Hemo Filia
Hemo Filia
Hemo Filia
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
POLTEKKES KEMENKES PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
Peneliti
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Materai
6000
Tanda Tangan :
DAFTAR BAGAN
Riwayat Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pencernaan memegang peranan penting dalam tubuh manusia, yang mana
akan mencerna makanan dan menyerap nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Pada
sistem pencernaan terdapat organ-organ yang memiliki fungsi tersendiri, mulai
dari mulut, esofagus, lambung dan usus serta organ di luar saluran pencernaan
yang memiliki peranan penting dalam sistem pencernaan seperti hati, pankreas,
dan kandung empedu. Sistem pencernaan atau yang dikenal dengan sistem
gastrointestinal diperdarahi sekitar 25% - 30% dari curah jantung, hampir semua
darah balik vena dari sistem sirkulasi saluran cerna ini bermuara pada vena
hepatika yang menjadi sumber perfusi hati melalui vena portal. Akibatnya
Kelainan atau gangguan pada hati yang sering berdampak terhadap vena portal
adalah sirosis hepatis. Sirosis hepatis merupakan penyakit yang menyebabkan
perubahan bentuk parenkim hati dan gangguan fungsi hati sehingga terjadinya
penurunan perfusi dan berkomplikasi terhadap hipertensi portal yang dapat
menimbulkan varises esofagus. Varises esofagus yang terjadi pada suatu waktu
mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif pada saluran cerna
(Sudoyo, 2009).
Perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas (SCBA) ataupun saluran
cerna bagian bawah (SCBB) merupakan salah satu kasus gawat darurat yang
memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman kematian
karena adanya gangguan hemodinamik (Sudoyo, 2009). Menurut World Journal
Gastroenterol (WJG) tahun 2015, perdarahan saluran cerna atas atau yang
dikenal dengan hematemesis melena merupakan kasus kegawatan dibidang
gastroenterologi
yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan dunia
dengan prevalensi 75% hingga 80% dari keseluruhan kasus perdarahan saluran
cerna.
Insidensi hematemesis melena di negara barat mencapai 100 hingga 160 kasus
per 100.000 penduduk atau mencapai 400.000 pertahun dengan penyebab
terbanyak di Amerika Serikat yaitu tukak peptik sekitar 40 % (Holster dan
Kuipers, 2012). Hasil yang sama ditunjukan pada penelitian sebelumnya oleh
Hearnshaw (2010) di Inggris, dengan penyebab terbanyak adalah tukak peptik
sebanyak 36%, diikuti oleh varises esofagus sebanyak 11%. Sementara itu di
Indonesia, tahun 2009 terdapat 1673 kasus hematemesis melena di SMF
Penyakit Dalam RSU Dr. Soetomo Surabaya. Sebanyak 76,9% disebabkan
karena pecahnya varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptik,
0,6% kanker lambung, dan 2,6% karena sebab-sebab lain (Adi, 2009). Hal
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah
sakit pemerintah yang menjadi rujukan untuk wilayah Sumatera bagian tengah,
berdasarkan data dari rekam medik pada pasien dengan BPJS, terlihat adanya
peningkatan kasus hematemesis melena dari 92 kasus di tahun 2015 menjadi 125
kasus di tahun 2016 atau ada sekitar 10 orang yang di rawat setiap bulannya.
Pada bulan januari hingga bulan maret 2017 ada 40 kasus yang dirawat dengan
diagnosa hematemesis melena di Ruang Interne Pria (Rekam Medik RSUP Dr.
D. Djamil Padang, 2017). Sehubungan dengan hal itu, berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Azmi, dkk, di Instalasi
Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP Dr. M. Djamil Padang selama periode Januari
2010 – Desember 2013 didapatkan data dari 1598 pasien yang dilakukan
pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi (EGD), sebanyak 176 pasien
diantaranya merupakan kasus hematemesis melena dengan penyebab yang
terbanyak adalah ulkus gaster (27,8%), kemudian diikuti dengan pecahnya
varises esofagus (13,6%), dan gastritis erosif (9,6%) (Azmi, dkk, 2016).
Menurut WHO (2014) konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terbesar ketiga
di dunia sebagai penyebab penyakit dan disabilitas, dan merupakan faktor risiko
terbesar pertama di Amerika serta faktor risiko terbesar kedua di Eropa sebagai
penyebab penyakit dan disabilitas. Dari sebagian peminum alkohol berat, sekitar
10-30% akan berkembang menjadi penderita hepatitis alkoholik, dan akan terus
berkembang menjadi sirosis bila tidak ada intervensi. Sekitar 90% peminum
alkohol akan memiliki gangguan fungsi hati berupa perlemakan hati, yang dapat
dinilai melalui enzim gamma-glutamil transpeptidase (GGT). Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian oleh Dicky, dkk di Manado tahun 2013 dimana 10 orang
(33,33%) dari 30 orang laki-laki dewasa yang dijadikan sampel memiliki nilai
GGT tinggi yang menandakan adanya gangguan fungsi hati akibat konsumsi
alkohol dalam jumlah yang besar dan pada waktu yang lama.
(50,4%) sedangkan wanita 111 kasus (49,6%) (Alema, dkk, 2012). Sementara
itu, pasien laki-laki dengan hematemesis melena yang dirawat di RSUP Dr. M.
Djamil Padang yaitu 105 kasus (64,8%) dan wanita sebanyak 57 kasus (35,2%)
dengan rasio 1,8:1 (Azmi, dkk, 2016).
Selama empat puluh tahun terakhir ini pengobatan atau terapi pada pasien
hematemesis melena mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik pengobatan
bagi pasien saat perdarahan akut maupun untuk pengobatan jangka panjang guna
mencegah perdarahan ulang. Namun demikian, angka mortalitas pada kasus ini
masih mencapai 6-13 % dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan
usia lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai (Sudoyo, 2013). The
American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) tahun 2012
melaporkan bahwa angka kematian pada pasien usia 21-31 tahun sebanyak 3,3%,
pada pasien berusia 41-50 tahun 10,1%, dan meningkat pada pasien berusia 7180
tahun yaitu 14,4%. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan hasil penelitian
Syam (2011) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
menyebutkan jumlah kematian akibat hematemesis melena berkisar 26% dari
keseluruhan kematian akibat gangguan saluran cerna dan meningkat pada usia
yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.
Selain karena faktor usia dan kormobiditas yang menyertai, kematian pada kasus
hematemesis melena sering disebabkan karena adanya perdarahan dalam jumlah
yang banyak dan cepat. Hipotensi orthostatik yang lebih besar dari 10mmHg
biasanya menunjukkan penurunan volume darah sebesar 20 % atau lebih dengan
gejala yang timbul meliputi sinkop, kepala terasa ringan, mual, berkeringat, dan
rasa haus. Apabila kehilangan darah mendekati 40 % dari volume darah, gejala
syok akan sering terjadi disertai takikardi dan hipotensi yang nyata, kemudian
kulit penderita tampak pucat dan teraba dingin (Sudoyo, 2013). Menurut ASGE
tahun 2012 berdasarkan studi meta-analysisnya di Amerika, kebanyakan pasien
dengan hematemesis melena akan menampakkan gejala sinkop 14,4%, presinkop
Menurut Lyndon (2014) komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis
melena adalah koma hepatikum atau ensefalopati hepatikum, syok hipovolemik,
aspirasi pneumoni, anemi posthemoragik serta gagal ginjal akut. Selain dampak
secara fisik, pasien hematemesis melena akan mengalami dampak terhadap
psikososialnya seperti perasaan tak mampu mengendalikan fungsi tubuh,
perasaan takut karena perubahan fungsi dan struktur tubuh serta penurunan
kepercayaan diri. Secara ekonomi, pasien akan mengeluarkan banyak biaya
untuk pelaksanaan diit khusus, biaya untuk alat-alat diversi khusus dan biaya
pengobatan, sedangkan pasien juga kehilangan pekerjaannya. Kehidupan
sosialnya secara umum juga akan terganggu karena mengalami isolasi dan
menarik diri, perubahan pada pola aktivitas sehari-hari, perubahan pola makan
dan cara makan, serta perubahan pada pola seksual.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2017 di Ruangan
Interne Pria RSUP Dr. M . Djamil Padang terdapat satu orang pasien dengan
diagnosa hematemesis melena yaitu Tn. D, yang memasuki hari rawatan kedua.
Tn. D terpasang IVFD RL dan baru direncanakan untuk pemasangan kateter.
Selama di rawat Tn. D sudah mengalami muntah darah yang berwarna terang
selama 2 kali, perawat ruangan sudah melakukan asuhan keperawatan dengan
baik yaitu dengan memberikan injeksi somatostatin untuk menghentikan
perdarahan namun masih ada intervensi yang harus dioptimalkan lagi seperti
pemantauan status hemodinamik untuk menilai tanda-tanda syok pada pasien,
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan
bagi pasien dalam menghadapi kondisinya, hal ini menunjukkan bahwa perawat
berperan untuk memenuhi kebutuhan akan psikologis pasien baik secara
langsung maupun dengan memberikan motivasi kepada keluarganya, disamping
tetap melakukan tindakan terapi pemulihan terhadap kondisi pasien. Pemberian
asuhan keperawatan yang sesuai tentu akan memulihkan dampak terhadap pasien
baik secara psikologis maupun secara fisik.
Berdasarkan uraian diatas peneliti akan melakukan penelitian pada pasien yang
mengalami hematemesis melena dan membandingkannya dengan teori, dengan
judul penelitian Karya Tulis Ilmiah (KTI) yaitu “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Hematemesis Melena di Ruangan Interne Pria RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2017”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hematemesis melena ec sirosis hepatis di IRNA Non Bedah Ruang Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan pengkajian pada pasien dengan hematemesis
melena ec sirosis hepatis di IRNA Non Bedah Ruang Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
hematemesis melena ec sirosis hepatis di IRNA Non Bedah Ruang
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
c. Mampu mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan hematemesis melena ec sirosis hepatis di IRNA Non Bedah
Ruang Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan
hematemesis melena ec sirosis hepatis di IRNA Non Bedah Ruang
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
e. Mampu mendeskripsikan hasil evaluasi pada pasien dengan hematemesis
melena ec sirosis hepatis di IRNA Non Bedah Ruang Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Sementara itu menurut Bararah & Jauhar (2013) perdarahan saluran cerna
atas adalah perdarahan yang berasal dari bagian proksimal ligamentum treitz
dengan manifestasi klinik berupa hematemesis dan melena. Hematemesis
adalah muntah yang mengandung darah berwarna merah terang atau
kehitaman akibat proses denaturasi, sedangkan melena adalah perdarahan
saluran cerna atas yang keluar melalui rektum dan berwarna kehitaman atau
seperti ter. Pada perdarahan saluran cerna yang masif, darah yang keluar
melalui rektum dapat berwarna merah terang (hematokesia) akibat waktu
singgah yang cepat dalam saluran cerna.
b. Kelainan di Lambung
1) Gastritis Erosiva Hemoragika
Obat-obatan golongan salisilat dapat menimbulkan iritasi pada
mukosa lambung dan dapat merangsang timbulnya tukak
(ulcerogenic drugs). Selain itu obat-obatan lain yang dapat
menimbulkan hematemesis seperti golongan kortikostreoid,
butazolidin, reserpin, alkohol, dan lain-lain. Apabila dilakukan
endoskopi akan tampak erosi di angulus, dan antrum yang multiple
dan sebagian diantaranya tampak bekas perdarahan atau masih
terlihat perdarahan yang aktif di sekitar daerah erosi.
2) Tukak Lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang
letaknya di angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak
duodeni dengan perbandingan 23,7% : 19,1%. Tukak lambung yang
timbulnya akut biasanya bersifat dangkal dan multiple yang
digolongkan sebagai erosi. Umumnya tukak ini disebabkan oleh
obatobatan sehingga timbul gastritis erosive hemoragika. Insidensi
tukak lambung di Indonesia jarang ditemukan. Sebelum timbulnya
hematemesis dan melena dirasakan rasa nyeri dan pedih di sekitar ulu
hati, sifat perdarahan yang ditimbulkan tidak begitu masif bila
dibandingkan karena pecahnya varises esofagus.
3) Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung sudah jarang ditemukan, umumnya
datang sudah dalam fase lanjut dengan keluhan rasa pedih, nyeri
daerah ulu hati, lekas kenyang, badan lemah dan sering mengalami
buang air besar hitam pekat (melena).
d. Penyakit Darah
Penyakit darah seperti leukemia, disseminated intravascular coagulation
(DIC), purpura trombositopenia dan hemofilia. Kehilangan atau
kerusakan pada salah satu sel darah yang mengakibatkan trombositopenia
ini akan menyebabkan gangguan pada sistem hemostasis karena
3. Patofisiologi
Penyakit sirosis hepatis menyebabkan jaringan parut yang menghalangi
aliran darah dari usus yang kembali ke jantung dan meningkatkan tekanan
dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal
menjadi cukup tinggi, darah yang mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang
paling umum yang dilalui darah untuk menuju hati adalah vena-vena yang
melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esofagus) dan bagian atas dari
lambung. Sebagai akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan bagian bawah
dan lambung bagian atas mengembang dan disebut sebagai gastrik varises,
semakin tinggi tekanan portal, maka varises semakin besar dan pasien
berkemungkinan mengalami perdarahan dari varises-varises yang ada di
kerongkongan (esofagus) atau lambung (Smeltzer dan Bare, 2013).
Selain varises esofagus, kelainan pada esofagus yang sering terjadi adalah
esofagogastritis korosiva, tukak esofagus, dan sindroma Mallory-weiss.
Esofagogastritis korosiva ini sering terjadi akibat benda asing yang
mengandung asam sitrat dan asam HCL yang bersifat korosif mengenai
mukosa mulut, esofagus dan lambung seperti yang terkandung dalam air
keras (H2SO4). Sehingga penderita akan mengalami muntah darah, rasa panas
terbakar dan nyeri pada mulut, dada, serta epigastrium. Sindroma
Malloryweiss terjadi di bagian bawah esofagus dan lambung, gangguan ini
awalnya disebabkan karena muntah-muntah yang lama dan kuat sehingga
menimbulkan peningkatan intra abdomen dan menyebabkan pecahnya arteri
submukosa esofagus, kemudian laserasi pada esofagus yang terjadi dapat
merobek pembuluh darah sehingga menimbulkan perdarahan.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Lyndon (2014) tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada pasien dengan hematemesis melena diantaranya adalah :
Poltekkes Kemenkes Padang
a. Mual dan muntah dengan warna darah yang terang
Nausea atau mual merupakan sensasi psikis berupa kebutuhan untuk
muntah namun tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. Muntah
terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah
yaitu vomiting center (VC) di medula oblongata atau pada zona pemicu
kemoreceptor yang disebut chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang
berada di daerah medula yang menerima masukan dari darah yang terbawa
obat atau hormon. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal
(jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ.
b. Anoreksia
Anoreksia berarti kehilangan nafsu makan. Ini merupakan gejala
gangguan pencernaan dan terjadi dalam semua penyakit yang
menyebabkan kelemahan umum. Kondisi ini hasil dari kegagalan aktivitas
di abdomen dan sekresi cairan lambung karena vitalitas rendah yang, pada
gilirannya, dapat disebabkan oleh berbagai penyebab.
c. Disfagia
Disfagia atau sulit menelan merupakan kondisi dimana proses penyaluran
makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung akan membutuhkan
usaha lebih besar dan waktu lebih lama dibandingkan kondisi seseorang
yang sehat.
6. Dampak Masalah
Menurut Lyndon (2014) beberapa dampak masalah pada pasien dengan
hematemesis melena diantaranya:
a. Dampak biologi (fisik)
1) Perdarahan dan anemia posthemoragik yaitu kehilangan darah yang
mendadak dan tidak disadari.
2) Koma hepatikum atau ensefalopati hepatikum yaitu suatu sindrom
neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran,
penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan parenkim hati. Terjadi akibat adanya darah yang terlalu
Poltekkes Kemenkes Padang
lama berinteraksi dengan bakteri sehingga membentuk ammonia,
karena hati yang berfungsi mengubah ammonia menjadi urea tidak
dapat berfungsi dengan baik akibatnya banyak yang beredar bebas
dalam darah. Darah yang tidak terdetoksifikasi langsung ke otak
sehingga menyebabkan gangguan neural.
3) Syok hipovolemik, disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan.
Terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain, menurunnya
volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel
sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun. Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30 % dan berlangsung selama 24-28 jam.
4) Aspirasi pneumoni, yaitu infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang
masuk saluran napas. Biasanya disebabkan oleh aspirasi isi lambung
yang bersifat kimia akibat bereaksi dengan asam lambung. Muntah
dengan aspirasi masif bahan-bahan material yang berasal dari
lambung merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi. Asam
lambung dengan pH kurang dari 2,5 dapat menyebabkan reaksi
patologis, cairan asam dengan cepat masuk ke dalam percabangan
bronkhial dan parenkim paru.
c. Dampak Ekonomi
Secara ekonomi, pasien akan mengeluarkan banyak biaya untuk
pelaksanaan diit khusus, biaya untuk alat-alat diversi khusus, dan biaya
pengobatan sedangkan pasien juga akan kehilangan pekerjaannya.
7. Penatalaksanaan
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) penatalaksanaan pada pasien dengan
hematemesis melena diantaranya sebagai berikut:
a. Penatalaksaan Medis
1) Resusitasi cairan dan produk darah
a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar.
b) Lakukan penggantian cairan intravena dengan RL atau normal
saline.
c) Observasi tanda-tanda vital saat cairan diganti.
d) Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian
darah selain cairan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
golongan darah dan cross-match.
e) Penggunaan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital, seperti
dopamine, epineprin, dan norefineprine untuk menstabilkan
pasien.
3) Perawatan definitif
a) Terapi endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilaksanakan sedini mungkin untuk
mengetahui secara tepat sumber perdarahan, baik yang berasal
dari esofagus, lambung, maupun duodenum.
c) Bilas lambung
(1) Dilakukan selama periode pendarahan akut
(2) Bilas lambung dengan 1000-2000 ml air atau normal salin
steril dalam suhu kamar dimasukkan menggunakan
nasogastrotube (NGT) dan kemudian dikeluarkan kembali .
(3) Bilas lambung dengan menggunakan es tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan perdarahan.
(4) Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar
menimbulkan vasokontriksi, setelah diabsorbsi lambung
(5) Pasien akan berisiko mengalami aspirasi lambung karena
pemasangan NGT dan peningkatan tekanan intragastrik
karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas.
Pemantauan distensi lambung dengan membaringkan pasien
5) Balon Tamponade
Sebaiknya balon tamponade dilakukan sesudah penderita tenang dan
kooperatif, sehingga bisa dijelaskan mengenai prosedur tindakan.
Terdapat bermacam-macam balon tamponade antara lain tube
sangstaken-blakemore, minnesoata, linton-nachlas yang mana dapat
berfungsi untuk mengontrol pendarahan gastrointestinal bagian atas
akibat varises esofagus.
6) Terapi Pembedahan
(a) Reseksi lambung (antrektomi)
(b) Gastrektomi
(c) Gastroenrostomi
(d) Vagotomi
(e) Operasi dekompresi hipertensi porta.
3) Bilas Lambung
NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan kepatenannya
dan menilai perdarahan serta menjaga agar lambung tetap kosong.
Darah tidak boleh dibiarkan berada dalam lambung karena akan
masuk ke intestine dan bereaksi dengan bakteri menghasilkan
ammonia yang akan diserap ke dalam aliran darah dan akan
menimbulkan kerusakan pada otak.
4) Pengaturan Diit
Pasien dianjurkan untuk berpuasa sekurang-kurangnya sampai 24 jam
setelah perdarahan berhenti. Penderita mendapat nutrisi secara
parenteral total sampai perdarahan berhenti. Setelah 24-48 jam
perdarahan berhenti, dapat diberikan diit makanan cair. Terapi total
parenteral yang dapat digunakan seperti tutofusin 500 ml, triofusin E
1000, dan aminofusin hepar L 600.
5) Lubang hidung harus segela diperiksa, dibersihkan dan diberi
pelumas untuk mencegah area penekanan yang disebabkan area
penekanan oleh selang.
Poltekkes Kemenkes Padang
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian Keperawatan
a. Identifikasi Pasien
Umumnya berisikan nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS,
dan diagnosa medis. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah pasien yang dimaksud, selain itu identitas
diperlukan untuk data penelitian, asuransi, dan lain sebagainya (Sudoyo,
2009).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menulis keluhan
utama harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien akan
mengalami hal tersebut (Sudoyo, 2009).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana
keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya dan tanda-tanda
spesifik lainnya. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak
sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat. Keadaan umum pasien
seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan
darurat atau tidak seperti menilai apakah pasien sudah
memperlihatkan tanda-tanda syok atau belum. Biasanya keadaan
umum pasien dengan hematemesis melena lemah karena kekurangan
cairan dalam jumlah yang cukup banyak (Sudoyo, 2009).
2) Kesadaran
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat
reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun
taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur tetapi akan bangun apabila
dirangsang. Biasanya pasien akan datang dengan tingkat kesadaran
yang baik namun beberapa juga datang dengan kesadaran yang
menurun atau sinkop. Sinkop merupakan penurunan kesadaran
sementara yang berhubungan dengan penurunan aliran darah di otak.
Sinkop berhubungan dengan kolaps postural dan dapat menghilang
tanpa gejala sisa. Pasien sirosis hepatis dengan perdarahan cenderung
mengalami koma hepatikum (Sudoyo, 2009).
3) Tanda-tanda Vital
Biasanya terjadi penurunan tekanan nadi, penurunan tekanan darah,
peningkatan frekuensi pernafasan serta peningkatan suhu tubuh akibat
kekurangan cairan. Tanda-tanda vital perlu diperhatikan guna menilai
tanda-tanda syok dan anemia pada pasien sehingga apabila pasien
g) Thoraks
(1) Paru-paru
Poltekkes Kemenkes Padang
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi
dinding dada, terdapat spider nevi pada pasien sirosis hepatis
Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : biasanya sonor
Auskultasi : biasanya irama nafas vesikular tanpa ada suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, stridor.
(2) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya pekak pada batas-batas jantung
Auskultasi : biasanya irama jantung regular
h) Abdomen
Inspeksi : biasanya ada asites yang ditandai dengan
distensi abdomen serta umbilicus yang menonjol, adanya spider
nevi dan venektasi di sekitar abdomen
Palpasi : palpasi pada keadaan asites yang masif sulit dilakukan,
metode ballottement dilakukan untuk menilai hati dan lien,
biasanya konsistensi hepar kenyal menandakan sirosis, terjadi
splenomegali, adanya nyeri tekan apabila terjadi tukak peptik atau
gastritis hemoragik.
Perkusi : biasanya timpani
Auskultasi : biasanya terdapat obstruksi usus ditandai dengan
bising usus yang abnormal, bruit dan friction rub terdapat pada
hepatoseluler carcinoma, bising vena merupakan tanda hipertensi
portal atau meningkatnya aliran kolateral di hati.
i) Ekstermitas
Atas : biasanya ada edema sakral, eritema palmaris, CRT < 3
detik, akral teraba dingin, ikterus
Bawah : biasanya ada edema sakral dan pretibial, eritema
palmaris, CRT < 3 detik, akral teraba dingin, ikterus
j) Genitalia
d. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hadi (2013) dalam menegakkan penyebab diagnosa pada pasien
hematemesis melena diperlukan pemeriksaan penunjang diantaranya
adalah:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung darah lengkap untuk mengetahui penurunan Hb, Ht,
jumlah eritrosit dan peningkatan leukosit.
b) Profil hematologi, untuk mengetahui perpanjangan
masa
protombin dan tromboplastin, biasanya terjadi peningkatan.
c) Pemeriksaan kimia darah biasanya menunjukkan peningkatan
kadar BUN, natrium, total bilirubin dan ammonia, serta
penurunan kadar albumin.
d) Elektrolit, untuk mengetahui penurunan kalium
serum,
peningkatan natrium, glukosa serum, dan laktat.
e) Gas darah arteri, untuk mengetahui terjadinya alkalosis respiratori
dan hipoksemia, serta gangguan keseimbangan asam basa lainnya.
f) Test faal hati untuk mengetahui kelainan fungsi hati apabila
penderita mengalami sirosis hepatis dengan pecahnya varises
esofagus.
g) Test faal ginjal untuk mengetahui ada tidaknya kelainan fungsi
ginjal.
2) Pemeriksaan Radiologis
a) Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah
esofagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum.
b) Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama
pada 1/3 distal esofagus, kardia, dan fundus lambung untuk
3) Pemeriksaan Endoskopi
a) Untuk menentukan asal dan sumber pendarahan
b) Keuntungan lain yaitu dapat diambil foto, aspirasi cairan dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik, pemeriksaan dilakukan
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan
NANDA Internasional (2016) :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang faktor pemberat
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal
e. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemi
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
ensefalopati
g. Konfusi akut berhubungan dengan proses penyakit
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
i. Mual berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
j. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
k. Intoleransi aktivitas behubungan dengan kelemahan
l. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
m. Risiko cidera berhubungan dengan gangguan psikologis
6. Amati tanda-tanda
hipoventilasi
c. Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan
d. Manajemen energi
1. Kaji status fisiologis pasien
terhadap kelelahan
2. Anjurkan pasien
mengungkapkan
kemampuannya
3. Pilih intervensi yang
Poltekkes Kemenkes Padang
mengurangi kelelahan
4. Tentukan jenis dan banyak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu
keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus yaitu studi yang
mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan
data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi (Saryono,
2013). Hasil penelitian ini adalah deskripsi asuhan keperawatan pada pasien
dengan hematemesis melena ec sirosis hepatis di Ruang Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Saryono, 2013). Populasi dari penelitian ini adalah pasien-pasien
dengan diagnosa hematemesis melena ec sirosis hepatis di Ruang Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang.
2. Sampel
Sampel adalah suatu objek yang diteliti yang mewakili suatu populasi.
Pemilihan partisipan mengacu pada teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang bertujuan mengambil sampel tidak berdasarkan
Poltekkes Kemenkes Padang
strata, kelompok atau acak tetapi berdasarkan pertimbangan / tujuan tertentu
(Saryono, 2013). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan
dengan memilih dua orang pasien dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Pasien dengan tingkat kesadaran yang baik
b. Pasien dan keluarga bersedia menjadi responden
b. Pengkajian lanjutan
Poltekkes Kemenkes Padang
Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses
keperawatan diberikan, sehingga data ini merupakan data yang up to
date. Data ini dapat dicatat dalam format tertentu yang disebut dengan
flow sheet, contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian
tandatanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet
memungkinkan perawat melihat perubahan pada kondisi pasien di
periode yang berbeda.
c. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian ini
dapat ditulis pada format catatan keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,
sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan disesuaikan, terdiri dari hari dan
tanggal dilakukan implementasi keperawatan, diagnosa keperawatan,
tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan, dan tanda tangan
yang melakukan implementasi keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah membandingkan data subjek dan objek yang
dikumpulkan dari pasien, perawat lain, dan keluarga untuk menentukan
tingkat keberhasilan dalam memenuhi hasil yang diharapkan yang ditetapkan
selama perencanaan. Evaluasi terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik,
hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan, dan paraf
yang mengevaluasi tindakan keperawatan.
F. Jenis-Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien, meliputi identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari keluarga pasien, rekam medis dan Ruangan Interne Pria RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
G. Rencana Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan
pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada kedua pasien dengan hematemesis melena. Data yang telah
didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai
mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan melihat perbedaan antara
partisipan 1 dengan partisipan 2, kemudian dibandingkan dengan teori asuhan
keperawatan pada pasien dengan hematemesis melena. Analisa yang dilakukan
adalah untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada dengan
kondisi pasien.
Penelitian pada Tn.N (partisipan 2) dilakukan di ruang HCU yang terdiri dari 10
tempat tidur di wing A dan 10 tempat tidur di wing B. Ruang HCU dipimpin oleh
seorang karu yang dibantu juga oleh 4 katim.
B. Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan di IRNA Non Bedah penyakit dalam melibatkan 2
partisipan yang berjenis kelamin laki-laki dan memiliki diagnosa medis yang
sama yaitu hematmesis melena ec sirosis hepatis post nekrotik stadium
dekompensata + ensefalopaty hepatikum grade 2 + bronkopneumonia.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan partisipan
dan keluarga, observasi kondisi partisipan dan melalui studi dokumentasi pada
status pasien.
1. Pengkajian
Tn.A (Partisipan 1) merupakan seorang laki-laki berumur 50 tahun, masuk
dengan diagnosa medis Hematemesis Melena ec pecah varises esofagus ec
sirosis hepatis post nekrotik stadium dekompensata + ensefalopati hepatikum
grade II + bronkopneumonia. Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang
melalui IGD rujukan dari RSUD Sijunjung tanggal 13 Mei 2017 pukul 20.00
WIB dengan keluhan muntah darah dan BAB berwarna seperti aspal dan
lengket, perut membesar, batuk dan sesak nafas. Pasien sempat mengalami
penurunan kesadaran, meracau dan tidak komunikatif. Saat dilakukan
pengkajian pasien sudah sadar, pasien mengeluh nyeri pada perutnya,
tubuhnya terasa lemah, mengalami penurunan nafsu makan, BAB masih
hitam dan sulit untuk beraktivitas. Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan
diagnosa sirosis hepatis, pasien merupakan perokok berat. Pasien tidak
memiliki anggota keluarga yang pernah menderita penyakit hepatitis atau
penyakit keturunan lainnya.
Poltekkes Kemenkes Padang
Tn.N (Partisipan 2) seorang laki-laki berumur 66 tahun, masuk dengan
diagnosa medis Hematemesis Melena ec pecah varises esofagus ec sirosis
hepatis post nekrotik stadium dekompensata + ensefalopati hepatikum grade
II + bronkopneumonia. Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui
IGD rujukan dari Semen Padang Hospital tanggal 11 Mei 2017 pukul 08.00
WIB dengan keluhan muntah darah berwarna kehitaman, batuk berdahak,
sesak nafas, penurunan nafsu makan dan pasien mengalami penurunan
kesadaran semenjak 1 hari sebelum masuk RS. Saat dilakukan pengkajian
pasien sudah sadar, pasien mengeluh nafasnya sesak, tubuhnya terasa lemah,
kesulitan BAB dan warnanya masih hitam, dan sulit untuk beraktivitas.
Pasien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit hepatitis. pasien bukan
seorang perokok berat dan peminum alkohol. Pasien memiliki anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit hepatitis yaitu adik kandungnya.
Pengkajian lebih lanjut pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Pengkajian Keperawatan
Asuhan Keperawatan Partisipan 1 Partisipan 2
Keluhan Utama Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil
Padang melalui IGD rujukan dari Padang melalui IGD rujukan dari
RSUD Sijunjung tanggal 13 Mei Semen Padang Hospital tanggal 11
2017 pukul 20.00 WIB dengan Mei 2017 pukul 08.00 WIB dengan
keluhan muntah darah dengan keluhan muntah darah berwarna
frekuensi 2 kali dalam sehari ± kehitaman dengan frekuensi 3 kali
segelas dan BAB berwarna seperti dalam sehari semenjak 1 hari
aspal dan lengket dengan frekuensi sebelum masuk RS, batuk
3x dalam sehari semenjak 1 hari berdahak, sesak nafas dan
sebelum masuk RS, perut membesar penurunan nafsu makan semenjak
semenjak 2 hari sebelum masuk RS, 1 minggu sebelum masuk RS dan
batuk dan sesak nafas semenjak 2 pasien mengalami penurunan
hari sebelum masuk RS, dan pasien kesadaran, dengan GCS 8.
mengalami penurunan kesadaran,
GCS 10, meracau dan tidak
komunikatif.
Keluhan saat dikaji Pada saat dilakukan pengkajian pada Pada saat dilakukan pengkajian
tanggal 18 mei 2017 pukul 10.00 pada tanggal 19 mei 2017 pukul
WIB pasien sudah sadar, pasien 10.00 WIB pasien sudah sadar,
mengeluh nyeri pada bagian pasien mengeluh badannya lemah
dan sulit untuk beraktivitas. Pasien
Poltekkes Kemenkes Padang
perutnya yang membesar, nyeri mengatakan nafasnya terasa sesak.
terasa hilang timbul dan bertambah Pasien jugan mengatakan kesulitan
apabila pasien bergerak dan duduk. BAB sejak masuk rumah sakit,
Pasien mengatakan nyeri dengan BAB warna hitam, dan perutnya
skala 5-6 selama lebih kurang 2 terasa kembung.
menit dan tidak menyebar ke bagian
lain. Pasien mengatakan nafsu
makannya juga menurun dan
terkadang mual. Pasien mengatakan
susah untuk beraktifitas dan susah
tidur karena nyeri pada perutnya.
Pasien mengeluh BABnya masih
berwarna hitam dan lengket.
Riwayat Kesehatan Pasien mengatakan sekitar 3 bulan Pasien mengatakan sebelumnya
Dahulu yang lalu pernah dirawat di RSUD tidak pernah menderita penyakit
Sijunjung dengan diagnosa sirosis seperti yang dideritanya sekarang,
hepatis. Pasien merupakan seorang atau mengalami penyakit hepatitis.
perokok berat, pasien sudah memiliki Pasien tidak merokok dan tidak
kebiasaan merokok semenjak usia 17 pernah mengonsumsi alkohol.
tahun. Biasanya pasien bisa Pasien tidak memiliki riwayat
epitel positif.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data yang didapatkan berupa
data subjektif dan data objektif. Berikut ini 2 diagnosa keperawatan yang
ditegakkan perawat ruangan dan 5 diagnosa keperawatan berdasarkan hasil
pengkajian dan observasi dari peneliti.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan berdasarkan hasil studi dokumentasi, wawancara
serta observasi partisipan 1 dan partisipan 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2
Tindakan keperawatan yang dilakukan Tindakan keperawatan yang
selama 5 hari dari tanggal 18 mei 2017dilakukan selama 6 hari dari tanggal
hingga 22 mei 2017 untuk diagnosa 19 mei 2017 hingga 24 mei 2017
risiko perdarahan berhubungan dengan untuk diagnosa ketidakefektifan pola
gangguan gastrointestinal antara lain :
nafas berhubungan dengan
a. mencatat nilai Hb dan Ht sebelum penurunan ekspansi paru antara lain :
a. memonitor kecepatan, kedalaman,
dan sesudah pasien kehilangan darah
b. memonitor tanda dan gejala irama, dan kesulitan bernafas
perdarahan yang menetap yaitu b. menyatat penggunaan otot bantu
muntah darah dan BAB berdarah nafas, dan retraksi pada otot dada
c. monitor komponen koagulasi darah c. mengauskultasi suara nafas dan
(PT, PTT, dan trombosit) menyatat adanya suara nafas
d. memonitor tanda-tanda vital tambahan
e. mempertahankan tirah baring d. memonitor keluhan sesak nafas
dan kegiatan yang dapat
f. memberikan produk
meningkatkan sesak nafas
penggantian
e. memberikan bantuan terapi nebu
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 mengacu pada NOC
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2
a. Evaluasi dari hasil tindakan a. Evaluasi dari hasil tindakan
keperawatan yang telah diberikan keperawatan yang telah diberikan
kepada Tn. A dari tanggal 18 mei kepada Tn. N dari tanggal 19 mei
2017 hingga 22 mei 2017 untuk 2017 hingga 24 mei 2017 untuk
diagnosa risiko perdarahan diagnosa ketidakfektifan pola
berhubungan dengan gangguan nafas berhubungan dengan
gastrointestinal berdasarkan NOC penurunan ekspansi paru
yaitu kontrol risiko teratasi, fungsi berdasarkan NOC yaitu status
gastointstinal baik, koagulasi pernafasan baik, ventilasi adekuat
darah baik, dengan data evaluasi dengan data evaluasi hari pertama
hari pertama Tn. A tidak dan hari kedua pasien mengeluh
mengalami mual dan muntah nafasnya sesak, dengan RR 28 x/i
darah, warna BAB masih dengan O2 5l/i. Pada hari ketiga
kehitaman dan lengket. Pada hari dan keempat sesak mulai
keempat warna BAB mulai berkurang, retraksi dinding dada
berubah menjadi cokelat, muntah tidak ada, pernafasan cuping
darah tidak ada, nilai hasil hidung tidak ada, dan terpasang
laboratorium terakhir mengalami O2 3l/i. Pada hari kelima pasien
peningkatan yaitu PT : 10, 5 detik, sudah tidak tergantung lagi
APTT : 35,4 detik, trombosit : dengan O2, dan implementasi
3
224.000/mm . Pada hari ke 5 dihentikan pada hari kelima.
implementasi risiko perdarahan
teratasi, dan pasien boleh pulang. b. Evaluasi dari hasil tindakan
keperawatan yang telah diberikan
b. Evaluasi dari hasil tindakan kepada Tn. N dari tanggal 19 mei
keperawatan yang telah diberikan 2017 hingga 24 mei 2017 untuk
Perubahan warna pada BAB disebabkan oleh HCL lambung, pepsin dan
diduga karena adanya pigmen porfirin. Diperkirakan darah yang muncul
dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8
jam untuk merubah warna feses menjadi hitam (Smeltzer dan Bare, 2013).
Tn. N mengalami sesak nafas, hal ini akibat hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis telah berlanjut dan menyebabkan paru-paru berfungsi
Poltekkes Kemenkes Padang
secara abnormal. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar
alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam
alveoli. Akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan
pengerahan tenaga.
Berbeda dengan Tn. N yang tidak memiliki riwayat merokok, alkohol atau
pun mengonsumsi obat-obatan. Tn. N juga tidak memiliki riwayat
hepatitis sebelumnya. Namun keluarga Tn. N yaitu adik kandungnya
menderita penyakit hepatitis. Menurut asumsi peneliti, risiko terjadinya
sirosis hepatis pada Tn. N adalah penularan dari penderita yang
mengalami hepatitis itu sendiri.
g. Pemeriksaan fisik
h. Data Psikososial
Poltekkes Kemenkes Padang
Pada saat penelitian kedua pasien tampak tidak terlalu cemas terhadap
kondisinya. Berbeda dengan pernyataan Lyndon (2014) bahwa dampak
psikososial yang dialami pasien adalah perasaan tak mampu
mengendalikan fungsi tubuh, perasaan takut karena perubahan fungsi dan
struktur tubuh dan penurunan kepercayaan diri.
i. Data penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kedua pasien antara lain
pemeriksaan laboratorium hematologi, pemeriksaan laboratorium kimia
klinis, pemeriksaan laboratorium imunologi serologi, dan pemeriksaan
laboratorium urinalisa. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang paling
menonjol ditemukan pada kedua pasien yaitu penurunan nilai hemoglobin,
penurunan nilai hematokrit, penurunan nilai trombosit, peningkatan PT
APTT yang berhubungan dengan risiko perdarahan pada pasien.
Kemudian ditemukan penurunan nilai total protein, dan albumin serta
peningkatan enzim SGOT SGPT yang berhubungan dengan gangguan
pada fungsi hati (Sudoyo, 2009). Hasil pemeriksaan imunologi serologi
pada Tn. A ditemukan bahwa HbsAg positif, namun pada Tn. N negatif.
Hal ini menandakan Tn.A positif terpapar virus hepatitis b.
Data dari hasil pengkajian pasien pada Tn. A BAB nya masih berwarna
hitam dan lengket. Hasil labor menunjukkan nilai PT : 16,2 detik, APTT :
44,5 detik, Trombosit : 128.000/mm3. Hasil pengkajian pada Tn. N
mengatakan BAB nya masih berwarna hitam dan lengket, pasien
terpasang NGT alir (+), Hasil labor menunjukkan nilai PT : 16,4 detik,
APTT : 37,5 detik, Trombosit : 80.000/mm3.
Hal ini berhubungan dengan asites yang dialami oleh pasien. Apabila
terjadi asites maka terjadi penekanan pada diafragma sehingga terjadinya
pennyempitan ekspansi paru dan menimbulkan sesak.
Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan pada Tn. A didapatkan data bahwa
pasien mengatakan badannya terasa lemah dan sulit braktivitas, akral
teraba dingin, warna kulit pucat, konjungtiva anemis, nilai Hb 8,7 g/dl,
Ht : 25 % dan CRT > 3 detik. Sementara itu hasil pengkajian dan
pemeriksaan pada Tn. N didapatkan bahwa pasien mengatakan badannya
terasa lemah, akral teraba dingin, warna kulit pucat, konjungtiva anemis,
nilai Hb 8,3 g/dl, Ht : 28 % dan CRT > 3 detik.
Menurut asumsi peneliti, akibat dari pengkajian yang tidak maksimal dan
diagnosa keperawatan yang tidak ditegakkan, maka beberapa tindakan
keperawatan tidak dapat terencana dengan baik sehingga proses asuhan
keperawatan menjadi kurang efektif dan tidak maksimal. Perawat seharusnya
dapat merencanakan tindakan keperawatan sebaik mungkin dengan menilai
masalah keperawatan yang ada kedua partisipan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan secara teori merujuk pada Nursing Outcome
Classification (NOC). Berdasarkan hasil observasi dari peneliti, perawat
ruangan tidak menilai secara komprehensif kriteria hasil sesuai NOC dan
perawat tidak langsung melakukan evaluasi pada pasien. Catatan
perkembangan pada pasien umumnya hanya dinilai berdasarkan evaluasi
diagnosa sebelumnya, dan terkadang perawat mendelegasikan
pendokumentasian terhadap mahasiswa yang sedang berdinas.
Sementara itu pada Tn. N evaluasi hari pertama, muntah darah sudah tidak
ada, warna BAB hitam. Pada hari ke lima,Tn. N tidak mengalami muntah,
warna BAB sudah berubah lebih terang. Nilai hasil laboratorium terakhir
mengalami peningkatan yaitu PT : 11,3 detik, APTT : 36,2 detik, trombosit :
168.000/mm3. Pada hari ke 6 implementasi risiko perdarahan dihentikan, dan
pasien pindah ruangan untuk perbaikan.
Sementara itu pada Tn. N evaluasi hari pertama dan kedua implementasi
konjungtiva masih anemis, CRT>3 detik, kemudian dilakukan transfusi PRC
1 unit tanggal 21 mei 2017, pada hari kempat dan kelima konjungtiva pasien
subanemis, CRT<3 detik, hasil labor terakhir Hb 11,8 g/dl. Pada hari keenam
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan teratasi dan pasien pindah ruangan
untuk perbaikan.
Sementara itu pada Tn. N evaluasi hari pertama hingga hari ketiga
implementasi pasien masih terpasang NGT alir, dan mendapat diit DH1
makanan cair tetapi pada hari kempat NGT tidak dialirkan lagi. Pada hari
kelima pasien mendapat diit DH2 makanan cair yaitu susu. Pada hari keenam
masalah ketidakseimbangan nutrisi dilanjutkan dengan memberikan rencana
tindak lanjut.
Sementara itu pada Tn. N evaluasi hari pertama hingga ketiga pasien
mengeluh badannya lemah dan sulit untuk bergerak dan beraktivitas, pada hari
keempat dan kelima pasien mengatakan aktivitasnya masih perlu dibantu.
Pada hari keenam pasien pindah ruangan untuk perbaikan.
5. Hasil evaluasi selama 7 hari pada tanggal 18 Mei – 24 Mei dalam bentuk
SOAP. Hasil yang tercapai berdasarkan NOC yaitu nyeri terkontrol, tingkat
nyeri berkurang, tingkat kecemasan berkurang, status pernafasan baik, fungsi
gastrointestinal baik, kontrol risiko, status sirkulasi baik, perfusi jaringan:
perifer efektif, integritas kulit dan membran mukosa baik, pengetahuan :
proses penyakit, status nutrisi : asupan makanan dan cairan adekuat, nafsu
makan meningkat, perawatan diri : aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Adi, P. 2009. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas: Ilmu Penyakit
Dalam, jilid I, edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Alema ON, Martin DO, Okello TR. 2012. Endoscopic findings in upper gastrointestinal
bleeding patients at Lacor Hospital. Northern Uganda. African Health Sciences.
Maret 06, 2017.http://www.bioline.org.br/ pdf?hs12088.
Dicky, dkk. 2014. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Gangguan Fungsi Hati pada
Subjek Pria Dewasa Muda di Kelurahan Tateli dan Teling Atas Manado.
Maret 06, 2017. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=
172333&val=1001&title=HUBUNGANKONSUMSIALKOHOLDENGANG
ANGGUANFUNGSIHATIPADASUBJEKPRIADEWASAMUDADIKELUR
AHANTATELIDANTELINGATASMANADO.
Grace, P. A., & Neil, R. B. 2007. At a Glance Ilmu Bedah, edisi3.Jakarta: Erlangga.
Lampiran 1
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama :
Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD rujukan dari
RSUD Sijunjung tanggal 13 Mei 2017 pukul 20.00 WIB dengan
keluhan muntah darah dengan frekuensi 2 kali dalam sehari ± segelas
dan BAB berwarna seperti aspal dan lengket dengan frekuensi 3x
dalam sehari semenjak 1 hari sebelum masuk RS, perut membesar
e. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan kepala
I: kulit kepala bersih, tidak ada lesi, penyebaran rambut tidak merata
P: tidak teraba udem
2) Pemeriksaan wajah
I: wajah simetris kiri dan kanan, tampak pucat, dan tidak ada lesi
P: tidak ada udem
3) Pemeriksaan mata
I: konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil isokohor diameter 2mm/2mm
P: tidak teraba udem palpebra
4) Pemeriksaan telinga
I: simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada cairan atau darah yang
keluar dari lubang telinga
5) Pemeriksaan hidung
I: hidung simetris, tidak ada sianosis, tidak ada pernafasan cuping hidung,
terpasang NGT
P: tidak ada nyeri tekan sinus
6) Pemeriksaan mulut dan faring
I: bibir simetris, mukosa bibir kering
7) Pemeriksaan leher
I: tidak ada pembesaran vena jugularis
P: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
f. Data Psikologis
1) Status Emosional
Pasien mampu untuk mengontrol emosinya
2) Kecemasan
g. Data Sosial
Pasien merupakan seseorang yang senang bersosialisasi dengan orang lain.
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki hubungan yang baik dengan
pasien dan tenaga kesehatan yang ada seperti dokter dan perawat.
h. Data Spiritual
Pasien merupakan seorang muslim dan berkeyakinan bahwa Allah akan
memberikan kesembuhan kepadanya.
i. Data Penunjang
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 17 mei 2017
Hemoglobin : 8,7 g/dl (14-18 g/dl)
Hematokrit : 25 % (40-48 %)
Trombosit : 128.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
Mikroskopis
Lekosit : 13 – 15 /LPB
Eritrosit :1-2
Silinder : negatif (negatif)
Kristal : negatif (negatif)
Epitel : positif (positif)
2. ANALISA DATA
No Data Masalah Penyebab
Do:
- PT : 16,2 detik
- APTT : 44,5 detik
- Trombosit : 128.000/mm3
Do:
- Pasien tampak meringis
- TD : 90/60 mmHg
- N : 90 x/menit
- S : 37,5 C
- P : 22 x/menit
3 Ds: Ketidakefektifan Kurang pengetahuan
- Pasien mengatakan perfusi tentang faktor
badannya terasa lemah jaringan pemberat
perifer
Do:
- Hb : 8,7 g/dl
- Ht : 25 %
- Konjungtiva anemis
- CRT > 3 detik
- Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat
Do:
- Pasien terpasang NGT
- Pasien mendapat terapi diit
DH1 dengan jenis makanan
cair
- Total protein: 6,2 g/dl
- Albumin : 2,6 g/dl
5 Ds: Intoleransi aktivitas Kelemahan
- Pasien mengatakan
sulit untuk bergerak
karena nyeri pada perutnya
Do:
- Pasien bedrest
- Aktivitas pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat
- Pasien terpasang infuse pada
tangan kiri dan kateter
- Pasien tampak lemah
d. Pengaturan posisi 1.
Berikan posisi terapeutik
2. Lindungi bagian tubuh
yang terganggu
3. Pertahankan posisi yang
tepat
4. Topang tulang blakang
selama perubahan posisi
5. Ajarkan pasien cara untuk
mengurangi tekanan dan
keutuhan kulit
e. Terapi relaksasi
1. Gambarkan manfaat dari
relaksasi
2. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan tanpa distraksi
3. Dapatkan perilaku yang
dapat melihat adanya
relaksasi
4. Tunjukkan dan praktikan
teknik relaksasi
5. Evaluasi laporan individu
terkait relaksasi
6. Evaluasi dan
dokumentasikan respon.
f. Peningkatan tidur
1. Tentukan pola aktivitas
pasien
2. Jelaskan pentingnya tidur
3. Monitor pola tidur pasien
4. Dorong pasien menetapkan
rutinitas tidur
b. Manajemen energi
10. Kaji status fisiologis
pasien terhadap kelelahan
11. Anjurkan pasien
mengungkapkan
kemampuannya
12. Pilih intervensi yang
mengurangi kelelahan
13. Tentukan jenis dan
banyak aktifitas yang
dilakukan
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tindakan Paraf
Tanggal / Hari Keperawatan Keperawatan
NGT
5. Melakukan penilaian sirkulasi
perifer (nadi, edema, CRT
,warna dan suhu ekstermitas)
18 mei 2017 Ketidakseimbangan 1. Mengidentifikasi alergi dan
nutrisi kurang dari intoleransi terhadap makanan
kebutuhan tubuh bd 2. Mengatur diit yang diperlukan
kurang asupan nutrisi 3. Menganjurkan diit pasien sesuai
kebutuhan
4. Memonitor kalori dan asupan
nutrisi
18 mei 2017 Intoleransi aktivitas bd 1. Membantu pasien untuk memilih
kelemahan aktivitas yang
dilakukan
2. Membantu pasien memperoleh
sumber-sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang dilakukan
3. Membantu pasien dan keluarga
mengidentifikasi kelemahan
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl/ Hari Diagnosa Evaluasi Keperawatan Paraf
Keperawatan
- CRT <3detik
- pH : 7,40
- pO2 : 99 mmHg
- pCO2 : 36 mmHg
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
21 mei Ketidakseimbangan nutrisi S:
2017 kurang dari kebutuhan - Pasien mengatakan nafsu
tubuh bd kurang asupan makannya mulai meningkat
nutrisi - Pasien mengatakan mulai
makan melalui mulut
- O:
- Pasien tidak terpasang NGT
- Konjungtiva subanemis
- Terapi diit pasien diganti
menjadi DH2 susu dan
makanan lunak
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
21 mei Intoleransi aktivitas bd S:
2017 kelemahan - Pasien mengatakan sudah
mulai melakukan aktivitas
sendiri seperti makan
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama :
Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD rujukan dari
Semen Padang Hospital tanggal 11 Mei 2017 pukul 08.00 WIB
dengan keluhan muntah darah berwarna kehitaman dengan frekuensi
3 kali dalam sehari semenjak 1 hari sebelum masuk RS, batuk
berdahak, sesak nafas dan penurunan nafsu makan semenjak 1
minggu sebelum masuk RS dan pasien mengalami penurunan
kesadaran, dengan GCS 8.
b) Keluhan Saat Dikaji (PQRST) :
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 mei 2017 pukul
10.00 WIB pasien sudah sadar, pasien mengeluh badannya lemah dan
5) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan kepala
I: kulit kepala bersih, tidak ada lesi, penyebaran rambut tidak merata
P: tidak teraba udem
2) Pemeriksaan wajah
I: wajah simetris kiri dan kanan, tampak pucat, dan tidak ada lesi
P: tidak ada udem
4. Data Psikologis
1) Status Emosional
Pasien tampak sabar dan mampu untuk mengontrol
emosinya
2) Kecemasan
Pasien terlihat tidak cemas namun masih dalam batas wajar
3) Pola Koping
Koping pasien baik dan optimis penyakitnya dapat disembuhkan
4) Gaya Komunikasi
Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan keluhannya dengan baik
5) Konsep diri (gambaran diri, harga diri, peran, identitas, ideal
diri)
Pasien merupakan seorang suami yang dikenal baik dan bertanggung
jawab dalam keluarganya.
6) Data Sosial
Pasien memiliki hubungan sosial yang baik dengan pasien lain dan tenaga
kesehatan yang ada seperti dokter dan perawat.
8) Data Penunjang
Hasil pemeriksaan hematologi tanggal 19 mei 2017
Hemoglobin : 8,3 g/dl (14-18 g/dl)
Hematokrit : 28 % (40-48 %)
Trombosit : 80.000/mm3 (150.000-400.000/mm3)
b. Mikroskopis
Lekosit : 0 – 1 /LPB (< 5)
Eritrosit : 2 – 3 /LPB (<1)
Silinder : negatif (negatif)
Kristal : negatif (negatif)
Epitel : positif (positiff)
3. ANALISA DATA
No Data Masalah Penyebab
- Hb : 8,3 g/dl
- NGT alir (+) sekresi masih
berwarna merah
3 Ds: Ketidakefektifan Kurang pengetahuan
faktor
tentang pemberat
- Pasien mengatakan perfusi
badannya terasa lemah jaringan
Do: perifer
- Hb : 8,3 g/dl
- Konjungtiva anemis
- CRT > 3 detik
- Warna kulit pucat
- Akral teraba dingin
4 Ds: Ketidakseimbangan Kurang asupan
nutrisi kurang dari makan
- Pasien mengatakan
kebutuhan tubuh
badannya terasa lemah
- Pasien mengatakan
berat badannya menurun
Do:
- Pasien terpasang NGT alir
- Pasien mendapat terapi diit
DH1 dengan jenis makanan
cair
- Total protein: 5,8 g/dl
- Albumin : 2,1 g/dl
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Ditemukan Masalah Dipecahkan Masalah
berhubungan kurang
asupan makanan
d. Manajemen energi
18. Kaji status fisiologis
pasien terhadap kelelahan
19. Anjurkan pasien
mengungkapkan
kemampuannya
20. Pilih intervensi yang
mengurangi kelelahan
21. Tentukan jenis dan
banyak aktifitas yang
dilakukan
22. Monitor intake nutrisi
untuk mengetahui sumber
energy
23. Kolaborasi dengan ahli
gizi mengenai asupan energi
yang sesuai
kebutuhan
24. Tingkatkan tirah
baring dan waktu istirahat
pasien
25. Lalukan ROM
pasif/aktif
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tindakan Paraf
Tanggal / Hari Keperawatan Keperawatan
E. EVALUASI KEPERAWATAN
- O:
- Pasien tampak sesak
- Retraksi dinding dada (+)
- Ronchi (+)
- RR: 30 x/i
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan