TAT-Tarekat Mu'tabarah Di Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TAREKAT MU’TABARAH DI INDONESIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tauhid dan Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu: Dr. H. Darmu’in, M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok 11:


Nama Anggota : 1. Isqi Ayu Lestari (2207026090)
2. Adinda Nisrina Maharani (2207026092)
Kelas : Gizi 2C

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta
memberikan kemudahan penulis dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan
karunia-Nya, penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak
lupa salawat serta salam tersalurkan kepada junjungan nabi agung Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT sehingga
makalah “Tarekat Mu’tabarah Di Indonesia” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Tauhid dan Akhlak Tasawuf.

Penulis mengutarakan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. H. Dar’muin,


M.Ag. Selaku dosen pengampu mata kuliah Tauhid dan Akhlak Tasawuf yang membimbing,
memberi pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan topik yang diberikan dan kepada
semua pihak yang telah memotivasi, membantu, memberi masukan, dan mendukung selama
jalannya pembuatan makalah.

Penulis menyadari penulisan makalah masih jauh dari kata sempurna. karenanya,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk
dijadikan pembelajaran agar penulis bisa menjadi lebih baik dimasa mendatang. Harapannya
semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan kedepannya.

Semarang, 18 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tarekat.............................................................................. 3

1. Pengertian Tarekat .......................................................................................................... 3

2. Unsur-Unsur Tarekat ...................................................................................................... 5

B. Sejarah Timbul dan Berkembangnya Tarekat................................................................. 6

C. Tarekat Mu’tabarah Yang Berkembang di Indonesia ..................................................... 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 16

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 16

B. Saran ............................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf dan merupakan salah satu ajaran pokok
yang ada dalam tasawuf. Ilmu tarekat sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan ilmu
tasawuf dan tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan orang-orang sufi. Orang sufi adalah
orang yang menerapkan ajaran tasawuf. Tarekat itu sendiri merupakan tingkatan ajaran
pokok dari tasawuf. Para tokoh sufi dalam tarekat, merumuskan bagaimana sistematika,
jalan, cara, dan tingkat-tingkat jalan yang harus dilalui oleh para calon sufi atau muri
tarekat secara rohani untuk cepat bertaqarrub, mendekatkan diri kehadirat Allah SWT.1
Namun, tidak semua orang yang mempelajari tasawuf terlebih lagi belum mengenal
tasawuf akan paham sepenuhnya tentang tarekat. Banyak orang yang memandang tarekat
secara sekilas akan menganggapnya sebagai ajaran yang diadakan di luar Islam (bid’ah),
padahal tarekat itu sendiri merupakan pelaksanaan dari peraturan-peraturan syari’at Islam
yang sah.2 Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan dicontohkan oleh beliau, para
sahabat, tabi’i dan tabi’ tabi’in.3 Namun perlu kehati-hatian juga karena tidak sedikit
tarekat-tarekat yang dikembangkan dan dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran yang
menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa ada
pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan ghairu muktabarah
(yang tidak dianggap sah).
Tarekat bermula dari tasawuf yang kemudian berkembang dengan berbagai macam
paham dan aliran. Sedang pengertian Tasawuf itu sendiri secara umum adalah usaha untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin melalui kesucian rohani dalam
memperbanyak ibadah. Untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam tarekat diperlukan
adanya bimbingan seorang guru/syekh, sebab bagi yang beribadah tanpa bimbingan
guru/pembimbing, berarti dia dibimbing orang ketiga, orang ketiga dimaksud adalah setan.
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya yang dalam
hal ini disebut Murid, dengan masuknya seorang murid pada tarekat beserta bimbingan

1
Rahmawati, R. (2014). Tarekat dan Perkembangannya. Al-Munzir, 7(1), hlm 84.
2
Tedy, A. (2018). Tarekat Mu’tabaroh di Indonesia (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 6(1), hlm 31.
3
Syafruddin, S. (2015). Tarikat Tijaniyah di Kalimantan Selatan. Al-Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Keislaman, 12(2). hlm 32.

1
spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka disitulah letak proses
pembinaan spiritual bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya
akan muncul sebuah dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada
diri seorang murid.
Semua bimbingan guru itu dinamakan tarekat, secara minimum tarekat namanya,
tetapi juga pelaksanaan ibadat itu berbekas kepada jiwanya, pelaksanaan itu secara
maksimum tarekat namanya, sedang hasilnya sebagai tujuan terakhir daripada semua
pelaksanaan ibadat itu ialah mengenal Tuhan sebaik-baiknya, yang dengan istilah sufi
ma’rifat namanya, mengenal Allah, untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadat itu. 4

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tarekat dan unsur-unsur tarekat?


2. Bagaimana sejarah timbul dan berkembangnya tarekat?
3. Apa tarekat mu’tabarah yang berkembang di Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian tarekat dan unsur-unsur dari tarekat.


2. Mengetahui bagaimana sejarah timbul dan berkembangnya tarekat.
3. Mengetahui tarekat mu’tabarah apa saja yang berkembang di Indonesia.

4
Rahmawati, R. (2014). Tarekat dan Perkembangannya. Al-Munzir, 7(1), hlm 84.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tarekat


1. Pengertian Tarekat
Secara etimologi, kata tarekat atau thariqah (‫ )طریقة‬berasal dari kata thariq
(‫ )طریق‬yang berarti jalan, tempat lalu, sedangkan thariqah berati perjalanan hidup, hal,
madzhab, metode.5 Sedangkan secara terminologi, tarekat memiliki beberapa definisi
seperti yang telah dikemukakan oleh para para pengkaji tarekat, antara lain:6
a. Muhammad Amin Kurdi mendefinisikan bahwa tarekat adalah pengamalan
syariat dan dengan tekun melaksanakan kewajiban-kewajibannya serta
menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak boleh
dipermudah.
b. Abu Bakar Aceh mengartikan tarekat sebagai jalan, petunjuk dalam melakukan
sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi
dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru,
sambung-menyambung dan rantai-berantai.7 Atau suatu cara mengajar dan
mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat
penganut-penganut sufi, menjadi suatu gerakan yang memberikan latihan-latihan
rohan oleh segolongan orang.
c. Ibnu ‘Arabi mengemukakan bahwa tarekat adalah menjauhkan diri dari hal-hal
yang haram, makruh dan berlebih-lebihan dalam hal yang mubah serta
melaksanakan hal-hal yang wajib dan sunat sesuai dengan kemampuan di bawah
bimbingan seorang ‘arif dari ahli nihayah.
d. Harun Nasution mendefinisikan tarekat dengan jalan yang harus ditempuh
seorang calon sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan.8
e. At-Taftazani mengartikan tarekat dengan sekumpulan sufi yang terkumpul
dengan seorang syaikh tertentu, tunduk dalam aturan-aturan yang terperinci
dalam tindakan spiritual, hidup secara berkelompok di dalam ruang-ruang

5
Yunus, M. (1973). Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah. Pentafsir Al-Qur’an.
hlm 236.
6
Rusli, R. A. (2013). Tasawuf dan Tarekat Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. hlm 184-187.
7
Atjeh, A. (1993). Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta: Ramadhani. hlm 67.
8
Harun, N. (1985). Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid II. Hlm 89.

3
peribadatan atau berkumpul secara berkeliling dalam momen-momen tertentu,
serta membentuk majelis-majelis ilmu dan dzikir secara organisasi.
f. Abdul Halim Mahmud, tarekat itu berasal dari kata al-thariqat (jalan) yang
mengutamakan perjuangan, menghapus sifat-sifat yang tercela, memutuskan
segala huhungan duniawi serta maju dengan kemauan yang besar pada Allah.
g. L. Massignon mengartikan tarekat dengan dua pengertian: (a) pada abad ke-9 dan
ke-10 M. tarekat merupakan pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh
orang-orang yang melakukan tasawuf untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian
yang disebut dengan maqamat dan ahwal; (b) pada abad ke-11 M, tarekat
merupakan perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh
seorang syaikh yang menganut suatu aliran tarekat tertentu, atau tata cara latihan
spiritual tertentu dari kehidupan komunal dalam berbagai kelompok keagamaan
muslim.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tarekat mempunyai
dua pengertian. Pertama, tarekat sebagai pendidikan keruhanian yang dilakukan oleh
orang-orang yang menjalani kehidupan tasawuf, yang secara individu untuk mencapai
suatu tingkatan keruhanian tertentu dan berada sedekat mungkin dengan Allah. Kedua,
tarekat sebagai sebuah pekumpulan atau organisasi yang didirikan menurut aturan
yang telah ditetapkan oleh seorang syaikh yang menganut suatu aliran tarekat tertentu.
Dengan demikian pengertian tarekat yang pertama sering diidentikkan dengan tasawuf
itu sendiri; sedangkan pengertian yang kedua sering dikaitkan dengan suatu kelompok
organisasi yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan sesuatu
yang formulanya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut.9
Jika dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha untuk mendekatkan diri kepada
Allah, maka tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya
mendekatkan diri kepada Allah. dasar-dasar dari tarekat, yaitu:
1. Senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dalam kondisi apapun baik dalam keadaan
sepi (sirri) dan ramai (‘alaniyah). Manivestasi dari takwa sendiri adalah bersikap
wara’ dan istiqamah.
2. Tidak terlalu menyibukkan diri dalam menghadapi urusan-urusan duniawi; hal ini
dimanifestasikan dengan senantiasa sabar dalam segala urusan dan tawakkal.

9
Selamat, K., & Sanusi, I. (2012). Akhlak Tasawuf: Upaya Meraih Kehalusan Budi dan Kedekatan
Ilahi. Jakarta: Kalam Mulia.hlm 195.

4
3. Mengikuti dan meneladani ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW (as-sunnah) baik
berupa sabda (aqwal) atau perbuatan (af’al) yang dibuktikan dengan menjaganya
dan berakhlak mulia.
4. Merasa puas dan rida atas ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah diberikan
baik berupa hal-hal yang bernilai sedikit atau banyak, kaya atau miskin, sehat atau
sakit, dan lain-lain. Rida tersebut dapat tergambar dengan qana’ah dan memberi
kuasa penuh dan mempercayakan semuanya kepada Allah (tafwid).
5. Kembali kepada Allah SWT baik dalam keadaan lapang atau sempit; hal ini bisa
ditahqiqkan dengan memuja-muji Allah dan bersyukur kepada-Nya.

2. Unsur-Unsur Tarekat
Dalam tarekat, terdapat lima unsur-unsur penting yang menjadi dasar dari
terbentuknya sebuah tarekat, antara lain:
a. Syaikh/mursyid (guru), adalah seseorang yang sudah merasakan kehadiran Tuhan
dan melimpahkan perasaannya (pengalamannya) kepada orang lain. Dalam
kehidupan keberagamaan seorang murid, seorang guru disamping pemimpin lahir
yang mengawasi murid-muridnya agar tidak menyimpang atau keluar dari batas-
batas syari’ah juga merupakan pemimpin batin yang menjadi perantara antara
murid dan Tuhan. Karena itu, terdapat sejumlah kriteria yang harus dimilikinya,
di antaranya yang paling penting (1) alim dan ahli dalam memberikan tuntunan-
tuntunan dalam ilmu fikih, ‘aqaid dan tauhid, (2) mengenal atau arif dengan
segala sifat-sifat kesempurnaan hati, dan (3) segala perbuatan dan ucapannya
bersih dari pengaruh nafsu.10
b. Murid yaitu pengikut tarekat yang menghendaki pengetahuan dan petunjuk
mengenai segala amal ibadah dari mursyid. Sebelum seseorang memutuskan
untuk berbai`at kepada seorang guru terlebih dahulu ia harus yakin bahwa guru
tersebut benar-benar seorang mursyid yang mampu membimbingnya mencapai
tujuan. Apabila seseorang telah menjadi murid berlakulah kepadanya ketentuan-
ketentuan (adab), baik hubungannya dengan guru maupun adab terhadap dirinya
sendiri dan keluargannya serta adab terhadap sesama ikhwan dan orang lainnya.
Dalam hubungannya dengan guru, seorang murid harus memperhatikan beberapa
hal, yaitu:

10
Samsidar, S. (2018). TAREKAT (Sejarah Pertumbuhan dan Pengaruhnya di Dunia Islam). Al-Muaddib:
Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, 3(2). Hlm 382.

5
1. Setelah resmi diterima menjadi murid dia harus menyerahkan dirinya secara
total tanpa syarat apapun kepada guru.
2. Tidak boleh berguru kepada Syekh lain dan tidak meninggalkannya sebelum
mata hatinya terbuka.
3. Hendaknya murid senantiasa mengingat Syekh terutama ketika melaksanakan
amalan (wirid) yang telah diijazahkan (berwasîlah).
4. Hendaknya selalu berbaik sangka terhadap Syekh, kendati guru tersebut
menampakkan hal-hal yang tidak sesuai dengan pikiran murid.
5. Tidak boleh memberikan apalagi menjual hadiah dari guru kepada orang
lain.11
c. Bai’at. Bai`at atau pentahbisan biasanya mengambil bentuk sebagai perjanjian
antara calon murid dengan pembimbing rohani (mursyid). Perjanjian setia ini
menunjukkan penyerahan sempurna dari murid kepada gurunya dalam semua hal
yang menyangkut kehidupan rohani; dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak atas
kemauan murid. 12
d. Silsilah. Silsilah adalah nisbah, hubungan guru terdahulu sambung-menyambung
antara satu sama lain sampai kepada Rasulullah Saw. Hal ini harus ada sebab
bimbingan kerohanian yang diambil dari guru-guru itu harus benar-benar berasal
dari Rasulullah Saw Kalau tidak demikian, berarti tarekat itu terputus dan palsu,
bukan warisan dari Rasulullah Saw.
e. Ajaran. Ajaran adalah praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang diajarkan dalam
sebuah tarekat. Biasanya, masing-masing tarekat memiliki kekhasan ajaran dan
metode khusus dalam mendekati Tuhan.13

B. Sejarah Timbul dan Berkembangnya Tarekat


Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dilanjutkan
mulai ada formulasi syari’ah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf; tasawuf terus
berkembang dan meluas serta mulai terkena pengaruh luar, salah satu pengaruh luar adalah
filsafat baik filsafat Yunani, India maupun Persia. Sesudah abad ke-2 Hijriyah, mucul
golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Tarekat pada awalnya merupakan salah satu
bagian dari ajaran tasawuf. Para sufi mengajarkan ajaran pokok tasawuf, yaitu syariat,

11
As, A. (2013). Tarekat-Tarekat di Kalimantan Selatan. Jurnal Al Banjari, 12(2). hlm 181-182.
12
Ibid. hlm 182.
13
Burhani, A. N. (2002). Tarekat tanpa Tarekat. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, hlm 36.

6
terekat, hakikat, dan ma’rifat, yang pada akhirnya masing-masing ajaran tersebut
berkembang menjadi satu aliran yang berdiri sendiri. Menurut mereka, syari’at untuk
memperbaiki amalan-amalan lahir, thariqat untuk memperbaiki amalan-amalan batin
(hati), haqiqat untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib, sedangkan ma’rifat adalah
tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah, baik dzat, sifat maupun perbuatan-Nya.14
Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu
dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu; setiap
tarekat mempunyai syaikh, kaifiyah (tata cara) zikir dan upacara-upacara ritual masing-
masing. Biasanya syaikh atau mursyid mengajar muridmuridnya di asrama latihan ruhani
yang dinamakan rumah suluk atau ribath.15 Peralihan tasawuf yang bersifat personal
kepada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan
tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang yang
berhasrat mempelajarinya. Seorang guru tasawuf biasanya memang memformulasikan
suatu sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem pengajaran
itulah yang kemudian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dengan
tarekat yang lain.
Tarekat telah dikenal di dunia Islam terutama di abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan
hadirnya tarekat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd al-Qadir jilani (1077-
1166 M), seorang ahli fiqih Hanbalian yang memiliki pengalaman mistik mendalam yang
dikembangkan di Asia tenagh Tibristan yang merupakan tempat kelahiran dan
oprasionalnya.. Setelah al- Jilani wafat, ajaran-ajarannya dikembangkan oleh anak-
anaknya dan menyebar luas ke Asia Barat dan Mesir, yang kemudian berkembang ke
Baghdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai ke Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand,
India dan Tiongkok. Kemudian muncul pula Tarekat Rifa’iyah di Maroko dan Aljazair;
disusul Tarekat Suhrawardiyah di Afrika Utara, Afrika Tengah, Sudan dan Nigeria.
Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang dengan cepat melalui murid-murid yang
diangkat menjadi khalifah, mengajarkan dan menyebarkan ke negeri-negeri Islam,
bercabang dan beranting hingga banyak sekali.16 Organisasi tarekat pernah mempunyai
pengaruh yang sangat besar di dunia islam. Sesudah khalifah Abbasiyah runtuh oleh

14
Tedy, A. (2018). Tarekat Mu’tabaroh di Indonesia (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 6(1), hlm 32.
15
Mulyati, S. (2005). Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta: Prenada
Media). hlm 6-7.
16
Ibid. hlm 7.

7
bangsa Mongol tahun 1258 M, tugas memelihara kesatuan Islam dan menyiarkan Islam ke
tempat-tempat yang jauh beralih ke tangan kaum sufi, termasuk ke Indonesia.
Sejarah tarekat di Indonesia diyakini sama dengan sejarah masuknya Islam ke
Nusantara itu sendiri. Para sejarawan Barat menyakini, Islam bercorak Sufidtik itulah yang
membuat penduduk nusantara yang semula beragama Hindu dan Budha menjadi sangat
tertarik. Besarnya pengaruh tarekat dalam islamisasi juga didukung dengan dari temuan
sejarah bahwa sebenarnya Islam sudah masuk di Nusantara sejak abad ke7, dan di Jawa
sejak abad 11 M, namun sejauh itu tidak cukup signifikan mengubah agama masyarakat
nusantara.17
Proses islamisasi nusantara secara besar-besaran baru terjadi pada penghujung abad
14 atau awal abad 15, bersamaan dengan masa keemasan perkembangan tasawuf akhalaki
yang ditandai dengan munculnya aliran-aliran tarekat di Timur Tengah. Selama abad ke-
14 dan 15 Islam secara berangsur-angsur menyebar ke pantai utara Jawa dan ke Maluku.
Secara relatif corak pemikiran Islam yang pernah dipengaruhi oleh tasawuf selanjutnya
berkembang menjadi tarekat. Momentum yang paling mungkin terjadinya tarekat dapat
dilacak pada abad ke-18 ketika barbagai tarekat telah memperoleh pengikut yang tersebar
luas di Nusantara. Namun demikian perlu dicatat bahwa abad-abad Islamisasi di Asia
Tenggara berbarengan dengan masa merebaknya tasawuf abad pertengahan dan
pertumbuhan tarekat.18

C. Tarekat Mu’tabarah Yang Berkembang di Indonesia


Seperti yang disebutkan di atas bahwa tarekat harus memiliki 5 unsur. Namun, pada
perkembangannya, muncul tarekat yang tidak memenuhi lima unsur di atas, sehingga ada
tarekat yang dipandang sah (mu’tabarah) dan ada pula tarekat yang dianggap tidak sah
(ghairu mu’tabarah). Suatu tarekat dianggap sah (mu’tabarah) jika memiliki mata rantai
(silsilah) yang mutawatir sehingga amalan dalam tarekat tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara syari’at. Sebaliknya, jika suatu tarekat tidak memiliki mata
rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga ajaran tarekat tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara syari’at maka tarekat itu dianggap tidak memiliki dasar
keabsahan dan oleh karenanya disebut tarekat yang tidak sah (ghairu mu’tabarah).

17
Awaludin, M. (2016). Sejarah Dan Perkembangan Tarekat Di Nusantara. El-afkar: Jurnal Pemikiran
Keislaman Dan Tafsir Hadis, 5(2), 126-127.
18
Mulyati, S. (2005). Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta: Prenada
Media). hlm 6-11.

8
Di Indonesia, saat ini berkembang sebanyak 45 tarekat mu’tabarah, yaitu: Rumiyah,
Rifa’iyah, Sa’diyah, Bakriyah, Justiyah, ‘Umariyah, ‘Alawiyah, ‘Abasiyah, Zainiyah,
Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah, Ghaibiyah, Tijaniyah, Uwaisiyah,
Idrisiyah, Samaniyah, Buhuriyah, Usyaqiyah, Kubrawiyah, Maulawiyah, Jalwatiyah,
Baerumiyah, Ghazaliyah, Hamzawiyah, Hadadiyah, Mabuliyah, Sunbuliyah, Idrusiyah,
‘Usmaniyah, Syadziliyah, Sya’baniyah, Khalsyaniyah, Qadiriyah, Syatariyah,
Khalwatiyah, Bakdasiyah, Syuhriyah, Ahmadiyah, ‘Isawiyah, Thuruqil Akabiril Auliya,
Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Khalidiyah wa Naqsabandiyah, Ahli Mulazamatil Qur’an
wa Sunnah wa Dalailil Khairati Wata’limi Fathil Qaribi atau Kifayatil ‘Awam.19
Berikut merupakah tarekat-tarekat yang dinilai populer dan banyak diikuti di
Indonesia, antara lain:
1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu ‘Abd
al-Qadir Jailani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani alghawsts
atau quthb al-awliya’(470 H/1077 M-561 H/1166 M). Tarekat ini tidak saja sebagai
pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi cikal bakal munculnya berbagai cabang
tarekat didunia islam. Proses masuknya tarekat Qadiriyah ke Indonesia dikisahkan
lewat penyair besar Hamzah Fansuri. Bentuk dan karakter dalam tarekat Qadiriyah ini
adalah tauhid, sedangkan pelaksanaanya tetap menempuh jalur syariat lahir dan batin.
Ajarannya selalu menekankan pada persucian diri dari nafsu dunia, adapun dari
ajarannya adalah:
a. Taubat adalah kembali kepada allah dengan mengurai ikatan dosa yang
terusmenerus dari hati kemudian melaksanakan setiap hak tuhan. Taubat ada dua
yaitu taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia, dan taubat yang berkaitan
dengan hak Allah.
b. Zuhud adalah gambaran tentang menghindari dari mencintai sesuatu yang menuju
kepada sesuatu yang lebih baik darinya. Zuhud ada dua yaitu, hakiki
(mengeluarkan dunia dari hatinya), mutazahid shuwari/zuhud lahir (mengeluarkan
dunia dari hadapannya).
c. Tawakal artinya berserah diri.

19
Jamil, M. M. (2005). Tarekat dan dinamika sosial politik: tafsir sosial sufi Nusantara. Pustaka Pelajar. hlm
110.

9
d. Syukur adalah ungkapan rasa terima kasih atas nikmat yang diterima, baik lisan,
tangan, maupun hati.
e. Sabar adalah tidak mengeluh karena sakitnya musibah yang menimpa kita kecuali
mengeluh kepada allah karena Allah SWT. Sabar ada tiga macam yaitu bersabar
kepada Allah dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya,
bersabar bersama Allah, bersabar atas Allah yaitu bersabar terhadap rezeki.
f. Ridha adalah kebahagiaan hati dalam menerima ketetapan (takdir).
g. Jujur adalah mengatakan yang benar dalam kondisi apapun, baik menguntungkan
maupun yang tidak menguntungkan.
2. Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh ‘Ali bin Abdullah bin ‘Abdul Jabbar Abul
Hasan asy-Syadzili, dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta saat ini, di utara Maroko
pada tahun 573 H. Ketika masih berusia muda, dia meninggalkan kota kelahirannya
menuju Tunisia. Beberapa waktu kemudian, dia menjadi seorang teolog beraliran
Sunni yang menentang Mu’tazilah, di mana dia sangat menentang sistem pemikiran
Mu’tazilah yang sangat mengagungkan penggunaan akal, yang lebih mengedepankan
akal daripada wahyu, dan menggunakan wahyu hanya sekedar untuk konfirmasi.
Tarekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazahir, Sudan, Suriah
dan Semenanjung Arabia, juga diindonesia khususnya diwilayah jawa tengah dan
jawa timur. Pokok-pokok dasar tarekat Syadziliyah diantara lain ialah: Taqwa kepada
tuhan lahir dan batin, mengikuti sunah dalam perkataan dan perbuatan, mencegah
menggantungkan nasib kepada manusia, rela dengan pemberian tuhan dalam sedikit
dan banyak, berpegang kepada tuhan pada waktu susah dan senang.
3. Tarekat Naqsabandiyah
Pendiri tarekat Naqsabandiyah adalah seorang pemuda tasaawuf terkenal yakni,
Muhammad Baha al-Din al-Uwaisi al-bukhari Naqsabandi (717 h/138 M-791 H/1389
M). Dilahirkan disebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebi 4 mildari Bukhara temat lahir
Imam Bukhari. Ia berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik. Ia mendapat gelar
Syaikh yang menunjukan posisinya yang penting sebagai seorang pemimpin spritual.
20
Setelah ia lahir segera di bawah oleh gurunnya kepada Baba al-Samasi ketika berusia
18 tahun. Dia mengatakan bahwa sangatlah mudah mencapai puncak pengetahuan

20
Tedy, A. (2018). Tarekat Mu’tabaroh di Indonesia (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 6(1), hlm 34.

10
tertinggi tentang monoteisme (tauhid) tetapi sangat sulit mencapai ma’rifat yang
menunjukkan perbedaan halus antara pengetahuan dan pengalaman spiritual.
Ciri-ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah: (1) diikutinya
syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan
terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati; (2) upaya yang serius
dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan
negara pada agama. Dalam amalannya, tarekat naqsabandiyah memiliki dua maca zikir,
yaitu:
a. Zikir Ismudz Dzat, yaitu mengingat nama Yang Hakiki dengan mengucapkan nama
Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan menggunakan
tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.
b. Zikir Tauhid, yaitu mengingat keesaan Allah. Zikir ini terdiri atas bacaan yang
diiringi dengan pengaturan nafas, kalimat Laa ilaaha illallaah yang dibayangkan
seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Caranya: (a) kata Laa digambar
dari daerah pusar terus ke atas sampai ubun-ubun; (b) kata ilaaha turun ke kanan
dan berhenti di ujung bahu kanan; (c) kata illaa dimulai dan turun melewati bidang
dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihunjamkan
sekuat tenaga.
4. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah di indonesia banyak dianut oleh suku bugis dan Makasar
abad ke-17 Syaikh Yusuf al-Makasari al-Khalwati (tabaruk) terhadap Muhammad
(Nur) al- Khalwati al-Khawa Rizmi (w.751/1350), yang sampai sekarang masih sangat
dihormati. Sekaranag terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama.
Keduannya dikenal dengan nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah
Samman.21 Tarekat Khalwatiyah disandarkan kepada nama Syaikh Yusuf al-Makassari
dan Tarekat Khalwatiyah Samman diambil dari nama seorang sufi Madinah abad ke-
18 Muhammad Samman. Kedua cabang Tarekat Khalwatiyah ini muncul sebagai
tarekat yang sama sekali berbeda, masing-masing berdiri sendiri, tidak terdapat banyak
kesamaan kecuali kesamaan nama. Tarekat Khalwatiyah Yusuf dalam berdzikir
mewiridkan nama-nama Tuhan dan kalimat-kalimat singkat lainya secara sirr (dalam
hati), sedangkan Tarekat Khalwatiyah Samman melakukan zikir dan wiridnya dengan
suara keras.

21
Ibid. hlm 34.

11
Tarekat Khalwati mempunyai ajaran-ajaran dasar antara lain:
1) Yaqza: kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah
SWT. Yang Maha Agung.
2) Taubah: mohon ampun atas segala dosa.
3) Muhasabah: menghitung-hitung atau introspeksi diri.
4) Inabah: berhasrat kembali kepada Allah.
5) Tafakkur: merenung tentang kebesaran Allah.
6) I'tisâm: selalu bertindak sebagai khalifah Allah di bumi.
7) Firar: lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna.
8) Riyadah: melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya.
9) Tasyakur: selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memuji- Nya.
10) Sima': mengonsentrasikan seluruh anggota tubuh dalam mengikuti perintah-
perintah Allah terutama pendengaran.22
5. Tarekat Syattariyah
Tarekat Syattariyyah di Sumatera Barat telah menjadi salah satu pilar terpenting
dalam penyebaran ajaran neosufisme, sehingga sangat berperan dalam pembentukan
struktur masyarakat Muslimnya. Nama Syattariyah dinisbatkan kepada Syaikh
‘Abdullah asy-Syaththari (w. 890 H/1485 M), seorang ulama’ yang masih memiliki
hubungan kekeluargaan dengan Syihabuddin Abu Hafsh, ‘Umar Suhrawardi (539-632
H/1145-1234 M), ulama’ sufi yang memopulerkan Tarekat Suhrawardiyah. Ajaran
yang terdapat dalam tarekat Syattariyah adalah menganut paham wahdatul wujud,
dimana paham ini memiliki kesamaan dengan paham tasawuf Ibn Arobi. Wahdatul
wujud terdiri dari dua kata, wahdat dan wujud. Wahdah mempunyai arti tunggal dan
wujud artinya ada, dengan demikian wahdatul wujud berarti kesatuan wujud.
Dalam kitab as-Simtul Majid, Ahmad al-Qusyasyi (khalifah Tarekat Syattaryah
di Haramain) menjelaskan berbagai tuntunan dan ajaran bagi penganut tarekat.
Menurutnya, gerbang pertama bagi seseorang yang masuk ke dunia tarekat adalah baiat
dan talqin; di antara cara-cara talqin adalah calon murid terlebih dahulu menginap di
tempat tertentu yang ditunjuk oleh syaikhnya selama tiga malam dalam keadaan suci
(berwudu), di mana pada setiap malamnya harus melakukan salat sunat sebanyak enam
raka’at dengan tiga kali salam. Setelah menjalani talqin, dilaksanakan baiat yang

22
Hamid, A. (1990). Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama. dissertasi Ph. D di
Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. hlm 181.

12
merupakan ungkapan kesetiaan dan penyerahan diri dari seorang murid secara khusus
kepada syaikhnya dan secara umum kepada lembaga tarekat yang dimasukinya. Dalam
dunia tarekat, baiat memiliki konsekuensi adanya kepatuhan mutlak dari seorang murid
kepada syaikhnya karena syaikh adalah perwakilan dari Nabi yang diyakini tidak akan
membawa kepada kesesatan.
6. Tarekat Sammaniyah
Tarekat samamiyah didirikan oleh Muhammad bin Abd al-karim al-Madani al-
Syafi’i al- Samman (1130-1189 H/1718- 1775 M). Ia lahir di Madinah dari keluarga
Quraisy. Dikalangan murud dan pengikutnya, ia lebih dikenal dengan nama al-
Sammani atau Muhammad Samman.23 Tarekat Sammâniyah adalah tarekat pertama
yang mendapat pengikut massal di Nusantara. Tarekat sammaniyah disebarkan ke
Nusantara pada abad ke 18 oleh Muhammad Arsyad al Banjari, Abd al Rahman al
Fathani, Abdu al Samad al Palimbani, Tuan Haji Ahmad dan Muhyiddin bin
Syihabuddin, Syaikh Nafis al Banjari. konsep ajaran tarekat Sammaniyah ini di
antaranya (1) zikirnya yang dibaca dengan suara keras dan melengking, khususnya
ketika mengucapkan lafadz la ilaha illa Allah. (2) tawassul, (3) ratib samman, (4)
memperbanyak salat, zikir, bersikap lemah lembut kepada kaum fakir miskin, tidak
terlalu mencintai dunia, mendayagunakan akal rabbaniyah dan tauhid kepada Allah
dalam dzat, sifat dan af’al-Nya.24
7. Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad al- Tijani
(1150-1230 H/1737-1815 M) yang lahir di Ain Madi, Aljazair selatan, dan meninggal
di Fez, Maroko, dalam usia 80 tahun. Syaikh Ahmad Tijani diyakini oleh kaum
Tijaniyah sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki banyak
keramat, karena didukung oleh faktor geneologis, tradisi keluarga, dan proses
penempaan dirinya. Silsilah dan garis nasabnya adalah Sayyid Ahmat bin Muhammad
bin Salim bin al-Idl bin Abi Thalib, dari garis siti Fatimah al-Zahrah binti Muhammad
Rasulullah SAW.
Berbeda dengan tarekat-tarekat lain, tarekat Tijaniyah ini tidak mempunyai
silsilah tarekat, sebab sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa Ahmad al-Tijani

23
Tedy, A. (2018). Tarekat Mu’tabaroh di Indonesia (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 6(1), hlm 34.
24
Muvid, M. B., & Kholis, N. (2020). Konsep Tarekat Sammaniyah dan peranannya terhadap pembentukan
moral, spiritual dan sosial masyarakat Post Modern. Dialogia: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 18(1), hlm 80.

13
menerima ini semua langsung dari Rasulullah saw. Ajaran yang sederhana dan relatif
mudah. Sebab tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah, memperoleh ampunan
dan ridha-Nya. Tarekat Tijaniyah tidak mengenal mursyid, tapi mereka mengenal
istilah muqaddam dan khalifah. Pengikutnya tidak dibenarkan berpolitik praktis, sebab
hal itu identik dengan permusuhan, persaingan atau kebencian. Hidup bersih dan
makanan halal adalah sesuatu hal yang harus diprioritaskan, karena kebersihan jasmani
berpengaruh kepada bathin/rohani. Untuk menghasilkan hati bersih, makanan serta
faktor pendukung (finansial) pun harus bersih dan halal.
Dalam Tarekat Tijaniyah ada beberapa persyaratan penting yang harus dipenuhi
dan diperpegangi oleh pengikutnya, yaitu: 1). Melazimkan shalat fardhu dalam
waktunya dengan memelihara syarat, rukun dan segala adabnya yang sunat-sunat.
Utama sekali berjamaah; 2). Taqwa kepada Allah dengan zahir dan batin sesuai
kemampuan. Jika terjadi pelanggaran syar’i wajib segera bertaubat kepada Allah; 3).
Tidak ziarah untuk minta madad rohani (seperti minta do’akan) kepada waliullah yang
bukan dari Tijaniyah dan sahabat Rasulullah saw. baik yang sudah mati maupun yang
masih hidup. Tetapi wajib memuliakan waliullah (jangan diremehkan); 4). Tidak
mengumpulkan tarekat ini dengan tarekat lainnya; dan 5). Bersedia mengamalkan
ajaran tarekat ini sampai akhir hayatnya.25
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyyah.
Terekat Qadiriyah dan Naqsabbandiyyah adalah sebuah tarekat gabungan dari
tarekat Qadiriyyah dan Naqsabandiyah (TQN). Tarekat ini didirikan oleh Syaikh
Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang dikenal sebagai penulis kitab Fath al-Arifin.
n. Sambas adalah nama sebuah kota disebelah utara pontianak, Kalimantan Barat.
Syaikh Naquib al-Attas mengatakan bahwa TNQ tampil sebagai sebuah tarekat
gabungan karena Syaikh Sambas adalah seorang syaikh dari kedua tarekat dan
mengajarkannya dalam satu versi yang mengajarkan dua jenis zikir sekaligus yaitu zikir
di baca keras (jahar) dalam tarekat Qadiriyyah dan zikir dilakukan dalam hati (khafi)
yaitu tarekat Naqsandiyyah.26
Syeikh Ahmad Khatib tidak serta merta menggabungkan ajaran dua tarekat
besar di atas. Beliau menganggap bahwa kedua tarekat tersebut memiliki kesamaan

25
Noor’ainah. (2011). AJARAN TASAWUF TAREKAT TIJANIYAH. Ilmu Ushuluddin, 10(1), hlm 90-91.
26
Tedy, A. (2018). Tarekat Mu’tabaroh di Indonesia (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan Ajarannya). El-Afkar:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 6(1), hlm 35.

14
pandangan mengenai tasawuf yang tidak mengesampingkan syariat serta menentang
faham wihdah al-Wujud, sehingga jenis dan metode dzikirnya dapat saling melengkapi.
Tarekat Qadiriyah mengajarkan dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Tarekat
Naqsabandiyah mengajarkan dzikir Sirri Ism Dzat. Penggabungan ini juga membuat
metode murakkabah menjadi lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan para
muridnya dapat mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi27.

27
Firdaus, F. (2017). Tarekat Qadariyah Wa Naqsabandiyah: Implikasinya Terhadap Kesalehan Sosial. Al-
Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, 12(2), hal 193.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tarekat mempunyai dua pengertian. Pertama, tarekat sebagai pendidikan keruhanian
yang dilakukan oleh orang-orang yang menjalani kehidupan tasawuf, yang secara individu
untuk mencapai suatu tingkatan keruhanian tertentu dan berada sedekat mungkin dengan
Allah. Kedua, tarekat sebagai sebuah pekumpulan atau organisasi yang didirikan menurut
aturan yang telah ditetapkan oleh seorang syaikh yang menganut suatu aliran tarekat
tertentu. Tarekat mempunya unsur-unsur, diantaranya (1) syaikh/mursyid (guru), (2)
murid, (3) bai’at, (4) silsilah, dan (5) ajaran. Tarekat pada awalnya merupakan salah satu
bagian dari ajaran tasawuf. Para sufi mengajarkan ajaran pokok tasawuf, yaitu syariat,
terekat, hakikat, dan ma’rifat, yang pada akhirnya masing-masing ajaran tersebut
berkembang menjadi satu aliran yang berdiri sendiri. Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13
Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Mula-
mula muncul tarekat Qadariyah yang dikembangkan oleh Syaikh Abdul Qadir di Asia
Tengah di Tibristan, kemudian berkembang ke Baghdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai
ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India,Tiongkok. Tarekat-tarekat itu
kemudian berkembang dengan cepat melalui murid-murid yang diangkat menjadi khalifah,
mengajarkan dan menyebarkan ke negeri-negeri Islam, bercabang dan beranting sehingga
banyak sekali. Sejarah tarekat di Indonesia diyakini sama dengan sejarah masuknya Islam
ke Nusantara itu sendiri. Proses islamisasi nusantara secara besar-besaran baru terjadi pada
penghujung abad 14 atau awal abad 15, bersamaan dengan masa keemasan perkembangan
tasawuf akhalaki. Di Indonesia, terdapat 45 tarekat mu’tabarah. Namun, beberapa yang
populer dan banyak diikuti di Indonesia yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Syadziliyah,
Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyyah, Tarekat
Syattariyyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN).

B. Saran
Penulis tentu menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Namun, semoga kedepannya penulis dapat lebih
detail dalam menjelaskan makalah dengan sumber-sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan dan semoga makalah di atas dapat bermanfaat dan menginspirasi
para pembaca untuk kedepannya. Jika terdapat kritik atau saran yang ingin disampaikan
terkait makalah ini, silakan sampaikan kepada penulis.

16
DAFTAR PUSTAKA

As, A. (2013). Tarekat-Tarekat di Kalimantan Selatan. Jurnal Al Banjari, 12(2).

Atjeh, A. (1993). Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta: Ramadhani. hlm 67.

Awaludin, M. (2016). Sejarah Dan Perkembangan Tarekat Di Nusantara. El-afkar: Jurnal


Pemikiran Keislaman Dan Tafsir Hadis, 5(2), 125-134.

Jamil, M. M. (2005). Tarekat dan dinamika sosial politik: tafsir sosial sufi Nusantara. Pustaka
Pelajar. hlm 110.
Muvid, M. B., & Kholis, N. (2020). Konsep Tarekat Sammaniyah dan peranannya terhadap
pembentukan moral, spiritual dan sosial masyarakat Post Modern. Dialogia: Jurnal
Studi Islam Dan Sosial, 18(1), 79-99.

Mulyati, S. (2005). Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia


(Jakarta: Prenada Media).

Noor’ainah. (2011). AJARAN TASAWUF TAREKAT TIJANIYAH. Ilmu Ushuluddin, 10(1),


89-105.
Firdaus, F. (2017). Tarekat Qadariyah Wa Naqsabandiyah: Implikasinya Terhadap Kesalehan
Sosial. Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, 12(2), 159-208.
Rahmawati, R. (2014). Tarekat dan Perkembangannya. Al-Munzir, 7(1), 83-97.

Samsidar, S. (2018). TAREKAT (Sejarah Pertumbuhan dan Pengaruhnya di Dunia Islam). Al-
Muaddib: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, 3(2).

Selamat, K., & Sanusi, I. (2012). Akhlak Tasawuf: Upaya Meraih Kehalusan Budi dan
Kedekatan Ilahi. Jakarta: Kalam Mulia.hlm 195.
Syafruddin, S. (2015). Tarikat Tijaniyah di Kalimantan Selatan. Al-Banjari: Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Keislaman, 12(2).

Tedy, A. (2018). Tarekat Mu’tabaroh di Indonesia (Studi Tarekat Shiddiqiyyah dan


Ajarannya). El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 6(1), 31-42.

Yunus, M. (1973). Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penterjemah. Pentafsir Al-Qur’an.

17

Anda mungkin juga menyukai