah....................................................................1

B. Masalah Rumusan.............................................................................2

C. Tujuan Penlulisan.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3

A. Pengertian wacana ..........................................................................3

B. Macam-macam wacana...................................................................7

C. Cirri-ciri wacana..............................................................................11

BAB III PENUTUP......................................................................................12

A. Kesimpulan .....................................................................................12

B. Saran ...............................................................................................12

Daftar Pustaka..............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan
dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara
berurutan, rangkaian bunyi membentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase
dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat
membentuk wacana (Rani, dkk., 2006: 3). Wacana menunjuk pada kesatuan
bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik
disampaikan lisan, atau tertulis. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi,
yang menghubungkan proposisi dan proposisi lain, kalimat satu dengan kalimat
lain, membentuk satu kesatuan.
Wacana dikatakan lengkap karena didalamnya terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana
tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apa pun.
Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat
atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan
kewacanaan lainnya (kohesi dan koherensi). Kohesi merupakan keserasian
hubungan unsur-unsur dalam wacana sedangkan koherensi merupakan
kepaduan wacana sehingga membawa ide tertentu yang dipahami khalayak.
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang struktural
membentuk ikatan sintaktial (Mulyana, 2005: 26).
Konsep kohesi pada dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya,
unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu
wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi
termasuk dalam aspek internal struktur wacana. Hanya melalui hubungan yang
kohesif, maka suatu unsur dalam wacana dapat diinterpretasikan sesuai
ketergantungannya pada unsur-unsur lainnya. Hubungan kohesif dalam wacana
sering ditandai oleh kehadiran pemarkah (penanda) khusus yang bersifat
lingual-formal.

1
2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan tersebut adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan wacana?
2. Apa saja macam-macaam wacana?
3. Bagaimana ciri-ciri wacana?
C. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari materi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian wacana
2. Untuk mengetahui macam-macam wacana
3. Untuk mengetahui ciri-ciri wacana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wacana
Kata wacana banyak digunakan oleh berbagai ilmu pengetahuan salah
satunya Ilmu Komunikasi. Secara spesifik pengertian, definisi dan batasan
istilah wacana sangat beragam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan
lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut.
Dalam proses komunikasi juga tidak bisa terlepas dari sebuah wacana,
yaitu rentetan kalimat yang saling berkaitan membentuk satu kesatuan bahasa
terlengkap (Azwardi, 2018:41). Berbeda dengan Keraf (2014:25) yang
mengatakan bahwa wacana adalah bentuk bahasa yang kalimatnya
mengandung sebuah tema. Satuan bentuk yang mengandung sebuah tema dan
terdiri dari alinea-alinea, anakanak bab, bab-bab, dan kerangka utuh baik yang
terdiri dari bab-bab maupun tidak. Sehingga tema merupakan ciri sebuah
wacana. Tanpa tema tentu tidak ada wacana.
Lebih luas wacana dapat diartikan sebagai suatu gagasan umum mengenai
bahasa yang disusun menurut perbedaan pola-pola yang diikuti oleh ujaran
para pengguna bahasa (Utami, 2017:70). Wacana yaitu suatu bahasa terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan korelasi dan
koherensi yang tertinggi dan berkesinambungan yang memunyai awalan dan
akhiran yang nyata disampaikan secara lisan maupun tulis (Martutik, 2013:35).
Wacana adalah; 1) rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, yang membentuk satu
kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu;
2) kesatuan bahasa yang terlengkapdan tertinggi atau terbesar diatas kalimat
atau klausa dengan koherensi atau kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,
yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, ditampilkan secara lisan
atau tertulis.
Purwitasari (2017) berpendapat bahwa suatu analisis wacana difungsikan
untuk mengkaji bagaimana sebuah bahasa itu digunakan. Apakah bahasa
digunakan sebagai fungsi transaksional, yaitu fungsi bahasa untuk

3
4

mengungkapkan isi atau bahasa digunakan sebagai fungsi interaksional, yaitu


fungsi bahasa yang telibat dalam pengungkapan hubungan sosial dan sikap
pribadi. Secara garis besar analisis wacana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
wacana tulis dan lisan. Wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan
secara tertulis, penyampaian isi atau informasi disampaikan secara tertulis yang
dimaksudkan agar tulisan tersebut dapat dipahami dan dimengerti oleh
pembaca. Wacana tulis dapat dilihat di media cetak. Sedangkan wacana lisan
adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan
bahasa verbal (Widiatmoko, 2015:25). Jenis wacana ini sering disebut sebagai
tuturan atau ujaran dan dapat dilihat diberbagai media seperti media dalam
ruang tunggu di terminal Tirtonadi Surakarta.
Dalam kajian analisis wacana terdapat pendekatan mikrostruktural yang
melihat bahwa wacana dibentuk dari dua segi yaitu segi bentuk atau kohesif
dan segi makna atau koheren (Wijana, 2011:438). Bahasa tersusun atas dua
bentuk (form) dan makna (meaning), hubungan antarbagian wacana
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu hubungan yang disebut kohesi
(cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut
koherensi (coherence). Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana
(hubungan yang tampak pada bentuk) dan termasuk organisasi sintaktis yang
merupakan tempat susunan kalimat-kalimat secara padu dan padat untuk
menghasilkan tuturan. Sedangkan koherensi mengacu pada aspek tuturan,
mengenai bagaim ana proposisi yang dibentuk dan disimpulkan untuk
menginterpretasikan bahasa dalam membentuk sebuah wacana (Aflahah,
2012:10).
Istilah lain yang digunakan secara berdampingan dalam buku Analisis
Wacana ialah “wacana” dan ”teks”. Dalam bahasa Inggris, dibedakan discourse
dan text yang pertama berarti spoken discourse “wacana lisan” sedangkan yang
kedua berarti written discourse “wacana tulisan”. Dalam Bahasa Indonesia,
istilah tersebut masih relatif tumpang tindih.Van Djik mengemukakan bahwa
wacana itu sebenarnya adalah bangunan teoritis yang abstrak. Dengan begitu,
wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan fisik bahasa. Adapun
5

perwujudan bahasa ialah teks. Selanjutnya, Hoed membedakan pengertian


wacana dan teks berdasarkan pandangan De Saussure yang membedakan
langue dan parole. Menurutnya, wacana merupakan teoritis abstrak yang
maknanya dikaji dalam kaitannya dengan konteks dan situasi komunikasi.
Yang dimaksud dengan konteks ialah unsur bahasa yang dirujuk oleh suatu
ujaran. Dengan demikian, wacana ada dalam tataran langue sedangkan teks
merupakan realisasi sebuah wacana dan ada pada tataran parole.
Kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan
kata dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa
Latin discursus yang berarti lari kian-kemari, yang diturunkan dari dis- ‘dari,
dalam arah yang berbeda’, dan currere ‘lari’, (Sobur, 2009:9).
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, sehingga membentuk
makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut. Syamsuddin (2011, hlm.
7), menjelaskan bahwa pengertian dari wacana adalah sebagai rangkaian ujar
atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang
disajikan secara teratur dan sistematis dalam satu kesatuan yang koheren, serta
dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Berdasarkan
pengertiannya, Syamsuddin (2011, hlm. 8) mengidentifikasi ciri dan sifat
sebuah wacana, sebagai berikut.
1. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulisan atau
rangkaian tindak tutur;
2. Wacana mengungkapkan suatu hal (subjek);
3. Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi
pendukungnya;
4. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu;
5. Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmenta
Dalam hal ini, wacana dapat disebut sebagai rekaman kebahasaan yang
utuh tentang peristiwa komunikasi, dan komunikasi merupakan alat interaksi
sosial, yaitu hubungan antara individu atau kelompok dengan individu atau
kelompok lainnya dalam proses sosial. Berkomunikasi dapat menggunakan
medium verbal (lisan dan tulis) maupun medium nonverbal (isyarat dan
6

kinesik). Perwujudan medium verbal adalah wacana yang merupakan produk


komunikasi verbal. Wacana mengasumsikan adanya penyapa (pembicara atau
penulis) dan pesapa (pendengar atau pembaca). Dalam proses berbahasa,
penyapa menyampaikan pesan (pikiran, rasa, kehendak) yang menjadi makna
dalam bahasa (lingual) untuk disampaikan kepada pesapa sebagai amanat
(Sudaryat, 2011, hlm. 105-106).
Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994, hlm. 5), wacana adalah
satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, serta mampu
mempunyai awal dan akhir yang nyata. Sementara itu, Djajasudarma (1994,
hlm. 15) berpendapat mengenai wacana dan komunikasi serta fungsinya,
bahwa wacana dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi berupa
sumber (pembicara dan penulis) serta penerima (pendengar dan pembaca).
Lebih lanjut, dijelaskan pula olehnya bahwa semua unsur komunikasi
berhubungan dengan fungsi bahasa, yang meliputi: (1) fungsi ekspresif,
menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara ekspositoris, (2)
fungsi fatik (pembuka konversasi), menghasilkan dialog pembuka, (3) fungsi
estetik, menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi
direktif, berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai penerima isi
wacana secara langsung dari sumber.
Teori wacana menjelaskan terbentuknya sebuah pernyataan atau kalimat.
Kalimat dapat tunduk dengan sejumlah aturan gramatika pada yang membuat
kalimat. Aturan kebahasaan menjadi milik bersama bukan individu. Menurut
pemahaman teori wacana motivasi dan niat manusia dapat ditentukan dengan
bahasa yang dikenalnya. Teori wacana sangat strukturalis dan fatalis.
Pandangan teori wacana sebenarnya tidak menyulitkan, tetapi terjadinya
gejolak perlawanan dan perubahan sosial. Pertama, manusia mengenal lebih
dari satu bahasa, ini memungkinkan terjadi bentrok antar tata dunia. Kedua,
bahasa mengandung berbagai celah, tanpa pertemuan dengan bahasa lain pun,
bahasa tidak sepenuhnya statis dan stabil. Teori wacana menjadi aktual dalam
filsafat kontemporer dengan strukturalisme yang berpendapat bergantung pada
7

pendengar, pembicara, dan dari referensinya. Bergantung pada struktur bahasa,


yang dimaksud struktur hubungan elemen yang membentuk kesatuan otonom
yang tertutup (Sobur, 2012: 46).
Sejalan dengan pendapat Fairclough (dalam Fauzan, 2013, hlm. 209)
menyebutkan pemahamannya tentang bahasa dengan istilah discourse atau
wacana. Menurutnya, konsep wacana merupakan bentuk “praktik sosial” yang
memiliki tiga implikasi. Pertama, wacana adalah bagian dari masyarakat. Hal
ini karena wacana tidak dapat berdiri sendiri apabila wacana terputus dari
masyarakat. Kedua, wacana sebagai praktik sosial menyiratkan, bahwa wacana
merupakan proses sosial. Ketiga, wacana berproses pada kondisi sosial. Antara
bahasa dan kondisi sosial terdapat dialektika, di mana wacana dan kondisi
sosial saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
Analisis wacana membantu menunjukkan bagaimana kekuasaan, dominasi
dan ketidaksetaraan dipraktikkan, diproduksi, dan disikapi melalui teks tertulis
ataupun pembicaraan dalam konteks sosial dan politis (Darma, 2014, hlm.
100). Menurut Fairclough dan Wodak (dalam Eriyanto, 2006, hlm. 7) analisis
wacana memandang wacana, penggunaan bahasa dalam tuturan dan tulisan
sebagai bentuk praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dianggap
mengarah pada hubungan dialektis antara peristiwa diskursif tertentu dengan
situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Fairlough (dalam
Fauzan, 2015, hlm. 210) berpendapat, bahwa hubungan antara wacana dengan
struktur sosial bukan korelasi satu arah. Wacana tidak hanya ditentukan oleh
struktur sosial, tetapi juga mempengaruhi struktur sosial dan berkontribusi pada
perubahan struktur sosial itu sendiri.
Wacana adalah unsur kebahasaan yang lengkap, lengkap dari segi
kebahasaan maupun segi maknanya. Wacana adalah satuan bahasa yang
lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar (Chaer, 2007:267). Sebagai satuan tertinggi dalam
hierarki sintaksis wacana mempunyai pengertian yang lengkap atau utuh,
dibangun oleh kalimat atau kalimat-kalimat. Artinya, sebuah wacana hanya
terdiri dari sebuah kalimat, dan terdiri dari sejumlah kalimat. Dalam
8

pembentukan sebuah wacana yang utuh, kalimat-kalimat itu dipadukan oleh


alat-alat pemaduan yang dapat berupa unsur leksikal, unsur gramatikal, atau
pun unsur semantik (Chaer, 2009:46—47).
Ismail Marahimin (dalam Sobur, 2015: 10) mengartikan wacana sebagai
“kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang
teratur dan semestinya”, dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun
tulisan, yang resmi dan teratur”. Jika definisi ini kita pakai sebagai pegangan,
maka dengan sendirinya semua tulisan yang teratur, yang menurut urut-urutan
yang semestinya, atau logis, adalah wacana. Karena itu, wacana harus punya
dua unsur penting, yakni kesatuan (unity) dan kepaduan (coherence). 19
Sementara menurut Riyono Pratikno, proses berpikir seseorang sangat erat
kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang
disajikannya. Maka baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya
akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi (Pratikno dalam Sobur, 2015:
10). Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa yang dinamakan wacana
itu tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti diterangkan dalam kamus
Websters; sebuah pidato pun adalah wacana juga. Jadi, kita mengenal wacana
lisan dan wacana tertulis. Ini sejalan dengan pendapat Henry Guntur Tarigan
bahwa “Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan
atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan, serta upaya-
upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon” (Tarigan dalam
Sobur, 2015: 10); atau penjelasan Sansuri (dalam Sobur, 2015: 10) yang
menyatakan bahwa “Wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang
peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang
mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu
dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula menggunakan bahasa tulisan”
Menurut Kridalaksana (2005:259), wacana (discourse) adalah satuan
bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang
utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang
membawa amanat yang lengkap. Sedangkan menurut Tarigan (2009:19),
9

wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara
lisan atau tertulis. 13 Sejalan dengan pendapat di atas, Sudaryat (2009:112)
mengemukakan ciriciri wacana yaitu (1) satuan gramatikal, (2) satuan terbesar,
tertinggi, atau terlengkap, (3) untaian kalimat-kalimat, (4) memiliki hubungan
proposisi, (5) memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, (6) memiliki
hubungan koherensi, (7) memiliki hubungan kohesi, (8) rekaman kebahasaan
yang utuh dari peristiwa komunikasi, (9) bisa transaksional juga interaksional,
(10) mediumnya bisa lisan maupun tulisan, dan (11) sesuai dengan konteks
atau kontekstual.
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seriensiklopedia, dsb.),
paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Harris
dalam Kridalaksana, 2011:259). Sementara itu, Moeliono dalam Djajasudarma
(2010:3) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya
membentuk satu kesatuan. Pemahaman wacana yang menekankan unsur
keterkaitan kalimat-kalimat, di samping hubungan proposisi sebagai landasan
berpijak, mengisyaratkan bahwa konfigurasi makna yang menjelaskan isi
komunikasi pembicaraan sangat berperan dalam informasi yang ada pada
wacana. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wacana
adalah satuan bahasa tertinggi yang menghubungkan satu proposisi dengan
proposisi lainnya sehingga membentuk kesatuan yang utuh. Teks dalam buku
ini ialah wacana (lisan) yang difiksasikan oleh redaksi melalui suatu proses
jurnalistik kedalam bentuk tulisan yang isi, bahasa, dan strukturnya memenuhi
kriteria bahasa media surat kabar. Adapun wacana ialah tulisan yang memiliki
ciri struktur berita yang berisi tentang suatu peristiwa yang dipublikasikan
melalui surat kabar.
10

Wacana dipandang sebagai satuan bahasa terlengkap, bentuknya bisa


berupa karangan utuh, paragraf, kalimat, frase, bahkan kata yang membawa
amanat lengkap. Kridalaksana sudah memberikan batasan wacana dari satuan
bahasa, pokok bahasan, tapi pada definisi tersebut, Kridalaksana tak
menambahkan konsep konteks. Wahab (1991:128) wacana adalah organisasi
bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa. Wacana dipandang sebagai
satuan bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa. Padahal wacana belum
tentu berwujud rangkaian kalimat. Wacana dapat berupa satuan bahasa
bermakna yang memiliki konteks dan menyampaikan gagasan. Crystal (1985),
wacana berarti rangkaian sinambung kalimat yang lebih luas daripada kalimat.
Wacana tidak berupa satuan bahasa yang lebih luas dari kalimat karena wacana
terdiri atas satuan bahasa bermakna yang memiliki konteks dan menyampaikan
gagasan. Kinneavy (dalam Supardo 1988:55), wacana adalah teks yang
lengkap yang disampaikan baik dengan cara lisan maupun tulisan yang
tersusun oleh kalimat yang berkaitan.
Definisi wacana menurut Kinneavy, wacana terdiri atas satuan bahasa
berupa rangkaian kalimat yang saling berkaitan. Padahal wacana tidak harus
berupa rangkaian kalimat, wacana dapat berupa satuan bahasa bermakna yang
memiliki konteks dan mengandung gagasan. Menurut Alwi dkk (2003:
419) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk satu kesatuan.
Alwi juga menyatakan bahwa untuk membicarakan sebuah wacana dibutuhkan
pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kalimat.
Definisi wacana menurut Alwi, wacana hanya tentang hubungan antara
proposisi satu dan proposisi lain. Ia juga berpendapat bahwa wacana terdiri atas
sederetan kalimat yang berkaitan padahal wacana belum tentu terdiri atas
kalimat-kalimat. Wacana bisa juga berupa satuan bahasa bermakna seperti kata
yang memiliki konteks serta menyampaikan suatu gagasan. Fatimah
Djajasudarma (1994:1) mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat
yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang
11

lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar
yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau
wacana. Menurut Fatimah, wacana terbentuk dari serentetan kalimat yang
berkaitan satu sama lain dan mengandung pernyataan. Padahal wacana tidak
harus terbentuk dari serentetan kalimat, wacana dapat terbentuk dari satuan
bahasa bermakna (contohnya kata) yang memiliki konteks dan mengandung
gagasan. I.G.N. Oka dan Suparno (1994:31) menyebutkan wacana adalah
satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap.
Berdasarkan pengertian wacana menurut Oka dan Suparno, wacana terdiri
atas satuan bahasa apa pun yang memiliki amanat atau gagasan. Defines
wacana ini kurang lengkap karena tidak disebutkan konteks, padahal konteks
berperan penting dalam membentuk sebuah wacana. Satuan bahasa bermakna
dapat membentuk wacana bila disertai konteks dan mengandung gagasan.
B. Macam-Macam Wacana
1. Wacana berdasarkan bentuk
Para ahli telah membuat penjelasan tentang wacana secara beragam,
demikian pula halnya apabila mengklafikasikan sebuag wacana.
Berdasarkan bentuknya atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi wacana
deskriptif, naratif, ekspositoris, persuasif dan argumentatif (Darma,
2014:27).
a. Wacana Deskripsi (Pemerian) Deskripsi adalah ragam wacana yang
melukiskan atau menggambarkan sesuatu yang berdasarkan kesan-
kesan dari pengamatan, pengalaman perasaan penulisnya. Sasaranya
adalah menciptakan atau memungkinkan terciptnya daya khayal
(imajinasi) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, dan
merasakan apa sendiri apa yang ditulis. Deskripsi adalah suatu bentuk
wacana yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya,
sehingga pembaca dapat mencintrai (melihat, mendengar, mencium,
dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan cintra
penuliisanya. Wacana ini memberikan bermakusd menyampaikan
12

kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat gerak - geriknya, atau sesuatu


yang lain kepada pembaca (Darma, 2014:27).
b. Wacana Narasai (Penceritaan atau Pengisaha) wacana narasi
(Pencintraan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang menceritakan
proses kejadian suatu peristiwa. Wacana ini berusaha menyampaikan
urutan terjadinya (kronologis), dengan memberikan arti sebuah kajian
atau serentetan kejadian, dan agar pembaca memetik hikmah dari cerita
itu. Sasaranya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya
kepada pembeca menegenai fase, langkah urutan, atau rangkaian
terjadinya sesuatu hal (Darma, 2014: 34). Darma (2014: 35)
mengatakan tujuan wacana narasi secara fundamental ada dua, yaitu
Pertama hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas
pengetahuan pembaca, kedua hendak memberikan pengalaman elastis
kepada pembaca. Tujuan Pertama menghasilkan jenis narasi
informasional atau narasi ekspotoris dan tujan kedua menghasilkan
jenis narasi artistis atau narasi sugestif.
c. Wacana Eksposisi (paparan) Wacana eksposisi adalah wacana yang
dimaksudkan untuk menerangkan, menyanpaikan, atau menguraikan
sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan
pandangan pembacanya. Sasaranya adalah menginformasikan sesuatu
tampa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan, dan sikap
pembecanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar
memperjelas apa yang akan disampaikan (Darma, 2014: 35). Darma
(2014:35) mengatakan tujuan wacana ekposisi adalah untuk
memberitahu, mengupas, menguraikan atau menerangkan sesuatu.
Dalam wacana eksposisi masalah yang dikomunikasikan terutama
informasi. Informasi dapat berupa data faktual, suatu analisis atau suatu
penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta, dan mungkin
sekali berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada
pendirian yang hkusus, yang harus selalau kita ingat adalah bahwa
13

tujuan utama wacana eksposisi itu semata-mata untuk membagikan


informasi, dan sama sekali tidak mempengaruhi pembaca.
d. Wacana Persuasi Persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk
mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai suatu hal yang
disampaikan penulisnya (Darma, 2014: 37). Berbeda daengan
argumentasi yang pendekatanya bersifat rasional dan diarahkan untuk
mencapai kebenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan
emosional, seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti atau
fakta. Hanya saja dalam persuasi bukti-bukti itu digunakan seperlunya
atau kadang- kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan
pada diri pembaca bahwa apa yang disampailam penulis itu benar.
Wacana persuasif adalah wacana yang berisi paparan berdaya–bujuk,
atau pun berdaya-himbau yang dapat membengkitkan ketergiuran
pembaca untuk menyakini dan menuruti himbauan implicit maupun
eksplisit yang di lontarkan oleh penulis. Dari pengertian persuasi
tersebut, tentunya sudah bisa di gunakan persuasi dengan argumentasi.
Logika merupakan unsur primer dalam wacana argumentasi. Sebaliknya
dalam wacana persuasi, di samping logika, perasaan juga memegang
perang penting. Keterlibatan unsur logika dalam wacana persuasi itu
menyebabkan persuasi sering menggunakan prinsip-prinsip
argumentasi. Sebaliknya, kita akan bisa menenrima ide orang lain itu
atau ide itu tidak di sertai penalaran. Oleh karena itu, struktur wacana
persuasi kadang-kadang sama dengan wacana argumentasi, tetapi
diksinya berbeda. Diksi wacana argumentasi mencari efek tanggapan
penalaran, sedangkan diksi wacanapersuasi mencari efek tanggapan
emosional. Disamping itu, wacana argumentasi memiliki ciri khas ialah
wacana yang berupaya membuktikan suatu kebenaran sebagi di
gariskan dala proses penalaran penulis. Sebaliknya persuasi
berupaya ,mencapai suatu persetujuan atau persesuaian kehendak
penulis dengan pembaca, ia merupakan proses untuk menyakinkan
14

pembacanya supaya pembaca mau menerima apa yang di inginkan


penulis.
2. Wacana berdasarkan media penyampaiannya
a. Wacana Tulis Mulyana (2005: 51) mengatakan wacana tulis adalah
jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk
wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui
tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat
efektif dan efesien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan
ilmu pengetahuan, atau apapun yang mewakili kreativitas manusia.
b. Wacana Lisan Mulyana (2005: 52) mengatakan wacana lisan adalah
jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung secara
verbal. Jenis wacana ini sering disebut tuturan atau ujaran. Willi
Emonsend (dalam Mulyana, 2005: 52) dalam bukunya yang berjudul
spoken discourse (wacana lisan) secara tidak langsung menyebutkan
bahwa wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis.
Beberapa kelebihan diantaranya; bersifat salami (natural) dan langsung,
mengandung unsur-unsur prosidi bahas (lagu, intonasi), memiliki sifat
suprasential ( di atas sruktur kalimat), dan berlatar kontekstual.
3. Wacana berdasarkan jumlah penutur
a. Wacana Dialog Mulyana (2005: 53) mengatakan wacana dialog adalah
jenis wacana yang dituturkan oleh dua oarang atau lebih. Jenis wacana
ini bisa berbentuk tulis ataupun lisan. Darma (2014:40) menjelaskan
wacana dialog adalah wacana yang dibentuk oleh percakapan atau
pembicaraan dalam telepon, wawancara, teks drama, dan sebaginya.
Ada sepuluh unsur aspek pengkajian percakapan dengan tambahan
unsur kohesi dan koherensi. Komponen analisis meliputi analisis
wacana dialog, yang membahas unsur dialog, seperti unsur kerja sama
percakapan, tindak tutur (speech acts), penggalan percakapan (adjency
pairs), pembukaan dan penutupoan percakapan, percakapan lanjutan
(repairs), sifat rangkaian perbuatan, unsur tata bahasa percakapan, ahli
15

kode, (code switch), giliran Percakapan, (trun talking), dan topik


percakapan.
b. Wacana Monolog Mulyana (2005: 53) menjelaskan wacana monolog
adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Umumnya,
wacana monolog tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi
waktu terhadap respon pendengar dan pembacanya. Penuturanya
bersifat satu arah dan tidak memihak penutur. Beberapa bentuk wacana
monolog anatara lain adalah pidato, pembaca puisi, khotbah jumat,
pembaca berita dan sebagainya.
C.Ciri-Ciri Wacana
1. Satuan gramatikal Wacana merupakan satuan gramatikal, yaitu tata bahasa
yang telah ditentukan.
2. Satuan terbesar, tertinggi atau terlengkap Wacana termasuk dalam satuan
terbesar, tertinggi atau terlengkap dalam sebuah kajian linguistik atau
kebahasaan.
3. Punya hubungan proposisi Proposisi merupakan ungkapan yang dapat
dipercaya atau dibuktikan kebenarannya. Berarti, wacana harus bisa
dibuktikan kebenarannya atau dapat dipercaya. Bisa dalam bentuk lisan
ataupun tulisan Cara penyampaian wacana bisa dalam bentuk tulisan (teks)
ataupun lisan (ujaran).
4. Membahas topik atau hal tertentu Wacana berisikan pembahasan tentang
topik atau hal tertentu yang ingin disampaikan.
5. Memiliki hubungan kontinuitas Artinya wacana disusun secara
berkelanjutan atau berkesinambungan.
6. Memiliki hubungan kohensi dan koherensi Artinya wacana memiliki
keterikatan antar unsur dalam suatu teks, serta memiliki hubungan logis
antar kalimat dalam suatu paragraf.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa yang diungkap dalam bentuk tulisan beragam jenisnya, yaitu
berupa wacana. Wacana merupakan satuan terlengkap, adapun wujud
konkretnya dapat berupa novel, buku, artikel, dan sebagainya (Kridalaksana
dalam Sumarlam, 2008:9). Bahasa tulis tersebut diungkapkan melalui media
massa cetak dan elektronik. Salah satu bentuk media massa cetak adalah surat
kabar, digunakan untuk menyampaikan informasi tentang berbagai peristiwa
atau hal-hal yang terjadi. Surat kabar harian Kompas salah satu bentuk media
massa cetak yang terdiri dari kolom-kolom, rubrik, berita, maupun artikel.
Salah satu kolom dalam surat kabar harian Kompas yang terbit setiap minggu
adalah kolom cerpen

B. Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu diperlukan penelitian lanjutan, baik dengan pendekatan yang sama maupun
pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, diperoleh hasil yang sesuai
dengan harapan semua pihak, terutama mereka yang menekuni bidang sintak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Azwardi. 2018. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.


Aceh: Syiah Kuala University Press.

Alex Sobur (2009) Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosda Karya

Darma, Aliah Yoche.(2014). Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif,


Bandung: PT. Refika Aditama

Mulyana Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Rani Dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian.
Malang: Bayu Media Publishing.

Syamsuddin, A. R. (2011). Studi Wacana: Teori-Analisis-Pengajaran. Cet. kedua.


Bandung: Geger Sunten

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Analisis Wacana


Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai