Binder 14
Binder 14
id
TESIS
Oleh :
KRISNA JOKO SAMODRA
S.580 6006
Pembimbing :
Pembimbing I: H. Loekmono Hadi, dr. SpOG (K)
Pembimbing II: Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG (K)
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Tugas Akhir
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Disampaikan di Hadapan Panitia Ujian Tesis
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 26 Mei 2011
Jam : 09.00
Oleh :
Krisna Joko Samodra
S.580 6006
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini yang disusun
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG(K) selaku Pembimbing II dan Ketua
Program Studi Obstetri dan Ginekologi, di tengah kesibukan yang begitu padat masih
berkenan meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, petunjuk dan dorongan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Rektor Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S dan mantan
rektor Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. H. Syamsulhadi, dr. SpKJ, serta Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr.
SpPD(K) dan mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Dr. H.A.A
Subiyanto, dr. M.S, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Direktur RSUD. Dr. Moewardi Surakarta, Basoeki Soetardjo, drg. MM dan
Mardiyatmo, dr. SpRad mantan direktur RSUD. Dr. Moewardi Surakarta atas ijin dan
kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas Rumah Sakit dalam rangka
penelitian tesis ini.
Rustam Sunaryo, dr. SpOG, selaku Kepala Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, atas arahan dan nasihatnya selama saya menempuh pendidikan.
Mochammad Arief T.Q, dr. MS atas kesediaan dan kesabaran memberikan
bimbingan metodologi penelitian.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Prof. Dr. J.B. Suparyatmo,dr. SpPK, selaku Ketua Panitia Kelaikan Etik
Fakultas Kedokteran UNS/RSUD Dr Moewardi, dan Kepala Laboratorium SMF/Patologi
Klinik RSUD Dr. Muwardi / Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
H. A Hafidh Zaini, dr. SpOG (Alm), H. Rochaditomo Moektiono, dr. SpOG (Alm),
H. Maskunaryo, dr. SpOG (Alm), Docang Tjiptosisworo, dr. SpOG(K), MMR, Prof.
Dr. JB Dalono, dr. SpOG(K), Prof. Dr. KRMT. Tedjo Danudjo Oepomo, dr.
SpOG(K), H. Tri Budi Wiryanto, dr. SpOG(K), H. Glondong Suprapto, dr. SpOG,
Wuryatno, dr. SpOG, M. Mochtarom, dr. SpOG (Alm), Dr. H. Abkar Raden, dr.
SpOG(K), Dr. H. Soetrisno, dr. SpOG(K), Dr. Supriyadi Hari Respati, dr. SpOG,
Hermawan Udiyanto, dr. SpOG, Teguh Prakoso, dr. SpOG, Darto, dr. SpOG,
Eriana Melianawati, dr. SpOG(K), Abdurahman Laqif, dr. SpOG(K), Heru
Priyanto, dr. SpOG(K), Wisnu Prabowo, dr. SpOG, Eric Edwin Y., dr. SpOG, Affi
Angelia R., dr. SpOG , MKes, M. Adrianes B., dr. SpOG, atas segala bimbingan,
nasihat, pengarahan, pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan kepada saya selama
menempuh program pendidikan dokter spesialis.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Rusbandi, dr. SpOG
Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Sragen, Eka Budi W, dr. SpOG, MKes
Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Wonogiri, H. Suroso, dr. SpOG Kepala
Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Kebumen, Suwaryo Madsukadi, dr. SpOG
Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Cepu, Nugroho, dr. SpOG Kepala Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSU Blora, Budiadi, dr. SpOG Kepala Bagian Obstetri dan
Ginekologi RSU Boyolali, yang selalu memberikan bimbingan dan kesempatan kami
untuk belajar dan menimba pengalaman di rumah sakit jejaring tersebut.
Tidak lupa kami haturkan terimakasih kepada Laboratorium Klinik Prodia atas
kerjasamanya dalam pengukuran dan analisis sampel penelitian ini.
Kepada teman sejawat residen PPDS I Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, bidan, paramedis, non medis, seluruh responden yang pernah diperiksa di
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUD Dr. Moewardi, serta mbak Lestari, mbak
Erna, dan mas Danang atas segala bantuan dan kerjasamanya yang baik selama
penelitian ini.
Hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada kedua
orangtua saya ayahanda F.X. Sunarto, dr. SpOG dan ibunda Th. M. Kristiani Noor
yang telah membesarkan, mendidik dan senantiasa mendoakan saya. Terima kasih juga
kepada adik-adik saya M.I. Pangestuti Arum Sasanti, S.E, M.M., Andreas Basuki
Rahmat, S.E., dan M.C. Mahardani Dini Pramesti, dr., atas dukungan dan doanya
yang menyertai saya dalam pendidikan ini.
Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
dengan sukarela membantu dan memberi semangat selama masa pendidikan, saya
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga. Semoga Tuhan yang Maha Esa
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
RINGKASAN
Salah satu teori yang menjelaskan etiologi preeklamsia adalah teori maladaptasi
imun, yaitu adanya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis uterus sehingga terjadi
aktivasi abnormal sel-sel limfoid desidua, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
kadar spesies radikal bebas. Peningkatan radikal bebas dan sitokin pada proses plasentasi
kehamilan dengan risiko preeklamsia akan menyebabkan disfungsi endotel
(endotheliosis) plasenta dan sistemik. Keadaan ini mengakibatkan stres oksidatif
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara faktor-faktor angiogenik dan kadar soluble
fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) meningkat sebelum onset preeklamsia.
Penggunaan antioksidan dilatarbelakangi oleh ketidakseimbangan oksidatif pada
preeklamsia. Stress oksidatif pada preeklamsia yang dimanifestasikan melalui peroksidasi
lipid berlangsung hebat karena berkurangnya antioksidan yang diperlukan. Pemberian
antioksidan saat pembentukan plasenta dapat membantu respon adaptasi antioksidan
maternal, sehingga dapat menormalkan efek stres oksidatif. Astaxanthin adalah
karotenoid alami yang saat ini merupakan antioksidan paling kuat, yang mampu
mengontrol spesies oksigen reaktif lebih efektif dibandingkan antioksidan lainnya.
Jenis penelitian ini adalah the randomized control group pretest-postest design
untuk membuktikan pengaruh astaxanthin 2 mg sebagai antioksidan terhadap faktor
antiangiogenik (sFlt-1) pada ibu hamil dengan risiko preeklamsia. Teknik pengambilan
sampel adalah secara consecutive yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi. Sampel penelitian adalah 30 ibu hamil 8 minggu dengan risiko
preeklamsia yang terbagi secara acak menjadi dua kelompok, masing-masing 15 orang.
Kelompok perlakuan mendapatkan astaxanthin 2 mg/hari dan asam folat 1 mg/hari
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sampai usia kehamilan 20 minggu, sedangkan kelompok kontrol hanya asam folat 1
mg/hari. Kedua kelompok diukur kadar sFlt-1 saat kehamilan 8 minggu dan 20 minggu.
Selanjutnya ditentukan hubungan antara pemberian astaxanthin 2 mg dan kadar sFlt-1
kemudian diukur kekuatan korelasinya.
Pemberian astaxanthin 2 mg terlihat dapat menekan kenaikan kadar sFlt-1 pada
kehamilan risiko preeklamsia. Penurunan kadar sFlt-1 dari kehamilan 8 minggu ke
kehamilan 20 minggu pada kelompok perlakuan astaxanthin 2 mg terjadi pada 81.3 %
kasus. Sedangkan 85.7 % dari kelompok kontrol menunjukkan peningkatan kadar sFlt-1.
Salah satu titik tangkap astaxanthin sebagai antioksidan adalah efek antiinflamasinya
yaitu menetralkan reaksi oksigen bermuatan tunggal dan menekan peroksidase lipid jauh
lebih efektif dibandingkan dengan antioksidan lainnya, sehingga dapat mengontrol
keberadaan spesies oksigen reaktif (ROS) dan menurunkan kadar faktor antiangiogenik
preeklamsia (soluble fms-like tyrosine kinase-1).
Hubungan antara pemberian astaxanthin 2 mg dan penurunan kadar sFlt-1 pada
kehamilan dengan risiko preeklamsia adalah bermakna dan korelasinya kuat. Responden
yang mendapat astaxanthin 2 mg mempunyai kemungkinan 26 kali mengalami penurunan
kadar sFlt-1 dibandingkan responden yang tidak mendapatkan astaxanthin 2 mg. Tidak
ditemukan efek samping apapun pada individu kelompok perlakuan astaxanthin 2 mg dan
tidak terdapat tanda-tanda preeklamsia pada kehamilan 20 minggu baik pada kelompok
kontrol maupun kelompok perlakuan.
Kesimpulan penelitian ini adalah astaxanthin 2 mg yang diberikan pada ibu hamil
dengan risiko preeklamsia sejak kehamilan 8 minggu sampai dengan 20 minggu dapat
menurunkan kadar sFlt-1.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SUMMARY
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Latar Belakang: Peningkatan radikal bebas pada proses plasentasi kehamilan dengan
risiko preeklamsia menyebabkan disfungsi endotel plasenta. Hal ini mengakibatkan stres
oksidatif, sehingga kadar soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) meningkat sebelum
onset preeklamsia. Stress oksidatif pada preeklamsia berlangsung hebat karena
berkurangnya antioksidan. Pemberian antioksidan saat pembentukan plasenta dapat
membantu respon adaptasi antioksidan maternal, sehingga dapat menormalkan efek stres
oksidatif. Astaxanthin adalah karotenoid alami yang saat ini merupakan antioksidan
paling kuat, yang mampu mengontrol spesies oksigen reaktif lebih efektif dibandingkan
antioksidan lainnya.
Hasil: Perbedaan rerata kadar sFlt-1 antara kehamilan 8 dan 20 minggu pada masing-
masing kelompok adalah bermakna dengan p = 0.02. Pada kelompok perlakuan terjadi
penurunan sFlt-1 (81.3% kasus), sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan
sFlt-1 (85.7%). Hubungan antara pemberian astaxanthin 2 mg dan penurunan kadar sFlt-1
pada kehamilan dengan risiko preeklamsia adalah bermakna (p = 0.000) dengan OR = 26,
IK 95%: 3.686–183.418, dan korelasi yang kuat (r = 0.643). Tidak ada efek samping
yang ditemukan pada kelompok perlakuan astaxanthin 2 mg. Tidak ada tanda-tanda
preeklamsia pada kehamilan 20 minggu, tetapi terdapat kenaikan tekanan sistol dari 120
menjadi 130 mmHg sebanyak 4 kasus (26.67%) pada kelompok kontrol dan 1 kasus
(6.67%) pada kelompok perlakuan.
Kata kunci: astaxanthin 2 mg, sFlt-1, awal plasentasi, kehamilan risiko preeklamsia.
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Background: The increase of free radicals in the plasentation of pregnancy with risk of
preeclampsia causing placental endothelial dysfunction. This results in oxidative stress,
so that level of soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) increased before the onset of
preeclampsia. Oxidative stress in preeclampsia great progress because of reduced
antioxidant. Giving antioxidant during the formation of the placenta to help the
adaptation of maternal antioxidant respon, so it can normalize the effects of oxidative
stress. Astaxanthin is a natural carotenoid which is currently the most powerful
antioxidants, capable of controlling reactive oxygen species more effectively than other
antioxidants.
Material and Method: Research the randomized control group pretest-posttest design
with 30 pregnant women 8 weeks of gestaional age with the risk of preeclampsia who
were randomly divided into two groups, each with 15 people. Treatment groups get
astaxanthin 2 mg/day and folic acid 1 mg/day up to age 20 weeks of gesational age,
whereas the control group only get folic acid 1 mg/day. Both groups measured level of
sFlt-1 during pregnancy 8 and 20 weeks. Homogeneity test carried out by unpaired t test,
whereas significance of differences in level of sFlt-1 in each group is determined by
Wilcoxon test. Determination of the correlation between the administration of 2 mg
astaxanthin and sFlt-1 level is by X2 test. Power of correlation was measured with
Lambda correlation test.
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM TESIS ............................................................................................ i
LEMBAR PRASYARAT GELAR SPESIALIS ............................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iii
PANITIA PENGUJI TESIS .......................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................... v
RINGKASAN ............................................................................................................... viii
SUMMARY ................................................................................................................... x
ABSTRAK .................................................................................................................... xii
ABSTRACT ................................................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xix
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………... 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 3
1.3. Tujuan ………………………………………………………………………. 3
1.3.1. Tujuan Umum ....................................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 3
1.4. Manfaat …………………………………………………………………….. 3
1.4.1. Manfaat Keilmuan ................................................................................. 3
1.4.2. Manfaat Klinis ....................................................................................... 3
1.5. Keaslian Penelitian …………………………………………………………. 3
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1. Sebaran dan Keragaman Data Subjek Penelitian ........................................... 40
Tabel 5.2. Uji Beda Rerata Subjek Penelitian antara Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan ....................................................................................................... 41
Tabel 5.3. Distribusi Rerata Kadar sFlt-1 Kelompok Kontrol dan Perlakuan pada
Kehamilan 8 minggu dan 20 minggu ........................................................... 43
Tabel 5.4. Tabel X2 Pemberian Astaxanthin 2 mg dan Kadar sFlt-1 ............................. 45
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Perbandingan plasentasi kehamilan normal dan preeklamsia .................... 7
Gambar 2.2. Skema Patogenesis Preeklamsia ................................................................. 9
Gambar 2.3. Keterlibatan stres oksidatif plasental pada patogenesis preeklamsia .......... 13
Gambar 2.4. Konsekuensi generasi O2• sistemik maternal pada stres oksidatif dan fungsi
vaskuler pada preeklamsia ........................................................................ 15
Gambar 2.5. Struktur kimia astaxanthin (C40 H52 O4) (berat molekul: 596,84 g/mol) ..... 20
Gambar 2.6. Rata-rata kemampuan tiap antioksidan menghambat singlet oksigen ....... 21
Gambar 2.7. Astaxanthin menjangkau dua lapisan membran sel ………………...……. 22
Gambar 2.8. Cara kerja antioksidan astaxanthin pada mitokondria ...………………… 22
Gambar 2.9. Pemberian astaxanthin (5 mg/kgBB/hari) pada binatang percobaan dengan
hipertensi spontan, mengurangi rata-rata tekanan darah. p<0,001 ............ 24
Gambar 2.10.Pemberian astaxanthin (6 mg/hari) selama 10 hari memperbaiki aliran darah
pada manusia dengan alat MC-FAN. p<0,01 vs awal; p<0,05 vs
kontrol ........................................................................................................ 25
Gambar 2.11.Konsentrasi astaxanthin dalam plasma dibandingkan dengan waktu ........ 28
Gambar 5.1. Diagram Perbandingan Kadar sFlt-1 antara Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol .................................................................................. 44
Gambar 5.2. Diagram Perbandingan Kadar sFlt-1 antara Kehamilan 8 minggu dan
Kehamilan 20 minggu ............................................................................. 45
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
COX : cyclooxygenase
DIC : disseminated intravascular coagulation
GDS : gula darah sewaktu
GPX : Glutathione peroxidase
GSTPi : Glutathione S-transferase Pi
HELLP syndrome : haemolysis, elevated liver enzym, dan low plateled
HSP : heat shock protein
H2O2 : hydrogen peroxide
IMT : Indeks Massa Tubuh
IL-1 : interleukin-1
LDL : Low Density Lipoprotein
MDA : Malonedialdehyde
NAD(P)H : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
NF-K B : Nuclear Factor kappa B
NO : Nitric Oxide
O2• : Superoxide radical
PlGF : Placental Growth Factor
ROS : Reactive Oxygen Species
sEng : soluble Endoglin
sFlt-1 : soluble Fms-like tyrosine kinase-1
SGOT : Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SOD : Superoxide dismutase
TGFβ-1 : Tissue Growth Factor β-1
Th : T helper
TNF : tumor necrosis factor
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
XO : Xanthine oxidase
XOR : Xanthine oxidoreductase
commit to user
xx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
berpijak pada patogenesis preeklamsia, serta diberikan sebelum terjadi gejala dan tanda
preeklamsia.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui adanya penghambatan proses preeklamsia pada wanita hamil
dengan risiko preeklamsia dengan pemberian antioksidan sejak awal kehamilan.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Keilmuan
Menambah dan mengembangkan informasi ilmiah tentang stres oksidatif sebagai
salah satu dasar patogenesis preeklamsia dan antioksidan sebagai terapi preventif
preeklamsia, guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi karena
preeklamsia.
BAB II
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TINJAUAN PUSTAKA
Savvidou, M., Williams, D., 2007). Terjadi peningkatan risiko preeklamsia dari 4,3%
pada penderita dengan IMT kurang dari 19,8 kg/m2 menjadi 13,3% pada penderita
dengan IMT lebih dari 25 kg/m2 (Sibai dkk, 2000).
Kehamilan multipel mempunyai dua kali risiko mengalami preeklamsia.
Sedangkan diabetes mellitus pragestasional juga merupakan faktor risiko lain untuk
preeklamsia; insidensinya berkisar antara 9% sampai dengan 66% pada penderita dengan
riwayat diabetik nefropati. Besarnya masa plasenta baik pada kehamilan multipel maupun
kehamilan dengan diabetes merupakan sebab masalahnya (Noori, M., Savvidou, M.,
Williams, D., 2007).
Wanita dengan riwayat kelainan medis karena disfungsi endotel, seperti hipertensi
kronik dan diabetes, akan meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia (Noori, M.,
Savvidou, M., Williams, D., 2007). Penderita yang memiliki tekanan darah sistolik atau
diastolik relatif tinggi sebelum kehamilan 20 minggu, meningkatkan risiko preeklamsia.
Sebagai contoh, pada penelitian terhadap 13.000 wanita hamil trimester pertama dengan
tekanan darah sistolik 130 mmHg atau lebih, akan mempunyai kemungkinan empat kali
menjadi preeklamsia dibandingkan dengan wanita dengan tekanan sistolik lebih rendah
dari 110 mmHg. Tekanan darah diastolik dilaporkan pengaruhnya sebagai faktor risiko
lebih lemah dibandingkan tekanan darah sistolik.
Preeklamsia hanya terjadi bila ada plasenta meskipun tidak ada fetus
misalnya pada mola hidatidosa. Preeklamsia akan sembuh dengan sendirinya
setelah plasenta diangkat. Pada kasus preeklamsia dengan kehamilan di luar
kandungan, pengangkatan bayi saja tidak cukup, gejala preeklamsia akan tetap ada
sampai plasenta diangkat (Karumanchi dkk, 2008).
Oleh sebab itu cukup masuk akal apabila mengasumsikan bahwa plasenta
berperan utama dalam patogenesis penyakit. Uji patologi plasenta pada kehamilan
dengan preeklamsia umumnya menunjukkan terjadinya infark pada plasenta,
penyempitan arteri dan arteriole karena sklerosis, yang ditandai dengan adanya
invasi endovaskular yang dangkal oleh sitotrofoblas dan remodeling yang tidak
memadai pada arteri spiral uterus (Karumanchi dkk, 2008).
Pada awal plasentasi, ekstravilli sitotrofoblas mempengaruhi uterus pada
makrofag desidua. Pada kehamilan normal invasi sitotrofoblas di arteri spiralis
menyebabkan down regulasi sel trofoblas yang akan mengadopsi fenotip sel endotel.
Proses ini dikenal sebagai pseudovaskulogenesis. Transformasi sel epitel menjadi
sel endotel ini akan memungkinkan peningkatan laju darah ke uterus yang
diperlukan untuk kelanjutan hidup janin selama dalam kandungan. Transformasi ini
juga diikuti oleh perubahan ekspresi molekul adhesi yang semula merupakan
karakter sel epitel (integrin α6/β5, αω/β3, dan E-chaderin) menjadi bersifat adhesi
yang diekspresikan oleh sel endotel (integrin α1/β1, αω/β3, platelet endothelialcells
adhesion molecule dan vascular endothelial-chaderin) (Karumanchi dkk, 2008).
Trofoblas pada preeklamsia mengalami maltransformasi saat menginvasi
arteri spiralis. Hal tersebut menyebabkan abnormalitas plasentasi di mana invasi
sitotrofoblas pada arteri terbatas tidak sampai endotel, sangat dangkal, dan tidak
menyebar (Gambar 2.1). Diferensiasi abnormal plasenta ini merupakan awal
hipoksia yang pada akhirnya menyebabkan iskemia plasenta. (Maynard dkk, 2005;
Karumanchi dkk, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DISFUNGSI ENDOTEL
PREEKLAMSIA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Implantasi
- Imunologik/malreaksi
- Maltransformasi trofoblas
Tahap I - Plasentasi Abnormal
(trimester I dan II)
- Arteria spiralis
-iskhemik
-trombosis
- Th1↑ NK cell↑ Lim T sitotoksik ↑
↑ Sirkulasi sFlt-1
↓ Sirkulasi PlGF dan ↓VEGF, ↑AT1-AA
Endoglin↑
Oksidan↑
Tahap II
(trimester III) Tromboksan A2↑
Endotelin↑
Renin-Angiotensin↑
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sFlt-1 secara bertahap akan meningkat sehingga keseimbangan akan bergeser menjadi
melemahkan PlGF. Peningkatan produksi sFlt-1 oleh plasenta preeklamtik menyebabkan
konsentrasi PIGF dan VEGF bebas yang bersirkulasi menjadi rendah, karena terikat oleh
sFlt-1. Hal ini menyebabkan proses angiogenesis plasenta terganggu. (Davidson dkk.,
2004).
Produksi Flt1 melalui sekresi trofoblas secara endogen menghasilkan potongan
Flt-1 bersifat larut air yang disebut soluble Flt-1 (sFlt-1) yang dilepaskan ke sirkulasi.
Soluble Flt-1 merupakan bentuk Flt-1 yang kehilangan domain sitoplasmik dan
transmembran tetapi masih memiliki domain ligand-binding (Krysiak dkk., 2005).
Pada preeklamsia sFlt-1 berfungsi sebagai umpan selama perkembangan plasenta
dan mencegah VEGF berikatan dengan reseptornya. Percobaan pada tikus hamil yang
diinjeksi adenoviral yang kuat mengekspresikan sFlt-1, ternyata menyebabkan tikus
mengalami hipertensi, proteinuria, dan endoteliosis glomerular(Luft, 2006).
Ekspresi sFlt-1 mengalami peningkatan pada keadaan preeklamsia. Pada satu
studi diketahui bahwa rata-rata konsentrasi serum sFlt-1 pada kehamilan normal adalah
1,5 ± 0,22 ng/mL, pada preeklamsia ringan adalah 3,28 ± 0,83 ng/mL dan pada
preeklamsia berat adalah 7,64 ± 1,5 ng/mL. Konsentrasi sFlt akan menurun secara
dramatis setelah melahirkan, baik pada preeklamsia maupun pada yang normal (Lam dkk,
2005).
Peran sFlt1 dalam patogenesis preeklamsia memiliki nilai prediktif dan implikasi
diagnostik yang penting. Konsentrasi mulai meningkat mendekati akhir trimester 2 pada
wanita yang nantinya mengalami preeklamsia. Empat sampai 5 minggu sebelum
manifestasi klinis terdeteksi pertama kali. Seiring dengan berjalannya waktu, manifestasi
preeklamsia ‘nyata’ sebagai peningkatan sFlt-1 dengan konsentrasi meningkat 2 hingga 4
kali kehamilan normal dan terbesar pada preeklamsia berat (Karumanchi dkk., 2008).
- maltransformasi trofoblas
- kurangnya perfusi plasenta
- hipoksia plasenta
- stres ↑
- PlGF↓
- sFlt-1↑
- xantin oksidase ↑
- NAD(P)H oksidase ↑ Umpan balik positif
Umpan balik ↓
positif - generasi O2• ↑
Kerusakan oksidatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Burton dan Hung (2003) melaporkan, bahwa adanya kelainan invasi trofoblas
pada preeklamsia dapat menyebabkan perfusi plasenta yang menurun, akibat oklusi
trombotik yang diikuti bekuan, yang menyebabkan hipoksia kronis plasenta dan
kemudian menjadi inisiasi stres oksidatif. Hal ini mengacu pada berlimpahnya
lingkungan menjadi bentuk hipoksia antioksidan pritsos oreduktase (XOR) pada plasenta,
yang dikonversi oksidase, sehingga menyebabkan peningkatan generasi radikal
superoksida (O2•) (Many dkk, 2000).
Jaringan plasenta dari penderita preeklamsia memperlihatkan peningkatan
kapasitas O2• reaktif (Deschend dkk, 2003; Sikkema dkk, 2001; Wang dan Walsh, 2001),
yang berhubungan dengan peningkatan ekspresi xanthin oksidase (XO) (Many dkk,
2000). Dechend dkk (2003) melaporkan peningkatan immunostaining dari subunit
NAD(P)H oksidase pada plasenta preeklamsia. Perbandingan NAD(P)H oksidase-
termediasi generasi O2• antara jaringan plasenta preeklamsia dan plasenta normotensi
menunjukkan bahwa generasi O2• pada plasenta preeklamsia awitan awal lebih tinggi
daripada yang normotensi.
Stres oksidatif plasenta berubah menjadi sumber stres oksidatif sistemik. Sebagai
konsekuensinya, penderita preeklamsia menunjukkan peningkatan apoptosis trofoblas
dan mikrovilli (Crocker dkk, 2003). Pemindahan mikropartikel plasenta ke dalam
sirkulasi maternal pada kehamilan normal diperkirakan juga berperan pada respon
inflamasi maternal yang berlebihan pada preeklamsia (Redman dan Sargent, 2000) dan
berhubungan dengan generasi O2• lokal (Gambar 2.4).
Stimulasi generasi O2• dengan agonis termediasi reseptor pada neutrofil
preeklamsia lebih tinggi daripada penderita normotensi (Tsukimori dkk, 1993). Pada
penderita hipertensi gestasional, peningkatan konsentrasi asam urat plasma berkaitan
dengan peningkatan enzim XO pada plasma (Nemeth dkk, 2002). Peningkatan
konsentrasi asam urat pada darah penderita preeklamsia dapat menjadi penanda tidak
langsung dari peningkatan produksi O2• oleh XO (Many dkk, 1996).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4 Konsekuensi generasi O2• sistemik maternal pada stres oksidatif dan fungsi
vaskuler pada preeklamsia (Redman dan Sargent, 2000)
Salah satu konsekuensi peroksidasi lipid adalah ikatan migrasi rantai hidrokarbon
pada asam lemak tak jenuh yang menghasilkan bentuk dienes terkonjugasi dan dapat
menjadi penanda biologis dari peroksidasi lipid. Dienes terkonjugasi meningkat pada
plasma atau trombosit penderita preeklamsia (Garzetti dkk, 1993; Hubel dkk, 1989;
Uotila dkk, 1993).
Profil lipid antara penderita preeklamsia dan kehamilan normotensi adalah
berbeda. Ukuran partikel LDL preeklamsia berkurang menyebabkan kerentanan oksidatif
yang lebih besar (Hubel dkk, 1998; Pierucci dkk, 1996; Sattar dkk, 2000). Terdapat pula
laporan tentang peningkatan titer antibodi yang melawan oksidasi LDL ini (Branch dkk,
1994; Uotila dkk, 1998; Wakatsuki dkk, 2000).
Protein dapat diubah oleh ROS atau spesies nitrogen reaktif atau secara tidak
langsung oleh reaksi dengan produk dari peroksidasi lipid. Kadarnya dilaporkan
meningkat pada plasma penderita preeklamsia (Zusterzeel dkk, 2000). Reaksi dengan
spesies nitrogen reaktif seperti peroksinitrit menghasilkan bentuk residu nitrotirosin yang
ekspresinya meningkat pada arteriol-arteriol penderita preeklamsia (Roggensack dkk,
1999).
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa produk-produk stres oksidatif dari plasenta
dapat berpengaruh terhadap respon inflamasi maternal. Hal ini diperparah dengan adanya
generasi lokal ROS. Sehingga karakteristik preeklamsia dapat diterangkan dengan dasar
stres oksidatif (Hubel dkk, 1999).
Fungsi vaskuler dapat diubah oleh stres oksidatif karena lipid peroksidase dapat
berinteraksi dan merusak fungsi sel endotelial (Davidge, 1998; Hubel dkk, 1989; Taylor
dkk, 1998). Beberapa laporan menunjukkan bahwa NO sintetase dan nitrit oksid
meningkat pada pembuluh darah penderita preeklamsia (Davidge, 1998; Roggensack dkk,
1999). NO dapat bereaksi cepat dengan O2• menghasilkan peroksinitrit, yang mengurangi
kemampuan NO sebagai vasorelaksan dan terlibat pada nekrosis dan apoptosis, sehingga
dapat merusak sel-sel endotelial. Peroksinitrit bersama dengan lipid peroksidase
menyebabkan produksi prostasiklin dan tromboksan berlebihan (Davidge, 1998;
Roggensack dkk, 1999). Kadar lipid peroksida yang ekstrim menghambat sintesa
prostaglandin H, menghasilkan penurunan konsentrasi prostasiklin (suatu vasorelaksan).
Selanjutnya baik kerusakan sel maupun radikal oksigen akan memicu pelepasan endotelin,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(Rossig dkk, 2001) dan dapat mengurangi pembentukan mikropartikel pada plasenta.
Seperti telah dijelaskan di awal, asam askorbat meregenerasi α-tokoferol dengan
mereduksi radikal α-tokoferol. Secara bersamaan antioksidan-antoksidan ini tidak hanya
dapat mencegah reaksi rantai peroksidasi lipid, tetapi juga mengurangi generasi radikal
bebas, respon inflamasi dan status prokoagulan.
Penelitian terhadap karotenoid untuk mencegah preeklamsia belum banyak
dilakukan. Karotenoid dapat mengurangi bentuk reaktif dari oksigen yaitu oksigen singlet
dan menghambat perkembangan peroksidasi lipid (Krinsky, 1998).
Tiga penelitian telah dilakukan terhadap suplementasi antioksidan, yang
semuanya menggunakan kombinasi dosis tinggi vitamin E dan vitamin C untuk
pencegahan preeklamsia (Gülmezoglu dkk, 1997; Stratta dkk, 1994). Pada penelitian-
penelitian ini antioksidan diberikan pada saat onset penyakit dan tidak diperoleh efek
antioksidan. Sebaliknya, Chappell dkk. (1999) memberikan vitamin C 1000 mg dan
vitamin E 400 IU perhari pada populasi risiko tinggi preeklamsia, yaitu terdapatnya
gelombang Doppler abnormal atau terdapat riwayat preeklamsia pada kehamilan
sebelumnya, mulai dari awal kehamilan (18-22 minggu) sampai dengan persalinan.
Hasilnya adalah tidak hanya mengurangi risiko tinggi preeklamsia, tetapi antioksidan
juga memperbaiki penanda biokimiawi yang berhubungan dengan stres oksidatif. Hal ini
menunjukkan bahwa terapi antioksidan dapat mengurangi tingkat kerusakan oksidatif.
Perbedaan antara penelitian-penelitian tersebut mengindikasikan adanya
intervensi yang seawal mungkin, penting untuk mencegah preeklamsia. Pada preeklamsia
peningkatan tekanan oksidatif dari plasenta dan atau respon antioksidan yang rendah
pada sirkulasi maternal dapat menginisiasi rantai oksidasi, yang menyebabkan stres
oksidatif meningkat cepat. Pemberian vitamin yang lebih awal dapat membantu respon
adaptasi antioksidan maternal, dengan demikian menormalkan efek stres oksidatif. Tetapi,
saat sindrom klinis menunjukkan keterlibatan organ multipel, maka stres oksidatif tidak
dapat lagi dikoreksi oleh suplementasi antioksidan. Pengujian multisenter di Inggris,
Amerika Serikat, dan tiga negara berkembang saat ini menentukan bahwa profilaksis
preeklamsia dengan antioksidan dapat digunakan secara rutin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.9. Astaxanthin
2.9.1. Struktur kimia dan sumber alami astaxanthin
Astaxanthin (3,3’-dihidroksi-β, β-karotin-4,4’-dione) adalah karotenoid alami
yang memiliki kekuatan antioksidan yang luar biasa, tidak mempunyai aktifitas vitamin
A dan termasuk kelompok xanthophyll (Odeberg dkk., 2003). Astaxanthin diperoleh dari
alga bersel satu hijau Haematococcus pluvi-alis (Kobayashi dkk, 1997).
Gambar 2.5. Struktur kimia astaxanthin (C40 H52 O4) (berat molekul: 596,84 g/mol)
(Odeberg dkk., 2003)
Astaxanthin adalah salah satu contoh evolusi. Secara normal, mikroalga yang
berenang bebas di air kolam adalah hijau, tetapi pada saat air kolam mengering dan alga
terpapar sinar matahari, alga mulai memproduksi astaxanthin berwarna merah terang
dalam jumlah yang besar. Astaxanthin adalah antioksidan kuat yang melindungi alga dari
radiasi sinar ultraviolet, membuat alga dapat bertahan hidup bahkan dalam kondisi paling
sulit sekalipun. Ini terjadi karena fungsi astaxanthin adalah melindungi nukleus sel alga
terhadap radikal bebas yang disebabkan radiasi sinar ultraviolet yang dapat merusak
DNA dan sumber energi peroksidase.
Astaxanthin memberikan warna merah muda dan merah pada daging salmon
segar, udang, dan lobster. Astaxanthin adalah salah satu dari antioksidan yang paling kuat
yang pernah ditemukan. Nishida dkk. (2007) menemukan bahwa astaxanthin memiliki
kekuatan :
§ 550 kali lebih kuat dibanding vitamin E dan 40 kali lebih kuat dibanding beta
karotene untuk pengikatan Singlet Oksigen
§ 1000 kali lebih kuat dibanding vitamin E untuk peroksidase lipid.
§ 800 kali lebih kuat dibanding koenzim Q10
§ 560 kali lebih kuat dibanding EGCG (green tea)
§ 75 kali lebih kuat dibanding alpha lipoid acid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6 5.4
Aktifitas Penghambatan
5
Singlet Oxygen
4
3
2
1
1 0.3 0.2 0.1
0
n s 0 C
n thi c hin Q1 in
xa te e a m
A st a a ca nzy
m Vit
e e
nt Co
r ee
G
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7. Astaxanthin menjangkau dua lapisan membran sel (Odeberg dkk., 2003)
Gambar 2.8. Cara kerja astaxanthin pada mitokondria (Odeberg dkk., 2003)
peningkatan generasi O2-, sehingga stres oksidatif pada periode plasentasi preeklamsia
akan berkurang dan terjadi penurunan proses apoptosis dan nekrosis (Odeberg dkk.,
2003).
darah dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok yang mendapat perlakuan ini
didapatkan adanya dinding arteri yang lebih elastis dan lumen pembuluh darah yang lebih
besar sehingga menurunkan resistensi perifer. Terdapat pula, peningkatan relaksasi
pembuluh darah yang bergantung pada nitrit oksida dan sensitifitas mekanisme
konstriksinya. Penemuan-penemuan ini mendukung efek positif terhadap tekanan darah.
Sebagai tambahan, tikus yang diberi astaxanthin secara signifikan menunjukkan efek
neuroprotektif pada dosis yang relatif tinggi dengan mencegah kerusakan tempat memori
yang disebabkan oleh iskemia.
biasanya akan menghalangi dilatasi yang bergantung pada nitrit oksida (NO) (Hussein
dkk., 2005b, 2006a, 2006b)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan penyakit jantung koroner. Astaxanthin dapat digunakan sebagai terapi antioksidan
untuk mengurangi hipertensi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
asam folat untuk wanita hamil adalah 600-800 mikrogram, dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita tidak hamil.
Cara kerja asam folat mencegah kelainan kongenital masih belum diketahui.
Hipotesanya adalah gen insuline-like growth factor 2 (IGF2) termetilasi dan perubahan
pada IGF2 diperoleh pada pertumbuhan intrauterin.
Defisiensi folat selama kehamilan dapat meningkatkan risiko persalinan preterm,
bayi berat badan lahir rendah, dan gangguan pertumbuhan janin. Defisiensi folat pada ibu
meningkatkan kadar homosistein darah, yang dapat menimbulkan abortus spontan dan
komplikasi kehamilan seperti abrupsio plasenta dan preeklamsia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Plasentasi Abnormal
pada Preeklamsia
- Arteria spiralis
-iskhemik
-trombosis
- Th1↑ NK cell ↑ Lim T sitotoksik ↑
I sk he mi a
Penurunan perfusi
plasenta
Sirkulasi sFlt-1 ↑
AT1-AA ↑
Endoglin ↑
Oksidan↑
Sirkulasi PlGF ↓
VEGF ↓
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ASTAXANTHIN 2 mg : MITOKONDRIA
- mencari radikal bebas: ROS KEHAMILAN
- menghambat pembentukan ROS RISIKO TINGGI
- mengikat singlet oksigen (O2•-) PREEKLAMSIA
- mendetoksifikasi sel H2 O2 (peroksidasi) Respon antioksidan
mitokondria tidak
adekuat setelah
inisiasi aliran darah
maternal pada ruang
intervillus
(kehamilan 8
minggu)
sFlt-1 ↓
generasi O2- ↑
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3.3. Hipotesis
Pemberian astaxanthin 2 mg sebagai antioksidan mulai awal plasentasi kehamilan
dengan risiko preeklamsia dapat menurunkan kadar sFlt-1 pada kehamilan 20 minggu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
METODE PENELITIAN
Ukur kadar
Kontrol sFlt-1
Sampel Randomisasi
Keterangan:
· Kelompok studi diberi perlakuan Astaxanthin 2 mg/hari mulai usia
kehamilan 8 s/d 20 minggu
· Baik kelompok kontrol maupun kelompok studi mendapatkan
tablet asam folat 1 mg/hari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
n = ( Zα + Zβ)²
n = besar masing-masing kelompok sampel.
Zα = nilai studi normal yang besarnya tergantung α
Bila α = 0,05 Zα = 1,96
Bila α = 0,01 Zα = 2,57
Zβ = nilai studi normal yang besarnya tergantung β, Β = power test
Bila β = 0,05 Zβ = 1,89
Bila β = 0,01 Zβ = 2,42.
didapatkan jumlah n untuk masing-masing kelompok adalah 15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4.6.4. Kehamilan risiko preeklamsia adalah kehamilan dengan usia ibu 35 tahun
atau lebih, primigravida tua atau paritas ≥ 2 dengan riwayat preeklamsia
pada kehamilan sebelumnya, dan obesitas (IMT > 25 kg/m2)
4.6.5. Primigravida adalah kehamilan yang pertama
4.6.6. Riwayat preeklamsia adalah riwayat kehamilan dengan hipertensi (tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg) disertai proteinuria
pada kehamilan di atas 20 minggu
4.6.7. Obesitas adalah keadaan dengan indeks massa tubuh (IMT) > 25 kg/m2
4.6.8. Kehamilan dengan penyakit ginjal adalah kehamilan disertai penyakit
ginjal dengan didapatkannya kenaikan kadar ureum > 50 mg/dl dan
kreatinin > 1,1 mg/dl
4.6.9. Kehamilan dengan penyakit hepar adalah ibu hamil yang menderita
penyakit hepar dengan didapatkannya kenaikan kadar SGOT > 31 U/l dan
SGPT > 31 U/l
4.6.10. Kehamilan dengan hipertensi kronik adalah kehamilan disertai hipertensi
(tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg) yang
didapat sebelum terjadinya kehamilan
4.6.11. Kehamilan dengan diabetes mellitus adalah kehamilan dengan kadar gula
darah sewaktu > 120 mg/dl
4.6.12. Alergi atau intoleransi terhadap astaxanthin adalah terdapatnya gejala
seperti nyeri kepala, penurunan tekanan darah, peningkatan pertumbuhan
rambut, peningkatan pigmentasi kulit, atau warna feses menjadi lebih
jingga (oranye) setelah minum astaxanthin 2 mg.
3. Semua pasien dilakukan pemeriksaan tanda vital, indeks massa tubuh (IMT),
kehamilannya, kadar Hb, gula darah sewaktu, ureum, kreatinin, SGOT, dan SGPT.
4. Data-data mengenai pasien dicatat sesuai variabel yang diperlukan.
5. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar sFlt-1 menggunakan sampel serum darah
oleh laboratorium klinik Prodia.
6. Untuk kelompok perlakuan diberikan astaxanthin 2 mg satu kapsul per hari secara
per oral selama 3 bulan (sampai dengan usia kehamilan 20 minggu) dan tablet
asam folat 1 mg per hari (satu kapsul per hari) secara per oral selama 3 bulan
(sampai dengan usia kehamilan 20 minggu).
7. Untuk kelompok kontrol diberikan tablet asam folat 1 mg (satu tablet per hari)
secara per oral selama 3 bulan (sampai dengan usia kehamilan 20 minggu).
8. Dilakukan evaluasi setiap dua minggu sekali saat pasien datang kembali untuk
memeriksakan kehamilannya. Dicatat tanda vital dan efek samping yang terjadi.
9. Jika muncul efek samping yang berat sampai mengganggu kondisi pasien maka
pemberian astaxanthin langsung dihentikan dan diberikan terapi untuk mengatasi
efek samping tersebut.
10. Saat usia kehamilan mencapai 20 minggu dilakukan pemeriksaan kadar sFlt-1
terhadap seluruh pasien menggunakan sampel serum darah oleh laboratorium
klinik Prodia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Dari data di atas didapatkan bahwa rerata variabel umur ibu hamil adalah 36.93 ±
1.617 tahun, rerata paritas adalah 2.60 ± 1.303, rerata indeks massa tubuh (IMT) adalah
25.791 ± 0.2702 kg/m2, rerata tekanan darah sistolik adalah 118 ± 7.611 mmHg, rerata
tekanan darah diastolik adalah 76.33 ± 5.561 mmHg, rerata kadar hemoglobin adalah
12.067 ± 7.7910 gr/dl, rerata gula darah sewaktu (GDS) adalah 86.83 ± 11.943 mg/dl,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
rerata kadar ureum 26.207 ± 7.5910 mg/dl, rerata kadar kreatinin adalah 0.620 ± 0.2280
mg/dl, rerata kadar SGOT adalah 23.110 ± 3.715 U/l, dan rerata kadar SGPT 24.113 ±
3.4381 U/l (lampiran 5).
Tabel 5.2. Uji Beda Rerata Subjek Penelitian antara Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan
5.3. Hasil Pemeriksaan Kadar sFlt-1 Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Hasil pemeriksaan kadar sFlt-1 ditunjukkan pada lampiran 8, yaitu terdapat 12
orang responden dari kelompok kontrol dengan kadar sFlt-1 saat kehamilan 20 minggu
lebih tinggi daripada saat kehamilan 8 minggu dan tiga orang dengan kadar sFlt-1 saat
kehamilan 20 minggu lebih rendah daripada saat kehamillan 8 minggu. Pada kelompok
perlakuan terdapat 13 orang responden dengan kadar sFlt-1 saat kehamilan 20 minggu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
lebih rendah daripada saat kehamilan 8 minggu dan dua orang dengan kadar sFlt-1 saat
kehamilan 20 minggu lebih tinggi daripada saat kehamillan 8 minggu.
Tabulasi hasil perhitungan distribusi rerata kadar sFlt-1 pada kelompok kehamilan
risiko preeklamsia dengan perlakuan astaxanthin 2 mg menunjukkan penurunan kadar
sFlt-1 dari kehamilan 8 minggu ke kehamilan 20 minggu (81.3%). Sedangkan pada
kelompok kontrol menunjukkan peningkatan kadar sFlt-1 dari kehamilan 8 minggu ke
kehamilan 20 minggu (85.7%).
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk kadar sFlt-1 menunjukkan baik kelompok
kontrol maupun kelompok perlakuan tidak dalam distribusi normal karena nilai
signifikansi masing-masing kelompok adalah p < 0.05 (0.000 dan 0.001), sehingga untuk
menentukan nilai kemaknaan perbedaan kadar sFlt-1 pada kedua kelompok tersebut
digunakan uji nonparametrik Wilcoxon (Dahlan, 2009). Uraian uji normalitas tersebut
terdapat pada lampiran 10.
Tabel 5.3. Distribusi Rerata Kadar sFlt-1 Kelompok Kontrol dan Perlakuan pada
Kehamilan 8 minggu dan 20 minggu
Besar
Kehamilan 20
Sampel Kehamilan 8 minggu P#
minggu
(N)
Distribusi Kelompok
Rerata Kadar 15 1839.287 ± 614.4838 2114.260 ± 341.2191 0.02
Kontrol
sFlt-1 Kelompok
(pg/ml) 15 1862.440 ± 720.1519 1713.480 ± 697.3155 0.02
Perlakuan
#
uji Wilcoxon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2000
Kadar sFlt-1
1500
Kehamilan 8 minggu
1000
Kehamilan 20 minggu
500
0
Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan
Gambar 5.1. Diagram Perbandingan Kadar sFlt-1 antara Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2000
Kadar sFlt-1
1500
Kelompok
1000 Kontrol
500 Kelompok
Perlakuan
0
Kehamilan 8 minggu Kehamilan 20 minggu
Gambar 5.2. Diagram Perbandingan Kadar sFlt-1 antara Kehamilan 8 minggu dan
Kehamilan 20 minggu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VI
PEMBAHASAN
aterm adalah 4945.1 ± 3329.4 pg/ml dibandingkan kehamilan normotensi yaitu 2788.2 ±
1329.4 pg/ml dengan p < 0.001.
Etiologi peningkatan konsentrasi sFlt-1 pada preeklamsia belum diketahui pasti.
Namun diperkirakan faktor-faktor genetik, hipoksia, dan imu/pnologi terlibat di
dalamnya. Ekspresi sFlt-1 meningkat sebagai respon terhadap hipoksia yang dimediasi
oleh hypoxia inducible factors 1 (HIF1). Penelitian pada preeklamsia yang dilakukan
Rana dkk, sFlt-1 meningkat selama trimester 1 hingga trimester 2 pada preeklamsia
preterm, hal ini sangat berlawanan dengan kehamilan normal. Keadaan ini mendukung
dugaan bahwa hipoksia plasenta berperan penting dalam peningkatan produksi faktor
antiangiogenik sFlt-1 pada wanita preeklamsia (Rana dkk., 2007).
Pemberian astaxanthin 2 mg terlihat dapat menekan kenaikan kadar sFlt-1 pada
kehamilan risiko tinggi preeklamsia. Penurunan kadar sFlt-1 dari kehamilan 8 minggu ke
kehamilan 20 minggu pada kelompok perlakuan astaxanthin 2 mg terjadi pada 81.3 %
kasus. Sedangkan 85.7 % dari kelompok kontrol menunjukkan peningkatan kadar sFlt-1.
Salah satu titik tangkap utama astaxanthin sebagai antioksidan adalah efek
antiinflamasinya yaitu menetralkan reaksi oksigen bermuatan tunggal dan menekan
peroksidase lipid jauh lebih efektif dibandingkan dengan antioksidan lainnya, sehingga
dapat mengontrol keberadaan spesies oksigen reaktif (ROS) (Lee dkk., 2003) dan
menurunkan kadar faktor antiangiogenik preeklamsia (soluble fms-like tyrosine kinase-1).
Hubungan antara pemberian astaxanthin 2 mg dan penurunan kadar sFlt-1 pada
kehamilan dengan risiko preeklamsia adalah bermakna (dengan uji X2 p = 0.000).
Responden yang mendapat astaxanthin 2 mg mempunyai kemungkinan 26 kali
mengalami penurunan kadar sFlt-1 dibandingkan responden yang tidak mendapatkan
astaxanthin 2 mg (OR = 26 dengan interval kepercayaan 95%: 3.686 – 183.418).
Terdapat korelasi yang kuat antara pemberian astaxanthin 2 mg dan penurunan kadar
sFlt-1 (koefisien korelasi = 0.643).
Terdapat dua individu (14.3%) kelompok perlakuan yang mengalami peningkatan
kadar sFlt-1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan antara oksidan
dan antioksidan yang tidak dapat diatasi oleh astaxanthin 2 mg. Di atas telah dijelaskan
bahwa sebab meningkatnya sFlt-1 belum diketahui pasti, diperkirakan terdapat faktor-
faktor genetik, hipoksia, dan imunologi yang terlibat. Perlu ada penelitian lebih lanjut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mengenai peningkatan kadar sFlt-1 pada kelompok perlakuan, termasuk dosis terapi
astaxanthin yang lebih tepat. Masih terdapat pula kemungkinan kurangnya kepatuhan
responden dalam meminum obat yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti.
Tidak ditemukan efek samping apapun pada individu kelompok perlakuan
astaxanthin 2 mg, tetapi untuk membuktikannya perlu dilakukan penelitian dengan
jangka waktu lebih panjang hingga persalinan. Dosis astaxanthin yang digunakan pada
penelitian ini berdasarkan penelitian Iwamoto dkk. tahun 2000 yaitu peroksidasi LDL
diturunkan dengan suplementasi astaxanthin 1,8 mg/hari. Penelitian selama empat
minggu pada dosis astaxanthin 30 mg/hari tidak menunjukkan efek samping negatif yang
signifikan, kecuali terdapat laporan hasil penelitian berupa tiga kasus (0,1%) nyeri
kepala pada pemakaian dosis 40 mg per hari (Odeberg dkk., 2003).
Tidak terdapat tanda-tanda preeklamsia pada kehamilan 20 minggu baik pada
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, tetapi terdapat kenaikan tekanan darah
sistolik dari 120 menjadi 130 mmHg sebanyak 4 kasus (26.67%) pada kelompok kontrol
dan 1 kasus (6.67%) pada kelompok perlakuan. Tanda-tanda preeklamsia mulai
didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu, yaitu terdapatnya tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg, disertai dengan proteinuria. Untuk membuktikan
apakah terjadi preeklamsia pada individu penelitian ini, maka diperlukan penelitian
lanjutan sampai dengan persalinan. Relatif stabilnya tekanan darah pada kelompok
perlakuan disebabkan karena astaxanthin dapat memperbaiki relaksasi pada mekanisme
konstriksi pembuluh darah yang dipengaruhi oleh nitrit oksida (NO). Astaxanthin juga
mengurangi sensitifitas terhadap angiotensin II yang terlibat dalam vasokonstriksi dan
mengikat spesies oksigen reaktif (ROS) yang akan menghalangi dilatasi pembuluh darah
(Hussein dkk., 2005b, 2006a, 2006b).
Penelitian sebelumnya oleh Rumiris dan Wibowo (2005) juga menunjukkan
keberhasilan kombinasi antioksidan yaitu vitamin A 1000 IU, B6 2,2 mg, B12 2,2 µg, C
200 mg, E 400 IU, asam folat 400 µg, N asetilsistein 200 mg, Mn 0,5 mg, Zn 15 mg, Cu
2 mg, Fe 30 mg, kalsium 800 mg, dan selenium 100 µg per hari sejak usia kehamilan 8
minggu dalam mencegah terjadinya preeklamsia. Belum diketahui perbedaan kekuatan
antioksidan antara astaxanthin 2 mg dibandingkan kombinasi antioksidan tersebut dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. KESIMPULAN
Astaxanthin 2 mg sebagai antioksidan yang diberikan pada ibu hamil dengan
risiko preeklamsia sejak usia kehamilan 8 minggu sampai dengan usia kehamilan 20
minggu dapat menurunkan kadar sFlt-1 (OR = 26, interval kepercayaan 95%: 3.686 –
183.418, dan koefisien korelasi = 0.643).
7.2. SARAN
Penelitian multisenter yang melibatkan lebih banyak peserta penelitian dan
sampai dengan persalinan diperlukan, agar dapat menerapkan hasil penelitian pada
populasi ibu hamil dalam mencegah preeklamsia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Informed Concern
Randomisasi
Kelompok Kelompok
perlakuan kontrol
Catatan :
1. Bila dalam pengamatan terjadi komplikasi preeklamsia, akan dilakukan terapi yang
sesuai dan pemberian astaxanthin dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Jika muncul efek samping yang berat sampai mengganggu kondisi pasien maka
pemberian astaxanthin langsung dihentikan dan diberikan terapi untuk mengatasi efek
samping tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla, H. I., Billett, A., Kan, A. K. (1998). Obstetric outcome in 232 ovum donation
pregnancies dalam Moffett, A., Hiby, S., (2007), Immunologycal factors and
placentation: implications for pre-eclampsia, Pre-eclampsia: Etiology and Clinical
Practice,92
Aoi, L. (2008), Astaxanthin protects enzyme which imports lipids into the mitochondria
to be used as fuel for generating energy, 55:23-30
Arief, M. (2009), Pengantar metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan, LPP dan UPT
UNS Press, 133-134
Barton, J.R., Sibai, B.M. (2008), Prediction and prevention of reccurent preeclampsia,
Clinical expert series obstetric and gynecologic, 112:359-372
Bayhan, G., Atamer, Y., Atamer, A., Yokus, B., Baylan, Y. (2000), Significance of
changes in lipid peroxides and antioxidant enzyme activities in pregnant women
with preeclampsia and eclampsia, Clinical Experience of Obstetric and
Gynecologic, 27(2):142-146
Branch, D. W., Mitchell, M. D., Miller, E., Palinski, W., Witztum, J. L. (1994), Pre-
eclampsia and serum antibodies to oxidised low-density lipoprotein, Lancet,
343(8898): 45-46
Brigelius-Flohe, R., Kelly, F. J., Salonen, J. T., Neuzil, J., Zingg, J. M., Azzi, A. (2002),
The European perspective on vitamin E: current knowledge and future research,
American Journal Clinical and Nutrition, 76(4), 703-16
Chen, G., Wilson, R., Cumming, G., Walker, J. J., Smith, W. E., McKillop, J. H. (1994),
Intracellular and extracellular antioxidant buffering levels in erythrocytes from
pregnancy-induced hypertension, J. Hum. Hypertens., 8(1), 37-42
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Comphaire, B. (2005), The astaxanthin treatment improved the sperm functionality and
decreased amount of free radicals in semen, Asian Journal of Andrology, 7:257-262
Choi, Z. (2008), Astaxanthin has shown anti-inflammatory effects in several in vitro and
in vivo studies like inhibitory effects of COX-2, 44:20-32
Crocker, I. P., Cooper, S., Ong, S. C., Baker, P. N. (2003), Differences in apoptotic
susceptibility of cytotrophoblasts and syncytiotrophoblasts in normal pregnancy to
those complicated with preeclampsia and intrauterine growth restriction, American
Journal of Pathologic, 162(2):637-643
Concard, K.P, Benyo, D.F. (2006), Placental cytokines and the pathogenesis of
preeclampsia. Am J reprod Immunol ;37:240-249
Cunningham, F.G., Norman, G., Leveno, K.J., Gilstrap. (2005) William’s Obstetrics,
22th ed, 567-618
Data Obstetri. 2008, RSUD Dr. Moewardi Surakarta, di dalam Sulistyowati S. 2010.
Disertasi: Ekspresi Protein MHC Klas Ib (HLA-G & Qa-2) yang Rendah Terhadap
Profil Hsp-70, VCAM-1, dan MMP-9 pada Preeklamsia. Penelitian Pada Ibu Hamil
dan Hewan Coba Mus Musculus dengan Model Disfungsi Endotel, 2:26
Davidson, J.M., Homuth, V., Jeyabalan A. Karumanchi, S.A. (2004), New aspect in
phatophysiology of preeclampsia, 15:2440-2448
Dechend, R., Viedt, C., Muller, D. N. (2003), AT1 receptor agonistic antibodies from
preeclamptic patients stimulate NADPH oxidase, Circulation, 107(12):1632-1639
Dekker, G.A., Sibai, B.M. (1998), Ethiology and pathogenesis of preeclampsia: current
concept; 179:1359-1375
Duley, L., Meher, S., Abalos, E. (2006), Management of Preeclampsia, BMJ: 332:463-
468
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Fairfield K.M., Fletcher R.H. (2006), Vitamins for chronic disease prevention in adults:
Scientific review. JAMA 2002; 287:3116-3126 in High Risk Pregnancy:
Management Options
Garzetti, G. G., Tranquilli, A. L., Cugini, A. M., Mazzanti, L., Cester, N., Romanini, C.
(1993), Altered lipid composition, increased lipid peroxidation, and altered fluidity
of the membrane as evidence of platelet damage in preeclampsia, Obstetric and
Gynecologic, 81(3):337-340
Gibson P., Carson M. (2008), Hypertension and pregnancy, Medicine Ob/Gyn, Psyciatry
and surgery, dalam Sulistyowati S. (2010), Ekspresi Protein MHC Klas Ib (HLA-G
& Qa-2) yang Rendah Terhadap Profil Hsp-70, VCAM-1, dan MMP-9 pada
Preeklamsia. Penelitian Pada Ibu Hamil dan Hewan Coba Mus Musculus dengan
Model Disfungsi Endotel, 1
Hubel, C. A., Kozlov, A. V., Kagan, V. E. (1996a), Decreased transferrin and increased
transferrin saturation in sera of women with preeclampsia: implications for
oxidative stress, American Journal Obstetreic and Gynecologic, 175(3)(Pt. 1):692-
700
Hubel, C. A., McLaughlin, M. K., Evans, R. W., Hauth, B. A., Sims, C. J., Roberts, J. M.
(1996b), Fasting serum triglycerides, free fatty acids, and malondialdehyde are
increased in preeclampsia, are positively correlated, and decrease within 48 hours
post partum, American Journal of Obstetric and Gynecologic, 174(3):975-982
Hubel, C. A., Shakir, Y., Gallaher, M. J., McLaughlin, M. K., Roberts, J. M. (1999),
Low-density lipoprotein particle size decreases during normal pregnancy in
association with triglyceride increases, Journal of Gynecologic Investigation,
5(5):244-250
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Hussein, G. (2006), Astaxanthin, a caroteoid with potential in human health and nutrition,
69 (3):433-449
Iwamoto,T., Hosoda, K., Hirano, R., Kurata, H., Matsumoto, A., Miki, W., (2000),
Inhibition of low-density lipoprotein oxidation by astaxanthin, Journal of
atherosclerosis and thrombosis, 7:216-222
Jauniaux, E., Watson, A. L., Hempstock, J., Bao, Y. P., Skepper, J. N. and Burton, G. J.
(2000), Onset of maternal arterial blood flow and placental oxidative stress. A
possible factor in human early pregnancy failure, American Journal of Pathology.,
157(6), 2111-22
Krysiak, O., Bretschneider, A., Zhong, E., Webb, J., Hopp, H. (2005), Soluble vascular
endothelial growth factor receptor-1 (sFlt-1) mediates down regulation of Flt-1 and
prevents activated netrophilis from women with preeclampsia from additional
migration by VEGF, 97:1253-1261
Lam, C., Liem, KH., Karumanchi, S.A. (2005), Circulating angiogenic factors in
pathogenesis and prediction of preeclampsia, Hypertension, 46:1077-1085
Lim, J.H., Kim, S.Y., Park, S.Y., Yang, J.H., Kim, M.Y., Ryu, H.M. (2008), Effective
prediction of preeclampsia by a combined ratio of angiogenesis-related factors,
Obstetric and Gynecologic, 111:1403
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Lee, G. (2003), Astaxanthin has shown anti-inflammatory effects in several in vitro and
in vivo studies like inhibitory effects of NK-kB, 1: 97-105
Li, D. (2004), The supplementation of astaxanthin stabilised the plaques and reduced the
release of proteolytic enzymes resulting in less ruptured plaques, 37:969-978
Li, D. K., Wi, S. (2000), Changing paternity and the risk of preeclampsia/eclampsia in
the subsequent pregnancy dalam Moffett, A., Hiby, S., (2007) Immunologycal
factors and placentation: implications for pre-eclampsia, Pre-eclampsia: Etiology
and Clinical Practice, 93
Madazli, R., Benian, A., Gumustas, K., Uzun, H., Ocak, V., Aksu, F. (1999), Lipid
peroxidation and antioxidants in preeclampsia, European Journal of Obstetric and
Gynecologic Reproduction Biology, 85(2):205-208
Many, A., Hubel, C. A., Fisher, S. J., Roberts, J. M., Zhou, Y. (2000), Invasive
cytotrophoblasts manifest evidence of oxidative stress in preeclampsia, American
Journal Pathologic, 156(1):321-331
Miyawaki, H., dkk. (2005), Effects of astaxanthin on human blood rheology, 21:421-429
Noori, M., Savvidou, M., Williams, D., (2007), Endothelial factors dalam Pre-eclampsia:
Etiology and Clinical Practice: 62
Nemeth, I., Talosi, G., Papp, A., Boda, D. (2002), Xanthine oxidase activation in mild
gestational hypertension, Hypertension in Pregnancy, 21(1): 1-11
North, R.A. (1999), Classification and diagnosis of pre-eclampsia dalam Etiology and
Clinical Practice, 244-245
Noris, M., Perico, N., Remuzzi, G.. (2005), Hypotesis of preeclampsia pathophysiology
Odeberg, J.M., Lignell, A., Pettersson, A., Hoglund, P. (2003), Oral bioavailability of the
antioxidant astaxanthin in humans is enhanced by incorporation of lipid based
formulations, European journal of pharmaceutical sciences, 299-304
Pierucci, F., Piazze Garnica, J. J., Cosmi, E. V., Anceschi, M. M. (1996), Oxidability of
low density lipoproteins in pregnancy-induced hypertension, Br. J. Obstet.
Gynaecol., 103(11), 1159-1161
Pipkin, F.B., (2001), Risk Factors of Preeclampsia, The New England Journal of
Medicine
Rana S., Karumanchi S.A., Levine R.J., Vankatesha S., Rauh-Hain J.A., Tamez H.,
Thadhani R., (2007) Sequential Changes in Antiangiogenic Factors in Early
Pregnancy and Risk of Developing Preeclampsia, Hypertension, 50:137-142
Rayman, M. P., Barlis, J., Evans, R. W., Redman, C. W., King, L. J. (2002), Abnormal
iron parameters in the pregnancy syndrome preeclampsia, American Journal of
Obstetric Gynecologic, 187(2):412-418
Redman, C.W.G., Sargent, I.L., (2000), Placental D Placental debris, oxidative stress and
pre-eclampsia, Placenta, 21(7):597-602
Roeshadi, R. H. (2004), Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Hariadi R., Ilmu kedokteran
fetomaternal Surabaya, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, POGI, 494-498
Rumiris, D., Wibowo, N., (2005), Antioksidan sebagai terapi preventif preeklamsia,
Majalah Obsteri dan Ginekologi Indonesia, 114
Salha, O., Sharma, V., Dada, T., et al. (1999). The influence of donated gametes on the
incidence of hypertensive disorders of pregnancy dalam Moffett, A., Hiby, S.,
(2007), Immunologycal factors and placentation: implications for pre-eclampsia,
Pre-eclampsia: Etiology and Clinical Practice, 93
Sattar, N., Clark, P., Greer, I. A., Shepherd, J., Packard, C. J. (2000), Lipoprotein (a)
levels in normal pregnancy and in pregnancy complicated with preeclampsia,
Atherosclerosis, 148(2):407-411
Sikkema, J. M., van Rijn, B. B., Franx, A. (2001), Placental superoxide is increased in
pre-eclampsia, Placenta, 22(4):304-308
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Slowinski, T., Neumayer, H. H., Stolze, T., Gossing, G., Halle, H., Hocher, B. (2002),
Endothelin system in normal and hypertensive pregnancy, Clinical Science
(London), 103(Suppl. 48): 446S-9S
Spickett, C. M., Reglinski, J., Smith, W. E., Wilson, R., Walker, J. J., McKillop, J. (1998),
Erythrocyte glutathione balance and membrane stability during preeclampsia. Free
Radical Biologic Medicine, 24(6):1049-1055
Sulistyowati S. (2010), Disertasi: Ekspresi Protein MHC Klas Ib (HLA-G & Qa-2) yang
Rendah Terhadap Profil Hsp-70, VCAM-1, dan MMP-9 pada Preeklamsia.
Penelitian Pada Ibu Hamil dan Hewan Coba Mus Musculus dengan Model
Disfungsi Endotel, 2:26
Takacs, P., Kauma, S. W., Sholley, M. M., Walsh, S. W., Dinsmoor, M. J., Green, K.
(2001), Increased circulating lipid peroxides in severe preeclampsia activate NF-
kappaB and upregulate ICAM-1 in vascular endothelial cells, FASEB J., 15(2):279-
281
Taylor, R. N., de Groot, C. J. M., Cho, Y. K. and Lim, K.-H. (1998), Circulating factors
as markers and mediators of endothelial cell dysfunction in preeclampsia,
Reproduction Endocrinology, 16(1): 17-31
Tsukimori, K., Maeda, H., Ishida, K., Nagata, H., Koyanagi, T., Nakano, H. (1993), The
superoxide generation of neutrophils in normal and preeclamptic pregnancies,
Obstetric and Gynecologic, 81(4):536-540
Uotila, J. T., Tuimala, R. J., Aarnio, T. M., Pyykko, K. A., Ahotupa, M. O. (1993),
Findings on lipid peroxidation and antioxidant function in hypertensive
complications of pregnancy, Br. J. Obstet. Gynaecol., 100(3):270-276
commit to user