Kontribusi Keluarga Dan Masyarakat Kristen Dalam Pembangunan Generasi Emas 2045
Kontribusi Keluarga Dan Masyarakat Kristen Dalam Pembangunan Generasi Emas 2045
Kontribusi Keluarga Dan Masyarakat Kristen Dalam Pembangunan Generasi Emas 2045
Menormalisasi Pola Asuh Pada Kasus Orang Tua Tunggal Bagi Tumbuh
Kembang Anak Generasi Emas
S3-Teologi
Pendahuluan
Pembangunan generasi emas 2045 adalah sebuah cita-cita dan impian bangsa, gagasan
dan wacana yang lahir dari kepedulian terhadap masa depan generasi muda Indonesia sebagai
satu generasi yang akan menghadapi berbagai tantangan hidup di era revolusi industi yang terus
berkembang, maka dalam rangka mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang
berkualitas, kompeten, berdaya guna dan berdaya saing tinggi diperlukan peranan keluarga untuk
turut berkontribusi didalam pembentukan masa depan anak, peran keluarga tersebut yaitu melalui
pola asuh yang tepat dan pendidikan kristen yang memadai di dalam keluarga sebagai unit
Terdapatnya keluarga dengan kondisi yang tidak ideal dalam pola asuh anak akan
berdampak kepada tumbuh kembang anak yang pada akhirnya turut berpengaruh terhadap
pembangunan generasi emas di masa depan. Permasalahan keluarga ini diantaranya adalah
adanya disfungsi peran orang tua atau terjadinya keadaan orang tua tunggal didalam keluarga.
Fenomena orang tua tunggal pada sebagian keluarga merupakan sebuah fenomena sosial yang
sering mendapatkan stigma negatif ditengah-tengah masyarakat. Orang tua tunggal atau biasa
dikenal dengan istilah single parent adalah orang yang tidak memiliki pasangan suami atau istri
dan hidup dengan satu atau beberapa anak, sehingga orang tua tunggal menjadi orang tua yang
mengasuh dan membesarkan anak-anaknya secara sendirian tanpa bantuan pasangan, baik itu
Melihat kepada definisi dari orang tua tunggal maka seorang single parent dapat berupa
ayah maupun ibu. Kondisi tersebut menciptakan pergeseran peran menjadi orang tua yang harus
dapat berperan ganda. Peran ganda tersebut menjadi tantangan agar dapat mengisi peran yang
hilang dari pasanganya sebagai orang tua didalam keluarga. Anak-anak dari keluarga yang
memiliki orang tua tunggal diperhadapkan kepada sebuah kenyataan hidup dari keluarga yang
dibesarkan hanya oleh satu orang tua saja. Terdapatnya kesenjangan pola asuh antara orang tua
tunggal dengan orang tua lengkap membutuhkan normalisasi pola asuh pada kasus orang tua
tunggal agar tugas mengasuh anak dapat dikerjakan secara maksimal untuk menghasilkan
generasi emas.
Berdasarkan data statistik kasus orang tua tunggal di Indonesia mencapai angka
persentase yang cukup besar yaitu sebanyak 18,25% dari total penduduk Indonesia dengan terus
mengalami peningkatan sebesar 0,1% setiap tahunnya. Secara rata-rata kasus orang tua tunggal
lebih banyak terjadi dikalangan ibu-ibu dibandingkan kaum bapak-bapak dengan persentase
jumlah ibu tunggal sebesar 14,84% , sedangkan ayah tunggal sebesar 4,05% (Monica, Widajanti
penyebab seperti kedua orang tua yang berpisah karena adanya perceraian, penelantaran oleh
pasangan yang tidak ingin bertanggung jawab seperti ditinggal pasangangan yang hamil diluar
pernikahan atau pasangan yang tidak setia, kehilangan pasangan akibat kematian, dan dapat
terjadi juga oleh karena adopsi anak oleh orang tua tunggal (Astuti & Suhartono, 2020).
Permasalahan yang umumnya dihadapi orang tua tunggal didalam mengasuh anak
diantaranya adalah dalam membagi waktu oleh karena adanya pergeseran peran menjadi orang
tua tunggal sehingga membutuhkan waktu dan usaha yang lebih dari sebelumnya. Orang tua
tunggal akan dihadapkan kepada tantangan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sendirian
yaitu memenuhi kebutuhan perekonomian dengan bekerja untuk mencukupkan kebutuhan dasar
keluarga seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal sambil dituntut memenuhi waktu bagi
Kondisi tidak ideal anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal sering dianggap sebagai
kondisi keluarga dengan orang tua yang timpang dalam berperan bagi tumbuh kembang anak.
Kunci penting keberhasilan pertumbuhan anak adalah pada pola asuh yang digunakan. Pola asuh
yang benar dalam merawat dan mendidik anak terdiri dari dua aspek utama yang harus seimbang
yaitu antara kendali orang tua (control) terhadap anak dengan kehangatan orang tua terhadap
anak (warm).
Tantangan pola asuh pada kasus orang tua tunggal agar dapat menseimbangkan kedua
aspek utama ini adalah bagaimana menghasilkan model pola asuh yang sesuai dengan kondisi
orang tua tunggal. Dengan melihat kepada berbagai kesenjangan peran yang dimiliki oleh orang
tua tunggal maka normalisasi pola asuh pada model orang tua tunggal bagi tumbuh kembang
anak bertujuan untuk memberikan wawasan dan literasi bagi orang tua tunggal dalam
menjalankan pola asuh anak. Menormalisasi pola asuh pada kasus orang tua tunggal diharapkan
memberikan dampak bagi tumbuh kembang anak dalam lingkungan keluarga single parent.
Menghadapi tantangan dari peran ganda dari orang tua tunggal dimana mereka tidak
memiliki partner yang bisa berbagi peran dalam pengasuhan, sehingga pada kebanyakan kasus
orang tua tunggal mengalami kecenderungan tertekan ketika mengurus keluarga mereka seorang
diri, untuk menormalisasi pola asuh orang tua tunggal harus mencari dukungan atau bantuan
didalam pengasuhan anak, dukungan atau bantuan tersebut dapat berupa orang tua tunggal
mencari asisten rumah tangga baik untuk menolongnya didalam mengasuh anak, asisten rumah
tangga juga akan sangat menolong bagi orang tua tunggal untuk dapat membagi waktunya lebih
banyak dengan anak-anaknya. Dukungan dan bantuan juga bisa dicari melalui keluarga dan
kerabat lainya seperti orang tua yaitu nenek atau kakek dari anak-anak ibu tunggal atau ayah
tunggal dalam mendukung, menasehati, dan menolong orang tua tunggal didalam pengasuhan.
Dukungan dari orang lain maupun keluarga besar adalah bagian dari nilai-nilai etika
pengajaran kekristenan yang berlandaskan pada firman Tuihan, khususnya yang dapat
melindungi kaum perempuan yang lebih rapuh terhadap kerawanan sosial. Didalam hukum taurat
terdapat ketetapan dan perintah yang mengatur nasib kaum perempuan yang ditinggal
pasanganya oleh karena kematian sebagai peraturan dari Tuhan yang disebut yibbum atau
pernikahan levirate. Didalam tradisi kebudayaan yahudi, yibbum atau pernikahan levirate berakar
dari hukum taurat musa (Ulangan 25:5-10). Didalam model pernikahan levirate di mana saudara
laki-laki dari laki-laki yang telah meninggal wajib menikahi janda saudara laki-lakinya untuk
Anak-anak orang tua tunggal harus mendapatkan waktu bersama-sama dengan orang
tuanya agar orang tua dapat mengajarkan kepada anak-anaknya berulang-ulang sesuai nasehat
firman Tuhan didalam Ulangan 6:7. Kecukupan waktu dan perhatian ketika mereka didengar,
diperhatikan, dan dididik oleh orang tuanya yang harus membagi waktu untuk bekerja sebagai
tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan pengasuhan anak.
Terlebih selama masa emas pertumbuhan kognitif anak. Pendidikan anak tidak boleh sepenuhnya
diserahkan kepada institusi formal seperti kepada guru di sekolah, melainkan orang tua tunggal
turut mengajarkan pendidikan dalam keluarga, berteman, dan berkomunikasi yang intim dengan
anak-anak mereka. Anak-anak orang tua tunggal harus dapat merasakan sentuhan kasih sayang
Didalam pengasuhan, mengasuh anak adalah merawat dan mendidik anak. Pembagian
tugas kedua orang tua yang menjadi harus dikerjakan keseluruhanya oleh orang tua tunggal
berdasarkan peran dan figur dari masing-masing orang tua dapat di identifikasi sebagai berikut
ini pembagianya :
I. Bapak berperan sebagai kepala keluarga dan bertindak sebagai pengambil keputusan
III. Model pola asuh orang tua tunggal baik ibu tunggal maupun ayah tunggal adalah
orang tua tunggal berperan sebagai kepala keluarga dan bertindak sebagai pengambil
Menormalisasi pola asuh orang tua tunggal diharapkan dapat mengisi peran yang hilang
dari kekosongan pasangan dan menolong orang tua tunggal dalam pengasuhan anak-anaknya.
Menormalisasi pola asuh orang tua tunggal juga berdampak kepada anak-anak yang
mendapatkan peran ganda orang tuanya dan meminimalkan kehilangan peran dan sosok
pasangan orang tua yang berbeda dan tidak tergantikan, sekaligus menekan dampak merugikan
terhadap, harga diri (self estem), penerimaan, dan kemelakatan (attachment) dengan sosok orang
Pola asuh adalah pola interaksi dan pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya,
sayang, dan tindakan sekaligus perlakukan yang baik kepada anak-anaknya agar orang tua
nantinya dapat menjadi teladan. Pengasuhan anak mencakup merawat, menjaga, dan
menanamkan nilai-nilai sosial dan moralitas kepada anak agar dapat terpupuk bagi pembentukan
kepribadian anak. Maka itu didalam masa pertumbuhan dan pembentukan karakter anak maka
peran pengasuhan menjadi sangat penting. Peran orang tua yang akan membentuk kualitas
pendidikan dan nilai-nilai hidup anak melalui pendidikan didalam keluarga. Disiplin anak
dibutuhkan bagi pembetukan karakter dan tingkah laku anak dalam proses pendewasaan. Anak-
anak yang tumbuh oleh pengasuhan orang tua tunggal cenderung lebih banyak mengalami
masalah dan gangguan dalam pendidikan dan keseharianya dibandingkan anak-anak yang
tumbuh didalam keluarga yang memiliki orang tua yang lengkap (Harahap & Sahputra, 2023).
Sosiolog Baumrind (1967) membagi pola asuh kedalam empat model yaitu pola asuh
demokrasi, pola asuh authoritarian, pola asuh permissive, dan pola asuh abai. Pola asuh
demokrasi adalah jenis pola asuh dimana anak diberikan ruang kebebasan didalam bertindak dan
dengan tetap adanya pengawasan dari orang tua dapat menghasilkan anak dengan tumbuh
kembang menjadi lebih dewasa, mandiri, bahagia, cerdas, percaya diri, dan mampu
mengendalikan dirinya sendiri. Pada umumnya, anak-anak yang diasuh menggunakan pola asuh
demokrasi memiliki pencapaian hidup yang baik dan lebh sanggup menerima kondisinya.
Didalam pola asuh model demokrasi memiliki karakteristik yaitu masing-masing orang
tua dan anak sama-sama menyadari hak dan tanggung jawabnya, turut melibatkan anak didalam
pengambilan keputusan keluarga terutama yang berhubungan dan dampak baik langsung maupun
tidak langsung terhadap diri anak, selanjutnya anak-anak dberikan hukuman akibat kesalahan
mereka, sambil memberikan tuntunan agar mereka tidak mengulanginya lagi. Memberikan
kesempatan bagi anak untuk menyatakan perasaan dan haknya agar dapat menjadikan anak lebih
percaya diri dalam melakukan suatu tindakan. Pola asuh demokrasi memberikan prioritas kepada
apa yang disukai anaknya dalam batasan yang masih terkendali dan rasional,
Penerapan pola asuh model demokrasi yaitu memberikan kebebasan menonton dan
bermain anak dengan tetap membatasi jam menonton dan bermain anak, Didalam memberikan
ruang kebebasan, anak diberikan kesempatan mengeksplorasi hal-hal yang baru dalam hidupnya
sebagai tahap pembelajaran, kemudian mengajak anak untuk berkomunikasi dan berdisksui
terhadap permaslahan dan pengalamanya, adanya keterbukaan dimana orang tua mendapatkan
kepercayaan dari anak-anaknya dan juga memberikan kepercayaan dan ruang sehingga anak-
anak tidak merasa terlalu dikekang. Ketika orang tua mendapati anak-anaknya tidak bersikap
jujur maka dibutuhkan bimbingan berupa nasehat dan teguran agar tidak mengulangi kesalahan
yang sama kembali, orang tua tunggal harus mampu berempati menempatkan dirinya pada posisi
anak-anaknya sehingga tidak mempermalukan dia didepan orang lain bahkan pada saat menjalan
disiplin dan teguran. Orang tua tunggal harus mampu jeli menangkap keinginan anak-anaknya
Kemandirian adalah salah satu faktor penting didalam keberhasilan menjadikan generasi
emas. Kemandirian perlu ditanamkan kepada anak sedari dini oleh orang tuannya yang akan
terbawa hingga dewasa nanti, Kemandirian pada anak usia dini bisa diperoleh dari pola asuh
yang diterapkan oleh orang tuanya (Hasanah, Ayub, & Alvi, 2023). Pola asuh orang tua tunggal
yang salah akan berdampak kepada terhambatnya proses kemandirian dan tanggung jawab anak
dan lebih rentan terhadap bahaya-bahaya yang dapat merusak masa depan anak, seperti model
pola asuh Abai terhadap anak-anak dimana orang tua tidak banyak berperan sehingga seorang
anak tidak dapat merasakan kehadiran orang tuanya didalam kehidupanya akan meningkatkan
moral dan hukum, membantah dan menentang orang tuanya atau bahkan hingga bermusuhan
dengan orang tuanya, semua karena kurangnya perhatian bahkan pengabaikan oleh orang tua
Pola asuh model Authoritarian akan memberikan banyak batasan dan kendali terhadap
hidup anak-anaknya dimana orang tua tunggal tidak memberikan kebebasan kepada seorang
anak untuk melakukan sekehendak hatinya yang akan berdampak negatif terhadap nama baik
keluarga dan masa depan anak dengan mengendalikan dimensi kehidupan sosial dari anak-anak
sebagai bentuk dari perhatian dan kekhawatiran orang tua tunggal. Didalam model authoritarian
cenderung memaksakan untuk mendirikan standart dan peraturan yang harus dijalankan oleh
anak, biasanya disertai ancaman. Pola asuh authoritarian akan memaksa anak, memerintah
Pada pola asuh Permissive berlaku sebaliknya dimana orang tua mengijinkan anak-
anaknya melakukan kehendaknya sesuka hatinya tanpa adanya kendali dari orang tua yang
cukup. Peraaan sayang dan keinginan untuk membahagiakan anak diwujudkan didalam bentuk
pola asuh yang mengijinkan tanpa batasan yang tepat. Pola asuh pemissive tidak banyak
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang tua tunggal di kota pekalongan, daerah
jawa tengah oleh Nurul Istiani, Athoillah Islamy, dan Nur Laili Handayani didalam
membandingkan tiga model pola asuh menunjukkan hasil menarik yaitu pola asuh demokrasi
psikomotoriknya. Kedua, model pola asuh authoritarian berdampak kepada tumbuhnya perasaan
penakut anak atau sifat pengeceut dan emosional. Ketiga, model permissive akan menghasilan
kebiasaan anak yang manja, lebih agresif, dan pembangkang (Istiani, Islamy, & Handayani,
2023).
Menurut penelitian dari Indrayanti terhadap peran orang tua tunggal bagi kesuksesan
anak-anaknya melalui sebuah studi fenomenologis yang dilakukan di kota Makassar (Indrayanti
& Suminar, 2020), dan juga hasil penelitian Khodijah Harahap dan Dika Sahputra didaerah
Sumatra Utara menunjukkan faktor-faktor kunci keberhasilan pola asuh bagi tumbuh kembang
anak adalah komunikasi yang tidak terputus, keterbukaan, empati, dukungan, kepercayaan, dan
kesetaraan (Khodijah & Dika, 2023). Jika orang tua tidak dapat memberikan perhatian dan
kasih sayang kepada anak-anaknya secara cukup maka akan berdampak kepada tumbuhnya
perasaan insecure bahkan kebencian terhadap diri mereka sendiri dan sekitarnya. Demikian juga
jika orang tua tidak dapat menciptakan disiplin sebagai bagian dari pembelajaran anak akan
Orang tua tunggal harus dapat berperan ganda yaitu sebagai bapa sekaligus sebagai ibu
dan menghadapi berbagai tantangan permasalahan kehidupan. Dia harus dapat membagi
waktunya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal
sekaligus dituntut tanggung jawab terhadap pengasuhan dan menyediakan pendidikan anak
secara fomal disekolah maupun informal didalam keluarga. Pengelolaan yang tepat dan bijak
akan waktu dan tenaga seorang diri menjadi tantangan ditengah-tengah dinamika kehidupan
yang dihadapi. Perlunya menyusun fokus target dan prioritas tanpa mengabaikan adanya
Kesimpulan
Normalisasi pola asuh pada kasus orang tua tunggal dengan melakukan identifikasi peran
yang hilang dari masing-masing pasangan untuk dapat digantikan. Proses normalisasi pola asuh
orang tua tunggal membutuhkan kerja sama dari anggota keluarga lainya untuk mendukung dan
menolong orang tua tunggal dalam menjalankan peran gandanya sebagai kepala rumah tangga
yang menyediakan kebutuhan hidup didala keluarga sekaligus menjalankan tugas pengasuhan
anak-anaknya. Menormalisasi pola asuh pada kasus orang tua tunggal bermanfaat bagi tumbuh
kembang anak sedini mungkin dengan tujuan untuk menghasilkan generasi emas di masa depan
Astuti, Novia Dwi & Suhartono. 2020. “Hubungan Pola Asuh Single Parent Terhadap
Perkembangan Mental Emosional Anak Di Tk Semanding”, Indonesian Journal of
Professional Nursing, Vol.1, No.1:1-9.
Hanna Ela, Monica & Widajanti, Laksmi & Suyatno. 2019. “Perbandingan Pola Asuh Dan Status
Gizi Anak Usia 7-50 Bulan Antara Orang Tua Tunggal Dan Bukan Orang Tua Tunggal”,
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.8, No.3.
Haasnah, Melda & Ayub, Daeng, Alvi, Ria R. 2023. “Kemandirian Anak Usia Dini dengan Pola
Asuh Orang Tua Single Parent yang Demokratis”, As-Syari: Jurnal Bimbingan & Konseling
Keluarga. Vol. 5, No.1.
Harahap, Khodijah & Sahputra, Dika. 2023. “Democratic Parenting of Single-Parent Men and
Women in Instilling Social Interaction in Childres”, SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan
Islam dan Mulkulturalisme, Vol.5, No.2: 95-109.
Indrayanti & Suminar, J. Ratna & Stianti, Yanti. 2020. “Single Mother Role in the Success of
Their Children:Phenomenological Study of Single Parent in Makassar City”, Emerald Reach
Proceedings Series, Vol.1: 229-234.
Istiani, Nurul, Islamy, Athoillah, Handayani L. Nur. 2020. “Single parent role in child
psychological development”, An Nisa, Vol. 13, No.1
Layliyah, Zahrotul. 2013. “Perjuangan Hidup Single Parent”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.3,
No.1
Veryawan & Juliati. 2022. “Children’s Social Values: Single Mother Parenting”, Journal of
Gender And Social Inclusion In Muslim Societes, Vol.3, No.1.