0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan17 halaman

969-Article Text-3254-2-10-20220825

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 17

POLA ASUH ORANG TUA TUNGGAL AYAH (SINGLE FATHER)

DALAM MENANAMKAN KARAKTER DISIPLIN ANAK USIA


SEKOLAH DASAR
(Studi Kasus di Dusun Seweru, Kare, Madiun)

Putri Puspa Arum; Yuentie Sova Puspidalia


Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, IAIN Ponorogo
[email protected]

Abstrak
Selain menjalankan peran sebagai pencari nafkah, ayah juga mengasuh
dalam pembentukan karakter. Ketidakhadiran seorang ibu membuat
ayah kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan urusan rumah
tangga termasuk dalam pengasuhan anak. Akibatnya, ayah tidak
konsisten dalam pola pengasuhan, aturan yang berubah-ubah, kurang
tegas dalam menanamkan karakter disiplin, dan juga emosi yang tidak
stabil mempengaruhi perkembangan anak. Sehingga, anak menjadi
kurang disiplin. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk pola
asuh dan upaya orang tua tunggal ayah (single father) dalam
menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah dasar di dusun Seweru,
Kare, Madiun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman meliputi teknik reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa (1) pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
tunggal ayah (single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dalam
menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah dasar yaitu pertama,
pola asuh demokratis, pola asuh permisif, dan pola asuh situasional. (2)
Upaya yang dilakukan oleh orang tua tunggal ayah (single father) di
Dusun Seweru, Kare, Madiun dalam menanamkan karakter disiplin anak
usia sekolah dasar, yaitu melalui pemberian teladan oleh orang tua,
kebersamaan orang tua dalam merealisasikan aturan/nilai moral,
menghayati dunia anak, pemberian aturan dan konsekuensi logis,
mengontrol perilaku anak, pengajaran nilai agama sebagai dasar
penanaman karakter disiplin.

Kata kunci: Pola Asuh; Orang Tua Tunggal Ayah (Single Father), Karakter
Disiplin

17
PENDAHULUAN

K
eluarga dalam pandangan antropologi adalah suatu kesatuan terkecil
yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, yang memiliki tempat
tinggal, dan ditandai oleh kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik,
melindungi, merawat, dan sebagainya. Inti keluarga adalah ayah, ibu, dan anak.
Keluarga memiliki pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja,
hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. Keluarga adalah tempat
pertama dan yang utama untuk anak-anak belajar. Dari keluarga, mereka
mempelajari sifat, keyakinan, sifat-sifat mulia, komunikasi, dan interaksi sosial, serta
keterampilan hidup 1. Keluarga khususnya orang tua adalah pendidik utama yang
sangat berperan penting dalam membentuk karakter anak, baik dalam bidang
kognitif maupun dalam mendidik nilai dan moral. Pembentukan karakter positif
dikembangkan melalui pembiasaan nilai-nilai, baik nilai sosial maupun agama yang
diinternalisasikan melalui interaksi sosial. Karakter yang telah terbentuk diharapkan
dapat mengakar kuat dan menjadi prinsip hidup dalam kehidupan anak. Dalam hal
ini, orang tua sebagai penanggung jawab utama dalam proses penanaman
karakter anak2.
Keberhasilan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak
sangat bergantung pada pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya.
Pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka
pendidikan/penanaman karakter 3. Pola asuh juga merupakan bagian dari proses
pemeliharaan anak dengan menggunakan teknik dan metode yang
menitikberatkan pada kasih sayang dan ketulusan cinta yang mendalam bagi
orang tua 4. Pengasuhan anak akan memberikan hasil yang lebih baik bila ayah
dan ibu menjalankan pengasuhan bersama, yaitu bila orang tua bersikap saling
mendukung dan bertindak sebagai satu tim yang bekerja sama 5.
Penanaman karakter salah satunya karakter disiplin juga memerlukan
keutuhan orang tua. Hal ini dikatakan Moh. Shohib, bahwa keutuhan orang tua
(ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga juga sangat dibutuhkan dalam membantu
anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri 6. Orang tua
sangat berperan penting dalam membentuk moral dan perilaku anak. Keteladanan
orang tua dalam bertutur dan berperilaku disiplin sesuai dengan norma-norma
kehidupan dalam masyarakat menjadi contoh nyata terhadap anak mereka.
Perhatian yang optimal dari orang tua terhadap aktivitas anak sangat dibutuhkan.
Peran orang tua sebagai peletak dasar-dasar kedisiplinan dalam jiwa anak adalah
sesuatu yang bersifat mutlak dan tidak akan tergantikan 7. Ketegasan seorang ayah
memberikan pengaruh kuat dalam menanamkan disiplin. Sementara ibu yang

1
Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga: Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset., t.t.
2
Suwardani, N. P. (2020). Pendidikan Karakter: dalam Merajut Harapan Bangsa yang Bermartabat. Denpasar: UNHI Press., t.t.
3
Muslich, M. (2014). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta: Bumi Aksara), t.t.
4
Ilahi, M. T. (2013). Quantum Learning: Kiat Sukses Mengasuh Anak Secara Efektif dan Cerdas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media., t.t.
5
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta:Prenadamedia Group., t.t.
6
Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orang Tua: Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta, PT Rineka Cipta., t.t.
7
Rahma, R. A. (2021). Pengembangan Metode Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Pandemi Covid-19 melalui Virtual Learning dalam
Optimalisasi Perkembangan Anak Usia Dini. Madiun: CV. Bayka Cendekia Indonesia., t.t.

18
menjalankan peran ekspresif/emosional yang terfokus pada pengungkapan kasih
sayang dan memberikan dukungan pada anak 8.
Karakter disiplin berkaitan erat dengan konsisten, tepat waktu, komitmen,
tekun, patuh, fokus, ada tujuan, prioritas, dan perencanaan 9. Disiplin bukan sifat
bawaan yang tertanam semenjak kelahirannya. Disiplin harus dilatih. Ia harus
terlebih dahulu dibentuk oleh keadaan dan lingkungan melalui bimbingan orang
tua, guru, atau orang-orang yang terlibat dalam kehidupannya. Oleh sebab itu,
kedisiplinan harus sudah ditanamkan sejak dini melalui arahan serta bimbingan
intensif dari orang tua atau lingkungan 10. Pembiasaan disiplin di lingkungan
keluarga dapat diartikan metode orang tua agar anak mematuhi metode tersebut.
Banyak hal mengenai disiplin yang dapat diajarkan kepada anak misalnya dalam
belajar, beribadah, makan atau minum tanpa harus disuruh 11(Mayasarokh et al.,
2021).
Berawal dari fenomena di atas, penulis tertarik untuk menggali lebih
mendalam terkait dengan pengasuhan orang tua tunggal ayah (single father)
terhadap kedisiplinan anak usia sekolah dasar dengan judul Pola Asuh Orang Tua
Tunggal Ayah (Single Father) dalam Menanamkan Karakter Disiplin Anak Usia
Sekolah Dasar (Studi Kasus di Dusun Seweru, Kare, Madiun).

TINJAUAN PUSTAKA
Tentang Keluarga
Keluarga yang utuh memberikan peluang besar bagi anak untuk
membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya yang merupakan unsur
esensial dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar
disiplin diri. Kepercayaan dari kedua orang tua yang dirasakan oleh anak
mengakibatkan arahan, bimbingan, dan bantuan orang tua yang diberikan
kepada anak akan menyatu dan memudahkan anak menangkap makna dari
upaya yang dilakukan 12. Dalam lingkungan keluarga, penerapan pengasuhan tidak
selamanya dilakukan oleh kedua orang tua. Ada juga pengasuhan yang dilakukan
oleh orang tua tunggal. Keluarga yang salah satu orang tuanya tidak ada lagi, baik
disebabkan perceraian, kematian, maupun keadaan lain mengakibatkan hanya
ada satu orang tua dalam keluarga. Keadaan orang tua ini disebut sebagai orang
tua tunggal (single parent). Ayah sebagai orang tua tunggal biasa disebut sebagai
single father, sedangkan ibu sebagai orang tua tunggal disebut sebagai single
mother. Akibat hal tersebut di antaranya perubahan peran dan beban tugas yang
harus ditanggung oleh salah satu orang tua untuk mengasuh anak. Begitupula
pengasuhan dalam kedisiplinan. Ketidakhadiran salah satu orang tua membuat
ibu/ayah kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan urusan rumah tangga
termasuk dalam pengurusan dan pengasuhan anak. Akibatnya tidak konsisten
8
Retnowati, Y. (2021). Pola Komunikasi dan Kemandirian Anak: Pnduan Komunikasi Bagi Orang Tua Tunggal. Yogyakarta: Mevlana
Publishing., t.t.
9
Artistiana, N. R. (2019). Mengikis Mental Koruptor Sejak Dini. Penerbit Duta., t.t.
10
Nurkholis. (2020). Amalan-amalan Dahsyat Persiapan Hari Tua. Yogyakarta: Araska., t.t.
11
Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orang Tua: Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta, PT Rineka Cipta.
12
Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orang Tua: Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta, PT Rineka Cipta.

19
dalam pola pengasuhan, aturan yang berubah-ubah, kurang tegas dalam
menanamkan karakter disiplin, dan juga emosi yang tidak stabil mempengaruhi
perkembangan anak. Akibatnya anak menjadi kurang disiplin.
Seperti halnya penulis mengamati banyaknya orang tua tunggal ayah (single
father) di dusun Seweru, Kare, Madiun. Posisi yang menyebabkan ayah menjadi
orang tua tunggal tersebut disebabkan beberapa hal. Misalnya, kasus perceraian,
kematian, maupun disebabkan sang istri yang bekerja di luar negeri, sehingga
mengakibatkan anak hanya diasuh oleh ayah saja.
Peran ayah dalam suatu rumah tangga adalah sebagai kepala keluarga.
Peran seorang ayah adalah tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah
kehidupan. Ayah harus berusaha keras untuk mencari nafkah yang halal lagi baik
dan bekerja segiat mungkin. Bagi seorang laki-laki, menjadi orang tua tunggal
merupakan hal yang tidak mudah. Selain kewajiban sebagai kepala rumah tangga
yang harus mencari nafkah untuk keluarganya, juga harus mengurus berbagai
kebutuhan rumah tangga, dan yang terpenting mengasuh anak dengan baik.
Naluri ayah dalam mengasuh anak tidak seperti ibu. Ibu memiliki hubungan yang
teramat dekat dengan anak, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik hubungan
ibu dan anak dimulai dari dalam kandungannya, kemudian menyusukannya, dan
membesarkannya. Selama itu sesungguhnya kontak psikologis terjadi. Maka tidak
heran, seorang ibu jauh merasa lebih dekat dan lebih memiliki kasih sayang ketika
mengsuh anaknya dibandingkan seorang ayah dengan anaknya. Namun ayah
harus tetap bisa menjalankan peran tersebut ketika menjadi ayah tunggal (single
father).
Cukup banyak orang tua tunggal ayah (single father) di dusun Seweru, Kare,
Madiun yang memiliki anak usia sekolah dasar. Mereka masih kurang dalam
mendisiplinkan anaknya. Misalnya, anak sering menunda bahkan melupakan
kewajiban yang harus dilakukan seperti belajar dan ibadah salat hanya karena ingin
bermain bersama teman-temannya. Berdasarkan wawancara dengan oleh salah
satu orang tua tunggal ayah (single father) di dusun Seweru, Kare, Madiun, beliau
mengatakan bahwa anaknya memiliki karakter disiplin yang kurang optimal,
terkadang anak harus didampingi dan diingatkan dalam mengerjakan aktivitas
sehari-harinya, anak terkadang susah diatur, dan tidak paham terhadap apa yang
dibimbingkan orang tua. Kendala dari orang tua tunggal ayah (single father) yaitu
kurang bisa mengontrol karena kesibukan bekerja dan kurang telaten dalam
mengasuh anaknya jika dibandingkan pengasuhan yang dilakukan istrinya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dengan jenis studi kasus
karena penulis berusaha mendapatkan deskripsi yang lebih luas dan mendalam
pada suatu kasus yang akan diteliti dengan situasi yang melibatkan manusia,
tempat, dan aktivitas dari sumber data, sehingga yang dihasilkan dari penelitian ini
bukan berupa angka atau statistika tetapi data deskripsif yang berupa penjelasan
pandangan, perkataan, maupun dokumentasi dari sumber data tersebut.

20
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu orang tua tunggal
ayah (single father) yang memiliki anak usia sekolah dasar, anak usia sekolah dasar,
dan masyarakat. data jumlah penduduk, kondisi sosial, dan pendidikan masyarakat
di Dusun Seweru, Kare, Madiun.
Prosedur pengumpulan data dengan teknik wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan konsep yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh 13. Aktivitas analisis data dalam penelitian kualitatif ini
yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan menarik
kesimpulan (conclusion drawing/verification).
Penulis juga melakukan pengecekan keabsahan data supaya mendapatkan
data yang valid. Untuk menguji keabsahan data, penulis menggunakan ketekunan
pengamatan dan triangulasi. Dalam ketekunan pengamatan, yang dilakukan
penulis, yaitu membaca berbagai referensi buku, hasil penelitian, atau dokumentasi-
dokumentasi yang berkaitan dengan temuan yang diteliti. Teknik triangulasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Triangulasi teknik, yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda 14.
Pada teknik ini, penulis berusaha mengecek hasil observasi pada pola asuh orang
tua tunggal ayah (single father) kemudian dicocokkan dengan hasil wawancara.
Triangulasi sumber, yaitu triangulasi yang dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber 15. Pada teknik ini, penulis berusaha
membandingkan data dari hasil wawancara dari orang tua tunggal ayah (single
father), anak usia sekolah dasar, dan masyarakat/tetangga terdekat dari orang tua
tunggal.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada tiga Orang tua tunggal
ayah (single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun, dapat diketahui bahwa mereka
dalam menanamkan karakter disiplin anak usia dasar cukup berbeda-beda. Mereka
mengasuh sesuai dengan yang mereka anggap benar dan disesuaikan dengan
karakter anaknya.
Pertama, Bapak Ed mengasuh anaknya dengan penuh kasih sayang dan
disertai pemberian contoh yang nyata Dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum
menyuruh anaknya untuk melakukan sesuatu. Bapak Ed memberikan contoh
terlebih dahulu seperti aktivitas pergi ke masjid, mandi, atau makan. Bapak Ed selalu
memperhatikan pertemanan anaknya. Beliau selalu mengingatkan kepada anak
untuk selalu bergaul dengan anak yang baik, tetapi beliau juga tidak melarang
anak untuk bermain dengan anak yang kurang baik, hanya saja Bapak Ed perlu

13
Sugiyono. (2018). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta., t.t.
14
Ibid,, t.t.
15
Ibid..

21
membatasinya. Bapak Ed memiliki aturan sendiri untuk anaknya. Dapat dikatakan
bahwa Bapak Ed lebih ketat dalam memberikan aturan. Beliau menetapkan waktu
pada setiap aktivitas anak, tetapi Bapak Ed tidak terlalu mengekang anak untuk
mematuhi segala aturan yang beliau buat. Bapak Ed selalu memberikan
kesempatan kepada anak untuk mendiskusikan peraturan-peraturan yang akan
diterapkan kepada anak, seperti yang dikatakan kan Oz selaku anaknya bahwa dia
pernah diajak diskusi terkait waktu belajar, sang anak tidak setuju apabila
mengerjakan PR pada siang hari sehingga Bapak Ed menetapkan waktu belajar
anak pada malam hari. Bapak Ed tidak pernah membiasakan memberi
penghargaan kepada anak dengan memberikan hadiah. Penghargaan atas
pencapaian anak ketika dia selalu patuh terhadap orang tua, yaitu dengan
sekedar memberikan pujian kepada anaknya. Bapak Ed menganggap bahwa
pemberian hadiah disetiap pencapaian anak merupakan hal yang kurang
mendidik.
Kedua, Bapak Sp mengasuh anaknya dengan mengutamakan pemberian
contoh. Beliau memberikan contoh terkait sopan santun kepada orang tua dengan
harapan anaknya akan meniru apa yang dicontohkannya. Bapak Sp tidak
mengasuh dengan keras atau terkesan pemaksaan. Beliau menganggap bahwa
hal tersebut malah akan membuat anak semakin membangkang orang tua. Oleh
karena itu, Bapak Sp mengasuh anaknya dengan luwes. Beliau tidak terlalu
mengontrol pertemanan anak atau membebaskan anak dalam kehidupan
bermainnya. Bapak Sp juga tidak terlalu memperhatikan aturan yang seharusnya
diterapkan dalam keseharian anak, beliau membebaskan anak melakukan aktivitas
yang diinginkan, tetapi dengan syarat harus tau waktu. Bapak Ed juga kurang bisa
mendiskusikan sesuatu kepada anak karena beliau menganggap anaknya masih
kurang bisa diajak berdiskusi. Dalam menyikapi anak yang melanggar aturan, beliau
tidak terlalu memarahi tetapi cukup diingatkan dengan seperlunya, karena beliau
merasakan ketika memarahi anak dengan perkataan kasar akan membuat anak
semakin membangkang. Bapak Sp memberikan penghargaan supaya anak
menjadi disiplin dengan pemberian hadiah, menurutnya apabila anak diberikan
hadiah pasti anak akan menuruti perkataan orang tuanya.
Ketiga, Bapak Dd mengasuh anak dengan mengutamakan kedisiplinan.
Karena kondisinya yang sibuk bekerja, Bapak Dd tidak terlalu memperhatikan
pertemanan anak. Anak bebas untuk bermain dengan siapa saja, beliau
mempercayai bahwa anak sudah bisa membedakan sendiri teman yang baik untuk
dirinya. Bapak Dd sudah memberikan kesempatan kepada anak untuk
mendiskusikan peraturan-peraturan yang akan diterapkan kepada anak. Namun,
Bapak Dd sangat mengharuskan anak untuk menaati peraturan yang dia buat demi
melatih kedisplinan anak sejak dini. Beliau tidak segan-segan menasehati bahkan
memarahi ketika anak tidak patuh aturan. Walaupun ketika Bapak Dd tidak ada di
rumah, beliau sangat mengontrol aktivitas anaknya melalui whatsapp dengan
menanyakan kepada kerabatnya yang sedang mengasuh atau menghubungi
anaknya secara langsung. Tetapi pengawasan dari jarak jauh membuat Bapak Dd

22
lebih membebaskan dan menoleransi anak. Berbeda ketika Bapak Dd selalu
bersama anaknya, beliau lebih keras dalam mengajarkan kedisiplinan. Bapak Dd
jarang memberikan penghargaan kepada anak ketika dia disiplin, paling tidak
beliau pernah memberikan pujian kepada anak.
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua tunggal ayah (single
father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun juga cukup berbeda-beda. Bapak Ed
meyakini bahwa anaknya menjadi lebih tau waktu, menjadi lebih penurut, tetapi
terkadang masih sering bersikap manja kepada bapaknya. Sedangkan, pola asuh
yang diterapkan Bapak Sp berdampak pada anaknya yang masih sering
melanggar aturan, semaunya sendiri, dan kurang mandiri karena sebagai orang
tua, Bapak Sp masih terlalu sering mengingatkan anaknya. Pola asuh yang diberikan
Bapak Dd berdampak pada anak yang lebih disiplin walaupun tidak konsisten, anak
masih suka malas jika luput dari pengawasan orang tua, tetapi sudah bisa mandiri
dalam belajar maupun beribadah walaupun kadang juga menunda-nunda.
Selanjutnya, upaya orang tua tunggal ayah (single father) dalam
menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah dasar yaitu memberikan teladan
yang baik disela-sela waktu bersama anak. Bagi orang tua yang bisa selalu bersama
anaknya, yaitu Bapak Ed. Beliau mencontohkan apapun aktivitasnya di rumah
seperti saat ibadah, makan, bahkan mandi. Begitu juga Bapak Dd, setiap bersama
anak beliau juga menyontohkan dengan menyegerakan sesuatu dalam beraktivitas
walaupun tidak setiap hari di rumah. Untuk Bapak Sp, beliau memberikan contoh
melalui perilakunya dalam menyikapi pekerjaannya, beliau menyontohkan dengan
disiplin bekerjanya. Pemberian keteladanan orang tua terhadap anak dilakukan
secara langsung di depan anak mereka, sehingga anak mudah meniru apa yang
dicontohkan oleh orang tua. Orang tua tunggal ayah (single father) memberikan
teladan seperti ketika waktu adzan sebagai orang tua diusahakan siap-siap terlebih
dahulu, bangun tidur selalu lebih awal, bahkan menyontohkan dalam disiplin
bekerja. Selain memberikan teladan berupa karakter disiplin kepada anak, orang
tua tunggal juga berupaya dalam membersamai anaknya.
Orang tua tunggal ayah (single father) juga berusaha dalam membersamai
anaknya dalam melakukan aktivitas disela-sela kesibukan bekerja. Kebersamaan
diberikan pada setiap aktivitas anak supaya melatih anak dalam disiplin belajar,
beribadah, dan disiplin terhadap kegiatan lain di rumah. Sebagai orang tua
tunggal ayah (single father) yang selalu mengasuh anaknya sendiri, secara
otomatis mereka saling dekat satu sama lain. Kedekatan anak dengan ayah
tersebut membuat anak menjadi lebih menurut dengan perintah ayahnya dari
pada kerabat lainnya. Kedekatan orang tua tunggal ayah (single father) dibangun
dengan komunikasi yang baik dan diberikan pada waktu-waktu tertentu. Orang tua
tunggal ayah (single father) berusaha mengontrol aktivitas anaknya tetapi memang
kurang maksimal. Menurut Bapak Sp, kedekatan orang tua dengan anaknya
membuat anak lebih patuh dengan orang tuanya dari pada kerabatnya.
Pengawasan oleh kerabat dianggap berbeda atau kurang maksimal. Akan tetapi,
karena terpaksa oleh keadaan, maka cara yang digunakan orang tua tunggal

23
untuk tetap mengawasi/mengontrol anak ketika jauh dari anak yaitu dengan
dititipkan kepada kerabat/keluarga besar dan juga dipantau melalui ponsel.
Selanjutnya, orang tua tunggal ayah (single father) berupaya dalam
menanamkan karakter disiplin dengan memberikan konsekuensi terhadap anak.
Konsekuensi yang diberikan berupa konsekuensi yang sesuai dengan usia anak
sekolah dasar. Orang tua tunggal ayah (single father) juga menggunakan nilai-nilai
agama sebagai dasar dalam menanamkan karakter disiplin anak. Nilai-nilai agama
yang diajarkan oleh orang tua tunggal ayah (single father) di Dusun Seweru, Kare,
Madiun dalam menanamkan karakter disiplin seperti mengenalkan dosa dan amal,
mengenalkan karakter baik buruk, melatih anak untuk tidak meninggalkan sholat
dan harus tepat waktu, melatih hafalan surat pendek, dan sebagai tambahan para
orang tua mengikutkan pada pendidikan agama di TPA.

PEMBAHASAN
Penulis menemukan ada beberapa pola asuh yang diterapkan tiga orang
tua tunggal ayah (single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dalam
menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah dasar. Pola asuh tersebut
diterapkan berdasarkan kemampuan, kondisi orang tua, dan karakter anak itu
sendiri. Penulis menemukan terdapat ayah yang menerapkan pola asuh dalam
menanamkan karakter disiplin anak dengan menggunakan pola asuh demokratis,
permisif, dan situasional.
Pola asuh demokratis menggunakan komunikasi dua arah (two ways
communication). Kedudukan antara orang tua dan anak dalam komunikasi sejajar.
Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan)
kedua belah pihak (win win solution). Anak diberi kebebasan yang bertangung
jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan
orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral 16.
Hal tersebut dapat dilihat dari perlakuan Bapak Ed dalam mengasuh
anaknya. Pertama, Orang tua mengontrol tinggi anaknya. Bapak Ed memberikan
kepercayaan kepada anaknya ketika berteman. Beliau tidak terlalu memetakan
siapa yang boleh menjadi teman atau siapa yang tidak boleh menjadi teman
anaknya. Dalam pertemanan, beliau juga memberikan batasan dan
pengertian/arahan kepada anaknya. Bapak Ed juga memberikan aturan-aturan
tertentu untuk dipatuhi anaknya. Kedua, orang tua mendorong anak untuk
menyatakan pendapat atau pertanyaan serta melibatkan anak disetiap keputusan.
Bapak Ed memberikan keleluasaan anak untuk berpendapat maupun mengeluh.
Bapak Ed selalu meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah anak dan
kemudian memberi solusi/saran terbaik untuk anak usia sekolah dasar. Ketika
membuat aturan, anak diajak berdiskusi terlebih dahulu dengan harapan anaknya
bisa mematuhi peraturan tanpa merasa terpaksa dan terbebani. Ketiga, orang tua
bersikap realisis terhadap kemampuan anak. Walaupun Bapak Ed menetapkan

16
Ibid
.

24
aturan-aturan yang cukup detail untuk anaknya, beliau tidak selalu menuntut anak
untuk mematuhi segala aturannya. Ketika anak tidak sanggup mematuhi aturan
beliau tidak terlalu memarahi atau bahkan meghukum secara fisik. Beliau
memahami bahwa anak usia sekolah dasar merupakan anak yang masih suka
bermain dan kadang lupa, sehingga beliau hanya menasehati pada waktu
tertentu. Ketika menasehati pun, Bapak Ed mencari waktu-waktu tertentu ketika
anak dapat menerima segala nasehat darinya. Keempat, orang tua menghargai
kedisiplinan anak. Bapak Suprapto menghargai kedisiplinan anak dengan
memberikan pujian saja dan tidak pernah membiasakan memberi hadiah.
Menurutnya pemberian hadiah merupakan upaya yang kurang mendidik.
Sisi positif dari pola asuh ini adalah anak akan menjadi individu yang
mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya,
tidak munafik dan jujur. Negatifnya adalah anak akan cenderung merongrong
kewibawaan orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara orang
tua dengan anak 17.
Jika ditinjau dari dampak pola asuh demokratis, anak yang diasuh oleh
Bapak Ed terlihat menjadi anak yang penurut dengan segala yang diperintahkan
orang tua dan lebih disiplin. Tetapi kadang juga cenderung bersifat pendiam dan
manja dengan bapaknya, setiap mendapatkan masalah akibat tindakanya, anak
tersebut segera menuju ke bapaknya.
Dari teori yang dikemukakan di atas terkait pola asuh orang tua, jika dikaitkan
dengan hasil penelitian terhadap pengasuhan Bapak Ed, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pola asuh yang digunakan Bapak Ed dalam menanamkan karakter disiplin,
yaitu pola asuh demokratis. Sebagai orang tua tunggal yang menerapkan pola
asuh demokratis. Beliau cukup bisa membuat anak lebih patuh terhadap apa yang
orang tua perintahkan. Tampak bahwa penerapan pola asuh demokratis bisa
mendukung dalam pembentukan karakter disiplin anak usia sekolah dasar.
Pola Asuh Permisif
Pada umumnya, pola asuh permisif ini menggunakan komunikasi satu arah
(one way communication) karena meskipun orang tua memiliki kekuasaan penuh
dalam keluarga terutama terhadap anak tetapi anak memutuskan apa-apa yang
diinginkan sendiri baik orang tua setuju maupun tidak. Pola asuh ini bersifat children
centered maksudnya adalah bahwa segala aturan dan ketetapan keluarga
berada di tangan anak. Dalam pola asuh permisif orang tua hanya mengikuti
keinginan anak, baik orang tua setuju atau tidak. Apa yang diinginkan anak selalu
dituruti dan diperbolehkan oleh orang tua. Orang tua mengikuti segala kemauan
anaknya 18.
Pola asuh permisif menerapkan pola asuhnya dengan aspek-aspek sebagai berikut
19.

(1) Orang tua tidak peduli terhadap pertemanan atau persahabatan anak.

17
Ibid
.
18
Ibid.
19
Tridhonanto, Beranda Agency. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo., t.t.

25
(2) Orang tua kurang memberikan perhatian terhadap kebutuhan anaknya. Orang
tua jarang sekali melakukan dialog terlebih untuk mengeluh dan meminta
pertimbangan.
(3) Orang tua tidak peduli terhadap pergaulan anaknya dan tidak pernah
menentukan norma-norma yang harus diperhatikan dalam bertindak.
(4) Orang tua tidak peduli terhadap kegiatan kelompok yang diikuti anak.
(5) Orang tua tidak peduli anaknya bertanggung jawab atau tidak atas tindakan
yang dilakukannya.
Hal tersebut dapat dilihat dari pengasuhan yang dilakukan Bapak Sp, Bapak
Sp tidak mengasuh dengan keras atau tidak terkesan pemaksaan. Menurut
tetangganya, beliau orang yang kurang tegas dalam menyikapi anak. Karena
kesibukan dalam bekerja, Bapak Sp mengasuh anaknya dengan luwes. Beliau tidak
terlalu mengontrol pertemanan anak atau membebaskan anak dalam kehidupan
bermainnya. Bapak Sp juga tidak terlalu memperhatikan aturan yang seharusnya
diterapkan dalam keseharian anak, beliau membebaskan anak melakukan aktivitas
yang diinginkan, tetapi dengan syarat harus tau waktu. Dalam menyikapi anak yang
melanggar aturan. Beliau tidak terlalu memarahi tetapi cukup diingatkan. Beliau
menganggap bahwa jika anak dimarahi dan diperlakukan terlalu keras malah akan
membuat anak semakin membangkang orang tua, sehingga beliau hanya
menasehati secara lemah lembut. Bapak Ed juga kurang bisa mendiskusikan sesuatu
kepada anak karena beliau menganggap anaknya masih kurang bisa diajak
berdiskusi. Bapak Sp memberikan penghargaan supaya anak menjadi disiplin
dengan pemberian hadiah, menurutnya apabila anak diberikan hadiah pasti anak
akan menuruti perkataan orang tuanya. Secara tidak langsung, Bapak Sp lebih
menuruti kemauan anaknya demi menjadikan anak yang patuh kepada orang tua.
Anak cenderung menjadi bertindak semena-mena, ia bebas melakukan apa
saja yang diinginkannya tanpa memandang bahwa itu sesuai dengan nilai-nilai
atau norma yang berlaku atau tidak. Sisi negatif dari pola asuh permisif adalah anak
kurang disiplin terhadap aturan-aturan sosial yang berlaku. Namun, sisi positifnya jika
anak menggunakannya dengan tanggung jawab, anak tersebut akan menjadi
seseorang yang mandiri, kreatif, inisiatif, dan mampu mewujudkan aktualisasi dirinya
di masyarakat 20
Dampak dari pengasuhan yang diberikan oleh Bapak Sp terhadap anaknya
yaitu anaknya belum bisa disiplin, orang tua masih sering mengingatkan anak
tentang kewajiban yang harus dilakukan. Menurut pengamatan penulis dan
pendapat dari tetangga terdekatnya, anak dari Bapak Sp juga belum bisa
membedakan mana yang baik dan buruk sehingga masih seenaknya sendiri dalam
bertindak. Positifnya, anak tersebut mudah bersosialisasi atas kebebasan yang
diberikan orang tua.
Dari teori yang dikemukakan di atas terkait pola asuh orang tua, jika dikaitkan
dengan hasil penelitian terhadap pengasuhan Bapak Sp, dapat ditarik kesimpulan

20
Ibid.

26
bahwa pola asuh yang digunakan Bapak Sp dalam menanamkan karakter disiplin,
yaitu pola asuh permisif. Dampak yang dihasilkan dari penerapan pola asuh permisif
di Dusun Seweru, Kare, Madiun dengan teori hampir sama, intinya anak menjadi
kurang disiplin, bertingkah semena-mena, dan kurang peduli dengan sesuatu yang
menjadi tanggung jawabnya.
Pola Asuh Situasional
Dalam kenyataannya, setiap pola asuh tidak diterapkan secara kaku dalam
keluarga. Maksudnya, orang tua tidak menetapkan salah satu tipe saja dalam
mendidik anak. Orang tua dapat menggunakan satu atau dua (campuran pola
asuh) dalam situasi tertentu. Untuk membentuk anak agar menjadi anak yang
berani menyampaikan pendapat sehingga memiliki ide-ide yang kreatif, berani, dan
juga jujur orang tua dapat menggunakan pola asuh demokratis tetapi pada situasi
yang sama juga ingin memperlihatkan kewibawaannya orang tua memperlihatkan
pola asuh otoriter 21.
Hal tersebut dapat dilihat dari pengasuhan yang dilakukan Bapak Dd. Karena
kondisinya yang sibuk bekerja, Bapak Dd memilih untuk mengasuh anak dengan car
yang fleksibel. Bapak Dd tidak terlalu memperhatikan pertemanan anak. Anak
bebas untuk bermain dengan siapa saja, beliau mempercayai bahwa anak sudah
bisa membedakan sendiri teman yang baik untuk dirinya. Di samping itu, Bapak Dd
sangat memperhatikan pembentukan aturan yang perlu dipatuhi anak. Beliau
mengajarkan kepada anak untuk harus mematuhi apa yang menjadi kewajibannya
baik di rumah maupun di sekolah. Bapak Dd sudah memberikan kesempatan
kepada anak untuk mendiskusikan peraturan-peraturan yang akan diterapkan
kepada anak. Bapak Dd lebih mengharuskan anak untuk menaati peraturan yang
mereka buat demi melatih kedisiplinan anak sejak dini. Beliau tidak segan-segan
menasehati bahkan memarahi ketika anak tidak patuh aturan. Walaupun ketika
Bapak Dd tidak ada di rumah, beliau sangat mengontrol aktivitas anaknya melalui
whatsapp dengan menanyakan kepada kerabatnya yang sedang mengasuh atau
menghubungi anaknya secara langsung. Tetapi pengawasan dari jarak jauh
membuat Bapak Dd lebih membebaskan dan menoleransi anak. Berbeda ketika
Bapak Dd selalu bersama anaknya, beliau lebih keras dalam mengajarkan
kedisiplinan. Bapak Dd jarang memberikan penghargaan kepada anak ketika dia
disiplin, paling tidak beliau pernah memberikan pujian kepada anak.
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas terkait pola asuh orang tua, jika
dikaitkan dengan hasil penelitian terhadap pengasuhan Bapak Dd, dapat ditarik
kesimpulan bahwa bahwa Bapak Dd menerapkan pola asuh situasional. Bapak Dd
tidak terlalu mengontrol terhadap kehidupan pertemanan anak, dalam hal itu
beliau cenderung permisif. Jika berkaitan dengan peraturan-peraturan yang harus
dipatuhi anak baik di rumah maupun di sekolah, Bapak Dd cenderung demokratis
dan otoriter. Saat menentukan peraturan, Bapak Dd masih memberikan
kesempatan anak untuk berdiskusi dan bernegosiasi, tetapi apabila sudah

21
Ibid.

27
ditetapkan aturan beliau mengharuskan anak untuk menaatinya. Segala yang
dilakukan tersebut demi kebaikan anaknya sendiri. Bapak Dd menggunakan
kepemimpinananya sebagai orang tua jika sedang bersama anak, tetapi lebih
membebaskan anak dan memberi batasan ketika beliau sibuk bekerja.
Sisi positif dari pola asuh situasional ini salah satunya adalah orang tua bebas
menerapkan peraturan apapun di rumah dan terkadang juga tidak perlu repot
mengawasi anak. Orang tua pun dapat bersikap fleksibel terhadap anak. Sisi negatif
dari pola asuh ini, yaitu karena merupakan campuran pola asuh demokratis, otoriter,
dan permisif, anak akan memiliki pendirian yang kurang stabil. Anak pun akan
merasa ketergantungan terhadap orang lain. Hal ini membuat anak akan kurang
nyaman dengan kondisi keluarga 22.
Pola asuh yang diberikan Bapak Dd berdampak pada anak yang lebih
disiplin walaupun tidak konsisten, anak masih suka malas jika luput dari pengawasan
orang tua, tapi sudah bisa mandiri dalam belajar maupun beribadah walaupun
kadang juga menunda-nunda.
Dampak yang dihasilkan dari penerapan pola asuh situasional di Dusun
Seweru, Kare, Madiun dengan teori hampir sama yaitu anak lebih disiplin dan sudah
bisa mandiri terhadap kewajiban yang diterimanya tetapi kadang masih sering
melanggar aturan dan malas-malasan sehingga dapat dikatakan anak kurang
konsisten dalam menerapkan karakter disiplin.
Hurlock menyebutkan empat unsur pokok yang digunakan untuk mendidik
anak agar berperilaku disiplin sesuai dengan standar dari norma kelompok sosial
mereka yaituadanya peraturan, hukuman, penghargaan, dan konsistesi 23.
Berdasarkan pola asuh yang diterapkan orang tua tunggal ayah, dapat diketahui
bahwa orang tua tunggal ayah di Dusun Seweru, Kare, Madiun dalam
menanamkan kedisiplinan menerapkan beberapa unsur-unsur kedisiplinan menurut
Hurlock. Sebagai berikut:
(1) Adanya peraturan
Orang tua tunggal ayah (single father) dalam menanamkan karakter
disiplin anak usia dasar yaitu dengan memberikan aturan. Aturan tersebut
disesuaikan dengan usia anak sekolah dasar yaitu berupa aturan yang konkret
atau mudah dipahami maknanya. Aturan yang diterapkan meliputi aturan
dalam belajar, aturan waktu bermain, aturan dalam beribadah maupun aturan
yang berkaitan kesopanan kepada orang lain. Dengan adanya aturan,
diharapkan anak mempunyai pedoman dalam melakukan sesuatu.
(2) Adanya hukuman
Orang tua tunggal ayah (single father) terkadang memberikan hukuman
terhadap anaknya apabila telah melanggar aturan yang diberikan. Hukuman
yang diberikan tidak berupa hukuman yang menyiksa maupun yang terlalu
memberatkan anak, tetapi hukuman yang ringan sesuai dengan anak usia
sekolah dasar dan hukuman yang mendidik. Seperti dinasehati dengan nada

22
Lestari, T. (2016). Verbal Abuse: Dampak Buruk dan Solusi Penanganan pada Anak. Yogyakarta: Psikosain., t.t.
23
Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga., t.t.

28
bicara agak tinggi apabila terlalu sulit diatur, dinasehati dengan bahasa anak,
dipotongnya uang saku, dihukum menghafalkan mata pelajaran, dan
menghafalkan surat pendek.
(3) Adanya penghargaan
Selain memberikan hukuman kepada anak agar mengetahui batsan-
batasan dalam berperilaku, orang tua tunggal sesekali memberikan
penghargaan dalam membiasakan anak supaya memiliki karakter disiplin.
Penghargaan berupa pemberian hadiah maupun sekedar pemberian pujian.
Dengan pemberian penghargaan diharapkan anak termotivasi untuk menuruti
segala yang dibimbingkan oleh orang tua kepada anak. Namun orang tua harus
bijaksana dalam memberikan penghargaan, supaya pemberian penghargaan
itu dapat digunakan sebagai upaya membelajarkan anak bukan membuat anak
menjadi melunjak kepada orang tuanya.
(4) Adanya konsistensi
Konsistensi yang dibangun oleh orang tua tunggal dalam menanamkan
karakter disiplin anak usia sekolah dasar yaitu berawal dari pemberian contoh
yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dan kedisiplinan yang dilakukan setiap
hari ketika bersama anaknya. Jika dilihat dari konsisten dalam aturan, hukuman,
maupun penghargaan, orang tua tunggal belum bisa maksimal dalam
menerapkannya. Dikarenakan beberapa kendala seperti anak yang masih
belum paham atas aturan yang diberikan, keadaan emosi anak, bahkan
kesibukan bekerja.

Upaya Orang Tua Tunggal Ayah (Single Father) dalam Menanamkan Karakter
Disiplin Anak Usia Sekolah Dasar di Dusun Seweru Kare Madiun
Upaya yang dilakukan orang tua tunggal ayah (single father) di Dusun
Seweru, Kare, Madiun dalam menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah dasar,
yaitu sebagai berikut:
Keteladanan orang tua
Orang tua yang menjadi teladan bagi anak adalah yang pada saat bertemu
atau tidak dengan anak senantiasa berperilaku taat terhadap nilai-nilai moral.
Orang tua dituntut untuk menaati terlebih dahulu nilai-nilai yang akan diupayakan
kepada anak. Dengan demikian, bantuan mereka ditangkap oleh anak secara utuh
sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengikutinya (Shochib, 2000).
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan oleh para orang tua tunggal ayah
(single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun, dan dikaitkan dengan teori di atas,
bahwa menjadi teladan atau memberikan contoh bagi anak merupakan satu hal
terpenting untuk diupayakan dalam menanamkan karakter disiplin anak usia
sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar memerlukan contoh nyata dari orang
tuanya bukan hanya sekedar memberikan aturan. Berdasarkan hal tersebut, anak
nantinya akan memperhatikan dan melakukan suatu perbuatan yang dicontohkan
orang tua. Dalam memberikan teladan kepada anak, orang tua harus terlebih
dahulu menerapkan perbuatan yang baik atau menerapkan nilai-nilai kedisiplinan

29
terlebih dahulu sebelum diterapkan kepada anak. Contoh teladan yang diberikan
orang tua tunggal di Dusun Seweru, Kare, Madiun terhadap anak usia sekolah dasar
meliputi disiplin dalam beribadah, disiplin dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
bahkan menyontohkan disiplin dalam bekerja.
Kebersamaan Orang Tua dengan Anak-anak dalam Merealisasikan Nilai-nilai Moral
Upaya yang dapat dilakukan orang tua dalam menciptakan kebersamaan
dengan anak-anak dalam merealisasikan nilai-nilai moral adalah dengan
menciptakan aturan-aturan bersama oleh anggota keluarga untuk ditaati bersama.
Dengan upaya tersebut, berarti orang tua menciptakan situasi kondisi yang
mendorong serta merangsang anak untuk berperilaku sesuai dengan aturan (nilai-
nilai moral)24.
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan oleh para orang tua tunggal ayah
(single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dan dikaitkan dengan teori di atas
bahwa, orang tua tunggal juga berusaha dalam membersamai anaknya dalam
melakukan aktivitas disela-sela kesibukan bekerja. Kebersamaan diberikan pada
setiap aktivitas anak supaya melatih anak dalam disiplin belajar, beribadah, dan
disiplin terhadap kegiatan lain di rumah. Orang tua juga mempunyai berbagai
aturan yang disesuaikan dengan nilai-nilai moral yang berguna untuk diterapkan di
rumah. Aturan tersebut kadang tidak hanya untuk dipatuhi oleh anak saja, tetapi
juga dipatuhi oleh orang tua. Misalnya tidak boleh berkata kasar, sholat harus tepat
waktu, ataupun tidak boleh bermain hp terlalu sering. Jadi, selain membersamai
dalam setiap aktivitas, orang tua membersamai anak untuk menerapkan aturan
bersama-sama berupa perilaku-perilaku disiplin sesuai dengan nilai-nilai moral.
Kemampuan Orang Tua untuk Menghayati Dunia Anak
Anak dapat memahami bahwa bantuan orang tua akan bermakna bagi
dirinya untuk memiliki dan mengembangkan nilai-nilai moral sebagai dasar
berperilaku jika orang tua berangkat dari dunianya. Artinya, orang tua perlu
menyadari bahwa anak tidak dapat dipandang sama dengan dirinya. Orang tua
yang mampu menghayati dunia anak mengerti bahwa dunia yang dihayatinya
tidak semua dapat dihayati oleh anak. Orang tua yang mampu menghayati dunia
anak dipersyaratkan untuk memiliki kemampuan yaitu salah satunya kedekatan25.
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan oleh para orang tua tunggal ayah
(single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dan dikaitkan dengan teori di atas
bahwa, orang tua tunggal di Dusun Seweru, Kare, Madiun membangun kedekatan
berawal dari melakukan sesuatu yang disukai anak dan memahami bahwa anak
tidak bisa disamakan dengan orang yang lebih tua seperti dirinya. Ada waktu di
mana anak usia sekolah dasar dapat memahami/menerima bantuan yang
diberikan orang tua dan ada kalanya tidak menerima. Sehingga, komunikasi di
waktu-waktu yang tepat juga diperlukan supaya anak menjadi paham terhadap
bantuan yang diberikan oleh orang tua terkait kedisiplinan.
Pemberian Konsekuensi Logis kepada Anak

24
Ibid.
25
Ibid.

30
Orang tua perlu menyusun konsekuensi logis, baik dalam kehidupan di rumah
maupun di luar rumah, yang dibuat dan ditaati bersama oleh semua anggota
keluarga. Aturan-aturan yang dibuat agar mereka sejak semula menyadari
konsekuensi yang harus diterima jika melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai
moral. Konsekuensi ini berbeda dengan hukuman karena mereka sendiri yang telah
menetapkan sesuatu yang harus diambil jika melanggar aturan yang dibuat
sendiri26.
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan oleh para orang tua tunggal ayah
(single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dan dikaitkan dengan teori di atas
bahwa, orang tua perlu memberikan konsekuensi yang logis terhadap anak usia
sekolah dasar. Konsekuensi logis yang dimaksud adalah konsekuensi yang dapat
diterima oleh nalar anak usia sekolah dasar dan bersifat konkret/nyata. Dengan
adanya konsekuensi logis dari orang tua, diharapkan anak bisa lebih berpikir terlebih
dahulu ketika berencana akan melakukan pelanggaran terhadap aturan yang
diberikan orang tua.
Kontrol Orang Tua terhadap Perilaku Anak
Kontrol orang tua pada anak yang masih kecil disertai contoh konkret untuk
mengembalikan anak pada perilaku yang taat moral. Jika rasional anak telah
menerimanya, mudah bagi anak untuk memiliki nilai-nilai moral yang dikontrolkan
kepadanya27.
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan oleh para orang tua tunggal ayah
(single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dan dikaitkan dengan teori di atas
bahwa diperlukannya upaya mengontrol/mengawasi terhadap setiap perilaku
anak. Sebagai orang tua tunggal, mereka kurang maksimal dalam mengontrol
perilaku anak. Kadang supaya anak tetap dalam pengawasan orang yang lebih
tua, solusi yang digunakan yaitu dengan menitipkan kepada orang yang
berkompeten.
Mengajarkan nilai-nilai keagaaman
Bagi anak yang telah memiliki nilai-nilai moral yang sandaran nilainya berasal
dari agama, tanpa kehadiran orang tua pun nilai itu tetap direalisasikan.
Perealisasiannya mereka rasakan sebagai kewajiban dan mereka senantiasa
merasa dipantau dengan Yang Maha Segalanya. Dengan demikian, apresiasi diri
anak-anak terhadap nilai-nilai agama harus dimaknai dalam kerangka hubungan
sesama manusia dalam keluarga dan dengan diri sendiri 28.
Berdasarkan fenomena yang diungkapkan oleh para orang tua tunggal ayah
(single father) di Dusun Seweru, Kare, Madiun dan dikaitkan dengan teori di atas
bahwa dalam menanamkan karakter disiplin kepada anak bisa melalui pengajaran
terhadap nilai-nilai keagamaan. Ajaran nilai-nilai agama oleh orang tua bisa berupa
penjelasan terkait sesuatu yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan sesuai
dengan agama, melatih kebiasaan dalam beribadah tepat waktu, ataupun

26
Ibid.
27
Ibid.
28
Ibid.

31
mengikutkan pada pendidikan agama di TPA seperti yang dilakukan orangtua di
Dusun Seweru, Kare, Madiun.

SIMPULAN
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tunggal ayah (single father) di
Dusun Seweru, Kare, Madiun dalam menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah
dasar, yang mana yang menjadi subjek penelitian ini berbeda-beda adalah pola
asuh demokratis, permisif, situasional. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memberikan kebebasan kepada anak tetapi disertai dengan batasan-batasan
tertentu, orang tua cenderung memperhatikan dan mengontrol anak dalam segala
aktivitasnya melalui aturan-aturan yang tidak terlalu memaksa. Pola asuh permisif
adalah pola asuh yang mana orang tua acuh atau kurang memperhatikan anak
dalam beraktivitas, orang tua menuruti segala yang diin ginkan anak demi
kedamaian antara orang tua dan anak. Pola asuh situsional adalah pola asuh yang
mana orang tua menggunakan lebih dari satu model pola asuh dalam situasi
tertentu. Pola asuh tersebut diterapkan melalui adanya peraturan, hukuman,
penghargaan, dan konsistensi dengan perlakuan yang berbeda setiap orang tua
kepada anaknya sesuai dengan yang dianggap benar.
Upaya yang diberikan oleh orang tua tunggal ayah (single father) di Dusun
Seweru, Kare, Madiun dalam menanamkan karakter disiplin anak usia sekolah dasar
yaitu melalui pemberian teladan oleh orang tua, kebersamaan orang tua dalam
merealisasikan aturan/nilai-nilai moral, berusaha menghayati dunia anak,
pemberian aturan dan konsekuensi logis, mengontrol perilaku anak, pengajaran
nilai-nilai agama sebagai dasar penanaman karakter disiplin.

DAFTAR PUSTAKA
Artistiana, N. R. (2019). Mengikis Mental Koruptor Sejak Dini. Penerbit Duta.
Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga: Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Ilahi, M. T. (2013). Quantum Learning: Kiat Sukses Mengasuh Anak Secara Efektif dan
Cerdas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
dalam Keluarga. Jakarta:Prenadamedia Group.
Lestari, T. (2016). Verbal Abuse: Dampak Buruk dan Solusi Penanganan pada Anak.
Yogyakarta: Psikosain.
Muslich, M. (2014). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional
(Jakarta: Bumi Aksara,
Nurkholis. (2020). Amalan-amalan Dahsyat Persiapan Hari Tua. Yogyakarta: Araska.
Rahma, R. A. (2021). Pengembangan Metode Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa
Pandemi Covid-19 melalui Virtual Learning dalam Optimalisasi Perkembangan
Anak Usia Dini. Madiun: CV. Bayka Cendekia Indonesia.

32
Retnowati, Y. (2021). Pola Komunikasi dan Kemandirian Anak: Pnduan Komunikasi
Bagi Orang Tua Tunggal. Yogyakarta: Mevlana Publishing.
Shochib, M. (2000). Pola Asuh Orang Tua: Untuk Membantu Anak Mengembangkan
Disiplin Diri. Jakarta, PT Rineka Cipta.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
Suwardani, N. P. (2020). Pendidikan Karakter: dalam Merajut Harapan Bangsa yang
Bermartabat. Denpasar: UNHI Press.
Tridhonanto, Beranda Agency. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

33

Anda mungkin juga menyukai