Artikel Sejarah 13

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Pemikiran Ekonomi Islam Periode Tahun 1960-1980

Wellin Yetna Kadeli1

Program Studi Ekonomi Syariah, Jurusan Syariah Dan Ekonomi Islam, STAIN Bengkalis,
Bengkalis, Riau, Indonesia1

Email: [email protected]

Abstrak

Muhammad Abdul Mannan adalah seorang yang berkebangsaan Bangladesh dan lahir
pada tahun 1938. Dari pernikahannya dengan seorang ahli ilmu politik bernama Nargis,
Muhammad Abdul Mannanmemiliki dua orang anak bernama Reshmi dan Ghalib.
Perjalanan hidupnya didedikasikan dalam dunia pendidikan dan ekonomi Islam.
Ketertarikannya dalam bidang ekonomi mengantarkannya menyelesaikan studi ilmu
ekonomi di Universitas Rajshahi pada tahun 1960 dan melanjutkan studi master dan
doktoral pada Michigan University dengan konsentrasi pada ilmu ekonomi. Perjalanan
kariernya tidak hanya di Bangladesh; Muhammad Abdul Mannan pernah bekerja di
berbagai negara seperti Pakistan, Amerika Serikat, Papua Nugini, dan Saudi Arabia.
Sebagai akademisi, Muhammad Abdul Mannan pernah menjabat sebagai Profesor pada
International Centre for Research in Islamic Economics pada Universitas King Abdul
Aziz Jeddah, Saudi Arabia dan juga bertindak sebagai dosen tamu di universitas
Georgetown University, Amerika Serikat, dan Moslem Institute di London. Setelah
merampungkan tugas pada dunia akademik, Muhammad Abdul Mannan bergabung
dengan Islamic Development Bank dan menjadi peneliti senior dalam bidang ekonomi
Islam.

Kata kunci :Berkebangsaan, Ilmu Politik, dan Ekonomi

Latar belakang

Sejumlah pemikir dari berbagai negara telah mewarnai corak pemikiran yang dilandasi
oleh pengalaman pribadi masing-masing dalam menginterpretasi ekonomi dari
perspektif Islam. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang netral, konsep ekonomi
dipengaruhi oleh berbagai aliran pemikiran. Pemikir muslim memberi makna melalui
penerapan konsep ekonomi Islam yang berpedoman kepada nilai-nilai Syarī’at yang
bersifat kewahyuan. Kajian dalam bagian ini meliputi; pemikiran ekonomi Islam
Muhammad Abdul Mannan, Monzer Kahf, dan Baqr al-Sadr. Perlu juga diperhatikan
bahwa pada periode pemikiran ekonomi Islam era 1960-an adalah lanjutan dari
semangat fase ketiga ekonomi Islam yang dipelopori oleh salah satunya Syah Waliyullah
ad Dihlawi (lahir 1703 M) yang mengenalkan konsep irtifâq di mana beliau menyatakan
bahwa tingkat pencapaian kesejahteraan masyarakat terjadi apabila masyarakat
mampu membentuk peradaban dengan menggunakan sumber daya di sekitarnya serta
seni bermuamalah dengan uang sebagai alat tukar memerankan fungsi yang krusial di
dalam membangun peradaban. Periode pemikiran ekonomi Islam era 1960-an ditandai
dengan perubahan lanskap yang cukup menggembirakan di mana dari sisi industri
keuangan mulai terbentuk bank Islam. Dari tahun 1940-an hingga 1970-an,
pembentukan konsep ekonomi Islam terus bergeliat, dan pada tahun 1970-an, saat
harga minyak melambung, juga memberi kontribusi dalam inisiasi pembentukan
beberapa Bank Islam di Timur Tengah.799Sebagai penyedia layanan transaksi
keuangan, bank memiliki peran sentral sehingga kajian-kajian mengenai penerapan
ekonomi Islam dalam transaksi keuangan riil terus berkembang pesat. Pembentukan
institusi keuangan terus berlanjut sampai hari ini dengan berbagai asupan pemikiran-
pemikiran baru yang bertujuan membumikan dan mempraktikkan konsep-konsep
ekonomi Islam. Pada bahasan berikutnya, akan diuraikan beberapa tokoh yang telah
berkontribusi dalam mewujudkan ekonomi Islam.

Rumusan masalah

1. Mendeskripsikan perkembangan pemikiran ekonomi Islam


pada periode tahun 1960-1980;

2. Menganalisis pemikiran tokoh pada periode tahun 1960-1980


di antaranya Abdul Manan, Monzer Kahf, dan Baqir Sadr;

3. Menjelaskan perbedaan dasar pemikiran ekonomi tokohtokoh pada periode tahun


1960-1980.
Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana pemikiran ekonomi islam periode tahun 1960-1980 dan
Apa yang dimaksud pemikiran ekonomi islam periode tahun 1960-1980.

Landasan teori

Dalam pemikiran ekonomi islam periode tahun 1960-1980, terdapat kesepakatan di


antara para pemikir tentang landasan filosofis dasar bagi sistem ekonomi Islam. Tauhid
(keesaan Tuhan), ibadah, khilafah (kekhalifahan), dan takaful (kerja sama) sebagai
pilar-pilar filosofis sistem ekonomi Islam. Demikian pula tidak terdapat perbedaan
pendapat mengenai hal-hal yang secara jelas disebut dalam al-Quran dan Sunnah,
seperti kewajiban membayar zakat dan pelarangan riba di dalam sistem ekonomi islam
(Hamzah et al., 2020).

Pembahasan

Pemikiran ekonomi Islam menurut Muhammad Abdul Mannan diturunkan dari sumber
hukum Islam yang kemudian di atas prinsipprinsip dasar ini dibangun langkah-langkah
operasional. Rumusan langkah-langkah tersebut sangat berkontribusi di dalam
penerapan ekonomi Islam karena sifatnya yang konkret sehingga memungkinkan
pengembangan pemikiran ekonomi Islam sebagai respons atas perubahan-perubahan
yang dialami masyarakat. Mannan (1983: 41-50) menyatakan bahwa terdapat tujuh
langkah operasional yaitu:

1. Menentukan basic economic functions yang secara umum ada dalam semua sistem
tanpa memperhatikan ideologi yang digunakan, seperti fungsi konsumsi, produksi, dan
distribusi.
2. Menetapkan beberapa prinsip dasar yang mengatur basic economic functions yang
berdasarkan pada Syarī’at dan tanpa batas waktu (timeless), misalnya sikap moderat
dalam berkonsumsi.
3. Mengidentifikasi metode operasional berupa penyusunan konsep atau formulasi
karena pada tahap ini pengembangan teori dan disiplin ekonomi Islam mulai dibangun.
Pada tahap ini mulai mendeskripsikan tentang apa (what), fungsi, perilaku, variabel dan
sebagainya.
4. Menentukan (prescribe) jumlah yang pasti akan kebutuhan barang dan jasa untuk
mencapai tujuan (yaitu: moderasi) pada tingkat individu atau agregat.
5. Mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan pada langkah keempat.
Langkah ini dilakukan baik dengan pertukaran melalui mekanisme harga atau transfer
payments.
6. Melakukan evaluasi atas tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya atau atas target
bagaimana memaksimalkan kesejahteraan dalam seluruh kerangka yang ditetapkan
pada langkah kedua maupun dalam dua pengertian pengembalian (return), yaitu
pengembalian ekonomi dan non ekonomi, membuat pertimbangan-pertimbangan
positif dan normatif menjadi relatif tidak berbeda atau tidak penting.
7. Membandingkan implementasi kebijakan yang telah ditetapkan pada langkah dengan
pencapaian yang diperoleh (perceived achievement). Pada tahap ini perlu melakukan
review atas prinsip yang ditetapkan pada langkah kedua dan merekonstruksi
konsepkonsep yang dilakukan pada tahap ketiga, keempat dan kelima.

Kelembagaan
Dalam mengembangkan konsep ekonomi Islam, Mannan membuat beberapa asumsi
dasar yang atas asumsi ini ditawarkan kerangka institusional ekonomi Islam. Asumsi-
asumsi dasar dimaksud adalah:

1. Menolak konsep harmony of interests yang terjadi karena mekanisme pasar.


2. Menolak pemikiran marxis karena tidak membawa perubahan lebih baik dalam
masyarakat.
3. Observasi sejatinya ditujukan pada data historis dan wahyu.

4. Menolak konsep kekuasaan produsen dan kekuasaan konsumen.

5. Kepemilikan swasta diperbolehkan selama tunduk kepada kewajiban moral dan etik.

6. Menentukan basic economic functions yang meliputi produksi, distribusi, dan


konsumsi.
Adapun kerangka institusional yang dibangun atas asumsi dasar tersebut adalah :802
1. Hubungan yang kuat antara individu, masyarakat, dan negara. Individu adalah
elemen yang sangat berpengaruh dalam perubahan masyarakat dan negara. Setiap
aktivitas ekonomi berpusat pada transaksi yang dilakukan oleh individu. Oleh karena
peran individu ini sangat penting, individu perlu memiliki bimbingan yang dapat
menuntunnya kepada kebenaran. Pedoman ini juga berperan sebagai kontrol sosial atas
perilaku individu. Ketakwaan adalah tolok ukur atas kebaikan seorang individu dan
mengingat peran masyarakat dan negara memiliki fungsinya masing-masing yang saling
mengimbangi, maka tidak ada konflik antara individu, masyarakat, dan negara.
2. Kepemilikan swasta yang relatif dan kondisional.803 Mannan berpandangan bahwa
seluruh kepemilikan adalah mutlak milik Allah Swt. Harta hanya berupa titipan yang
digunakan oleh manusia selaku khalifah yang tugasnya telah dijabarkan oleh Rasulullah
Saw..
Kepemilikan resmi bagi swasta diakui dalam Islam, tetapi legitimasi kepemilikan tidak
mutlak sebab di dalam harta tersebut masih mengandung kewajiban-kewajiban yang
harus ditunaikan seperti zakat. Selain itu, kepemilikan swasta juga perlu diatur
sedemikian rupa di antaranya dalam hal: Tidak boleh ada aset yang ditelantarkan,
penggunaan yang tidak berbahaya, tidak boleh terpusat kekayaan pada segelintir orang
semata. Negara diperkenankan mengambil tindakan bila mana terdapat
penyelewengan-penyelewengan dari kondisi di atas.

3. Pengawasan negara atas mekanisme pasar. Mekanisme pasar menentukan harga di


mana terdapat kesetimbangan permintaan dan suplai. Mannan mengusulkan bauran
yang meliputi pengawasan, kerja sama, dan kompetisi untuk mendapatkan titik temu
sistem harga, dan perencanaan negara. Namun, Mannan tidak menjelaskan secara
konkret bagaimana bauran ini diimplementasi secara optimal. Adapun mengenai peran
negara, Mannan melihat bahwa negara mesti hadir untuk memastikan keadilan dan
mekanisme pasar yang sehat guna terpenuhi barang-barang kebutuhan pokok.
4. Penerapan Zakat. Zakat yang merupakan kewajiban setiap muslim berfungsi sebagai
sumber pemasukan negara. Zakat memiliki pengaruh besar dalam membawa
perubahan sosial menuju kemakmuran. Dengan berputarnya uang dari orang-orang
kaya kepada orang miskin maka zakat memiliki fungsi distributif.
5. Pelarangan riba. Riba yang dipraktikkan pada bank-bank konvensional ditolak oleh
Mannan, dan sebagai gantinya Mannan mengusulkan transaksi berdasarkan akad yang
diperbolehkan (halal) yaitu murabaha, mudharabhah, ijarah, musyarakah, kafalah,
wakalah, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, mudharabah (penyertaan modal) di mana
para pihak memiliki risiko atas pengelolaan keuangan. Ide ini juga mendorong
terbentuknya bankbank Islam yang menggunakan akad yang sesuai dengan aturan
Syarī’at.

Dalam hal konsumsi, Mannan berpandangan bahwa konsumsi tidak dibenarkan


secara berlebihan untuk memuaskan keinginannya. Pengagungan kepada materi
sebagaimana yang lazim dalam praktik perekonomian modern juga tidak dianjurkan.
Konsumsi dalam Islam juga memperhatikan tujuan spiritual yang memuat prinsip-
prinsip dasar yaitu keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan
moralitas.

Hal serupa juga terjadi pada proses produksi di mana proses produksi
memperhatikan kriteria objektif dan subjektif. Kriteria objektif adalah menyangkut
kesejahteraan materi dan kriteria subjektif aktivitas produksi adalah berlandaskan
prinsip-prinsip Syarī’at. Ajaran Islam sangat menekankan aktivitas apapun agar
memperhatikan mashlahat. Dengan itu, tujuan utama untuk mencapai kemenangan
dunia dan akhirat dapat terpenuhi.

Kesimpulan

Muhammad Abdul Mannan membawa ide-ide baru dalam menjelaskan ekonomi Islam.
Pemikiran Mannan hadir sebagai pembawa makna-makna baru yang lebih segar. Perlu
dipahami, Mannan mengenalkan idenya pada saat pemikiran ekonomi Islam belum
meluas seperti saat ini. Dengan latar belakang ilmu ekonomi konvensional yang sangat
kuat, Mannan membangun konsepnya dengan mengambil berbagai sudut pandang yang
diperoleh dalam ilmu ekonomi: ekonomi sebagai ilmu bersifat netral. Mannan
merumuskan langkah-langkah operasional ekonomi Islam dan juga kerangka
institusionalnya dalam rangka mewujudkan ekonomi Islam. Dalam hal konsumsi dan
produksi Mannan menegaskan kembali pentingnya nilai-nilai spiritual sebagai
landasannya untuk kemashlahatan umat sehingga memungkinkan pencapaian
keberuntungan dunia akhirat (falah).

Monzer Kahf melihat ekonomi Islam adalah kegiatan ekonomi yang memiliki
prinsip islami dan dijalankan oleh Islamic man (ibadurrahman). Skala dimensi waktu
dalam aktivitas ekonomi tidak hanya mencakup kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan
akhirat dan seyogianya melakukan aktivitas ekonomi mengantarkan kepada keridaan
Allah Swt..

Daftar Pustaka:

Choiriyah (2006). Pemikiran Ekonomi Muhammad Baqir Al-Sadr, Jurnal Islamic Banking
Vol. 2(1).
Euis Amalia (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok, Gramata Publishing.
Hafas Furqani dan Abdul Hamid (2019). Konsep Distribusi Muhammad Baqir al-Sadr
ddan Perbandingannya dengan Teori Keadilan Distribusi Kontemporer, Jurnal
Muqtasid, Vol. 10(2).
Havis Aravik (2014). Sejarah pemikir Ekonomi Islam Kontemporer. Depok: Kencana
PrenadaMedia Goup.
Islahi, Abdul Azim (2009). Muslim economics: thinking and institution in the 10th
AH/16th CE century. Scientific Publishing Centre King Abdul Aziz University. Jeddah.
Kahf, Monzer (1997). The Islamic Economy: Analytical of the Functioning of the Islamic
Economics System. Pustaka pelajar. Yogyakarta.
M. Mansoor Khan and M. Ishaq Bhatti (2008). Development in Islamic
Banking: The Case of Pakistan, New York, Palgrave Macmillan.
Muhammad Abdul Mannan (1984). The Making of An Islamic Economic Society, (Cairo:
International Association of Islamic Banks.
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics (1970). Thoery and Practice, Delhi.Sh. M.
Ashraf.

Anda mungkin juga menyukai