26198-Article Text-80989-1-10-20190524

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan Vol. 06 No.

1 Januari 2018
ISSN 2303-2227 Hlm: 27-35

Persepsi Konsumen terhadap Daging Kerbau dan Daging Sapi di Kecamatan


Candipuro Kabupaten Lumajang

Perception of Consumer’s Buffalo Meat and Beef in Subdistrict Candipuro, District of Lumajang

A. M. Permata1), Komariah2), L. Cyrilla2)


Program Studi Teknologi Produksi Ternak
1)

2)
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB
Jl Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor
Email koresponden author: [email protected]

ABSTRACT

Consumer of buffalo meat in Indonesia are low because of it’s negative image. Consumer has perception
that buffalo meat has tough and har­d texture, dark color, and strong smell which makes it less favored.
This research aims to identify the consumer’s characteristic and perceptions on buffalo meat and beef
also to analyze the relationship of perceptions and consumer’s characteristic. This research used 50
respondents with purposive sampling technique. The research method used are descriptive analysis
to describe characteristic and perception of consumer and correlational test Rank Spearman to know
relation between consumer characteristic and perception with buffalo meat. The result showed that
consumer’s perception in Candipuro Subdistrict prefered beef (64%) than buffalo meat (36%). The
average score of perception shows that consumers have good perception on buffalo meat with a score of
2.28. Aspects of product quality is the aspect with the lowest score of 2.00 and the aspect with the highest
score is the religion aspect with a score of 3.00. The result correlational test Rank Spearman showed that
occupation and in direction with consumer perseption rate of buffalo meat.

Keywords : beef, buffalo meat, perception

PENDAHULUAN bahwa kerbau dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai


wilayah agroekosistem di Indonesia (Anggraeni dan
Daging merupakan sumber protein asal hewan yang Triwulanningsih 2007). Kabupaten Lumajang merupakan
bermutu tinggi karena memiliki komponen bahan pangan salah satu kabupaten yang memiliki banyak populasi kerbau
yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu, kandungan asam di Jawa Timur. Beberapa wilayah Kabupaten Lumajang
amino esensial lengkap dan seimbang serta lebih mudah seperti Kecamatan Candipuro, masyarakatnya pernah
dicerna tubuh dibanding protein nabati. Salah satu ternak mengonsumsi daging kerbau. Berdasarkan BPS (2017),
alternatif yang berpotensi untuk memenuhi kebutuhan populasi ternak kerbau di Kabupaten Lumajang sebanyak 4
daging dalam negeri yaitu kerbau. Menurut Naveena dan 747 ekor pada tahun 2015 dan 4 797 ekor pada tahun 2016,
Kiran (2014), komposisi, kualitas, karakteristik organoleptik serta produksi daging kerbau sebanyak 38002 kg di tahun
dan keunggulan tambahan seperti rendah lemak dan 2015 dan 39585 kg di tahun 2016.
kolesterol dari daging kerbau hampir sama dengan daging Persepsi merupakan sudut pandang seseorang
sapi. Ternak yang dipotong umumnya berasal dari ternak terhadap suatu hal. Menurut Setiadi (2010), persepsi memiliki
yang tua (8-10 tahun) dan digunakan sebagai ternak kerja sifat subjektif, karena setiap orang akan memandang
sehingga kualitas daging rendah. Dibandingkan dengan suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda.
daging sapi, daging kerbau memiliki tekstur lebih kasar Timbulnya persepsi berbeda-beda yang dibentuk oleh
dan liat, warna daging lebih gelap, dan aroma kurang tajam masyarakat dapat mempengaruhi sikap konsumen untuk
apabila dipotong pada umur yang sama. Hal ini merupakan mengambil keputusan dalam mengonsumsi daging kerbau.
bentuk persepsi masyarakat yang menjadi salah satu faktor Perlu pengkajian dan penelitian guna mengetahui persepsi
yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi daging kerbau. konsumen terhadap daging kerbau. Selain itu, diperlukan
Kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang identifikasi faktor-faktor persepsi yang berpengaruh
dapat bertahan hidup dengan pakan terbatas baik dari terhadap konsumen daging kerbau sehingga dapat
segi kualitas maupun kuantitas. Kerbau toleran terhadap mengetahui daya terima konsumen terhadap daging kerbau.
penyakit atau parasit di daerah tropis dan lembab serta Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik dan
tersebar luas di berbagai wilayah. Hal ini mengindikasikan persepsi konsumen terhadap daging kerbau dan daging sapi

Edisi Januari 2018 27


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

serta menganalisis hubungan karakteristik konsumen dan setuju. Setelah didapatkan data dari setiap pernyataan, maka
persepsi terhadap daging kerbau. menghitung skor akhir dari setiap pernyataan. Skor persepsi
akhir dihitung dengan cara meratakan skor setiap aspek
MATERI DAN METODE persepsi yaitu aspek budaya, agama, sosial, dan kualitas
produk. Nilai rentang skala dalam menentukan tingkatan
Waktu dan Lokasi Penelitian
persepsi menggunakan rumus menurut Agustin (2011).
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei
Berdasarkan perhitungan rentang skala tersebut,
hingga Juli 2018. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan
diperoleh hasil seperti pada Tabel 1.
Candipuro, Kabupaten Lumajang.
Alat
Tabel 1. Skala tingkat persepsi responden
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner yang terdiri dari pertanyaan tertutup dan terbuka. Nilai Tingkat Persepsi
Kuesioner penelitian berisi karakteristik reponden dan 1,00-1,66 Buruk
persepsi responden tehadap daging kerbau dan daging sapi. 1,67-2,33 Baik
Alat lain yang digunakan adalah alat tulis, kamera untuk 2,34-3,00 Sangat Baik
dokumentasi, dan laptop dengan perangkat lunak untuk
pengolahan data.
Prosedur Analisis Data
Penentuan Responden Analisis data digunakan untuk menjawab masalah
Jumlah responden yang digunakan pada penelitian dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan dengan
ini adalah 50 responden. Jumlah tersebut merupakan ukuran menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data yang
yang diterima dan memenuhi syarat dari suatu metode digunakan berupa analisis deskriptif guna mendeskripsikan
penelitian. Silalahi (2012), menyatakan bahwa minimum karakteristik dan persepsi responden. Data selanjutnya
responden yang digunakan untuk penelitian adalah 30 disajikan dalam bentuk frekuensi, presentase, rataan, dan
responden. rataan skor. Hubungan antara karakteristik konsumen dan
Responden dipilih dengan cara nonprobability persepsi dianalisis dengan menggunakan uji Rank Spearman
sampling menggunakan teknik purposive sampling. (Silalahi 2012).
Responden yang dipilih adalah konsumen individu yang Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
berusia 17 tahun atau lebih dan pernah mengonsumsi Uji validitas digunakan untuk menunjukkan sejauh
daging kerbau dan daging sapi. Selain itu, juga didasarkan mana alat pengukur yang digunakan sesuai dengan hal yang
pada kesediaan responden untuk diwawancarai. ingin diukur. Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan
Pengumpulan Data sejauh mana alat pengukur yang digunakan dapat dipercaya
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah atau diandalkan untuk mengukur gejala yang sama dan hasil
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer pengukuran relatif konsisten.
dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden. Kuesioner penelitian yang digunakan reliable karena
Pengumpulan data sekunder dapat diperoleh melalui nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6 (Silalahi 2012). Tujuan
literatur, yaitu buku-buku, jurnal, skripsi, tesis, profil desa, dari uji ini untuk mendukung pernyataan bahwa kuesioner
informasi tertulis dan data-data lainnya yang mendukung yang digunakan adalah valid dan reliable sehingga
kebutuhan data mengenai fokus penelitian. menghindari kesalahan dalam penafsiran dari responden
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri terhadap pertanyaan kuesioner.
dari karakteristik responden (jenis kelamin, usia, tingkat Uji Korelasi Rank Spearman
pendidikan, pekerjaan, penghasilan per bulan, dan jumlah Data penelitian mengenai hubungan antara variabel
tanggungan keluarga), serta persepsi. Persepsi didasarkan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.
pada literatur dari Kotler (2000), meliputi aspek budaya, Koefisien korelasi Rank Spearman dapat digunakan untuk
agama, sosial, dan kualitas produk. mengukur korelasi atau kaitan antara 2 variabel yang
Penentuan Skor Persepsi memiliki skala paling sedikit ordinal (Silalahi 2012).
Pengukuran persepsi responden menggunakan
skala Likert dengan 3 skala yang dikategorikan menjadi rs = 1 −
TS=Tidak Setuju, S=Setuju, dan SS=Sangat Setuju. Skala
yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pada rentang nilai Keterangan :
1-3. Nilai 1 untuk pertanyaan tidak setuju, nilai 2 untuk rs : nilai koefisien korelasi Spearman
pertanyaan setuju, dan nilai 3 untuk pertanyaan sangat d : selisih antara kedua perangkat peubah
n : banyaknya pengamatan

nilai skala tertinggi-nilai skala terendah 3-1


Rentang skala = = = 0,66
banyaknya skala 3
Gambar 1. Rumus Nilai rentang skala dalam menentukan tingkatan persepsi menggunakan rumus menurut Agustin (2011).

28 Edisi Januari 2018


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

konsumen dalam menentukan suatu produk yang akan


Data yang telah didapat dari penelitian kemudian dikonsumsinya. Menurut Sumarwan (2014), jenis kelamin
ditabulasi dan dianalisis sehingga hasil data diinterpretasikan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan barang dan
menjadi 3 tahap, yaitu mengetahui signifikansi hubungan, jasa.
kekuatan hubungan, dan arah hubungan (Silalahi 2012). Jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki
Apabila nilai signifikansi <0,05 maka berkorelasi (ada sebanyak 80%, sedangkan perempuan sebanyak 20%.
hubungan yang berarti), sedangkan nilai signifikansi >0,05 Hal ini karena laki-laki sebagai kepala rumah tangga
maka tidak berkorelasi (tidak ada hubungan yang berarti). lebih memperhatikan kebutuhan anggota keluarganya
Kekuatan hubungan merupakan indikasi rentang keeratan dan bertanggung jawab dalam mengatur konsumsi rumah
hubungan antar variabel yang terdiri dari 5, yaitu rentang tangga, sehingga dapat dikatakan bahwa peran laki-laki
antara 0,00-0,25 = korelasi sangat lemah; 0,26-0,50 = dalam pengambilan keputusan rumah tangga sangat besar.
korelasi cukup; 0,51-0,75 = korelasi kuat; 0,76-0,99 = Usia
korelasi sangat kuat; 1.00 = korelasi sempurna. Kriteria Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
arah hubungan ada 2, yaitu bernilai positif dan negatif. Nilai persepsi konsumen dalam proses keputusan untuk menerima
koefisien korelasi bernilai positif maka hubungan kedua sesuatu yang baru, baik produk maupun jasa. Menurut
variabel searah, nilai koefisien korelasi bernilai negatif Sumarwan (2014), konsumen adalah semua penduduk pada
maka hubungan kedua variabel tidak searah. semua usia. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan
selera dan kesukaan terhadap produk. Seseorang yang
HASIL DAN PEMBAHASAN berusia relatif muda akan lebih cepat menerima sesuatu
yang baru.
Kondisi Umum Kecamatan Candipuro Kabupaten Responden dangan usia 51-70 tahun memiliki
Lumajang frekuensi tertinggi (46%) dan usia 17-23 tahun memiliki
Kecamatan Candipuro merupakan salah satu frekuensi terendah (2%). Hal ini karena responden yang
Kecamatan yang ada di Kabupaten Lumajang. Luas
Kecamatan Candipuro adalah 144,93 km2 dengan jumlah Tabel 2. Karakteristik umum responden
penduduk 69918. Kepadatan penduduknya mencapai
Aspek Variabel Jumlah Persentase
482 jiwa km-2 yang terdiri dari 34528 laki-laki dan 34999 responden (%)
perempuan. Data penduduk menurut jenjang pendidikan
Jenis Laki-laki 40 80
yang ditamatkan terdiri dari 13615 penduduk yang tidak Kelamin
atau belum tamat SD, 19106 penduduk yang tamat SD,
Perempuan 10 20
8401 penduduk tamat SLTP, 4 291 penduduk yang tamat
SLTA, 33 penduduk yang tamat Akademi, 101 penduduk Total 50 100
yang tamat Perguruan Tinggi, dan 2764 penduduk yang Usia (tahun) 17-23 1 2
buta huruf. Wilayah ini terdiri dari 10 desa, 410 RT, 83 24-30 1 2
RW, dan 61 dusun. Secara geografis Kecamatan Candipuro 31-40 9 18
berbatasan dengan Kecamatan Pasrujambe di sebelah
41-50 16 32
Utara, Kecamatan Pasirian di sebelah Timur, Kecamatan
Tempursari di sebelah Selatan, dan Kecamatan Pronojiwo 51-70 23 46
di sebelah Barat dengan ketinggian wilayah 322 m dpl dan Total 50 100
curah hujan 2018 mm tahun-1. Pendidikan Tidak/Tamat SD 14
Responden di Kecamatan Candipuro setidaknya SMP/SMA 35 70
pernah mengonsumsi daging sapi dan kerbau. Daging sapi
Diploma/Sarjana 1 2
dapat diperoleh dengan cara membeli di pasar tradisional.
Berbeda dengan daging sapi, daging kerbau di Kecamatan Total 50 100
Candipuro tidak dijual di pasaran. Hal ini karena memang Pekerjaan Petani/Peternak 4 8
daging kerbau masih belum umum dijual secara komersial. IRT 9 18
Responden memperoleh daging kerbau dengan cara Buruh 11 22
memotong atau menyembelih sendiri. Biasanya responden Pegawai swasta 26 52
menyediakan daging kerbau untuk kegiatan atau acara-
Total 50 100
acara tertentu, seperti pernikahan atau hajatan lainnya.
Karakteristik Umum Responden Pendapatan 1500 - 2500 20 40
Karakteristik umum responden yang digunakan (000 Rp) >2500 - 3500 23 46
dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, tingkat >3500 - 5000 7 14
pendidikan, pekerjaan, penghasilan per bulan, dan jumlah Total 50 100
tanggungan keluarga. Berdasarkan hasil kuesioner yang
Jumlah 2-4 orang 40 80
ada, maka diperoleh data karakteristik responden yang Anggota
dapat dilihat pada Tabel 2.
Keluarga > 4orang 10 20
Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi Total 50 100

Edisi Januari 2018 29


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

mendominasi adalah usia antara 51-70 tahun lebih banyak swasta memiliki penghasilan per bulan yaitu Rp 2.500.000
memiliki pengalaman dari lingkungan tempat tinggal, – Rp 3.500.000 sebanyak 46%.
serta pengetahuan dan informasi untuk menerima sesuatu Jumlah Tanggungan Keluarga
yang baru. Selain itu, kelompok usia tersebut merupakan Jumlah tanggungan keluarga responden cukup
kelompok yang cenderung berpikir rasional, karena beragam yaitu berkisar 1-6 orang. Anggota keluarga yang
konsumen sudah memiliki pertimbangan tertentu dalam menjadi tanggungan ialah istri atau suami serta anak-anak
mengambil keputusan dan mengerti tentang produk yang baik yang sudah berumur produktif maupun non produktif.
akan dipilih sesuai dengan seleranya. Sumarwan (2014), menyatakan bahwa jumlah anggota
Pendidikan keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi cara barang dan jasa.
berpikir, sudut pandang, persepsi terhadap suatu masalah. Jumlah anggota dalam penelitian ini dibagi menjadi
Menurut Sumarwan (2014), seseorang memiliki pendidikan 2 kelompok yaitu kelompok yang memiliki 2-4 orang dan
yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. lebih dari 4 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Seseorang yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang masyarakat sebagian besar memiliki jumlah anggota 2-4
lebih baik cenderung untuk memilih mengonsumsi makanan orang berjumlah 81,6%, sedangkan responden dengan
yang lebih baik kualitasnya dibandingkan seseorang yang jumlah anggota lebih dari 4 berjumlah 18,4%. Rata-rata
berpendidikan rendah. jumlah anggota rumah tangga di Kecamatan tersebut
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sebesar 3 jiwa.
SMP/SMA memiliki frekuensi tertinggi (70%), sedangkan Persepsi Konsumen terhadap Daging Kerbau
tingkat pendidikan Diploma/Sarjana memiliki frekuensi Persepsi menentukan keputusan konsumsi yang
terendah (2%). Hal ini menunjukkan bahwa responden dilakukan oleh konsumen. Persepsi baik akan mendorong
sebagian besar menamatkan pendidikan pada tingkat konsumen untuk memperoleh dan mengonsumsi suatu
pendidikan SMP/SMA sehingga besar kemungkinan juga produk. Persepsi setiap individu berbeda-beda, sehingga
memiliki pengetahuan yang cukup tentang manfaat dan bersifat subjektif. Rataan skor persepsi responden terhadap
jenis suatu produk. Menurut Puspitawati (2004), seseorang daging kerbau dapat dilihat pada Tabel 3.
yang memiliki pengalaman akan memberikan persepsi yang Pada Tabel 3 terlihat bahwa semua aspek yang
lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya karena seseorang diamati tergolong baik. Rataan skor tertinggi berada pada
yang berpengalaman akan semakin memiliki kemampuan aspek agama, yaitu tidak ada larangan untuk mengonsumsi
dan keterampilan serta akan lebih pandai dalam memilih daging kerbau (halal). Rataan skor terendah juga berada
sesuatu. pada aspek kualitas produk, yaitu daging kerbau memiliki
Pekerjaan warna yang lebih gelap. Aspek agama mendapatkan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi persepsi sangat baik, karena responden memerhatikan
jenis pekerjaan seseorang. Hal ini karena tingkat pendidikan kehalalan produk yang akan dikonsumsi. Menurut profil
akan menjadi salah satu ukuran pertimbangan untuk Kecamatan Candipuro hampir 99% mayoritas penduduknya
memperoleh pekerjaan. Jenis pekerjaan tersebut akan beragama Islam. Aspek budaya mendapatkan persepsi yang
mempengaruhi tingkat penghasilan seseorang, kemudian baik, karena budaya konsumsi responden yang muncul
akan mempengaruhi pola konsumsi dan proses keputusan dipengaruhi oleh pengaruh sosial. Selain itu, Indonesia
seseorang. Menurut Aisyah (2011), semakin tinggi identik dengan acara dan kegiatan kebudayaan. Tradisi
penghasilan maka proporsi pengeluaran untuk memenuhi peninggalan Hindu mengonsumsi daging kerbau masih ada,
kebutuhan semakin meningkat. sehingga sampai sekarang masih terbawa dan berkembang
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 52% dalam masyarakat.
responden memiliki pekerjaan pegawai swasta, 22% Aspek sosial mendapatkan persepsi yang baik, karena
responden sebagai buruh, 18% sebagai ibu rumah tangga, responden turut berperan dalam memperkenalkan daging
dan 4% sebagai petani/peternak. Responden yang memiliki kerbau kepada lingkungannya. Aspek kualitas produk
pekerjaan pegawai swasta sebagian besar memiliki tingkat mendapatkan persepsi yang baik, karena adanya pengalaman
pendidikan SMP/SMA. Semua pekerjaan dari responden dan pengetahuan dari lingkungan, sehingga responden
tersebut berpengaruh terhadap pola konsumsi untuk menerima dan menjadi terbiasa untuk mengonsumsi
memenuhi kebutuhan keluarga. daging kerbau. Menurut Setiadi (2010), persepsi konsumen
Penghasilan dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitar. Faktor
Keputusan konsumen berhubungan dengan produk lingkungan dapat berasal dari keluarga dan pertemanan
yang dipengaruhi oleh jumlah penghasilan yang dimiliki sosial, serta kebudayaan dan agama konsumen. Semua
sekarang atau yang akan datang. Suhardjo (2008), persepsi responden yang terbentuk dengan memproses
berpendapat bahwa umumnya jika tingkat penghasilan informasi dari berbagai sumber akan membentuk citra
seseorang naik, maka jumlah dan jenis makanan akan positif, sehingga responden mempunyai pengalaman yang
cenderung membaik. Penghasilan rumah tangga sangat cukup dan akan terus menggunakan produk yang sama
besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. secara berulang-ulang.
Rata-rata penghasilan rumah tangga per bulan Persepsi konsumen terhadap daging kerbau dapat
berkisar Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000. Tabel ditinjau dari berbagai aspek, seperti budaya, agama, sosial,
2 menunjukkan bahwa rata-rata pekerjaan sebagai pegawai dan kualitas produk. Budaya merupakan salah satu aspek

30 Edisi Januari 2018


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

Tabel 3. Rataan skor persepsi responden terhadap daging kerbau


Aspek Sub Aspek Variabel Rataan Skor
Agama Agama Tidak ada larangan untuk mengonsumsi daging kerbau (halal) 3,00
Kualitas produk Organoleptik Daging kerbau memiliki aroma yang kurang tajam 2,36
Kualitas produk Organoleptik Daging kerbau memiliki rasa yang enak 2,26
Adat Budaya Budaya Menyediakan daging kerbau sebagai menu pada acara tertentu (pernikahan/ 2,24
khitanan/ hajatan lainnya)
Sosial Keluarga Ada pengaruh keluarga bagi konsumen dalam mengonsumsi daging kerbau 2,24
Sosial Pertemanan Ada pengaruh teman atau kelompok sosial bagi konsumen dalam mengon- 2,24
sumsi daging kerbau
Adat Budaya Budaya Menyediakan daging kerbau olahan sebagai kelengkapan hidangan lebaran 2,16
Kualitas produk Organoleptik Daging kerbau liat 2,02
Kualitas produk 2,00
Organoleptik
Daging kerbau memiliki warna yang lebih gelap
Rataan skor akhir 2,28
Keterangan skor: 1,00-1,66=buruk; 1,67-2,33=baik; 2,34-3,00=sangat baik

penting yang harus diperhatikan karena budaya tumbuh di konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan
dalam suatu masyarakat. Antar suatu kelompok masyarakat higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong
memiliki budaya yang berbeda-beda. Daerah Lumajang hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat.
memiliki beragam budaya karena adanya perpaduan etnis RPH juga digunakan sebagai sarana pelayanan masyarakat
Jawa, Madura, dan Tengger. Salah satunya adalah tradisi dalam penyediaan daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal
menyambut 1 suro, yaitu sebuah ritual digelar setiap tahun (ASUH). Selain RPH, juga terdapat Tempat Pemotongan
untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan Hewan (TPH) yang biasanya hanya digunakan untuk
mengenang Maheso Suro yang dipercaya telah memberi memotong ternak saja. Berbeda dengan tempat pemotongan
kemakmuran masyarakat. Tradisi tersebut sudah dilakukan sapi yang berada di RPH, pemotongan kerbau berada di TPH
sejak lama dan sudah menjadi turun temurun. Selain untuk dan termasuk dalam golongan TPH tradisional. Pelaksanaan
upacara keagamaan, daging kerbau juga dikonsumsi untuk pemotongan atau penyembelihan kerbau dapat dilakukan
keperluan keluarga, seperti pernikahan atau hajatan lainnya. oleh sembarang orang dan sembarang tempat, tetapi harus
Adanya tradisi tersebut, masyarakat menjadi terbiasa untuk memenuhi beberapa persyaratan tertentu, dan menggunakan
mengonsumsi daging kerbau. Hal ini tidak menyurutkan fasilitas atau peralatan khusus, sehingga karkas atau
responden untuk mengonsumsi daging sapi apabila daging yang dihasilkan layak dan aman dikonsumsi oleh
membutuhkan dalam jumlah yang sedikit. masyarakat. Berdasarkan tipe fasilitas yang digunakan
Berdasarkan adat budaya, diperoleh rataan skor dalam pelaksanaan pemotongan ternak, tempat pemotongan
yaitu 2,20, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden kerbau di Kecamatan Candipuro termasuk ke dalam
memiliki persepsi yang baik. Budaya dan sosial terkait tempat pemotongan terbuka di pedesaan (Williamson dan
erat satu sama lain dan ada timbal balik diantara keduanya. Payne 1993). Tempat pemotongan hewan terbuka tersebut
Kebudayaan lahir dan berkembang diantara masyarakat. sederhana karena terdapat di pedesaan yang belum maju
Kebudayaan tidak berkembang tanpa masyarakat dan dan fasilitas yang digunakan masih relatif sederhana, yaitu
masyarakat tidak berkembang tanpa ada kebudayaan yang berupa penggantung-penggantung berkerek sederhana yang
mendasarinya, sehingga keduanya dapat mempengaruhi terbuat dari bahan kayu atau pipa baja dan pelaksanaan
pengambilan keputusan konsumsi seseorang. Persepsi pemotongan masih dilakukan oleh jagal-jagal perseorangan
konsumen ditinjau dari segi adat perlu dilakukan karena hal di lapangan terbuka, semak-semak atau halaman belakang
ini mempengaruhi nilai-nilai yang ada pada diri seseorang. rumah.
Agama memberikan peran penting dalam Menurut SNI (1999), tentang persyaratan rumah
membangun nilai-nilai yang ada dalam diri seseorang. potong hewan, yaitu lokasi pembangunan RPH tidak
Agama juga menentukan konsumsi terhadap suatu produk bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR),
(daging) terutama terkait kehalalannya. Ternak disembelih Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Rencana Bagian
dengan ketentuan hukum Islam untuk memperoleh daging Wilayah Kota (RBWK), serta tidak berada di tengah kota,
yang halal yang telah dijelaskan dalam fatwa MUI tentang letak lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak berada
standar penyembelihan halal. Ternak yang disembelih dekat industri logam atau kimia, tidak berada di daerah
adalah ternak yang boleh dimakan dan harus dalam keadaan rawan banjir, dan lahan luas. Masyarakat di Kecamatan
hidup ketika disembelih. Candipuro mayoritas beragama Islam sehingga tidak ada
Menurut SNI (1999), Rumah Pemotongan Hewan larangan untuk mengonsumsi daging kerbau. Responden
(RPH) merupakan kompleks bangunan dengan disain dan memiliki persepsi yang baik ditinjau dari aspek agama

Edisi Januari 2018 31


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

dengan rataan skor 3,00. responden memiliki persepsi yang baik terhadap semua
Keputusan konsumen seseorang dipengaruhi variabel yang diamati. Hal ini karena adanya penilaian
oleh lingkungan sosialnya, seperti keluarga, kelompok kepuasan responden yang memilih dan mengonsumsi
pertemanan, serta peran dan status sosial konsumen. daging, sehingga mempengaruhi derajat kesukaan terhadap
Keluarga merupakan organisasi paling penting dalam daging kerbau dan sapi. Responden mengonsumsi daging
masyarakat. Keluarga juga merupakan kelompok kecil yang kerbau karena kebiasaan dan sosial budaya masyarakat
paling kuat pengaruhnya terhadap persepsi dan perilaku yang sebelumnya mengonsumsi daging kerbau. Menurut
seseorang. Menurut Setiadi (2010), beberapa peran di dalam Marques et al. (2016), penilaian kepuasan konsumen
anggota keluarga terdapat untuk memutuskan konsumsi terhadap daging tergantung pada respons fisiologis dan
keluarga, salah satunya adalah peran sebagai pemberi sensori individu. Selain itu, penampilan karakteristik visual
pengaruh (influencer). Pemberi pengaruh ini melaksanakan menjadi syarat intrinsik yang berkorelasi dengan kualitas
peran berdasarkan pengalaman yang akan membentuk daging terhadap preferensi konsumen (Banovic et al. 2009).
persepsinya terhadap suatu produk daging, yaitu daging Menurut responden, daging kerbau memiliki
kerbau dan sapi. Selain itu, pemberi pengaruh dapat menjadi warna yang lebih gelap dibandingkan dengan daging sapi.
orang yang mengajak untuk mengonsumsi daging kerbau dan Berdasarkan rataan skor variabel warna daging kerbau,
tentu akan memiliki persepsi baik mengenai daging kerbau. responden memiliki persepsi yang baik terhadap warna
Pemberi pengaruh dalam keluarga untuk mengonsumsi daging kerbau yaitu 2.00. Hal ini sesuai dengan Mendrofa
daging kerbau adalah kepala keluarga, sedangkan yang (2017), bahwa daging kerbau memiliki warna yang lebih
mengambil keputusan dalam keluarga (decision maker) gelap dibandingkan daging sapi. Warna yang lebih gelap
adalah ibu rumah tangga, karena perempuan yang mengatur ini karena kandungan jaringan ikat dari daging kerbau lebih
segala keperluan keluarga. Namun, dalam hal ini decision banyak dibandingkan dengan daging sapi (Lawrie 2003).
maker tetap mengikuti influencer yaitu kepala keluarga Warna yang dapat dilihat mata merupakan kombinasi
setelah mendapat keputusan bersama. Selain itu, kelompok beberapa faktor yaitu panjang gelombang radiasi cahaya,
pertemanan juga merupakan salah satu bagian dari intensitas cahaya, dan refleksi cahaya. Faktor-faktor
kehidupan sosial konsumen yang turut dalam membentuk yang mempengaruhi warna daging, yaitu umur, jenis
nilai-nilai di dalam diri konsumen. Kelompok pertemanan kelamin, tingkat aktivitas, dan tipe otot. Faktor-faktor
ini terdapat kelompok referensi, yaitu kelompok yang tersebut mempengaruhi penentu utama warna daging,
memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru kepada yaitu konsentrasi pigmen daging yang disebut mioglobin
seseorang, mempengaruhi sikap dan konsep diri seseorang, (Soeparno 2005).
dan menciptakan tekanan untuk menegaskan yang mungkin Menurut responden, daging kerbau termasuk liat.
akan mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mendrofa (2017), bahwa
Kelompok referensi juga memiliki peran yang sama daging kerbau memiliki tingkat keempukan yang liat. Selain
seperti dengan influencer yaitu orang yang mengajak itu, tekstur daging kerbau yang lebih kasar menjadi pilihan
untuk mengonsumsi daging kerbau dan tentunya memiliki responden untuk mengonsumsinya karena tidak mudah
persepsi yang baik terhadap daging kerbau. hancur ketika proses pemasakan yang lama dan tahan lama
Status sosial juga dapat mempengaruhi persepsi ketika dilakukan proses pemasakan berulang. Responden
konsumen terhadap suatu produk. Status sosial diartikan menyukai tingkat keempukan daging kerbau dan dapat
sebagai posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial dilihat dari skor persepsi daging kerbau terhadap tekstur
dalam hubungan yang terjadi di lingkungan masyarakat yaitu sebesar 2,02. King et al. (2009), berpendapat bahwa
sekitarnya. Status sosial juga menentukan peran seseorang tekstur daging mempengaruhi persepsi konsumen terhadap
dalam hidup bermasyarakat. Salah satu cara mendapatkan keempukan daging. Menurut Soeparno (2005), keempukan
status sosial adalah dengan melakukan interaksi sosial, dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu
karena proses interaksi sosial akan menciptakan hubungan yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang
sosial yang terjalin di masyarakat sehingga tercipta status mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi
sosial. Status sosial biasanya didapatkan atas dasar latar 2, yaitu faktor antemortem dan postmortem. Faktor
belakang, seperti garis keturunan atau jabatan yang telah antemortem meliputi umur, jenis kelamin, manajemen, dan
didapatkan sementara. Lebih dari 50% responden memiliki tingkat stress, sedangkan faktor postmortem yaitu metode
pekerjaan pegawai swasta, sehingga persepsi responden pengolahan meliputi metode pemasakan serta penambahan
terhadap daging kerbau lebih baik dibandingkan dengan bahan pengempuk.
yang memiliki pekerjaan lainnya. Hal ini karena responden Daging kerbau memiliki rasa yang enak untuk
yang memiliki pekerjaan swasta interaksi sosialnya lebih dikonsumsi. Rahardjo (2016), menyatakan bahwa
banyak dibanding pekerjaan lainnya. Responden memiliki faktor rasa menjadi pertimbangan utama dari konsumen.
persepsi yang baik ditinjau dari aspek sosial dengan rataan Menurut Rahma (2016), rasa enak dapat didefinisikan dari
skor 2,24. ruang lingkup makanan dan lebih didasarkan pada indera
Kualitas daging merupakan karakteristik daging pencecap (lidah) serta hanya berkaitan dengan rasa yang
yang dinilai oleh konsumen. Beberapa faktor kualitas dapat dideteksi oleh mulut. Faktor yang mempengaruhi
daging yang dimakan meliputi warna, tekstur, keempukan, rasa adalah aroma yang terdeteksi oleh hidung. Menurut
aroma (bau), dan flavour (cita rasa). Berdasarkan Lawrie (2003), aroma dan flavor daging adalah sensasi yang
organoleptik yang ditinjau dari aspek kualitas produk, komplek dan saling terkait. Rasa dan aroma mempunyai

32 Edisi Januari 2018


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

rangsangan selera, sehingga rasa dan aroma sulit dipisahkan. inderanya untuk menggali kejadian yang belum pernah
Flavor dan aroma daging dipengaruhi oleh umur ternak, dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan terhadap
tipe pakan, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama waktu dan daging kerbau dan sapi dapat dipengaruhi dari pengalaman
kondisi penyimpanan setelah pemotongan, suhu serta lama dan sosial budaya. Pengalaman responden dapat terjadi
pemasakan. Daging dari ternak yang lebih tua mempunyai dari peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang dalam
aroma yang lebih kuat dibandingkan ternak yang lebih muda. berinteraksi dengan lingkungannya. Semakin banyak
Menurut responden, daging kerbau memiliki aroma yang pengalaman responden, maka semakin bertambah pula
kurang tajam dibandingkan dengan daging sapi. Mendrofa pengetahuan responden terhadap suatu produk. Kebudayaan
(2017), menyatakan bahwa daging kerbau memiliki aroma dan kebiasaan keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan,
yang tajam. Hal ini karena responden terbiasa dengan aroma persepsi, dan sikap responden dalam mengonsumsi daging.
dari daging kerbau, terlebih saat daging kerbau dimasak Menurut responden, daging kerbau memiliki sedikit
dengan menambahkan bumbu rempah. lemak dibandingkan dengan daging sapi. Responden
Pengambilan Keputusan terhadap Daging Kerbau dan juga mengonsumsi daging kerbau karena pengaruh dari
Daging Sapi lingkungan sosial, yaitu tetangga-tetangga responden
Perilaku konsumen merupakan perilaku yang yang juga mengonsumsi daging kerbau. Selain itu, proses
memperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, mengolah daging kerbau yang lama tidak membuat daging
menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk menjadi hancur.
serta jasa dengan harapan dapat memuaskan kebutuhannya. Tahap liking/menyukai merupakan tahap responden
Sebelum memutuskan untuk mengonsumsi suatu barang mulai menyukai produk berupa barang ataupun jasa yang
atau jasa, tentunya konsumen akan melalui serangkaian ditawarkan. Responden menyukai produk tersebut dari
tahapan yang menentukan keputusan akhir pembelian suatu pengalaman pribadinya serta keadaan geografis seperti
barang atau jasa. Menurut Kotler dan Keller (2007), ada lingkungan sosial dan budaya (Sumarwan 2014). Kondisi
beberapa tahap yang akan dilalui oleh responden sehingga ini merupakan langkah responden untuk tetap merespon
menggambarkan rasa kepuasan terhadap daging, yaitu produk secara berulang-ulang sehingga pada akhirnya
awareness, knowledge, liking, dan preference. Keputusan akan memilih produk tersebut. Responden menyukai
responden memilih daging kerbau dan daging sapi terjadi daging kerbau karena memiliki sedikit lemak dibandingkan
ketika adanya peringkatan seluruh produk daging yang dengan daging sapi. Responden mengetahui bahwa daging
dapat dikonsumsi untuk memperoleh preferensi daging sapi kerbau sedikit lemak dari lingkungan sosial, yaitu tetangga-
maupun kerbau (Frank 2011). Preferensi setiap konsumen tetangga responden yang juga mengonsumsi daging
akan berbeda-beda, sehingga bersifat subjektif. Perbedaan kerbau. Pengetahuan dari lingkungan sosial ini kemudian
ini disebabkan beberapa faktor, seperti faktor individu menjadi pengalaman responden untuk mengonsumsi dan
sendiri dan lingkungan sosial (Azizah 2008). mengolahnya ke bentuk olahan yang diinginkan responden.
Tahap awareness/kesadaran merupakan tahap Tahap preference/preferensi, yaitu responden mulai
konsumen menyadari adanya suatu produk berupa barang lebih memilih produk tersebut dibandingkan dengan
ataupun jasa. Tujuan dalam tahap ini yaitu konsumen lainnya. Responden menyatakan bahwa lebih menyukai
mengenal dan mengingat produk tersebut dalam pikiran daging sapi (64%) dibandingkan dengan daging kerbau
konsumen. Apabila tujuan ini tercapai, maka produk (36%). Adapun yang menjadi alasan responden lebih
tersebut akan muncul pertama kali dalam pikiran konsumen. menyukai daging sapi karena dapat dibeli secara eceran
Pengenalan bahan pangan salah satunya berupa daging. (14,55%), aroma tidak tajam (15,02%), warna daging lebih
Selain daging sapi, daging kerbau dapat dijadikan salah cerah (12,21%), serat daging lebih halus (14,10%), lebih
satu produk pangan untuk memenuhi kebutuhan responden. empuk (15,02%), rasa lebih enak/gurih (14,55%), dan
Responden pernah mengonsumsi daging kerbau dan sapi terbiasa/tradisi mengonsumsi daging sapi (14,55%). Alasan
dengan intensitas mengonsumsi daging kerbau (76%) responden yang menyukai daging kerbau karena mudah
lebih banyak dibandingkan daging sapi (24%). Kebiasaan didapat (15%), aroma kurang tajam (22,50%), warna daging
mengonsumsi daging kerbau dilakukan secara bulanan, lebih cerah (6,50%), serat daging lebih halus (6,25%),
sedangkan daging sapi dilakukan secara harian (6%), lebih empuk (12,50%), rasa lebih enak/gurih (15%), dan
mingguan (26%), dan bulanan (68%). Hal ini karena terbiasa/tradisi mengonsumsi daging kerbau (21,25%).
daging kerbau lebih banyak dikonsumsi untuk acara-acara Hal ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan sosial
tertentu, sedangkan daging sapi dikonsumsi hanya dalam dan fisik dalam menentukan persepsi konsumen terhadap
jumlah yang sedikit. Adanya daging kerbau ini menjadikan daging kerbau dan sapi. Menurut Sumarwan (2014),
responden untuk mencobanya, sehingga responden akan lingkungan sosial merupakan semua interaksi sosial yang
merespon dengan baik dan hal ini akan terjadi secara terjadi antara konsumen dengan orang di sekelilingnya,
berulang. Menurut Setiadi (2010), pengenalan suatu hal sedangkan lingkungan fisik merupakan segala sesuatu yang
akan mengarah ke dalam ingatan responden dan dapat berbentuk fisik di sekitar konsumen termasuk di dalamnya
dijadikan pengalaman pribadi serta pengetahuan. berbagai produk, yaitu daging. Lingkungan fisik ini yang
Tahap knowledge/pengetahuan merupakan tahap memungkinkan responden lebih memilih daging sapi,
responden sudah mengenal dan mengerti mengenai produk karena kemudahannya mendapatkan daging sapi yang
berupa daging kerbau dan sapi. Wijayanti (2009), menyatakan tersedia di sekitar tempat tinggal responden. Selain itu,
bahwa pengetahuan responden muncul ketika menggunakan daging kerbau tidak setiap saat tersedia di pasar karena

Edisi Januari 2018 33


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

populasi kerbau rendah. dengan jenis pekerjaan lainnya.


Produk (daging) yang telah dipilih oleh konsumen
kemudian akan dikonsumsi lebih lanjut ke bentuk olahan KESIMPULAN
daging, baik daging kerbau maupun daging sapi. Responden
yang memilih daging kerbau diolah menjadi bumbu age Simpulan
(45%), empal (10%), gulai (2%), dan rendang (2%). Persepsi konsumen terhadap daging kerbau ditinjau
Responden yang memilih daging sapi diolah menjadi dari aspek budaya, agama, sosial, dan kualitas produk
bumbu age (42%), empal (13%), rawon (3%), gulai (2%), tergolong baik dengan rataan skor akhir yaitu 2,28.
rendang (2%), dan bakso (2%). Jenis olahan daging yang Responden lebih menyukai daging sapi (64%) dibandingkan
paling banyak dibuat oleh responden adalah bumbu age. dengan daging kerbau (36%). Variabel pekerjaan memiliki
Banyaknya responden yang memilih bumbu age menjadi hubungan yang signifikan dan searah dengan tingkat
produknya karena adanya faktor sosial dan budaya, yaitu persepsi konsumen terhadap daging kerbau.
masakan khas daerah setempat karena pada umumnya Saran
responden menyediakan olahan tersebut untuk keperluan Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
pribadi atau acara-acara tertentu. kualitas fisik daging kerbau agar bisa dibandingkan dengan
Hubungan Karakteristik Konsumen dan Persepsi persepsi konsumen.
terhadap Daging Kerbau
DAFTAR PUSTAKA
Terdapat 5 karakteristik konsumen yang diukur
hubungannya dengan persepsi daging kerbau. Persepsi Agustin. 2011. Analisis persepsi konsumen terhadap daging
dapat dipengaruhi oleh faktor dari individu tersebut, yaitu kelinci di kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
karakteristik konsumen. Karakteristik konsumen tersebut Pertanian Bogor.
meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, Aisyah. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi
dan penghasilan. Tabel 4 menyajikan hubungan karakteristik konsumen. Jurnal Pendidikan Ekonomi & Koperasi
konsumen dan persepsi terhadap daging kerbau. UPI 6(1): 168-188.
Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan Anggraeni A, Triwulanningsih E. 2007. Keragaman
bahwa variabel jenis kelamin memiliki hubungan yang bobot badan dan morfometrik tubuh kerbau Sumbawa
lemah dengan persepsi konsumen terhadap daging kerbau. terpilih untuk penggemukan. Prosiding Seminar dan
Variabel usia tidak mempengaruhi tingkat persepsi Lokakarya Usaha Ternak Kerbau. Bogor (ID): Pusat
konsumen terhadap daging kerbau, demikian juga dengan Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
variabel tingkat pendidikan. Penghasilan juga memiliki Azizah I. 2008. Analisis pengaruh persepsi dan preferensi
hubungan yang lemah dengan persepsi konsumen terhadap konsumen terhadap keputusan pembelian buah lokal
daging kerbau. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Variabel pekerjaan memiliki hubungan yang [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Produk Domestik Bruto
signifikan dan searah dengan tingkat persepsi konsumen Per Kapita, Produk Domestik Bruto Per Kapita, dan
terhadap daging kerbau. Hal ini menunjukkan bahwa Pendapatan Nasional Per Kapita [Internet]. [2018
persepsi konsumen terkait erat dengan jenis pekerjaan yang Agustus 20]. Tersedia pada: https://www.bps.go.id.
dimiliki oleh responden, karena dengan jenis pekerjaan [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang. 2017.
berbeda akan memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Kecamatan Candipuro dalam Angka. Lumajang (ID):
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Tuty et al. (2017), BPS Kabupaten Lumajang.
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan [BPS] Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur. 2017.
dengan persepsi konsumen. Morissan (2010), menyatakan Tabel Dinamis Subjek Peternakan [Internet]. [2018
bahwa konsumen yang mempunyai jenis pekerjaan tertentu Oktober 24]. Tersedia pada: https://jatim.bps.go.id.
umumnya mengonsumsi barang tertentu yang berbeda [BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-6159-
1999. Rumah Potong Hewan. Jakarta (ID): Badan
Tabel 4. Hubungan karakteristik konsumen dan persepsi terhadap dag- Standardisasi Nasional.
ing kerbau Banovic M, Grunert KG, Barreira MM, Fontes MA. 2009.
Karakteristik Koefisien Signifikasi Keterangan Beef perception at the point of purchase: A study from
Konsumen korelasi (P) Portugal. Food Quality and Preference (20):335-342.
Jenis -0,237 0,097 Hubungan tidak searah, Frank. 2011. Microeconomics and Behavior. Ed. ke-8.
kelamin sangat lemah, tidak Europe (UK): McGraw Hill International.
signifikan
Firmansyah T. 2015. Analisis persepsi dan preferensi
Usia 0,194 0,177 Hubungan searah, sangat konsumen terhadap jeruk keprok Garut di Kabupaten
lemah, tidak signifikan
Garut, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Tingkat 0,11 0,447 Hubungan searah, sangat
Pertanian Bogor.
pendidikan lemah, tidak signifikan
King DA, Wheeler TL, Shackelford SD, Koohmaraie M.
Pekerjaan 0,351 0,012 Hubungan searah, cukup,
signifikan
2009. Improving the sensory and nutritional quality
fresh meet: Fresh Meat Texture and Tenderness.
Penghasilan 0,116 0,424 Hubungan searah, sangat
lemah, tidak signifikan Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd.

34 Edisi Januari 2018


Permata et al.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6 (1): 27-35

Kotler P, Keller KL. 2007. Manajemen Pemasaran. Ed. ke- Soeparno 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta
12. Jakarta (ID): Pearson Education Inc. (ID): Gadjah Mada University Pr.
Lawrie. 2003. Ilmu Daging. Jakarta (ID): UI Pr. Suhardjo. 2008. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta
Mendrofa A. 2017. Sifat fisik daging dan preferensi (ID): PT Bumi Aksara.
konsumen terhadap daging kerbau dan sapi pada umur Sumarwan. 2014. Perilaku Konsumen Teori dan
berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Penerapannya dalam Pemasaran. Ed ke-2. Bogor
Morissan MA. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran (ID): Ghalia Indonesia.
Terpadu. Jakarta (ID): Kencana. Tuty DWS, Widiyanti E, Utami BW. 2017. Korelasi
Naveena BM, Kiran M. 2014. Buffalo meat quality faktor pembentuk persepsi dengan persepsi konsumen
composition and processing characteristic: contribution terhadap media pemasaran online (www.goodplant.
to the global economy and nutritional security. Journal co.id). Journal of Sustainable Agriculture 32(2): 108-
of Animal Fronties 4(4): 18-24. 115.
Puspitawati. 2004. Analisis kemitraan antara PT Pertani Wijayanti. 2009. Hubungan tingkat pengetahuan wanita
Persero dengan petani penangkar benih padi di tentang HIV/AIDS di resosialisasi argorejo kelurahan
Kabupaten Karawang [tesis]. Bogor (ID): Institut kali banteng kulon. Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Bogor. Fakultas Ilmu Kesehatan. Surakarta (ID): Universitas
Rahardjo CR. 2016. Faktor yang menjadi preferensi Muhammadiyah Surakarta.
konsumen dalam membeli produk frozen food. Jurnal Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan
Manajemen dan Start-Up Bisnis 1(1). di Daerah Tropis. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
Rahma NI. 2016. Klasifikasi pola rasa daging sapi dan University Pr.
daging babi berbasis electronic tongue dengan 17 array Windarti T, Ibrahim M. 2017. Pengaruh kualitas produk
sensor menggunakan metode principle component dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen
analysis (PCA) dan cluster analysis (CA) [skripsi]. produk donat madu (studi kasus konsumen CV Donat
Malang (ID): Universitas Islam Negeri Maulana Malik Madu Cihanjung-Pekanbaru). JOM FISIP 4(2).
Ibrahim.
Schiffman, Kanuk. 2000. Perilaku Konsumen. Ed. ke-7.
New Jersey (US): Prentice Hall Inc.
Setiadi. 2010. Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer
pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen. Jakarta
(ID): Kencana Prenada Media Group.
Silalahi U. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung (ID):
PT Refika Aditama.

Edisi Januari 2018 35

Anda mungkin juga menyukai