Jurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
Evaluasi Morfometrik dan Conception Rate (CR) Kambing PE yang di
Tnseminasi dengan Semen Pejantan Boer
Inggit Kentjonowaty*, Nisa’us Sholikah, Nurul Humaidah, Oktavia Rahayu Puspitarini,
Achmad Bagus Adhiluhung Mardhotilah, Brahmadhita Pratama Mahardhika
Fakultas Peternakan
Universitas Islam Malang
Email: inggit kentjonowaty@ unisma.ac.id
Abstrak: Tujuan dilaksanakannya penclitian ini untuk melakukan seleksi kambing PE sebagai
uk yang akan dikawinkan melalui inseminasi buatan dengan semen kambing Boer melalui
evaluasi morfometrik di Sleman, Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini adalah induk kambing
PE scbanyak 24 ckor. Pada penclitian ini dilakukan analisa regresi dan korelasi untuk mencari
hhubungan antara panjang badan, lingkar dacla, tingkar perut, dan tinggi badan kambing PE betina
terhadap bobot badannya, Setelah itu, kambing PE. diinseminasi dengan semen pejantan Boer
‘untuk mendapatkan informasi Conception rate nya. Hasil penelitian ini menjukkan bahwa panjang,
badan, lingkar dada, lingkar pert dan tinggi badan Kambing PE berkorelasi dengan bobot
badannya, Hubungan antara panjang badan, lingkar dada, Tingkar perut kambing PE dengan Bobot
bbadannya sangat erat dengan nilai koefisien korelasi R? masing-masing 0.75; 0,75 dan 0,72
sedangkan hubungan antara tinggi hadan dengan bobot badan tergolong erat yaitu dengan nilai
koefisein korelasi R? sebesar 0,50, Conseption rate hasil perkawinan kambing PE dengan pejantan
Boer mela inseminasi buatan pada peneltan ini sebesar 45.83%. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah terdapat keeratan hubungan yang tinggi antara mofometrik dan bobot badan induk kambing
PE dengan keberhasilan kebuntingan sebesar 45.83%.
Keyword : conception rate; inseminasi buatan; kambing PE; kambing Boer; morfometrik
Abstract: ‘The purpose of this research was to select PE goats as parents to be bred through
artificial insemination with Boer goat semen through morphometric evaluation in Seman,
‘Yogyakarta, The objects in this study were 24 PE goats. In this study, regression and correlation
analysis were carried out to find the relationship between body length, chest circumference,
atdominal circumference, and body height of female PE goats on body weight, After that, PE.
goats were inseminated with Boer male semen to obtain information on their conception rate. The
results of this study showed that the body length, chest circumference, abdominal circumference,
and height of PE goats correlated with body weight. The relationship between body length, chest
circumference, the abdominal circumference of PE goats, and body weight is very close with a
correlation coefficient R2 each of 0.75; 0.75, and 0.72 while the relationship between height and
body weight is relatively close, with a correlation coefficient R2 of 0.50. The conception rate of
PE goats mating with Boer males through artificial insemination in this study was 45.83%. this
study concluded there is a high correlation between morphometrics and the body weight of PE,
oats with a successful pregnaney of 45.83%.
Keyword : Conception rate; Insemination; PE goat; Boer Goat; morphometric
Pendahuluan
Kambing merupakan jenis ternak ruminansia kecil. Ternak ruminansia keeil memili
karakteristik lambungnya terbagi menjadi 4 Kompartemen yaitu rumen, retikulum,
‘omasum dan abomasum seperti ternak ruminansia namun postur tubuhnya tidak sebesar
ternak ruminansia. Budidaya kambing cenderung mudah dan banyak menghasilkan
kKeuntugan karena cfisiensi reproduksi kambing tergolong baik . Kambing memiliki sifat
protifi dapat beranan lebih dari 1 ekor setiap periode. (Sutiyono et al, 2010).Jurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
Berdasarkan fungsinya kambing dibedakan menjadi 3 tipe yaitu tipe pedaging, perah dan
ddwi fungsi
Banjak jenis kambing yang telah dibudidaya di Indonesia salah satunya adalah
kambing PE. Populasi kambing PE di Indonesia mencapai 500000 ckor (Dircktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak, 2011). Kambing PE merupakan kambing
hasil persilangan antara kambing ettawa dengan kambing lokal yaitu. kambing kacang
(BNSP, 2008). Kambing PE merupakan kambing dwi fungsi yaitu penghasil susu dan
aging, namun masyarakat Indonesia lebih memanfaatkan sebagai kambing perah
(Kusuma dan Irmansah, 2009). Kambing PE memiliki citi ciri cembung pada bentuk
mukanya, tclinganya panjang , menggantung dan pada ujungnya sedikit’melipat,
tubuhnya berpostur tinggi. Bobot kambing PE sckitar 38.9 kg, panjang tububnya sekitar
60.5 cm, dan tinggi pandaknya mecapai 60.5 (Ramdani dan Kusmayadi, 2016).
Postur kambing PE cenderung tinggi namun bobot badannya tidak terlalu besar.
Produksi daging kambing PE perlu ditingkatkan sebagai upaya pemenuhan permintaan
daging secara nasional, Salah satu cara peningkatan produbtivitas kambing PE sebagai
kambing pedaging dengan cara persilangan dengan kambing yang memiliki bobot badan
besar. Salah satu kambing yang memiliki bobot badan besar adalah kambing Boer.
Kambing Bocr merupakan kambing yang berasal dari Afrika sclatan. Kambing
boer memiliki ciri ciri tubuhnya berwarna kombinasi putih, coklat dan hitam (Elieser S,
Destomo A, 2008). Leher kambing boer hingga bagian kepalanya berwarna coklat atau
hitam. Bagian badan, kaki dan ekornya di dominasi warna putih.Kambing Boer memiliki
bobot lahir 2000 — 2300 g, berat sapih 16-20 kg dan bobot dewasanya sebesar 26-36 kg.
Romjali dkk., 2002 Setiadi dkk., 2001. Mahmilia dan Tarigan 2004), Kambing boer dapat
beranak 2-3 kali dalam 2 tahun dengan jumlah anak 1b
Pertumbuhan kambing Boer mencapai lebih dari 225 gr/ekor/hatri, dari segi penampilan
tubuhya juga kompak yang menjadikan kambing jenis ini telah menjadi kambing yang
pantas disebut sebagai kambing pedaging (Warmington dan Kirton, 1990).
Persilangan kambing PE dengan pejantan Boer diharapkan mendapatkan keturunan
yang memiliki sifat unggul dati keduanya, Sebelum melakukan persilangan_perlu
dilakukan seleksi indukan kambing untuk meningkatkan peluang keberhasilannya, Calon
induk yang akan dikawinkan harus sehat dan memiliki karakteristik atau morfometri yang
baik. Induk yang akan dikawinkan harus sudah dewasa tubuh maupun dewasa kelamin,
Salah satu indikator kesiapan untuk kawin adalah ukuran bobot badan yang. normal,
Pengukuran bobot badan dapat dilakukan dengan penimbangan secara langsung atau
‘melakukan pendugaan dari karakteristik morfometrinya. Kambing PE yang di
Gijadikan bibit harus memiliki kualitas baik, memperhatikan persyaratan kulitatif,
uantitatif, maupun umur kawin pertama, agar diperoleh keturunan yang memiliki
produktivitas tinggi (Zein dan Rahmatullah 2020). Berdasarkan tatar belakang tersebut
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan scleksi kambing PE schagai
induk yang akan dikawinkan dengan kambing Boer melatui evaluasi: morfometri di
Bantul Yogyakarta
2 ekor setiap beranak.
2. Materi dan Metode
Objek dalam penetitian ini adalah kambing Peranakan Etawa (PE) betina sebanyak
24 ekor berumur 8-14 bulan dalam keadaan tidak bunting yang dipelihara di kandangJurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
kelompok tani Dian Santosa, Sleman, Yogyakarta, Kambing PE dievaluasi
mofometriknya dan bobot badan untuk dijadikan indukan yang dikawinkan secara IB
dengan semen kambing Boer.
‘Metode penelitian ini adalah survei dengan melakukan pengukuran morfometrik
tubuh kambing dan penimbangan bobot badan, Metode observasional juga dilakukan
untuk melihat persentase kambing PE yang bunting dengan melihat hasil USG 42 hari
ppasca diinseminasi dengan semen Bocr
Parameter yang diamati scbagai berikut:
1. Bobot badan (BB) didapatkan dari penimbangan kambing PE betina
menggunakan timbangan dengan kapasitas 100 kg yang memilikitingkat
kepekaan 0,1 kg.
Panjang badan (PB) diukur dengan mengunkan pita ukur kapasitas 150 em yang
memiliki tingkat kepekaan 0,1 cm pada tubuht kambing secara lurus mulai dari
Penonjolan bah. sampai (Tubersitas humen) sampai benjolan tulang duduk
(Iscium)
3. Lingkar dada (LD) diukur dengan pita ukur kapasitas 150 cm yang memiliki
tingkat kepekaan 0,1 cm sekeliling rongga dada tepat di betakang siku.
4. Lingkar perut (LP) diukur dengan menempatkan pita ukur kapasitas 150 em
yang memiliki tingkat kepekaan 0,1 cm pada tubuh ternak bagian tengah
(abdominal)
5. Conception rate (CR)
Angka konsepsi atau conception rate merupakan salah satu metode untuk
mengukur tinggi rendahnya efisiensi reproduksi. Conception rate (CR) adalah
presentase sapi betina yang bunting dari perkawinan pertama,
umlah kambing bunting pertama dikawinkan
jumlah Kambing yang dikawinkan
cr x100%
Hubungan antara morfometrik dengan bobot badan dianalisis menggunakan
korclasi Pearson dan regresi linear. Data morfometrik, bobot badan, dan Conception rate
dianalisis secara deskripti
Hasil dan Pembahasan
-Morfometrik Kambing PE Betina
Ukuran statistik vital atau morfometrik kambing PE betina dievaluasi sebelum
dipertimbangkan menjadi calon indukan. Hasil pengukuran morfometrik kambing PE
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1
‘Tabel 1. Rataan morfometrik kambing PE betina
Morfometi Rataan + SD
Lingkar dada (em) 77,46 45,74
Panjang badan (cm) 76,92 + 7.84
Lingkar perut (em) 75,59: 5.24
Tinggi pundak (em) 77,17 £5.95
Bobot badan (Kg) 35,69 + 6,70Jurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
Berdasarkan data pengukuran statistik vital kambing PE diperoleh ukuran
morfometrik kambing PE meliputi lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak dan bobot
badan yang lebih tinggi daripada hasil penetitian Zein dan Rahmatullah (2020) yang
melakukan pengukuran statistik vital kambing PE betina di Samarinda dengan hasil
Jingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak secara berturut-turut 66 cm, 55 cm, 62
cm, dan rataan bobot badan sebesar 24 kg. Perbedaan hasil pengukuran diduga karena
pengaruh lingkungan tempat tinggal kambing yang dalam penelitian ini dilakukan di
dacrah Sleman, yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan Samarinda
Lingkungan sebagai tempat pemetiharaan sangat berpengaruh terhadap morfometrik
kambing. Hal ini didukung oleh pernyataan Tama dkk., (2016) yang menyatakan bahwa
Jingkungan menjadi pendukung agar teak mampu berproduksi sesuai dengan
kemampuannya, Faktor lingkungan antara lain kandang, pakan, iklim, manajemen
pemeliharaan, dan penyakit. Lingkungan memiliki peran penting, karena meskipun ternak
memiliki genctik yang unggul, tctapi jika tidak didukung dengan manajemen
pemeliharaan dan pemberian pakan yang baik, produksinya tidak akan maksimal
3.2. Hubungan Morfometrik Induk Kambing PE dengan Bobot Badan
Hosil_penelitian tentang hubungan antara morfometrik dengan bobot badan
kambing PE betina disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Korclasi antara morfometrik dengan bobot badan kambing PE betina
Mofometrik _Koefisien__ Koefisien Persamaan Regresi
Korelasi(r) _ Determinasi (R°)
Tingkar dada 0,75%* 056 4,63 + 004K
bobot badan
Panjang badan— 0,75** 0,56 Y= 45,77 +087X
bobot badan
Lingkar perut—_0,72** 052 48 + 0,56X
bobot badan
Tinggi pundak—~ 0,508 0.24 Y=61,61 +044
bobot badan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi memiliki hubungan positif
antata lingkar dada terhadap bobot badan, Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya
hubungan sangat erat antara lingkar dada dan bobot badan, dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,75, dengan persamaan Y = 54,63+0,64 X, Hal ini Trisnawanto et. al. (2012)
menyatakan bahwa nilai dari ukuran-ukuran tubuh semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya bobot badan ternak. Hanafi dkk. (2022) bahwa ukuran-ukuran tubuh yang,
‘meliputi lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak memiliki korelasi dengan bobot
badan kambing PE. Pertumbuban ternak dinyatakan sebagai perubahan-perubahan
imensi tubuh seperti bertambahnya ukuran Tingkar dada. Lingkar dada pada Kambing
PE betina mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan bobot badan (Kojin, 2017).
,ingkar daa memiliki koreas sang erat dengan Dobotbadan, Menurut Afolayan
et. al, (2006) lingkar dada memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi dibandingkanJurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
dengan ukuran tubuh lainnya, Hal ini diduga lingkar dada berhubungan langsung dengan
dada dan ruang abdomen dimana sebagian besar bobot badan ternak berasal dari bagian
dada hingga pinggul, sehingga semakin besar ukuran Tingkar dada maka bobot badan
semakin besar. Bobot badan memegang peranan penting dalam pola pemeliharaan yang.
baik (Tama, dkk., 2016).
Panjang badan memiliki Korelasi sangat erat dengan bobot badan, dengan nilai
Korelasi 0,75. Hal ini sesuai dengan penelitian Tama dkk (2016) bahwa nilai Korelasi
panjang badan dengan bobot badan tergolong kuat sebesar 0,92; Pesmen dan Yardimici
(2008) panjang badan berkorelasi sangat kuat dengan bobot badan dengan nilai korelasi
0,86. Perbedaan nilai korelasi ini dapat disebabkan oleh breed, jenis kelamin, kondisi
Tingkungan yang berbeda sehingga menghasilkan respon yang berbeda (Cam, et. al.,
2010)
Ukuran lingkar perut sangat erat hubunganya dengan bobot badan, semakin
bertambahnya bobot badan termak maka ukuran dimensi tubuhnya juga semakin
bertambah, Data penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara lingkar perut
dengan bobot badan dengan koefisien Korelasi sebesar 0,72 yang termasuk Kategori
korelasi yang tinggi. Herring ef al. (2021) menyatakan bahwa penampilan seekor hewan
merupakan hasil dari proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam kehidupannya,
ddimana sctiap bagian tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang,
berbeda-beda. Perbedaan kecepatan ini disebabkan olch perbedaan fungsi dan Komponen
penyusunnya. Sama halnya dengan ukuran lingkar dada dan lingkar perut, dimana
semakin besar ukurran lingkar tubuh seekor temak maka bobot badanya juga akan
‘meningkat. Menurut Sudiastra (2015) data antara bobot badan dengan ukuran-ukuran
tubuh terdapat hubungan yang sangat crat, somakin bertambahnya bobot badan maka
‘akan semakin besar ukuran-ukuran tubuh ternak tersebut.
Data penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara tinggi pundak dengan
bobot badan dengan koefisien Korelasi sebesar 0,50 alau memiliki bentuk hubungan yang
erat. Tinggi pundak umumnya berksitan dengan perkembangan tubuh ternak. Pengukuran
tinggi pundak dapat menjadi salah satu bentuk evaluasi pertumbuhan ternak.
Pertumbuhan temak ruminansia dapat diukur dari ukuran tubub, semakin bertambah
‘ukuran tubuh ternak semakin dewasa kondisi tubuh ternak tersebut (Pramzmann, 2017),
3.3. Conception rate (CR)
Kambing betina PE yang telah melewati hasil evaluasi morfometrik dan memenuhi
standar bibit dilakukan sinkronisasi estrus menggunakan hormon prostaglandin
(Capriglandin 10 mb, setelah menunjukkan tanda-tanda birahi kambing diinseminasi
buatan menggunakan semen pejantan kambing Boer. Pengamatan tanda tanda birahi
dilakukan setiap 21 hari, dan evaluasi angka kebuntingan dilakukan dengan menggunakan
ultrasonografi (USG) 44 hari sesudah ternak di IB. Hasil pengamatan menunjukkan
conception rate diperoleh sebesar 45.83%. CR kambing tergolong rendah jika
dibandingkan dengan ternak ruminansia besar, hal ini Karena deposisi semen pada
kambing tidak sedalam pada sapi atau ternak ruminansia besar lainnya. Lama estrus yang
tidak sama antar individu kambing diduga menyebabkan angka kebuntingan yang rendah,
Menurut Siregar et al. (2010), lama estrus yang terlalu panjang akan berdampak pada
sebaran waktu ovulasi yang lebih luas dan kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat
untuk IB, sehingga menyebabkan pada rendahnya angka kebuntingan yang dihasilkan,
Siregar et al. (2013) menjelaskan bahwa angka kebuntingan yang rendah dikarenakan
folikel yang gagal mengalami ovulasi sehingga sekresi estrogen meningkat.Jurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
Hasil penelitian tergolong lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian sebelumnya
yang dilaporkan oleh Rahmah dkk., (2018) yang meneliti CR pada kambing tokal yaitu
kambing kacang di dacrah Majalengka dengan hasil CR sebesar 33,30 sampai 55,53
dengan jumlah induk 54 ekor kambing. Nalley dkk., (2011) menjelaskan bahwa angka
kebuntingan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi fisiologis ternak betina,
keterampilan inseminator, ketepatan waktu IB, serta kualitas semen yang digunakan, Pada
ruminansia kecil seperti kambing secara umum memang Keberhasilan perkawinan dengan
inseminasi buatan masih rendah, hal ini dikarenakan kuran organ reproduksi betina yang
relatif kecil, termasuk ukuran cervixnya schingga gun yang digunakan TB tidak dapat
‘mask secara leluasa hanya sampai ujung cervix.
4. Kesimpulan
Kesimputan dari penelitian ini adalah terdapat keeratan hubungan yang tinggi
antara lingkar dada, panjang badan, lingkar perut, dan tinggi pundak terhadap bobot
badan induk kambing PE. Conception rate atau angka kebuntingan yang menggambarkan
kcberhasilan inseminasi diperoleh scbesar 45,83%,
Daftar Rujukan
Afolayan, R.A. I. A. Adeyinka and C. A.M. Lakpini. 2006. The estimation of live
weight from body measurements in Yankasa sheep. Czech J. Anim. Sci., 51(8).
343- M8,
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (2008). Bibit Kambing Peranakan Etawa (PE),
SNI 7325:2008.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hwan.
Kementerian Pertanian, Jakarta.
Elieser S, Destomo A . 2017. Sebaran Wara Kambing Boerka Hasil Persilangan
Kambing Boer dengan Kacang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. (pp. 315-321)
Cam, M. A. M, Olfaz and E. Soydan. 2010. Body measurements reflect body weights
and carcass yields in Karayaka sheep. Asian Journal of Animal and Veterinary
Advances, 5(2).120- 127
Franzmann, (2017). Assessment of Nutritional Status. In R. J. Hudson & R. G. White
(Eds.), Biogenetics of Wild Herbivores (1st ed., p. 22). Boca Raton: CRC Press.
Hanafi, W., K. Adhianto, V. Wanniatie, A. Qisthon. 2022. Korelasi ukuran-ukuran dan
bobot tubuh kambing peranakan etawa di desa sunggai langka, kecamatan gedong
tataan kabupaten pesawaran. J. Riset dan Inovasi Peternakan, 6(3). 273-276.
Herring, C. M., Bazer, P, W., & Wu, G. (2021), Amino acid nutrition for optimum
‘growth, development, reproduction, and health of zoo animals. In G. Wu (Ed),
Amino Acidsin Nutrition and Health: Amino Acids in the Nutrition of Companion,
Zoo and Farm Animals. Spetinger. 1285: 233-253.
Kojin, M. 2017. Hubungan Statistik Vital Dengan Bobot Badan Kambing Peranakan
Etawa (PE) Betina Di Kabupaten Malang. Thesis, Universitas Brawijaya.Jurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
Kusuma BD dan Irmansah. 2009. Menghasilkan Kambing Etawa Jawara Kontes. Cirebon
(ID); PT AgroMedia Pustaka
Nalley WM, Handarini MR, Rizal M, Arifiantini RI, Yusuf TS, Purwantara B. 2011.
Penentuan siklus estrus berdasarkan gambaran sitologi vagina dan profil hormone
pada rusa timor, J. Vet, 12. 98-106.
Mahmilia F dan Tarigan A. 2004. Karakteristik morfologi dan performans kambing
Kacang, kambing Boer dan persilangannya. Pros. Lokakarya Nasional Kambing
Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor. (pp. 209-212)
Pesmen, G and M. Yardimici. 2008. Estimating the live weight using some body
measurements in Saanen goats. Archiva Zootechnica, 11(4). 30-40
Rahmah, U.LL., O. Imanudin, dan D. Permadi. 2018. Jurnal Timu Pertanian dan
Peternakan (Capra hircus). Jurnal Itmu Pertanian dan Peternakan, 6(2).180-189.
Ramdani D dan Kusmayadi, 2016.ldentifikasi karakteristik sifat Kuantitatif kambing
peranakan elawah betina di kelompok ternak mitra usaha kecamatan samarang
Kabupaten garut. Journal of Animal Husbandry Science. (1). 24-32
Romjal E, Leo P. Batubara K, Simanuhuruk dan Elieser S. 2002. Keragaan anak hasil
persilangan kambing Kacang dengan Boer dan Peranakan Etawah, Pros. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30 September-1 Oktober
2002, Pusat Penclitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. (pp. 113-115)
Setiadi_B, Subandriyo M, Martawidjaja D, Priyanto D, — Yulistiani, Sartika T,
‘Tiesnamurti B, Diwyanto K dan Praharani 1. 2001. Evaluasi peningkatan
produktivitas kambing persilangan. Kumpulan Hasil-Hasil Penclitian Peternakan
APBN Tahun Anggaran 1999/2000. Buku I. Penelitian Ternak Ruminansia Kecil
Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
pp. 157-178.
Sitegar TN, Armansyah , T Sayuti, A Syafruddin. 2010. Tampilan reproduksi kambing
betina lokal yang induksi berahinya dilakukan dengan sistem sinkronisasi singkat,
J. Veteriner, \1(1). 30°
Siregar TN, Siregar, IK Armansyah, T Syafruddin, Sayuti, A Hamdani, 2013. Tampilan
reproduksi kambing local hasil induksi superovulasi dengan ektrak pituitary sapi.
JI Veteriner, (1). 91-98.
Sudiastra, I W. dan K. Budaarsa, 2015, Suidi Ragam Eksterior Dan Karakteristik
Reproduksi Babi Bali, Majalah Iimiah Peternakan. 18(3).
Sutiyono B, Johari S, Kurnianto E, Ondho Y, Sutopo, Ardian Y, Kusmuhernanda A dan
Darmawan, 2010. Hubungan penampilan induk anak domba dari berbagai tipe
kelahiran, Jurnat Mmu-Hmu Peternakan, 20(2). 24-30.
‘Tama, W. A., M. Nasich, dan S. Wahyuningsih. 2016. Hubungan antara lingkar dada,
panjang dan tinggi badan dengan bobot badan kambing Senduro jantan di
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Jurnal Hmu-flmu Peternakan, 26(1)
37-42,Jurnal Sains Peternakan
Vol.11 No.1, Juni 2023, pp: 1-8
ISSN 2579-4450
Trisnawanto, R. Adiwinarti dan W. S. Dilaga. 2012. Hubungan antara ukuran-ukuran
tubuh dengan bobot badan Dombos jantan. J. Anim. Agriculture, 1(1). 653-668.
‘Tama W.A., M. Nasich, dan S. Wahyuningsih, 2016, Hubungan antara lingkar dada,
panjang dan tinggi badan dengan bobot badan kambing Senduro jantan di
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jurnal Umu-lImu Peternakan, 26(1).
37-42.
Zein, R., dan S, N. Rahmatullah, 2020, Evaluasi Morfometrik dan Umur Kawin Pertama
Kambing Peranakan Ettawa Betina di Kota Samarinda, Jurmal Peternakan
Lingkungan Tropis, 3(2). 10-15