Kontribusi Keluarga Dan Masyarakat Kristen Dalam Pembangunan Generasi Emas 2045

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

(KONTRIBUSI KELUARGA DAN MASYARAKAT KRISTEN DALAM

PEMBANGUNAN GENERASI EMAS 2045)

Menormalisasi Pola Asuh Pada Kasus Orang Tua Tunggal Bagi Tumbuh
Kembang Anak Generasi Emas

Oleh : David Ruskandi

S3-Teologi

Pendahuluan

Pembangunan generasi emas 2045 adalah sebuah cita-cita dan impian bangsa, gagasan

dan wacana yang lahir dari kepedulian terhadap masa depan generasi muda Indonesia sebagai

satu generasi yang akan menghadapi berbagai tantangan hidup di era revolusi industi yang terus

berkembang, maka dalam rangka mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang

berkualitas, kompeten, berdaya guna dan berdaya saing tinggi diperlukan peranan keluarga untuk

turut berkontribusi didalam pembentukan masa depan anak, peran keluarga tersebut yaitu melalui

pola asuh yang tepat dan pendidikan kristen yang memadai di dalam keluarga sebagai unit

terkecil tatanan sosial masyarakat.

Terdapatnya keluarga dengan kondisi yang tidak ideal dalam pola asuh anak akan

berdampak kepada tumbuh kembang anak yang pada akhirnya turut berpengaruh terhadap

pembangunan generasi emas di masa depan. Permasalahan keluarga ini diantaranya adalah

adanya disfungsi peran orang tua atau terjadinya keadaan orang tua tunggal didalam keluarga.

Fenomena orang tua tunggal pada sebagian keluarga merupakan sebuah fenomena sosial yang
sering mendapatkan stigma negatif ditengah-tengah masyarakat. Orang tua tunggal atau biasa

dikenal dengan istilah single parent adalah orang yang tidak memiliki pasangan suami atau istri

dan hidup dengan satu atau beberapa anak, sehingga orang tua tunggal menjadi orang tua yang

mengasuh dan membesarkan anak-anaknya secara sendirian tanpa bantuan pasangan, baik itu

suami maupun istri (Layliyah, 2013).

Melihat kepada definisi dari orang tua tunggal maka seorang single parent dapat berupa

ayah maupun ibu. Kondisi tersebut menciptakan pergeseran peran menjadi orang tua yang harus

dapat berperan ganda. Peran ganda tersebut menjadi tantangan agar dapat mengisi peran yang

hilang dari pasanganya sebagai orang tua didalam keluarga. Anak-anak dari keluarga yang

memiliki orang tua tunggal diperhadapkan kepada sebuah kenyataan hidup dari keluarga yang

dibesarkan hanya oleh satu orang tua saja. Terdapatnya kesenjangan pola asuh antara orang tua

tunggal dengan orang tua lengkap membutuhkan normalisasi pola asuh pada kasus orang tua

tunggal agar tugas mengasuh anak dapat dikerjakan secara maksimal untuk menghasilkan

generasi emas.

Kasus Orang Tua Tunggal Di Indonesia

Berdasarkan data statistik kasus orang tua tunggal di Indonesia mencapai angka

persentase yang cukup besar yaitu sebanyak 18,25% dari total penduduk Indonesia dengan terus

mengalami peningkatan sebesar 0,1% setiap tahunnya. Secara rata-rata kasus orang tua tunggal

lebih banyak terjadi dikalangan ibu-ibu dibandingkan kaum bapak-bapak dengan persentase

jumlah ibu tunggal sebesar 14,84% , sedangkan ayah tunggal sebesar 4,05% (Monica, Widajanti

dan Suyatno, 2019).


Terjadinya kondisi orang tua tunggal didalam keluarga disebabkan oleh berbagai

penyebab seperti kedua orang tua yang berpisah karena adanya perceraian, penelantaran oleh

pasangan yang tidak ingin bertanggung jawab seperti ditinggal pasangangan yang hamil diluar

pernikahan atau pasangan yang tidak setia, kehilangan pasangan akibat kematian, dan dapat

terjadi juga oleh karena adopsi anak oleh orang tua tunggal (Astuti & Suhartono, 2020).

Permasalahan yang umumnya dihadapi orang tua tunggal didalam mengasuh anak

diantaranya adalah dalam membagi waktu oleh karena adanya pergeseran peran menjadi orang

tua tunggal sehingga membutuhkan waktu dan usaha yang lebih dari sebelumnya. Orang tua

tunggal akan dihadapkan kepada tantangan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sendirian

yaitu memenuhi kebutuhan perekonomian dengan bekerja untuk mencukupkan kebutuhan dasar

keluarga seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal sambil dituntut memenuhi waktu bagi

keluarga untuk mengasuh anak-anaknya.

Tantangan Pola Asuh Orang Tua Tunggal

Kondisi tidak ideal anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal sering dianggap sebagai

kondisi keluarga dengan orang tua yang timpang dalam berperan bagi tumbuh kembang anak.

Kunci penting keberhasilan pertumbuhan anak adalah pada pola asuh yang digunakan. Pola asuh

yang benar dalam merawat dan mendidik anak terdiri dari dua aspek utama yang harus seimbang

yaitu antara kendali orang tua (control) terhadap anak dengan kehangatan orang tua terhadap

anak (warm).

Tantangan pola asuh pada kasus orang tua tunggal agar dapat menseimbangkan kedua

aspek utama ini adalah bagaimana menghasilkan model pola asuh yang sesuai dengan kondisi
orang tua tunggal. Dengan melihat kepada berbagai kesenjangan peran yang dimiliki oleh orang

tua tunggal maka normalisasi pola asuh pada model orang tua tunggal bagi tumbuh kembang

anak bertujuan untuk memberikan wawasan dan literasi bagi orang tua tunggal dalam

menjalankan pola asuh anak. Menormalisasi pola asuh pada kasus orang tua tunggal diharapkan

memberikan dampak bagi tumbuh kembang anak dalam lingkungan keluarga single parent.

Normaliasi Pola Asuh Orang Tua Tunggal

Menghadapi tantangan dari peran ganda dari orang tua tunggal dimana mereka tidak

memiliki partner yang bisa berbagi peran dalam pengasuhan, sehingga pada kebanyakan kasus

orang tua tunggal mengalami kecenderungan tertekan ketika mengurus keluarga mereka seorang

diri, untuk menormalisasi pola asuh orang tua tunggal harus mencari dukungan atau bantuan

didalam pengasuhan anak, dukungan atau bantuan tersebut dapat berupa orang tua tunggal

mencari asisten rumah tangga baik untuk menolongnya didalam mengasuh anak, asisten rumah

tangga juga akan sangat menolong bagi orang tua tunggal untuk dapat membagi waktunya lebih

banyak dengan anak-anaknya. Dukungan dan bantuan juga bisa dicari melalui keluarga dan

kerabat lainya seperti orang tua yaitu nenek atau kakek dari anak-anak ibu tunggal atau ayah

tunggal dalam mendukung, menasehati, dan menolong orang tua tunggal didalam pengasuhan.

Dukungan dari orang lain maupun keluarga besar adalah bagian dari nilai-nilai etika

pengajaran kekristenan yang berlandaskan pada firman Tuihan, khususnya yang dapat

melindungi kaum perempuan yang lebih rapuh terhadap kerawanan sosial. Didalam hukum taurat

terdapat ketetapan dan perintah yang mengatur nasib kaum perempuan yang ditinggal

pasanganya oleh karena kematian sebagai peraturan dari Tuhan yang disebut yibbum atau

pernikahan levirate. Didalam tradisi kebudayaan yahudi, yibbum atau pernikahan levirate berakar
dari hukum taurat musa (Ulangan 25:5-10). Didalam model pernikahan levirate di mana saudara

laki-laki dari laki-laki yang telah meninggal wajib menikahi janda saudara laki-lakinya untuk

memberikan perlindungan dan mencukupkan kebutuhan hidupnya adallah bentuk pertolongan

orang lain dan kerabat bagi orang tua tunggal.

Anak-anak orang tua tunggal harus mendapatkan waktu bersama-sama dengan orang

tuanya agar orang tua dapat mengajarkan kepada anak-anaknya berulang-ulang sesuai nasehat

firman Tuhan didalam Ulangan 6:7. Kecukupan waktu dan perhatian ketika mereka didengar,

diperhatikan, dan dididik oleh orang tuanya yang harus membagi waktu untuk bekerja sebagai

tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan pengasuhan anak.

Terlebih selama masa emas pertumbuhan kognitif anak. Pendidikan anak tidak boleh sepenuhnya

diserahkan kepada institusi formal seperti kepada guru di sekolah, melainkan orang tua tunggal

turut mengajarkan pendidikan dalam keluarga, berteman, dan berkomunikasi yang intim dengan

anak-anak mereka. Anak-anak orang tua tunggal harus dapat merasakan sentuhan kasih sayang

dan perhatian dari orang tuanya.

Didalam pengasuhan, mengasuh anak adalah merawat dan mendidik anak. Pembagian

tugas kedua orang tua yang menjadi harus dikerjakan keseluruhanya oleh orang tua tunggal

berdasarkan peran dan figur dari masing-masing orang tua dapat di identifikasi sebagai berikut

ini pembagianya :

I. Bapak berperan sebagai kepala keluarga dan bertindak sebagai pengambil keputusan

keluarga, pelindung, pendisiplin, dan penyedia kebutuhan hidup anak-anak dan

pendengar, penasehat, dan model untuk di contoh.


II. Ibu berperan menyediakan dukungan emosional dan perawatan anak, didikan,

bimbingan, tuntunan, pendengar, penasehat, dan model untuk di contoh,

III. Model pola asuh orang tua tunggal baik ibu tunggal maupun ayah tunggal adalah

orang tua tunggal berperan sebagai kepala keluarga dan bertindak sebagai pengambil

keputusan keluarga, pelindung, pendisiplin, dan penyedia kebutuhan hidup anak-

anak, pendengar, penasehat, model untuk di contoh, sekaligus menyediakan

dukungan emosional, perawatan anak, didikan, bimbingan, dan tuntunan.

Menormalisasi pola asuh orang tua tunggal diharapkan dapat mengisi peran yang hilang

dari kekosongan pasangan dan menolong orang tua tunggal dalam pengasuhan anak-anaknya.

Menormalisasi pola asuh orang tua tunggal juga berdampak kepada anak-anak yang

mendapatkan peran ganda orang tuanya dan meminimalkan kehilangan peran dan sosok

pasangan orang tua yang berbeda dan tidak tergantikan, sekaligus menekan dampak merugikan

terhadap, harga diri (self estem), penerimaan, dan kemelakatan (attachment) dengan sosok orang

tua yang hilang.


Dampak Pola Asuh

Pola asuh adalah pola interaksi dan pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya,

termasuk didalamnya bagaimana menanamkan nilai-nilai/ norma, memberikan perhatian, kasih

sayang, dan tindakan sekaligus perlakukan yang baik kepada anak-anaknya agar orang tua

nantinya dapat menjadi teladan. Pengasuhan anak mencakup merawat, menjaga, dan

menanamkan nilai-nilai sosial dan moralitas kepada anak agar dapat terpupuk bagi pembentukan

kepribadian anak. Maka itu didalam masa pertumbuhan dan pembentukan karakter anak maka

peran pengasuhan menjadi sangat penting. Peran orang tua yang akan membentuk kualitas

pendidikan dan nilai-nilai hidup anak melalui pendidikan didalam keluarga. Disiplin anak

dibutuhkan bagi pembetukan karakter dan tingkah laku anak dalam proses pendewasaan. Anak-

anak yang tumbuh oleh pengasuhan orang tua tunggal cenderung lebih banyak mengalami
masalah dan gangguan dalam pendidikan dan keseharianya dibandingkan anak-anak yang

tumbuh didalam keluarga yang memiliki orang tua yang lengkap (Harahap & Sahputra, 2023).

Sosiolog Baumrind (1967) membagi pola asuh kedalam empat model yaitu pola asuh

demokrasi, pola asuh authoritarian, pola asuh permissive, dan pola asuh abai. Pola asuh

demokrasi adalah jenis pola asuh dimana anak diberikan ruang kebebasan didalam bertindak dan

menentukan pilihan-pilihanya, memberikan kebebasan dalam batasan tertentu terhadap anak

dengan tetap adanya pengawasan dari orang tua dapat menghasilkan anak dengan tumbuh

kembang menjadi lebih dewasa, mandiri, bahagia, cerdas, percaya diri, dan mampu

mengendalikan dirinya sendiri. Pada umumnya, anak-anak yang diasuh menggunakan pola asuh

demokrasi memiliki pencapaian hidup yang baik dan lebh sanggup menerima kondisinya.

Didalam pola asuh model demokrasi memiliki karakteristik yaitu masing-masing orang

tua dan anak sama-sama menyadari hak dan tanggung jawabnya, turut melibatkan anak didalam

pengambilan keputusan keluarga terutama yang berhubungan dan dampak baik langsung maupun

tidak langsung terhadap diri anak, selanjutnya anak-anak dberikan hukuman akibat kesalahan

mereka, sambil memberikan tuntunan agar mereka tidak mengulanginya lagi. Memberikan

kesempatan bagi anak untuk menyatakan perasaan dan haknya agar dapat menjadikan anak lebih

percaya diri dalam melakukan suatu tindakan. Pola asuh demokrasi memberikan prioritas kepada

apa yang disukai anaknya dalam batasan yang masih terkendali dan rasional,

Penerapan pola asuh model demokrasi yaitu memberikan kebebasan menonton dan

bermain anak dengan tetap membatasi jam menonton dan bermain anak, Didalam memberikan

ruang kebebasan, anak diberikan kesempatan mengeksplorasi hal-hal yang baru dalam hidupnya

sebagai tahap pembelajaran, kemudian mengajak anak untuk berkomunikasi dan berdisksui
terhadap permaslahan dan pengalamanya, adanya keterbukaan dimana orang tua mendapatkan

kepercayaan dari anak-anaknya dan juga memberikan kepercayaan dan ruang sehingga anak-

anak tidak merasa terlalu dikekang. Ketika orang tua mendapati anak-anaknya tidak bersikap

jujur maka dibutuhkan bimbingan berupa nasehat dan teguran agar tidak mengulangi kesalahan

yang sama kembali, orang tua tunggal harus mampu berempati menempatkan dirinya pada posisi

anak-anaknya sehingga tidak mempermalukan dia didepan orang lain bahkan pada saat menjalan

disiplin dan teguran. Orang tua tunggal harus mampu jeli menangkap keinginan anak-anaknya

sekaligus mengenali lingkungan interaksi anak-anaknya untuk menghindari kesalahan didalam

memilih teman dan pasangan atau pergaulan yang salah.

Kemandirian adalah salah satu faktor penting didalam keberhasilan menjadikan generasi

emas. Kemandirian perlu ditanamkan kepada anak sedari dini oleh orang tuannya yang akan

terbawa hingga dewasa nanti, Kemandirian pada anak usia dini bisa diperoleh dari pola asuh

yang diterapkan oleh orang tuanya (Hasanah, Ayub, & Alvi, 2023). Pola asuh orang tua tunggal

yang salah akan berdampak kepada terhambatnya proses kemandirian dan tanggung jawab anak

dan lebih rentan terhadap bahaya-bahaya yang dapat merusak masa depan anak, seperti model

pola asuh Abai terhadap anak-anak dimana orang tua tidak banyak berperan sehingga seorang

anak tidak dapat merasakan kehadiran orang tuanya didalam kehidupanya akan meningkatkan

kemungkinan anak-anak terlibat dalam kenakalan remaja, obat-obatan terlarang, pelanggaran

moral dan hukum, membantah dan menentang orang tuanya atau bahkan hingga bermusuhan

dengan orang tuanya, semua karena kurangnya perhatian bahkan pengabaikan oleh orang tua

tunggal (Veryawan & Juliati. 2022).

Pola asuh model Authoritarian akan memberikan banyak batasan dan kendali terhadap

hidup anak-anaknya dimana orang tua tunggal tidak memberikan kebebasan kepada seorang
anak untuk melakukan sekehendak hatinya yang akan berdampak negatif terhadap nama baik

keluarga dan masa depan anak dengan mengendalikan dimensi kehidupan sosial dari anak-anak

sebagai bentuk dari perhatian dan kekhawatiran orang tua tunggal. Didalam model authoritarian

cenderung memaksakan untuk mendirikan standart dan peraturan yang harus dijalankan oleh

anak, biasanya disertai ancaman. Pola asuh authoritarian akan memaksa anak, memerintah

mereka, dan menghukum tanpa kompromi.

Pada pola asuh Permissive berlaku sebaliknya dimana orang tua mengijinkan anak-

anaknya melakukan kehendaknya sesuka hatinya tanpa adanya kendali dari orang tua yang

cukup. Peraaan sayang dan keinginan untuk membahagiakan anak diwujudkan didalam bentuk

pola asuh yang mengijinkan tanpa batasan yang tepat. Pola asuh pemissive tidak banyak

memerikan larangan dan peringatan sehingga menimbulkan minimnya pengawasan.

Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang tua tunggal di kota pekalongan, daerah

jawa tengah oleh Nurul Istiani, Athoillah Islamy, dan Nur Laili Handayani didalam

membandingkan tiga model pola asuh menunjukkan hasil menarik yaitu pola asuh demokrasi

berdampak kepada tumbuh kembang kelakukan anak berdasarkan perkembangan

psikomotoriknya. Kedua, model pola asuh authoritarian berdampak kepada tumbuhnya perasaan

penakut anak atau sifat pengeceut dan emosional. Ketiga, model permissive akan menghasilan

kebiasaan anak yang manja, lebih agresif, dan pembangkang (Istiani, Islamy, & Handayani,

2023).

Menurut penelitian dari Indrayanti terhadap peran orang tua tunggal bagi kesuksesan

anak-anaknya melalui sebuah studi fenomenologis yang dilakukan di kota Makassar (Indrayanti

& Suminar, 2020), dan juga hasil penelitian Khodijah Harahap dan Dika Sahputra didaerah
Sumatra Utara menunjukkan faktor-faktor kunci keberhasilan pola asuh bagi tumbuh kembang

anak adalah komunikasi yang tidak terputus, keterbukaan, empati, dukungan, kepercayaan, dan

kesetaraan (Khodijah & Dika, 2023). Jika orang tua tidak dapat memberikan perhatian dan

kasih sayang kepada anak-anaknya secara cukup maka akan berdampak kepada tumbuhnya

perasaan insecure bahkan kebencian terhadap diri mereka sendiri dan sekitarnya. Demikian juga

jika orang tua tidak dapat menciptakan disiplin sebagai bagian dari pembelajaran anak akan

berdampak kepada bertambahnya kemungkinan ketidakpastian masa depan anak.

Orang tua tunggal harus dapat berperan ganda yaitu sebagai bapa sekaligus sebagai ibu

dan menghadapi berbagai tantangan permasalahan kehidupan. Dia harus dapat membagi

waktunya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal

sekaligus dituntut tanggung jawab terhadap pengasuhan dan menyediakan pendidikan anak

secara fomal disekolah maupun informal didalam keluarga. Pengelolaan yang tepat dan bijak

akan waktu dan tenaga seorang diri menjadi tantangan ditengah-tengah dinamika kehidupan

yang dihadapi. Perlunya menyusun fokus target dan prioritas tanpa mengabaikan adanya

kebutuhan-kebutuhan pribadi yang juga perlu untuk dicukupkan.

Kesimpulan

Normalisasi pola asuh pada kasus orang tua tunggal dengan melakukan identifikasi peran

yang hilang dari masing-masing pasangan untuk dapat digantikan. Proses normalisasi pola asuh

orang tua tunggal membutuhkan kerja sama dari anggota keluarga lainya untuk mendukung dan

menolong orang tua tunggal dalam menjalankan peran gandanya sebagai kepala rumah tangga
yang menyediakan kebutuhan hidup didala keluarga sekaligus menjalankan tugas pengasuhan

anak-anaknya. Menormalisasi pola asuh pada kasus orang tua tunggal bermanfaat bagi tumbuh

kembang anak sedini mungkin dengan tujuan untuk menghasilkan generasi emas di masa depan

yang tentunya dapat juga dilakukan oleh orang tua tunggal.


Daftar Pustaka

Astuti, Novia Dwi & Suhartono. 2020. “Hubungan Pola Asuh Single Parent Terhadap
Perkembangan Mental Emosional Anak Di Tk Semanding”, Indonesian Journal of
Professional Nursing, Vol.1, No.1:1-9.

Hanna Ela, Monica & Widajanti, Laksmi & Suyatno. 2019. “Perbandingan Pola Asuh Dan Status
Gizi Anak Usia 7-50 Bulan Antara Orang Tua Tunggal Dan Bukan Orang Tua Tunggal”,
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.8, No.3.

Haasnah, Melda & Ayub, Daeng, Alvi, Ria R. 2023. “Kemandirian Anak Usia Dini dengan Pola
Asuh Orang Tua Single Parent yang Demokratis”, As-Syari: Jurnal Bimbingan & Konseling
Keluarga. Vol. 5, No.1.

Harahap, Khodijah & Sahputra, Dika. 2023. “Democratic Parenting of Single-Parent Men and
Women in Instilling Social Interaction in Childres”, SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan
Islam dan Mulkulturalisme, Vol.5, No.2: 95-109.

Indrayanti & Suminar, J. Ratna & Stianti, Yanti. 2020. “Single Mother Role in the Success of
Their Children:Phenomenological Study of Single Parent in Makassar City”, Emerald Reach
Proceedings Series, Vol.1: 229-234.

Istiani, Nurul, Islamy, Athoillah, Handayani L. Nur. 2020. “Single parent role in child
psychological development”, An Nisa, Vol. 13, No.1

Layliyah, Zahrotul. 2013. “Perjuangan Hidup Single Parent”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.3,
No.1

Veryawan & Juliati. 2022. “Children’s Social Values: Single Mother Parenting”, Journal of
Gender And Social Inclusion In Muslim Societes, Vol.3, No.1.

Anda mungkin juga menyukai