0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan14 halaman

Jurnal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 14

POLA ASUH IBU SINGLE PARENT DALAM MENDIDIK

ANAK (STUDI DI GAMPONG SUAK RIBEE)

Ria Afrita
riaafrita215@gmail.com
samsuar A. Rani, MA
Samsuartba@gmail.com

ABSTRAK

Setiap orang tua pasti memiliki cara tersendiri dalam mendidik anaknya, begitu
juga dengan ibu single parent, pasti memiliki cara tersendiri dalam mendidik
anaknya. Sebagai ibu single parent tentu sangat berat dalam menjalani kehidupan
serta tanggung jawab dalam mendidik dan mengasuh anaknya, selain harus
mendidik anak, ibu single parent juga harus bekerja demi memenuhi kebutuhan
keluarganya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh ibu single parent
dalam mendidik anak di Gampong Suak Ribee. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
dari kesebelas ibu single parent yang berada di Gampong Suak Ribee menerapkan
pola asuh demokratis, yaitu dalam mengasuh tidak terlalu menekankan kemauan
mereka, akan tetapi mendengarkan juga apa kata anak dan kemauan anak, serta
memberikan rasa kasih sayang yang penuh kepada anak.

Kata Kunci: Pola Asuh, Ibu Single Parent, Mendidik Anak.

Abstract

Every parent must have their own way of educating their children, as well as
single parent mothers, must have their own way of educating their children. As a
single parent mother, it is certainly very difficult to live life and have
responsibilities in educating and caring for their children, besides having to
educate children, single parent mothers also have to work to meet the needs of
their families. This study aims to determine the parenting pattern of single parent
mothers in educating children in Gampong Suak Ribee. This study used
descriptive qualitative method. Data collection techniques in this study were
observation, interviews, and documentation. From the results of the study, it was
found that out of the eleven single parent mothers in Gampong Suak Ribee, they
applied democratic parenting, namely in parenting not too much emphasis on their
will, but also listening to what the child said and the child's will, and giving full
affection to the child. .

Keywords: Parenting, Single Parent Mother, Educating Children.

PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan
istri. Menjadi orang tua merupakan salah satu tugas manusia sebagai makhluk
sosial. Dua komponen pertama, ayah dan ibu dapat dikatakan sebagai komponen
yang sangat menentukan kehidupan anak. (Taufik : 2014) Keluarga adalah
kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan
sebuah grup yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan wanita, hubungan mana
sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-
anak. Lingkungan pertama yang ditemui seorang anak adalah keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, dan saudara. Dalam interaksinya seorang anak mengadaptasi
dari apa yang dilihat dan dipelajari didalam keluarga. (Qurrotu Ayun : 2017)
Keluarga yang lengkap merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh semua
orang. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa permasalahan yang terjadi dalam rumah
tangga bisa mengakibatkan berakhirnya keutuhan rumah tangga yang telah
terjalani sehingga berakhir pada perceraian. Bukan hanya perceraian saja
perpisahan keluarga juga bisa disebabkan oleh kematian salah satu pihak entah itu
ibu ataupun ayah yang dalam masyarakat sering disebut dengan istilah single
parent. (Zahrotul : 2013) Pada masa sekarang ini banyak sekali permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga, yang mana mengakibatkan
keluarga menjadi keluarga single parent. Single parent adalah orang tua tunggal
artinya orang tua yang mengasuh dan mengurusi rumah tangga dengan seorang
diri tanpa adanya pasangan yang mendampingi. Semua wanita tidak ada yang
ingin menjadi single parent, karena itu bukanlah sebuah pilihan ataupun
keinginan mereka melainkan suatu kondisi yang mana kondisi tersebut harus tetap
dijalankan. Status itu bisa menimpa siapa saja, entah itu ibu rumah tangga biasa
atau wanita karir. (Zahrotul : 2013).

Orang tua sebagai single parent harus menjalankan perannya dalam keluarga
untuk kelangsungan hidup keluargannya, terutama bagi seorang ibu yang
menjalankan fungsi keluargannya dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya.
Pengasuhan anak menjadi sangat penting dalam membentuk karakter, moralitas,
pengetahuan, keterampilan dan life skill yang memadai bagi anak. Oleh sebab itu
tugas dan tanggung jawab dalam menyukseskan pengasuhan anak sejak dini
sangat besar, mengingat dari keluargalah seoarang anak lahir dan berkembang.
(Istina Rakhmawati : 2013) Setiap Orang tua memiliki pola asuh yang berbeda
dalam mendidik anak- anaknya dan biasanya diturunkan oleh pola asuh yang
diterima dari orang tua sebelumnya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola
interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik
(seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa
aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di
masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata
lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka
pendidikan karakter anak. Jadi gaya yang diperankan orang tua dalam
mengembangkan karakter anak sangat penting, apakah ia otoriter, demokratis atau
permisif. (Qurrotu Ayun : 2017).

TINJAUAN LITERATUR

Pola Asuh

Kata pola asuh berasal dari dua kata yaitu pola dan asuh. “Pola” adalah gambaran
yang dipakai untuk contoh batik, ragi, (corak batik atau tenun), potongan kertas
yang dipakai contoh membuat baju dan sebagainnya patron, model. (W.J.S
Poerwadarminto: 1995) Sedangkan “Asuh” adalah menjaga (merawat dan
mendidik) anak kecil, memimpin (membantu, melatih) orang tua atau negara agar
dapat berdiri sendiri, menyelenggarakan atau memimpin sekolah, siaran radio
untuk anak-anak. (W.J.S Poerwadarminto : 1995) Dalam penelitian ini yang
dimaksud pola asuh yaitu sistem atau pola yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anak-anaknya. Pola asuh merupakan bagian dari proses orang tua dalam
pemeliharaan anaknya dengan adanya rasa kasih sayang dan ketulusan cinta dari
kedua orang tuanya. Dalam sumber lain pola asuh orang tua adalah perawatan,
pendidikan, dan pembelajaran yang diberikan orang tua terhadap anak mulai dari
lahir hingga dewasa. (Rifa Hidayah : 2009) Pola asuh tidak pernah lepas dari
adanya sebuah keluarga, dalam hal ini adalah orang tua sianak. Sebagai orang tua
diharuskan untuk mempunyai waktu untuk berkumpul bersama dengan keluarga,
agar keluarga menjadi harrmonis, saling menghargai satu sama lain. Peran orang
tua yaitu ayah dan ibu dalam mengasuh dan mendidik anak sangat berpengaruh
untuk perkembangan jiwa anak mulai dari hal-hal negatif dan positif. (Muhammad
Farhan : 2020).

Macam-Macam Pola Asuh

a. Pola Asuh Otoriter

Pola pengasuhan otoriter adalah gaya membatasi dan menghukum ketika


orang tua memaksa anak-anak untuk mengikuti arahan mereka dan
menghormati pekerjaan serta upaya mereka. Orang tua otoriter menepatkan
batasan-batasan dan kontrol yang tegas pada anak dan memungkinkan sedikit
pertukaran verbal. (Children, John W Santrock : 2011) Orang tua yang dalam
mendidik anaknya mempergunakan pola asuh otoriter memperlihatkan
karakteristik dengan memberi sedikit keterangan atau bahkan tidak
memberikan keterangan kepada anak tentang alasan-alasan mana yang dapat
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, mengabaikan alasan-alasan
yang masuk akal dan anak tidak diberi kesempatan untuk menjelaskannya,
hukuman selalu diberikan orang tua kepada anak yang melakukan perbuatan
salah, hadiah atau penghargaan (reward) jarang diberikan kepada anak yang
telah melakukan perbuatan baik atau telah menunjukkan prestasinya.
(Muhammad Farhan : 2020). Pola Asuh otoriter ini terlalu menekankan
kekuasaan tanpa memerlukan kesepakatan sehingga sering kali menimbulkan
korban yang tidak lain adalah anak. (Satria Agus Prayoga : 2013).

b. Pola Asuh Permisif


Pengasuhan permisif merupakan sebuah gaya pengasuhan ketika orang tua
sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi menempatkan beberapa
tuntutan atau kontrol atas mereka. Orang tua seperti ini membiarkan anak-
anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Hasilnya bahwa anak-
anak tidak pernah belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri dan
selalu mengharapkan untuk mendapatkan keinginan mereka. Pola asuh ini
cenderung membebaskan anak tanpa batas, tidak mengendalikan anak, lemah
dalam keteraturan hidup, dan tidak memberi hukuman apabila anak
melakukan kesalahan, dan tidak memiliki standart bagi perilaku anak, serta
hanya memberikan sedikit perhatian dalam membina kemandirian dan
kepercayaan diri anak, biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua
semacam ini diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik
dan mengasuh anak dengan baik, anak hanya diberi materi atau harta saja dan
terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. (Muhammad
Farhan : 2020) Pola pengasuhan anak yang seperti ini akan menghasilkan
anak-anak yang kurang memiliki kompetensi sosial karena adanya kontrol
diri yang kurang. (Istina Rakhmawati : 2013).

c. Pola Asuh Demokratis


Pola asuh demokratis ini adalah pola asuh yang terbaik dari semua pola asuh
yang ada. Karena anak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya,
pola asuh demokratis ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang
tua dan anak. Mereka membuat aturan yang disetujui bersama. Anak diberi
kebebasan untuk mengutarakan pendapat, perasaan serta keinginannya. (Holta
Julia : 2019).
Salah satu kutipan ayat yang menggambarkan penerapan pola asuh yang
benar oleh nabi Ibrahim As terdapat dalam QS. As-Saffat Ayat 102 :
Gَ‫ ِّوي أ‬Gَ‫رى ِفي ا ْلم َىا ِم أ‬Gَ‫ َىي ِّوي أ‬G‫ السعي ال َيا ُب‬Gُ‫غ م ه‬Gَ‫فلَما ل‬
‫َبحك‬
‫ ِوي ِإن‬Gُ‫جد‬Gَ‫ ْؤمر ۖ ست‬Gُ‫ َبت ا ْف ل ما ت‬Gَ‫ا أ‬G‫رى ۚ ال َي‬Gَ‫ا ت‬Gَ‫َفا ْوظرماذ‬
‫شاء‬
: ٣ٖ ‫َّال مه الصا ِبريه ) سورة الصافات‬Gُ‫ل‬


Terjemahnya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. As-Saffat 37:
Ayat 102).
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang sangat demokratis
dicontohkan oleh Nabi Ibrahim, dimana Ismail dibesarkan, tumbuh dan
berkembang secara optimal sehingga dia memiliki kepribadian yang kuat dan
dapat mengembangkan segala kreativitasnya dengan baik. Dalam
menyelesaikan segala hal diselesaikan secara musyawarah (demokratis)
sehingga memperoleh hasil yang positif. Orang tua sebagai pendidik tidak
sekedar memberikan pelajaran tetapi juga memberikan contoh tauladan yang
baik kepada ankanya. Dengan adanya ransangan-ransangan dari orang tua
untuk anak berbuat baik, diharapkan bahwa pada anak dapat tertanam nilai-
nilai moral yang baik. (Pathil Abror : 2016).

Pola Asuh Anak Dalam Islam

Pola asuh dalam Islam merupakan keseluruhan bentuk perilaku yang


dilakukan orang tua terhadap anak guna membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai ajaran Islam. Melalui pola asuh tersebut, anak
mendapatkan sarana dan prasarana, memperoleh bimbingan, dan pendidikan
keagamaan. (Ridwan Rafsan: 2022) Pola asuh dalam pandangan Islam juga
dapat dimaknai sebagai upaya orang tua guna mendidik anaknya berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadis guna mewujudkan anak yang berakhlak mulia. Orang
tua dalam menjalankan perannya mempunyai keharusan untuk tetap
memenuhi hak-hak anak. Anak berhak mendapatkan makanan yang bergizi,
pakaian yang layak, tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan,
pengembangan diri, mendapat perlindungan, bermain, dan hak berpartisipasi.
(Ridwan Rafsan: 2022).

Single Parent
Single parent berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu single
(sendiri/tungggal) dan parent (orang tua). Jadi kata single parent memiliki arti
orang tua tunggal/sendiri. Single parent adalah orang tua yang tinggal dalam
rumah tangga yang sendirian saja, bisa ibu atau bapak saja. (Mappiare Andy :
1993) Hal ini bisa disebabkan karena perceraian atau ditinggal mati pasangannya.
Single parent merupakan suatu kondisi dimana orang tua tunggal merawat dan
membesarkan anaknya sendiri tanpa kehadiran salah satu orang tua baik ayah
ataupun ibunya. Pengertian single parent secara umum adalah orang tua tunggal.
Single parent mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa
bantuan pasangan, baik itu pihak suami maupun pihak istri. Single parent
memiliki kewajiban yang sangat besar dalam mengatur keluarganya. Keluarga
single parent memiliki permasalahan paling rumit dibandingkan keluarga yang
memiliki ayah atau ibu, single parent dapat terjadi akibat kematian ataupun
perceraian. (Zahrotul Laiyliyah : 2013) Single parent juga dapat di defenisikan
sebagai seorang perempuan tangguh. Segala hal berkenaan rumah tangga
ditanggung sendiri. Mulai membereskan rumah, mencari nafkah keluarga,
dilakoni sendiri. Dalam posisi ini, seorang wanita diharuskan untuk bisa berperan
ganda, menjadi ibu sekaligus ayah bagi anakanaknya. Tugas pun semakin besar,
yang mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anak, juga ia harus menjadi
tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Semua ini bukanlah hal yang
mudah. Apalagi jika dialami kaum perempuan yang manja, kurang tangguh, dan
sangat bergantung pada orang lain. Terlebih ketika sebelumnya ia sama sekali
tidak terbiasa menjalani kehidupan berat, karena selama ini sudah terpenuhi
suaminya ketika masih bersama. (Succy Primayuni : 2019) Wanita single parent
harus pandai membagi waktu, melengkapi statusnya sebagai ayah dan ibu
sekaligus. Perannya sebagai ayah, sebagai pemimpin keluarga kecil yang
dimilikinya. Kemandirian dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan
secara mandiri untuk keluarga kecilnya. Selain itu harus menafkahi kebutuhan
hidup dalam keluarganya. Perannya sebagai ibu, yaitu menjalankan kodratnya
sebagai perempuan, meliputi mengasuh dan membesarkan anaknya, serta hal-hal
yang ada dalam rumah. Walaupun dalam kondisi bekerja, tetap harus memonitor
apa yang terjadi di dalam rumah. Mempersiapkan kemandirian untuk mental si
anak juga sangat perlu. Kasih sayang adalah kunci segala-galanya. Memberi
pengertian kepada anak pelan-pelan dengan menyesuaikan usianya. Tidak bisa
dihindari, anak akan mengalami dampak psikologis yang akan mempengaruhi
terhadap perilakunya di rumah, sekolah, dan masyarakat. Menumbuhkan
kepercayaan dirinya dan meningkatkan rasa nyaman merupakan tugas utama.
Anak merupakan skala prioritas, karena tanpa itu semua karir dan peran yang
dijalani akan sia-sia. . (Succy Primayuni : 2019).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan
dengan terjun langsung kelapangan untuk memproleh data yang diperlukan.
Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun yang dimaksud
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar. Ditunjukkan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena yang bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. Sedangkan
pendekatan kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan angka dalam
pengumpulan data dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnnya. (Nana
Syaodih Sukmadinata : 2016).
DATA HASIL PENELITIAN

1. Pola Asuh Ibu Single Parent di Gampong Suak Ribee

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu HN selaku single parent


pertama
“Ibu HN mengatakan, “ cara saya mendidik anak saya sama seperti
ibu-ibu lainya,yang penting ketika waktu sholat segerakanlah
sholat, kemudian sekolah yang rajin, jika anak saya ada masalah
mereka cerita sama saya dan sayapun merespon apa yang ia
katakan, dan apabila anak melakukan kesalahan saya marah Cuma
tidak begitu marah, saya bilang juga yang mana baiknya,
alhamdulillah hubungan saya dengan anak sangat baik,apa yang
mereka bilang saya dengar selagi apa yg dibilang itu baik untuk
dia, dan begitu juga sebaliknya ketika apa yang saya bilang mereka
juga dengar dan patuh kepada saya”.
Hasil wawancara dengan ibu HN maka dapat disimpulkan bahwa
marah bukanlah solusi ketika anak melakukan kesalahan, akan tetapi ajari
anak dan nasehati anak mana yang benar dan mana yang salah.
Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu FY selaku single parent
kedua

Ibu FY mengatakan, “ dalam mendidik anak, saya arahkan anak


dengan baik, dan misalkan berbeda pendapat dengan dia saya
jelaskan lagi mana yang baik dan mana yang tidak, terkadang
sesekali ada juga anak saya melawan dan ketika melawan saya
ajarkan lagi bahwasannya itu tidak boleh dan bisa menimbulkan
dosa”.

Hasil wawancara dengan ibu FY maka dapat disimpulkan bahwa


dalam mendidik anak harus dengan cara yang baik dan ketika anak
melawan jangan langsung dimarahkan tapi diajarkan dan diberi pengertian
kepadanya bahwa itu tidak boleh dilakukan.

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu SM selaku single parent


ketiga

Ibu SM mengatakan, “ Saya dalam mendidik anak tidak terlalu


memaksakan apa keinginan saya, karna zaman sekarang tidak bisa
memaksa anak, tapi ketika anak saya menginginkan sesuatu dia
bertanya dulu kepada saya dan meminta bagimana pendapat saya,
dan saya juga merespon dengan baik, jika itu sesuai, baik dan
cocok untuk dia, saya perbolehkan apa yang ia katakan” .
Hasil wawancara peneliti dengan ibu SM dapat disimpulkan bahwa
orang tua dalam mendidik anak tidak bisa terlalu memaksa apa yang orang
tua inginkan, akan tetapi dilihat juga apa yang anak inginkan.

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu NH selaku single parent


keempat

Ibu NH mengatakan, “Dalam mendidik anak itu saya memberikan


nasehat yang bagus kepada anak, saya ajarkan yang mana yg benar
dan yang mana yang salah, jika anak saya tidak mendengar apa
yang saya katakan, saya akan memberikan pemahaman kepada
anak bahwasanya apa yang saya katakan itu lah yang terbaik”.

Hasil wawancara dengan ibu NH dapat disimpulkan bahwa setiap


orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu S selaku single parent


kelima

Ibu S mengatakan, “Kalau saya terserah apa kata anak, apa yang di
inginkan anak yang penting baik, misalkan seperti ingin masuk
sekolah, dia meminta sekolah yang dia inginkan, saya turuti saja
yang penting anak saya sukses”.

Hasil wawancara dengan ibu S dapat disimpulkan bahwa setiap


orang tua menginginkan kesuksesan dari anaknya walupun sebagai single
parent.

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu SN selaku single parent


keenam

Ibu SN mengatakan, “ Saya mendidik anak saya dengan baik,


sekolah yang rajin, dan bahkan anak saya yang meminta terlebih
dahulu seperti pergi mengaji, dan anak saya sangat patuh kepada
saya,saya pun tidak pernah marah-marah kepada anak saya, Apa
yang saya suruh selalu mau”.

Hasil wawancara dengan ibu SN dapat disimpulkan bahwa


mendidik anak dengan lemah lembut sangat penting, dan dengan didikan
yang baik pula maka anak-anak akan menjadi anak yang berbakti kepada
orang tua seperti penurut apa yang dikatakan orang tua.
Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu SG selaku single parent
ketujuh

Ibu SG mengatakan, “ Dalam mendidik anak tidak semuanya atas


kehendak saya, saya juga mengikuti apa kata anak saya, kalau
misalkan baik ya saya ambil dan misalkan tidak baik saya cegah,
begitu juga jika mereka salah, sebagai orang tua pasti marah dan
saya nasehatkan dengan baik, dalam hal bermain saya bukan nya
tidak kasih anak keluar akan tetapi saya takut jika anak salah
pergaulan, dan alhamdulillah semenjak saya pasang wifi mereka
tidak pernah lagi keluar rumah bermain, saya dalam mendidik anak
mengikuti cara didikan dari orang tua saya dulu, saya contohkan
lagi kepada anak saya, karna apa yang dididik oleh orang tua saya
dulu banyak yang betulnya, namun bukan berarti saya menekankan
anak saya, misalkan kayak sekolah , saya tanyakan kepada anak
dimana dia ingin bersekolah, keinginan saya dan anak saya itu
berbeda, jadi saya perbolehkan dimana keinginan dia bersekolah,
karena keinginan anak perlu juga kita turuti, yang terpenting anak
saya rajin belajar”.

Hasil wawancara dengan ibu SG dapat disimpulkan bahwa anak


juga butuh pengawasan dari orang tua, akan tetapi tidak juga terlalu
menekankan atau melarang anak atas apa yang diinginkan anak, asalkan
keinginan tersebut tidak melampaui batas, yang penting sama-sama
menyetujui.

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu DF selaku single parent


kedelapan

Ibu DF mengatakan, “Apabila kita salah mendidik anak maka tidak


berhasil, saya tidak melarang anak apabila itu hal yang bagus,
dalam masalah belajar ada waktunya, dan bermain juga ada
waktunya, dan misalkan ada kesalahan anak bagi saya yang salah
tetap salah dan yang benar tetap benar, namun jika anak salah
bukan bearti disalahkan terus-menerus, akan tetapi saya bimbing
dia dan apapun masalah kami sama-sama merangkul, dan
alhamdulillah anak saya mau mendengarkan saya, bahkan saya
sangat dekat dengan anak, terkadang anak juga sering bercerita
dengan saya dan menanyakan pendapat saya”.

Hasil wawancara dengan ibu DF dapat disimpulkan bahwa dalam


mendidik anak jika anak bersalah bukan bearti terus-menerus
menyalahkan anak, akan tetapi di bimbing anak lebih baik lagi dan dekat
dengan anak itu juga perlu agar anak terbuka kepada orang tua.
Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu HS selaku single parent
kesembilan

Ibu HS mengatakan, “ Saya memberikan waktu bermain kepada


anak saya yang penting kewajiban harus di laksanakan seperti
misalkan sekolah,mengaji. Dalam hal berkomunikasi dengan anak
sangat baik, begitupun sebaliknya anak saya merespon dengan
sangat baik dan tidak pernah membantah, dan jika memiliki
perbedaan pendapat dengan anak, anak saya tetap mengikuti saya
karena bagi anak apa yang saya katakan itu adalah yang terbaik.

Hasil wawancara dengan ibu HS dapat disimpulkan bahwa apapun


yang dikatakan orang tua adalah yang terbaik untuk anak-anaknya, dan
tidak ada orang tua yang menginginkan yang jelek-jelek untuk anaknya.

Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu NZ selaku single parent


kesepuluh

Ibu NZ mengatakan, “ cara saya mendidik anak dalam bidang


pelajaran tegas, kalau dalam bermain sekarang sudah SMP
(Sekolah Menengah Pertama) waktunya kurang, kecuali masih SD
(Sekolah Dasar), kalau anak saya siang fokus ke sekolah dan
malam fokusnya ngaji dan itupun bukan keinginan saya saja, tapi
juga keinginan anak saya, karena saya tidak memaksa anak, anak
tau sendiri yang mana baiknya. Dan misalkan ada kesalahan pada
anak, jika kesalahan nya ringan kan tidak mungkin dihukum anak,
kalau salahnya nya berat saya berikan pelajaran bahwasanya yang
mana yang boleh dan yang tidak boleh, misalkan seperti
memalukan keluarga tidak boleh dilakukan, dan alhamdulillah anak
saya baik tidak pernah membantah, karena apa bila kita
mengajarkannya dengan pelan maka anak juga pelan, begitu juga
sebaliknya apabila kita mendidik anak itu dengan cara keras, maka
anak juga keras nantinya”.

Hasil wawancara dengan ibu NZ dapat disimpulkan bahwa dalam


mendidik anak harus tegas, tegas bukan bearti selalu menekan kan anak,
tapi sama-sama dalam menyetujui hal apapun, dan misalkan anak
melakukan kesalahan berilah nasehat dan motivasi yang baik kepada
anak dan jangan langsung marah-marah, karena apabila orang tua
mendidik dan mengasuh anak dengan baik maka anak itu akan
berperilaku baik dan begitu juga sebaliknya.
Dari hasil wawancara peneliti dengan ibu DR selaku single parent
kesebelas

Ibu DR mengatakan, “ Dalam mendidik anak apapun yang anak


ingin kan pasti saya memperbolehkan jika itu bagus menurut saya,
dan misalkan anak saya tidak mendengarkan kata saya, saya
sebagai orang tua pasti sedih, Cuma saya kasih tau baik-baik,
begitu juga dalam hal berbeda pendapat dengan anak, saya lihat
dulu jika apa yang dikatakan itu bagus ya saya ikuti, kalau
misalkan tidak bagus dan tidak coocok dengan saya kan nggak
mungkin saya ikutin, begitu juga ketika anak saya melakukan
kesalahan saya pasti marah, Cuma tidak marah berkelanjutan akan
tetapi saya berikan nasehat dengan penuh kasih sayang, karena jika
marah tidak menyelesaikan masalah.
Hasil wawancara dengan ibu DR dapat disimpulkan bahwa
keinginan anak penting untuk kita turuti selagi apa yang anak inginkan
itu baik, begitu juga dalam mendidik anak, ketika anak melakukan
kesalahan orang tua mana yang tidak marah, semua orang tua pasti
marah, akan tetapi orang tua harus betul-betul bisa mendidik anak supaya
anak bisa mengetahui mana yang dikerjakan itu benar dan mana yang
dikerjakan itu salah

HASIL PENELITIAN
1. Pola Asuh Ibu Single Parent di Gampong Suak Ribee

Ibu single parent yang berada di Gampong Suak Ribee menjadi ibu
sekaligus ayah untuk anak-anaknya, adapun kesebelas single parent yang
ada di Gampong Suak Ribee sudah sangat baik dalam mendidik atau
mengasuh anak-anaknya, yang mana dalam mendidik anak mereka
menggunakan pola asuh demokratis, yaitu mereka dalam mengasuh tidak
terlalu menekankan kemauan mereka, akan tetapi mendengarkan juga apa
kata anak dan apa kemauan anak, agar anak tersebut tidak merasa
tertekan dan tidak merasa terbebani. Begitu juga dalam hal memberi
pelajaran kepada anak, kesebelas ibu single parent tersebut ketika anak
mereka melakukan kesalahan tidak langsung memarahi anak, akan tetapi
memberi nasehat dan bimbingan kepada anak, dan mengajari kepada
anak mana yang benar dan mana yang salah, selain itu anak-anak mereka
juga sangat patuh dan tidak pernah membantah apa yang dikatakan orang
tuanya. Ibu single parent yang berada di Gampong Suak Ribe juga selalu
membuat anak nya bahagia dengan caranya sendiri, seperti menuruti
keinginan anaknya asalkan apa yang diinginkan anaknya baik menurut
ibunya, ada juga dengan membawa anaknya jalan-jalan sore, walaupun
ada yang sibuk bekerja, akan tetapi mereka selalu meluangkan waktu
untuk anak-anak mereka agar anak-anak mereka terlihat bahagia dan
ceria walaupun tanpa seorang ayah.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikatakan pola
asuh ibu single parent di Gampong Suak Ribee sudah sangat baik dalam mendidik
anak, pernyataan ini didasari dari hasil temuan peneliti yaitu :
1. Dilihat dari pola asuh ibu single parent dalam mendidik anak yaitu
dengan cara penuh rasa kasih sayang, mengajarkan anak yang mana yang
benar dan yang mana yang salah, dan dalam mendidik anak adanya rasa
kompromi dengan anak, yang mana apapun persoalan di setujui dulu
bersama-sama sehingga anak tidak merasa terbebani dalam pengasuhan
ibu dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan tidak pernah
membantah apa yang dikatakan orang tua.
REFERENCE

Children, John W Santrock, Masa Perkembangan Anak, ( Jakarta:Salemba


Humanika, 2011).
Istina Rakhmawati, Peran Keluarga Dalam Pengasuhan Anak, Jurnal Bimbingan
Dan Konseling Islam, Vol. 6, No. 2 (2015).
Holta Julia, Pola Pengasuhan Anak DiLihat Dari Kematangan Emosional Ibu
Single Parent, (UIN AR-Ranir: Banda Aceh, 2019).
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2016).
Mappiare Andy, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993).
Muhammad Farhan, Analisis Pemelharaan Anak Yang Orang Tuanya Merantau,
(UIN Wali Songo : Semarang, 2020 ).
Pathil Abror, Konsep Pola Asuh Orang Tua Dalam Al-Qur’an, Jurnal Konsep
Parenting and Al-Qur’an, Vol 4, No.1 (2016).
Qurrotu Ayun, Pola Asuh Orang Tua Dan Metode Pengasuhan Dalam
Membentuk Kepribadian Anak, (IAIN Salatiga: Jawa Tengah, Indonesia,
2017).
Ridwan Rafsan Jani, Perspektif Hukum Islam Terhadap Pola Asuh Permisif, (
UIN Raden Intan: Lampung, 2022).
Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak, (UIN Malang Press:Malang, 2009).
Satria Agus Prayoga, Pola Pengasuhan Anak Pada Keluarga Orang Tua
Tunggal, (Universitas Lampung: Lampung, 2013).
Succy Primayuni, Kondisi Kehidupan Wanita Single Parent, Jurnal of School
Counseling, Vol.3 No. 4 (2019).
Taufik, Dampak Pola Asuh Anak Single Parent Terhadap Tingkah Laku
Beragama Remaja, (UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2014).
W.J.S Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1995).
Zahrotul, Perjuangan Hidup Single Parent, Jurnal Sosiologi, Vo l. 3, No. 1
(2013).

Anda mungkin juga menyukai