A.
definisi
Sectio caesarea (SC) pada masa sekarang ini telah menjadi salah satu jenis
persalinan yang peminatnya meningkat di kalangan masyarakat luas
karena berbagai alasan, baik itu dari anjuran medis maupun keinginan
pribadi pasien. Persalinan denganSectio caesarea kerap menjadi alternatif
pilihan persalinan (Sihombing dkk, 2017). Di era 70-an tingkat
peminatSectio caesarea hanya mencapai angka 5%, namun kini >50%
wanita hamil menginginkan untuk dilakukan prosedure Sectio
caesarea(Ayuningtyas dkk, 2018). Sectio caesarea atau operasi sesar
merupakan proses pengeluaran janin lewat pembedahan dinding perut.
Namun, jenis persalinan ini memiliki beberapa efek samping yang dapat
berbahaya bagi nyawa ibu maupun janin dibanding dengan persalinan
normal biasa.Risiko ini tak hanya dapat mengancam pada saat prosedure
SC berlangsung, namun pada masa setelah dilakukan SC atau pada masa
nifas juga para ibu masih tetap dihantui oleh risiko tersebut. Salah satu
penyebab kematian ibu yaitu infeksi pada luka pasca partum
Banyak penyebab yang menjadi faktor dari terjadinya infeksi luka
operasi (ILO). Infeksi luka bisa terjadi karena terkontaminasi bakteri
ditempat bedah, hal ini dapat terjadi melalui: kerusakan pada dinding
viskus berongga, bakteri flora normal pada kulit, sertateknik bedah kurang
memenuhi standar sehingga bisa menyebabkan kontak eksogen dari team
bedah, alat bedah dan lingkungan sekitar. Keparahan infeksi dapat
dipengaruhi oleh toksin yang dapat dihasilkan oleh mikroorganisme dan
kemampuan untuk menjadi kebal terhadap fagosit sertaperusakan intrasel.
Patogen yang dapat menyebabkan ILO pada umumnya adalah floral
normal pada kulit, yaitu organisme gram positif, Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. Faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya ILO terbagi menjadi 2 faktor yaitu faktor pasien dan faktor
prosedur. Faktor pasien meliputi jenis operasi, skor ASA (American
Society of Anesthesiologists), usia, status nutrisi, obesitas, status imunitas,
hiperglikemia, hipotermia, hipoxia, anemia, riwayat merokok, dan
perdarahan. Sedangkanfaktor pembedahan meliputi lamadirawat sebelum
operasi dan durasi operasi(Mockford Katherine, 2017).
B.epidemiologi
C.etiologi
Umumnya indikasi ibu di lakukan section caesaria adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan ante partum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fatal disters dan janinbesar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa factor section caesaria diatas dapat di uraikan beberapa penyebab
section caesaria 10 sebagai berikut: CPD (Chepalo Pelvik Disproportion),
PEB, bayi kembar, kelainan letak, ketuban pecah dini., penyebab faktor
plasenta dikenal dengan insufisiensi plasenta. Faktor plasenta dapat
dikembalikan pada faktor ibu.
Insufisiensi plasenta umumnya berkaitan erat dengan aspek morfologi
dari plasenta. Dipandang dari sudut kepentingan janin sebuah plasenta
mempunyai fungsi-fungsi yaitu : respirasi, nutrisi, ekskresi, sebagai liver
sementara (transient fetal liver), endokrin dan sebagai gudang
penyimpanan dan pengatur fungsi metabolisme. Dalam klinis fungsi ganda
ini tidak dapat dipisah-pisahkan dengan nyata, yang dapat dikenal
hanyalah tanda-tanda kegagalan keseluruhannya yang bisa nyata dalam
masa hamil dan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin atau
kematian intrauterin, atau menjadi nyata dalam waktu persalinan dengan
timbulnya gawat janin atau hipoksia janin dengan segala akibatnya. Ibu
hamil yang beresiko tinggi, yaitu pada diabetes mellitus, hipertensi, pre-
eklamsi, penyakit ginjal, penyakit jantung, primitua, perdarahan
antepartum, iso-imunisasi rhesus, kehamilan ganda, post maturisasi, dan
riwayat obstetrik yang buruk, maka janin harus dimonitor sebaik-baiknya
D.klasifikasi
Dalam Solehati (2017) Sectio caesarea terbagi menjadi beberapa jenis:
a. Sectio caesarea klasik atau korporal
Pada sectio caesarea klasik dengan melakukan sayatan sekitar 10 cm yang
memanjang pada korpus uteri. Saat dinding perut dan peritoneum parietal
tersayat dan terbuka pada garis tengahnya harus dibalut dengan kain kasa
panjang yang mencangkup antara dinding perut dan dinding uterus untuk
mencegah masuknya air ketuban dan darah ke rongga perut. Pada bagian
ujung bawah di atas batas plika vesiko uteria diberikan sayatan insisi pada
bagian tengah korpus uteri dengan panjang sekitar 10-12 cm, agar air
ketuban bisa terhisap dengan sempurna dibuat lubang kecil pada kantong
ketuban, kemudian tersebut dilebarkan untuk mempermudah proses
pengeluaran bayi dari rongga perut. Plasenta dan selaput ketuban
dikeluarkan secara manual dengan diberikan suntikan 10 oksitosin dalam
dinding uterus dan intravena. Tindakan selanjutnya yaitu dengan
melakukan jahitan cutgut untuk menutup dinding uterus, jahitan tersebut 8
memiliki dua lapisan: lapisan pertama dengan jahitan simpul dan lapisan
kedua atas jahitan terus menerus. Jahitan dilakukan secara terus menerus
dengan cutgut yang lebih tipis dengan mengikutkan peritoneum serta
bagian luar miomertrium dengan menutup jahitan dengan rapih dan
dinding perut tertutup seperti semula.
b. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Dengan melakukan sayatan melintang konkaf di segmen bawah rahim
yang panjangnya sekitar 10 cm dengan ibu berbaring pada posisi
trendelenburg dan dipasang dauerchateter. Pada dinding perut bagian garis
tengah dari semfisi sampai di bawah pusat dilakukan insisi beberapa
sentimeter. Peritoneum pada dinding uterus bagian depan dan bawah dipegang
dengan pinset, kemudian plika vesiko uterine dibuka dan insisi diteruskan
melintang ke lateral; dan kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus
didorong ke bawah menggunakan jari. 5. Indikasi Sectio caesarea a. Indikasi
disebabkan oleh ibu Primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disetai
kelainan letak, disproporsi Sefalopelvik (disproporsi janin/panggul),
pengalaman kehamilan dan persalinan yang buruk, terjadi penyempitan
panggul, plasenta previa terutama pada previagravida, solusio plasenta tingkat
I-II, komplikasi persalinan seperti preeklamsi dan eklamsi serta kehamilan
yang disertai dengan penyakit (Jantung, Diabetes Mellitus), gangguan jalan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri). B. Indikasi disebabkan oleh bayi
Indikasi yang berasal dari bayi yaitu kegagalan vakum atau forceps,
distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, polapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil (Solehati, 2017).
E.patofisiologi
Adanya beberapa kelainan hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding. Abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.
F.pathway
G.manifestasi klinis
Berdasarkan Hijratun (2019), manifestasi klinis sectio caesarea, antara
lain:
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin berwarna jernih dan pucat. 9
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Tidak ada bising usus.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan, dan banyak
H.pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis/kultur urine 5. Pemeriksaan elektrolit
I.penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL. Secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
2 Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman.
Dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca Operasi,
berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
J.asuhan keperawatan
K.daftar pustaka
Carpenito, L.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal Bayi. Jakarta:
EGC
Manuaba, L.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta: EGC
Manuaba, L.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana.
Untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta: EGC
Sarwono, Prawiroharjo, 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta PT
Gramedia