0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3K tayangan15 halaman

Tafsir Al-Maraghi

Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi ditulis untuk memenuhi kebutuhan akan tafsir Al-Quran yang mudah dipahami oleh pembaca tanpa membutuhkan pengetahuan ilmu-ilmu lain. Latar belakang penulisannya adalah adanya banyak tafsir yang sulit dipahami akibat bahasa yang digunakan dan penggunaan istilah-istilah ilmu lain.

Diunggah oleh

Ridan Ardani Wiyono
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3K tayangan15 halaman

Tafsir Al-Maraghi

Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi ditulis untuk memenuhi kebutuhan akan tafsir Al-Quran yang mudah dipahami oleh pembaca tanpa membutuhkan pengetahuan ilmu-ilmu lain. Latar belakang penulisannya adalah adanya banyak tafsir yang sulit dipahami akibat bahasa yang digunakan dan penggunaan istilah-istilah ilmu lain.

Diunggah oleh

Ridan Ardani Wiyono
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 15

TAFSIR AL-MARAGHI

(Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi)

Dibuat untuk memenubi tugas Mata Kuliah: Mabahits Kutubut tafsir II

Dosen Pengampuh: Andy Haryono, Lc., M.Ag

Disusun Oleh:

Masita Evtiani

(21010037)

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR'AN AL- LATHIFIYYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menafsirkan al-Qur’an berarti berupaya untuk menjeiaskan dan mengungkap
makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, obyek tafsir adalah al-
Qur’an itu sendiri, di mana ia merupakan sumber pertama ajaran Islam sekaligus
petunjuk bagi manusia, maka penafsiran terhadap al-Qur’an bukan hanya merupakan
hal yang diperbolehkan, bahkan, lebih dari itu. merupakan suatu keharusan bagi
orang-orang yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan itu.
Sebagaimana kita maklumi, bahwa penafsiran terhadap al-Qur’an telah kita
temukan tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan
perkembangan Islam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan adanya ayat-ayat tertentu
yang maksud dan kandungannya tidak bisa difahami sendiri oleh para sahabat,
kecuali harus merujuk kepada Rasulullah saw. Hanya saja, kebutuhan terhadap
penafsiran al-Qur’an ketika itu tidak sebesar dan sekompleks pada masa-masa
berikutnya.1
Mesir, bisa dikatakan sebagai kiblat intelektual umat Islam pada abad ke-19.
Dari negara inilah muncul para cendekiawan Muslim yang kemudian
mengembangkan pengetahuan mereka lewat pena dan lisan mereka. Muhammad
Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Thanthawi Jauhari, Bint al-Syathi, sampai
Ahmad Musthafa al-Maraghi adalah potret-potret cendekiawan Muslim yang sukses
pada masanya. Minimal telah menumbuhkan kesadaran umar Islam akan pentingnya
berkaca pada al-Qur’an dan hadits Nabi, yang keduanya merupakan sumber dan
pegangan yang tidak terelakkan bagi seluruh umat Islam.
Walaupun tidak sepenomenal Muhammad Abduh, Ahmad Musthafa al-
Maraghi merupakan seorang tokoh yang memiliki andil besar dalam memajukan
pemikiran umat Islam, khususnya dalam bidang tafsir. Tafsir al-Maraghi adalah
bukti nyata dari refleksi intelektualitasnya, yang kemudian mendapatkan tempat di
hati kebanyakan masyarakat Muslim. Dalam karya yang sederhana ini penulis
berupaya untuk menguak sekelumit tentang tafsir yang terdiri dari 10 jilid ini, sejak
latar belakang penulisannya hingga metodologi yang digunakannya.2
1
Supriadi. ‘Studi Tafsir Ai-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi’. Jurnal Asy-
Syukriyyah 2016.
2
Ibid.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ahmad Musthafa Al-Maraghi
Al-Maraghi adulah sebuah panggilan bagi seorang Ahmad Musthafa bin
Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun'im al-Qadhi al-Maraghi. Panggilan “al-
Maraghi” yang disandangnya bukan dikaitkan dengan nama suku/marga atau
keluarga, seperti halnya al-Hasyimi yang dikaitkan dengan keturunan al-Hasyim,
melainkan dihubungkan dengan nama daerah atau kota, yaitu kota al-Maraghah.
Ahmad Musthafa al-Maraghi dilahirkan pada tahun 1883 M/1300 H di
daerah alMarghah provinsi Suhaj. Ia terlahir dari keluarga ulama kenamaan di
zamannya. Salah seorang dari keluarganya, yaitu Muhammad Musthafa al-Maraghi
yang merupakan kakak kandungnya, pemah menjadi rektor di Universitas al-Azhar
dua kali. Bahkan ia pernah menjadi hakim (Qadhi) di negeri Sudan.
Setelah al-Maraghi menginjak usia sekolah, dia dimasukkan oleh kedua
orang tuanya ke Madrasah di desanya untuk belajar al-Qur’an. Otaknya sangat
cerdas, sehingga sebelum usia 13 tahun ia sudah hapal seluruh ayat al-Qur’an. Di
samping itu, ia juga mempelajari ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu syariah sampai ia
menamatkan pendidikan tingkat menengah. Kemudian ia melanjutkan studinya di
Universitas al-Azhar. Di Universitas inilah ia belajar banyak tentang bahasa Arab,
balaghah, tafsir, hadits, fiqh, akhlak dan ilmu falak. Di samping itu, ia juga
mengikuti kuliah di fakultas Dar al-'Ulum. Di antara dosen-dosen yang ikut
mengajarnya di al-Azhar dan Dar al-'Ulum adalah Muhammad Abduh, Muhammad
Hasan al-Adawi, Muhammad Bahits al-Mut'i dan Muhammad Rifa'i al-Fayumi.
Setelah ia menamatkan pendidikannya di al-Azhar, ia diangkat menjadi
guru di beberapa sekolah menengah, kemudian menjadi direktur sekolah guru al-
Fayum Pada tahun 1916 diangkat menjadi dosen syariah di Sudan, pada tahun 1920
diangkat menjadi dosen bahasa Arab dan syariah di Dar al-Ulum sampai tahun 1940.
Selain itu, ia mengajar balaghah dan sejarah kebudayaan Islam di fakultas Adab
Universitas al-Azhar.3
Dalam usianya yang relatif muda, yaitu pada usia 47 tahun, dia dinobatkan
sebagai guru besar di Universitas al-Azhar, hal mana usia tersebut merupakan usia
yang sangat muda dari kebiasaan penobatan bagi setiap guru besar di al-Azhar.

3
Didi Suardi. Al-Maraghi Description Methodology. : Jurnal Studi Islam, Vol. 18 Nomor
1, Juni 2021.

4
Selain mengajar di al-Azhar dan Dar al-Ulum, iapun aktif mengajar di perguruan
Ma'had Tarbiyah Mu'alimat beberapa tahun lamanya, sampai ia mendapat piagam
tanda penghargaan dari raja Mesir, Faruq, pada tahun 1361 H atas jasa-jasanya.
Piagam tersebut tertanggal 11-1-1361 H. Pada tahun 1370 H/ 1951 M, yaitu setahun
sebelum ia meninggal dunia, ia juga masih juga mengajar dan bahkan masih
dipercayakan menjadi direktur Madrasah Usman Mahir Basya di Kairo sampai
menjelang akhir hayatnya. Ahrnad Musthafa al-Maraghi meninggal dunia pada
tanggal 9 Juli 1317H/1952 M di tempat kediamannya di jalan Zul Fikar Basya nomor
37 Hilwan, dan dikuburkan di pemakaman keluarganya di Hilwan, kira-kira 25 km
sebelah selatan kota Kairo.
Kegiatan al-Maraghi dalam bidang tafsir sudah ditekuninya sejak lama,
yaitu pada saat ia mengajar di Universitas al-Azhar. Namun penafsirannya itu belum
dalam bentuk penafsiran yang sempurna, melainkan hanya beberapa ayat dari
seluruh surat al-Qur’an. Konon, ia baru bisa menyelesaikan tafsirnya itu selama
sepuluh tahun, yaitu sejak tahun 1940. Tafsirnya ini kemudian diberi nama "Tafsir
al-Maraghi". Selain tafsir al-Maraghi, iapun menelorkan beberapa karya dalam
berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, fiqh, bahasa dan lain-lain. Di antara
karya-karyanya yang pemah diterbitkan adalah:4
1. ‘Ulum urn al-Balaghah
2. Hidayah al-Thalib
3. Tahdzib al-Tauhid
4. Buhuts wa Ara
5. Tarikh 'Ulurn al-Balaghahwa al-Ta'rifbi Rijaliha
6. Mursyid al-Thalib
7. Al-Muja-fi al-Adab al- 'Arabi
8. Al-Mujazfi 'Ilium ctl-Ushul
9. Al-Diyanat wa al-Akhlaq
10. Al-Hisab fi al-Islam
11. Al-Rifq hi al-Hayuwan fi al-Islam
12. Syarh Tsalatsin Haditsan
13. Tafsir Juz Innama al-Sabil
14. Risalah fi Zanjat al-Nabi
4
Farhan Ahsan Anshari. Metodologi Khusus Penafsiran Al-Quran dalam Kitab Tafsir Al-
Maraghi. Jurnal Iman dan Spiritualitas eISSN: 2775-4596, Vol 1, No 1, 2021, pp. 55-62
http://doi.org/10.15575/jis.v1i1.11480

5
B. Latar belakang penulisan Tafsir al-Maraghi
Di masa sekarang kita menyaksikan banyak kalangan yang cenderung
memperluas cakrawala pengetahuan di bidang agama, ierutama tafsir Quran dan
hadits Nabi. Banyak sekali pertanyaan yang dialamatkan kepada al-Qur’an tenlang
format tafairyangpaling mudah untuk dipahami dalam waktuyang relatif singkat.
Aku tercengang dengan pertanyaan ini, sungguh sulit bagiku untuk memberikan
jawaban yang tepat, karena banyak sekali tafsir yang beredar di kalangan umat Islam
yang memberikan pengetahuan dan mengupas tunlas tentang persoalan-persoalan
agama dan bermacam-macam kesulitan vang tidak mudah dipahami. Namun
kebanyakan telah dibumbui oleh islilah-istilah ilmu lain, seperti balaghah, nahwu,
sharaf, fiqih, tauhid dan ilmu-ilmu lainnya, yang semuanya justru menjadi
penghambat bagi pemahaman para pembaca terhadap al-Qur’an itu sendiri. Hal ini
juga disebabkan kitab-kitab tafsir sering dibumbui oleh cerita-cerita yang
bertentangan dengan fakta dan kebenaran, bahkan bertentangan dengan akal dan
ilmu pengetahuan yang sudah mapan. Di sampingitul kitab tafsir ini berupaya
mengungkapkan penemuan-penemuan ilmiah, yang memang sudah diisyaratkan
dalam al-Qur’an, Namun perlu diketahui bahwa boleh jadi penemuan-penemuan
ilmiah tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan dasar penyelidikan dan data
autentik, tetapi sebaiknya dalam menafsirkan al-Quran tidak melibatkan penemuan-
penemuan ini,, karena dengan berlalunya masa, situasi tersebut akan mengalami
perubahan. Apalagi, tafsir-tafsir itu diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang
berlaku pada masanya, yang mana hanya bisa dipahami oleh pembaca pada waktu
itu.5
Demikian ungkapan Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam pendahuluan tafsirnya.
Hal ini sekaligus menjelaskan kepada kita tentang latar belakang penulisan tafsirnya.
Dari sini, kita bisa melihat kegelisahan yang dialami oleh seorang al-Maraghi ketika
dihadapkan pada kondisi dimana kebanyakan tafsir yang beredar di kalangan umat
Islam itu sulit dipahami, apalagi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurutnya, masyarakat Islam tidak boleh dicekoki oleh istilah-istiiah yang apabila
disampaikan justru akan, memunculkan keruwetan. Bahasa yang disajikan dalam
tafsir hendaknya bahasa yang sederhana, sehingga memudahkan pembacanya untuk
memahami maksud dari ayat-ayat alQur’an secara cepat dan tepat. Berawal dari
5
Didi Suardi.

6
fenomena tersebut, al-Maraghi merasa terpanggil untuk menyusun sebuah tafsir
dengan metode penulisan yang sistematis, bahasa yang simpci dan efektif serta
mudah dipahami. Kitab tafsir tersebut ia beri nama “Tafsir al-Maraghi”, sesuai
dengan nama panggilannya.
Tafsir al-Maraghi merupakan karya terbesar yang pernah dimiliki oleh Ahmad
Musthafa al-maraghi. Kitab tafsir ini terdiri dari 10 jilid, setiap satu jilid mencakup 3
juz, sehingga seluruhnya terdiri dari 30 juz, sesuai dengan jumlah juz dalam al-
Qur’an.6

C. Sumber, Metode dan Sistematika Tafsir


1. sumber
Seperti yang diakuinya sendiri, al-Maraghi dalam upayanya menafsirkan
alQur’an tidak terlepas dari referensi-referensi yang dapat membantunya dalam
memahami setiap ayat al-Qur’an yang ia hadapi. Referensi-referensi itu adalah
sebagai berikut:
1) Tafsîr al-Thabari, Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir at-Tabari (wafat 310 H).
2) Tafsîr al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzîl, Abul-Qasim Jarul-lah Al-
Zamakhsyari (wafat 538 H).
3) Hasyiah Syarifuddin Al-Hasan Ibnu Muhammad Al-Tiby (wafat 713 H).
4) Anwar al-tanzil lil qadhi Nashir al-din Abdullah bin ‘Umar al-Baidhawi
(wafat 692 H)
5) Lubab al-Ta'wi1 Fi Ma'ani al-Tanzi1 atau Tafsir al-Khazin, Alauddin Abul
Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar bin Khalil asy-Syihy al-
Khâzin terkenal dengan Ala al-in al-Khâzin (w. 741 H).
6) Tafsîr Ibnu Katsir, Imad al-Din Isma'îl bin Umar bin Katsir atau Ibnu Katsir
(w. 774 H).
7) Tafsir Abi al-Qasim al-Husain bin Muhammad al-Ma’ruf bi al-Raghib
alAshfahaniy (wafat 105 H)
8) Al-Basit li al-Imam Abi al-Hasan al-Wahidi al-Naisaburiy (wafat 468 H)
9) Tafsir Kabir (mafatih al-Ghaib) al-Imam Fakhru al-Din al-Raziy (wafat 610
H)
10) Tafsir al-Husain bin Mas’ud al-Baghawiy (wafat 516 H)
11) Gharib al-Qur’an li Nidham al-Din al-Hasan bin Muhammad al-Qaiy

6
H. Masnur. AL-MARAGHI (Pemikiran Teologinya). Universitas Syarif Kasim Riau 2016.

7
12) Al-Bahru al-Muhitli Atsir al-Din Abi Hiyan Muhammad bin yusuf al-
Andalusiy (wafat 740 H)
13) Nadham Durur fi Tanasibi al-Ai wa Sur li Burhan al-Din Ibrahim bin ‘Umar
alBaqa’iy ( 885 H)
14) Tafsir Abi Muslim al-Asfahani (459 H)
15) Tafsir al-Qadhi Abi Bakrin al-Baqilani
16) Tafsir Khatib al-Sharbiniy (Siraj al-Munir)
17) Ruh al-Ma'ani Fi Tafsir Al-Qur'an al-'Azim wa al-Sab' al-Matsani atau
Tafsîr alAlusi, Syihab al-Dîn Mahmud al-Alusi al-Bagdadi (w.1270 H/1854
M).
18) Tafsir Munir Rashid Ridha
19) Sirah Ibnu Hisham
20) Sharah Alamah Ibnu Hajar al-Bukhariy
21) Lisan al-‘Arabi Ibnu Mandzur al-Ifriqiy (wafat 711 H)
22) Sharah al-Qamus lil fairuzzabadi (wafat 716 H)
23) Al-Hadits al-Mukhtarah lidhiyai al-Muqadasiy
24) Tabaqah al-Shafi’iy li Ibni Subqiy
25) Jawazir li Ibni Hajar
26) ‘Alamu Muqi’in li Ibni Taimiyah
27) Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an as-Suyuti
28) Muqadimah Ibnu Khaldun
29) Mahasin al-Ta'wil atau tafsir al-Qasimi, Syekh Muhammad Jamal al-Din bin
Muhammad bin Sa'id bin Qasim al-Qasimi (w. 1332 H/1914 M).
30) Tafsîr al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M).
31) Tafsîr Jalalain, Al-Allamah al-Muhaqqiq Jalal al-Din al-Suyuthi dan Al-
Allamah al- Muhaqqiq Jalal al-Din Muhammad ibnu Ahmad al-Mahalli. 7
2. Metode
Penafsiran Al Qur’an, secara garis besar dapat dibagi dalam 4(empat)
macam metode, dengan sudut pandang tertentu:
1. Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya, metode ini
terbagi menjadi tiga macam, yakni metode bi al-ma’thur, bi al-riwayah,

7
Ika Parlina, Aam Abdussalam, Tatang Hidayat. ‘Analisis Metode Tafsir Al-Marāghī’.
Zad Al-Mufassirin, Page 225-249, Vol. 3 No. 2, 2021 Doi: 10.55759/Zam.V3i2.27 E-Issn : 2723–
4002 P-Issn : 2829-6966.

8
bi al-manqul, tafsir bi-ra’yi, bi al-dirayah/ bi al ma’qul dan tafsir bi al-
izdiwaj (campuran).
2. Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya. Metode ini dibagi
menjadi dua macam, yakni metode deskriptif (al-bayani) dan Metode
tafsir perbandingan (comparatif, al maqarin).
3. Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan. Metode ini dibagi
menjadi dua macam, yakni metode global (al-ijmali) dan metode detail
(al-ithnaby).
4. Metode penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat
yang ditafsirkan. Metode penafsiran ini terbagi menjadi dua macam,
yakni metode analisis (al-tahlily) dan metode tematik (al-mawhu’y). 8
Bukanlah sesuatu yang sulit bagi kita untuk menentukan metode
penulisan yang dilakukan oleh al-Maraghi dalam tafsirnya. Hal ini disebabkan
sang mufasir sendiri telah terlebih dahulu menerangkannya di dalam
pendahuluan tafsirnya. Metode penulisan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:9
1. Mengemukakan Ayat-Ayat di Awal Pembahasan
Al-Maraghi memulai setiap pembahasan dengan mengemukakarr
satu, dua atau beberapa ayat al-Qur’an yang mengacu kepada suatu
tujuan yang menyatu. Di sini ia tidak seperti Muhammad Mahmud
Hijazi dalam al-Tafsir al-Wadhih atau Wahbah al-Zuhaili dalam dalam
al-Tafsir al-Munir, yang mana keduanya mengelompokkan satu, dua
atau bahkan lebih ayat-ayat al-Qur’an ke dalam satu pembahasan
khusus dengan dinaungi oleh tema (judul) tertentu. Sementara al-
Maraghi tidak mencantumkan judul tertentu untuk membahas ayat yang
telah dikelompokkan tersebut.
2. Menjelaskan Kosa Kata (Mufradat)
Kemudian al-Maraghi menjelaskan pengertian kata-kata secara
bahasa, bila ternyata ada kata-kata yang diperkirakan sulit dipahami
oleh para pembaca. Mencantumkan makna-makna kata yang dianggap

8
Didi Suardi. Al-Maraghi Description Methodology. : Jurnal Studi Islam, Vol. 18 Nomor
1, Juni 2021.
9
Herlindah. ‘Penafsiran Ahmad Mustafa Al-Maraghi Tentang Bala’ Dalam Kitab Tafsir
Al-Maraghi’. Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Bengkulu
2021.

9
sulit merupakan kebiasaan para mufasir sebelum menafsirkan al-
Qur’an. Seperti halnya Bint al-Syathi, al-Maraghi banyak mengadopsi
pemaknaan kata (mufradat) dari kitab Lisan al-Arab
3. Menerangkan Makna Ayat-Ayat Secara Global
Setelah mencantumkan makna mufradat, al-Maraghi mulai
menerangkan makna ayat atau beberapa ayat al-Qur’an secara global
sehingga sebelum memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, para
pembaca telah terlebih dahuiu mengetahui makna ayat-ayat tersebut
secara umum.
3. Sistematika
Dalam menafsirkan al-Qur’an, al-Maraghi tidak ingin melibatkan
periwayatan-periwayatan yang diragukan kesahihannya, la hanya menerima
hadits yang telah jelas kesahihannya dan telah diterima oleh kebanyakan ulama
ahli hadits. Hal ini dilakukan agar terhindar dari penafsiraivyang tidak valid dan
keluar dari maksud yang sesungguhnya dari suatu ayat al-Qur’an.
Ketika dihadapkan kepada masalah kisah-kisah yang banyak bertebaran
dalam alQur’an, al-Maraghi bersikap hati-hati dalam menerima riwayat suatu
kisah, Sebab, menurutnya, orang Arab tidak mengetahui banyak tentang kisah-
kisah orang terdahulu. Oleh karena itu, ketika didapati banyak sekali kisah
dalam al-Qur’an, mereka merujuk pada pengetahuan yang dimiliki Ahli Kitab
tentang suatu kisah, seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab al-Ahbar dan Wahab bin
Munabbih. Kemudian para penafsir menganggap bahwa riwayat-riwayat tersebut
merupakan penafsiran atas suatu ayat al-Qur’an padahal hal itu belum tentu
benar. Selain itu, telah terbukti bahwa banyak riwayat tentang kisahkisah dalam
al-Qur’an yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan modern. Hal ini mempertegas kepada kita akan penolakannya
terhadap israiliyat yang banyak disajikan oleh para mufasir terdahulu, khususnya
tafsir bi al-ra’yi. Bila kita menilik cara yang digunakan al-Maraghi dalam
menafsirkan al-Qur’an. Dengan memperhatikan beberapa kriteria dari metode-
metode tafsir yang banyak disebutkan oleh para ulama tafsir, baik tahlili, ijmali,
muqaran maupun maudhu'/, maka dapat kita simpulkan bahwa al-Maraghi dalam
menulis tafsirnya menggunakan metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an dari berbagai aspeknya sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani.

10
Lebih jauh al-Farmawi menegaskan bahwa tafsir al-Maraghi ditulis
dengan menggunakan metode tahili yang bercorak adabi ijtima'i, yaitu
menafsirkan ayat al-Qur’an secara teiiti dengan menggunakan gaya bahasa yang
indah dan menarik serta berusaha menghubungkannya dengan kenyataan sosial
dan sistem dudaya yang ada, dengan tidak mempergunakan istilah ilmu
pengetahuan dan teknologi, kecuali dianggap perlu.10
Dalam setiap pembahasan tafsirnya, al-Maraghi senantiasa
mendahulukan pembahasan tentang ulumul Qur’an. Hal ini dilakukan sebagai
modal awal untuk memahami tafsir setiap ayat dalam al-Qur’an. Yang
dilakukannya setelah itu adalah penjelasan mengenai system tafsirnya, yaitu: 11
a. Menuliskan ayat-ayat al-Qur’an di awal pembahasan Pada setiap awal
pembahasan, ia memulai dengan satu atau lebih ayat-ayat al-Qur’an. Ayat-
ayat tersebut disusun sehingga memberikan pengertian yang integral.
b. Menjelaskan kosa kata (Syarh al-mufradât) Yang dimaksud dengan
penjelasan kata-kata adalah penjelasan kata dari segi bahasa. Hal ini
dilakukan jika terdapat kata-kata yang tidak atau kurang dipahami oleh para
pembaca. Dalam hal ini, alMaraghi tampaknya berpatokan pada ungkapan
Imam Malik yang diriwayatkan oleh Imam Baihaki yang berbunyi
“Seseorang yang tidak mengerti tentang bahasa Arab, jika diperbolehkan
untuk menafsirkan al-Qur’an maka ia menjadi contoh yang jelek saja.
c. Menjelaskan pengertian ayat secara global Yang dimaksud dengan pengertian
ayat secara global adalah dengan menyebutkan ayat-ayat, dengan harapan
agar para pembaca sebelum memasuki pembahasan sudah mengetahui makna
ayat-ayat terlebih dahulu.
d. Menjelaskan Asbâb al-Nuzûl Jika terdapat riwayat sahih dari hadis yang
selama ini menjadi pegangan para mufassir maka al-Maraghi mencantumkan
asbâb alnuzûlnya. Asbâb al-Nuzûl memiliki peran penting dalam penafsiran
al-Qur’an.
e. Mengenyampingkan istilah-istilah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Dalam tafsirnya, al-Maraghi sengaja mengesampingkan istilahistilah yang
10
Ika Parlina, Aam Abdussalam, Tatang Hidayat. ‘Analisis Metode Tafsir Al-Marāghī’.
Zad Al-Mufassirin, Page 225-249, Vol. 3 No. 2, 2021 Doi: 10.55759/Zam.V3i2.27 E-Issn : 2723–
4002 P-Issn : 2829-6966.
11
Fithrotin. Metodologi Dan Karakteristik Penafsiran Ahmad Mustafa Al Maraghi Dalam
Kitab Tafsir Al Maraghi (Kajian Atas Qs. Al Hujurat Ayat: 9). Institut Agama Islam Tarbiyatut
Tholabah Lamongan 2018.

11
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seperti nahwu, sharaf, dan balaghah.
Menurutnya, apabila di dalam kitab tafsir terdapat istilah-istilah sejenis maka
pembaca akan terhambat dalam memahami kitab tafsir, sehingga tujuan
utama dalam mendalami pengetahuan tafsir akan mengalami hambatan.
Tampaknya, AlMaraghi di sini sangat berhati hati agar tidak terjebak ke
dalam kajian bahasa dan ilmu pengetahuan. Namun, sebagaimana
dinyatakannya sendiri, al-Maraghi justru sangat apresiatif terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan modern dengan mencoba mencari
landasannya dalam al-Qur’an. Baginya, semua itu berfungsi sebagai
pendukung untuk memahami al-Qur’an.
f. Gaya Bahasa Mufassir. Dalam upaya memahami suatu ayat, al-Maraghi
lebih dahulu menelaah tulisan dalam kitab-kitab tafsir klasik, kemudian
mengolahnya kembali sesuai dengan kondisi yang ada pada masa
kontemporer. Kebanyakan mufassir, di dalam menyajikan karya-karya itu
menggunakan gaya bahasa yang ringkas, sekaligus sebagai kebanggaan
mereka, karena mampu menulis dengan cara itu. Mengingat pergantian masa
selalu diwarnai dengan ciri-ciri khusus, baik di bidang paramasastra, tingkah
laku dan kerangka berpikir masyarakat, sudah barang tentu wajar bahkan
wajib bagi mufassir masa sekarang untuk melihat keadaan masa lalu. Dengan
demikian, seorang al-Maraghi merasa berkewajiban memikirkan lahirnya
sebuah kitab tafsir yang mempunyai warna tersendiri dan dengan gaya bahasa
yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini. Pepatah telah mengatakan,
“lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”.
g. Seleksi terhadap kisah-kisah dalam kitab tafsir Dalam kitab-kitab tafsir
terdahulu, tidak semua cerita dapat diterima keabsahannya karena di antara
cerita tersebut banyak yang berasal dari israiliyât. Oleh karena itu al-Maraghi
menyeleksinya dalam kitab tafsirnya ini.
h. Pesatnya Sarana Komunikasi diMasa Modern Sesuai dengan perkembangan
sarana komunikasi, maka bahasa tafsir sebagai bahasa komunikasi perlu
memiliki sifat sederhana yang mudah dimengerti maksud tujuannya. Inilah
yang dilakukan oleh al-Maraghi dalam menuliskan kitab tafsirnya ini.
i. Jumlah Juz Tafsir Kitab tafsir ini disusun menjadi 30 jilid, setiap jilid satu juz
AlQuran, dengan maksud mempermudah para pembaca.

12
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir Al-Maraghi adalah karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi dimana tafsir ini
disusun karena ingin memberikan kemudahan dalam pemahaman al-Qur’an bagi
masyarakat dengan penyajian yang begitu sistematis, gaya bahasa yang mudah
dipahami, dan masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung dengan hujjah,
bukti-bukti nyata serta berbagai percobaan yang diperlukan. Dan beliau menafsirkan
al-Qur’an ini sesuai dengan Tartibul mushaf, dalam penafsiran beliau menggunakan
metode tahlili (analisis), serta pendekatan naqli dan aqli, banyak sumber rujukan
yang digunakan dalam penafsiran ini, sehingga mufassir ini juga memiliki
kecenderungan dalam tafsir, dan kecenderungan tafsir ini adalah lughawi/adabi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Depag, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Depag Ri, 2002.

Didi Suardi. Al-Maraghi Description Methodology. : Jurnal Studi Islam, Vol. 18 Nomor
1, Juni 2021.

Farhan Ahsan Anshari. Metodologi Khusus Penafsiran Al-Quran dalam Kitab Tafsir Al-
Maraghi. Jurnal Iman dan Spiritualitas eISSN: 2775-4596, Vol 1, No 1, 2021, pp.
55-62 http://doi.org/10.15575/jis.v1i1.11480.

Fithrotin. Metodologi Dan Karakteristik Penafsiran Ahmad Mustafa Al Maraghi Dalam


Kitab Tafsir Al Maraghi (Kajian Atas Qs. Al Hujurat Ayat: 9). Institut Agama
Islam Tarbiyatut Tholabah Lamongan 2018.

H. Masnur. AL-MARAGHI (Pemikiran Teologinya). Universitas Syarif Kasim Riau


2016.

Herlindah. ‘Penafsiran Ahmad Mustafa Al-Maraghi Tentang Bala’ Dalam Kitab Tafsir
Al-Maraghi’. Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah Institut Agama Islam
Negeri Bengkulu 2021.

Ika Parlina, Aam Abdussalam, Tatang Hidayat. ‘Analisis Metode Tafsir Al-Marāghī’.
Zad Al-Mufassirin, Page 225-249, Vol. 3 No. 2, 2021 Doi:
10.55759/Zam.V3i2.27 E-Issn : 2723–4002 P-Issn : 2829-6966.

Supriadi. ‘Studi Tafsir Ai-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi’. Jurnal Asy-
Syukriyyah 2016.

15

Anda mungkin juga menyukai