Asro Najah - 225060500111020 - STA - Arsitektur Masjid-Pengaruh Islam, Hindu, Dan Cina Pada Masjid Mantingan
Asro Najah - 225060500111020 - STA - Arsitektur Masjid-Pengaruh Islam, Hindu, Dan Cina Pada Masjid Mantingan
Asro Najah - 225060500111020 - STA - Arsitektur Masjid-Pengaruh Islam, Hindu, Dan Cina Pada Masjid Mantingan
MASJID MANTINGAN
Penulis :
Asro Najah – 225060500111020
Masjid Mantingan adalah salah satu masjid kuno yang didirikan pada masa Kesultanan
Demak. Terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, masjid ini
memiliki kompleks yang mencakup sebuah makam di sebelah baratnya. Pembangunan masjid ini
dilakukan oleh tiga tokoh utama, yaitu Ratu Kalinyamat, Sultan Hadlirin, dan Tji Wie Gwan. Masjid
Mantingan diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1559 berdasarkan prasasti yang terdapat di
bagian mihrab yang berbunyi “rupa brahmana warnasari” yang berarti 1481 Saka atau 1559 Masehi
(Bosch, 1930:52).
Pembangunan masjid ini didasarkan pada keberadaan makam Syeh Abdul Jalil yang
lebih dahulu ada. Ratu Kalinyamat melanjutkan dan menyelesaikan pembangunan masjid
dengan bantuan Patih Sungging Badarduwung (Tji Wie Gwan). Ratu Kalinyamat, yang
memimpin Jepara setelah suaminya meninggal, membangun masjid dan makam khusus
untuk menghormati Pangeran Hadlirin. Ada keterkaitan politik dan sumpah Ratu Kalinyamat
terkait pembunuhan Arya Panangsang. Sungging Badarduwung, seorang patih yang mahir
dalam pahatan, memiliki peran penting dalam menciptakan ornamen masjid. Meskipun awalnya
ia mencari hiasan dari Tiongkok, ia akhirnya menggunakan batu karang yang diukir
oleh masyarakat setempat. Nama Cina yang dimiliki Sungging Badarduwung juga
menunjukkan kemungkinan hubungan asal-usulnya dengan pemimpin Kalinyamat yang berasal
dari Cina.
Gambar 2. Masjid Mantingan pada tahun 1930 Gambar 3. Masjid Mantingan pada tahun 1982
Sumber : Foto koleksi KITLV Sumber : Astutik, 2021
Gambar 4. Masjid Mantingan pada tahun 2021 hingga sekarang
Sumber : Kemendikbud
Pada abad ke-15 hingga ke-16, Islam mulai berkembang di tanah Jawa (HJ De Graaf dan Th G
Pigeaud, 1986). Pada masa itu, masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang bercorak animisme.
Dengan masuknya Islam ke kalangan mayoritas penduduk yang sebelumnya menganut agama Hindu
dan Buddha, terjadi perpaduan unsur pra-Hindu, Hindu-Buddha, dan Islam. Seiring dengan
perkembangan Islam, banyak masjid yang didirikan sebagai tempat ibadah dan untuk menyebarkan
dakwah. Salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh para wali adalah dengan melakukan adaptasi
kosmologi Hindu-Buddha pada bangunan masjid.
Pada tahun 1930, Masjid Mantingan dibangun di wilayah yang masih dikelilingi oleh air dan
belum terdapat rumah-rumah warga di sekitarnya. Masjid ini memiliki tampilan klasik dan kuno
yang dapat dilihat dalam gambar-gambar. Awalnya, masjid ini didirikan untuk kepentingan Ratu
Kalinyamat dan Sultan Hadlirin dalam melaksanakan pementingan. Oleh karena itu, masjid ini diberi
nama "Mantingan" yang merujuk pada kegiatan pementingan tersebut. Di sebelah belakang masjid
terdapat beberapa makam, termasuk makam Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Dr. Daoed Joesoef sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia (1978-1983), Masjid Mantingan mengalami perkembangan. Pada tanggal 10
Desember 1982, dilakukan pemugaran masjid dan makam Mantingan yang diresmikan. Pemugaran
tersebut tidak hanya melibatkan perbaikan pada bangunan masjid, tetapi juga pada makam yang
ada di sekitarnya. Hal ini menunjukkan perhatian terhadap pemeliharaan dan perbaikan bangunan
bersejarah tersebut.
Pada tahun 2021, Masjid Mantingan mengalami renovasi dengan tampilan yang lebih
modern. Renovasi tersebut meliputi pergantian shirab (mihrab) dan penggunaan keramik marmer
yang memberikan tampilan yang indah. Dana untuk renovasi ini diperoleh dari pemerintah selama
3 tahun dengan total lebih dari 1 miliar. Renovasi ini merupakan upaya untuk menjaga keaslian
sekaligus memberikan sentuhan modern pada masjid yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang
penting bagi masyarakat.
2. Karakteristik dan Gaya Bangunan
A. ASPEK RUANG
a.1. Jenis dan Fungsi Ruang
Masjid Mantingan memiliki dua struktur interior utama yang meliputi struktur ruang dan
struktur kekal. Struktur ruang terdiri dari ruang utama ibadah sholat, ruang belajar umum, dan
ruang pertemuan jamaah. Pada masjid ini, struktur ruang dibentuk dengan membagi bidang masjid
menggunakan dinding penyekat atau ruang kosong. Ruang belajar umum merupakan pengalihan
fungsi dari pringgitan dalam rumah adat Jawa, sedangkan ruang pertemuan jamaah merupakan
pengalihan fungsi dari pendhopo.
Struktur kekal dalam Masjid Mantingan melibatkan area tambahan yang digunakan untuk
menyemayamkan jenazah umat Islam. Hal ini tidaklah baru dalam budaya Jawa, karena hampir
semua masjid Jawa kuno juga memiliki struktur kekal seperti yang ada di Masjid Mantingan.
Struktur kekal ini berupa bangunan tambahan atau cungkup yang menyerupai bangunan inti
masjid, dan digunakan khusus untuk keluarga kerajaan. Semua struktur ini menunjukkan
perpaduan yang harmonis antara budaya Jawa, Hindu, dan Cina.
Ket :
Ruang Publik
Ruang Servis
Jika denah kompleks diperbesar maka akan tampak denah Masjid Mantingan seperti gambar
di bawah. Ruang dalam Masjid Mantingan dapat dibagi menjadi 2 ruang besar yaitu ruang utama
ibadah dan ruang serambi masjid. Ruang utama masjid bergungsi menjadi tempat utama untuk
melaksanakan shalat berjamaah dan mendengarkan khutbah. Ruang serambi dapat juga berfungsi
seperti ruang utama, akan tetapi lebih sering sebagai ruang untuk duduk-duduk dan sirkulasi.
Ket :
Ruang utama
Serambi masjid
Gambar 8. Denah kompleks Masjid Mantingan Gambar 9. Perbesaran Denah Masjid Mantingan
Sumber : Putra, 2018 dan Penulis, 2023 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 10. Elemen vertikal berupa 4 bidang penutup Gambar 11. Garis aksis ruang Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Sumbu
simetri
Gambar 13. Denah perkembangan ruang utama dan garis simetri Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 14. Konsep mihrab sebagai orientasi utama Gambar 15. Garis organisasi grid pada denah
dalam Masjid Mantingan Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018d
a.2.4. Letak ruang
Dilihat dari denah Masjid Mantingan seperti gambar di bawah. Ruang dalam Masjid
Mantingan dapat dibagi menjadi 2 ruang besar. Pertama, ruang utama ibadah sholat dengan bentuk
persegi dengan letak di atas sebelah kiri. Kedua, ruang pendukung berupa serambi masjid dengan
bentuk dasar rektangel atau persegi panjang dengan letaak disekitar (mengelilingi) ruang utama.
Ket :
Ruang utama
Ruang pendukung (Serambi
masjid)
Gambar 16. Perbesaran Denah Masjid Mantingan (ruang ibadah utama)
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 17. Interior ruang utama Masjid Mantingan Gambar 18. Interior serambi Masjid Mantingan
Sumber : Kemendikbud.go.id Sumber : Kemendikbud.go.id
Gambar 19. Atap Tampak Samping Masjid Mantingan Gambar 20. Tampak sisi timur Masjid Mantingan
Sumber : Susindra.com Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 21. Tampak, potongan, serta dimensi Masjid Mantingan
Sumber : Suara NUJepara, 2022
Vocal Point yang kedua terlihat dari tambahan bangunan berupa tangga untuk mencapai
Masjid Mantingan. Tangga arah masuk Masjid Mantingan memberikan kesan bahawa masjid tampak
terlihat lebih tinggi. Tangga masuk juga mencerminkan nilai simbolis sebagai gerbang menuju
pengalaman spiritual dan ibadah di dalam masjid.
Jika telah memasuki bangunan Masjid Mantingan terlihat adanya pintu masuk dengan
tambahan jam dinding di tengah bagian depan. Letak pintu dan pemberian bentuk jam yang berbeda
tampak mencolok, sehingga menarik perhatian pengunjungan dan penanda bagian tengah Masjid
Mantingan.
Gambar 23. Pintu masuk dengan tambahan jam dinding sebagai vocal point pada bagian depan
Masjid Mantingan
Sumber : Aji,2021
b.2. Komposisi Fasade
Proporsi bangunan Masjid Mantingan menggunakan perbandingan bagian objeknya sendiri,
dapat dibagi mejadi tiga bagian besar yaitu kepala bangunan, badan bangunan, dan kaki bangunan.
Hanya memiliki satu lantai, letaknya di atas kaki bangunan yang berupa tangga. Skala menggunakan
skala manusia dapat dilihat dengan adanya penggambaran manusia, bangunan jadi memiliki kesan
suasana “normal” karena penyesuaian yang wajar antara ukuran dan kegiatan di dalam/sekitarnya.
Kepala bangunan
Kaki bangunan
Secara horizontal, dari kiri ke kanan bangunan, fasade masjid terdiri dari beberapa elemen
yang diulang dengan simetrisitas yang jelas. Contohnya, terdapat serangkaian pintu dengan pola yang
sama yang berulang secara teratur. Posisi dan ukuran pintu ini seragam di kedua sisi bangunan. Selain
itu, terdapat detail ornamen dan ukiran yang diulang pada bagian atas serta samping pintu yang
terdapat di beberapa tempat. Elemen ini memberikan kesan keseimbangan dan harmoni dalam
tampilan fasade bangunan. Selanjutnya kolom yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama, serta
ditempatkan dengan jarak yang sama. Kolom berupa soko guru pada bagian dalam masjid dan soko
majapahit pada bagian serambi masjid.
Secara vertikal, dari bawah ke atas, terdapat susunan lantai tangga yang mengikuti pola
perulangan yang simetris. Bangunan masjid ini memiliki beberapa tingkatan yang diindikasikan
dengan adanya tumpukan atap dengan tingkatan yang berbeda. Susunan pintu ini terlihat simetris di
kedua sisi bangunan, menciptakan tampilan yang seimbang dan estetis.
Vertikal
Horizontal
Gambar 27. Soko guru pada dalam Masjid Mantingan Gambar 28. Soko majapahit Masjid Mantingan
Sumber : Aji, 2021 (warnain) Sumber : Kompas.id
Elemen linier vertikal yang ada pada Masjid Mantingan berupa kolom yang disebut soko guru dan
soko majapahit. Soko guru ditempatkan di dalam ruang sedangkan soko majapahit di serambi masjid. Soko
guru dan soko majapahit yang diletakkan dengan bebas teratur di dalam ruang (tidak di tepi/menempel
dinding) memberikan kesan zona-zona ruang di dalam batas lingkungannya, sedangkan Sebagian soko
majapahit yang diletakkan di tepi memberi kesan memperkuat volume ruang, dengan pengulangan elemen ini
di sepanjang garis keliling akan lebih memperkuat pendefinisian volume.
Serangkaian kolom yang mirip satu sama lain dengan jarak yang teratur dapat membentuk kolonade
(rangkaian kolom). Sebaris kolom yang menyatu dengan dinding dan menjadi sebuah pilastrade yang
menopang dinding, menegaskan permukaannya, serta melembutkan skala, irama, dan proporsi dari bidang-
bidang antar kolomnya. Jaringan kolom di dalam ruangan tidak hanya berfungsi menopang lantai atau bidang
atap, akan tetapi barisan kolom yang teratur berfungsi menegaskan volume spasialnya, menandai zona
modular di dalam area spasial, dan menciptakan sebuah irama dan skala yang terukur sehingga membuat
dimensi spasial dapat dirasakan.
Gambar 29. Potongan dan pembentukan ruang akibat kolom Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 30. Denah letak soko guru dan soko majapahit Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Permukaan bidang dasar yang terus diangkat menciptakan perubahan ketinggian, perubahan ini akan
menegaskan batasan areanya serta menginterupsi aliran ruang di sepanjang permukaan. Kemenerusan visual
dan spasial Masjid Mantingan termasuk yang terinterupsi akibat adanya bidang berupa tangga.
Pengangkatan bidang dasar ini menciptakan sebuah panggung yang secara struktural maupun visual
menopang bentuk dan massa bangunan Masjid Mantingan. Bidang yang diangkat ini juga dapat membentuk
ruang transisi antara interior dengan eksteriornya. Kombinasi dengan bidang atap yang akan mengembang ke
dalam area semi privat mengakibatkan terbentuknya serambi masjid.
Interior
Transisi
Kemenerusan
Interior
visual
Bangunan
(volume ruang)
Bidang dasar
Gambar 33. Denah Masjid Mantingan Gambar 34. Konfigurasi bentuk dasar bangunan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Google earth
Gambar 36. Letak ornamen pada dinding bagian depan Masjid Mantingan
Sumber : dunia masjid dan Nasirullahsitam.com
Di bagian dalam masjid, terdapat empat ornamen persegi panjang di bawah (di atas lantai)
dan beberapa ornamen kecil di bagian atas. Tiga ornamen berada di atas mihrab dan digunakan
sebagai penunjuk arah kiblat. Pada dinding samping kanan dan kiri masjid, terdapat satu ornamen
persegi di atas pintu tengah masjid. Sedangkan pada pondasi masjid, terdapat empat ornamen,
termasuk satu ornamen berbentuk medallion. Di bagian belakang masjid, ornamen diterapkan pada
mihrab dan dekat jendela. Mihrab memiliki ornamen persegi panjang sebagai pelipit yang
mengelilingi bangunan, sementara di sekitar jendela terdapat satu bentuk medallion dan bingkai
cermin. Pada mimbar masjid, ornamen diterapkan pada bagian kaki dan dindingnya. Ornamen ini
diukir langsung pada mimbar. Secara keseluruhan, ornamen-ornamen tersebut terdapat di
berbagai bagian Masjid Mantingan, memberikan keindahan dan keunikan pada bangunan tersebut.
Motif-motif dalam ornamen Masjid Mantingan bervariasi, antara lain motif tumbuh
tumbuhan (flora), inatang (fauna), manusia, khayali, jalinan, huruf, bangunan, dan benda-benda
mati. Motif-motif dalam ornamen Masjid Mantingan memiliki makna yang mendalam. Motif
awan melambangkan langit dan kekuatan tak terbatas, sementara motif gunung
melambangkan alam kedewataan, kekuatan, dan medan perjuangan manusia. Motif batu
karang menggambarkan dunia bawah dan sebagai sumber kehidupan. Ragam hias Mantingan
ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Cina, dan local genius.
Gambar 38. Salah satu ornamen dinding motif binatang gajah yang terstilasi dalam suluran
tanaman Sumber : Lombard, 1996
Gambar 40. Ukiran motif binatang (merak, phoenix, kuda) dengan bentuk medallion
Sumber : Naám,2006
Ornamen Masjid Mantingan menggabungkan berbagai pengaruh seni dari Hindu, Cina, dan
local genius. Meskipun dipengaruhi oleh Islam, penggambaran makhluk hidup secara realistis
dihindari. Pengaruh Islam tidak menghapuskan sepenuhnya kebudayaan Hindu-Jawa, dan simbol-
simbol Hindu-Jawa masih digunakan sebagai ajaran. Unsur teknik seni Islam belum sepenuhnya
terlihat dalam ornamen Masjid Mantingan, yang lebih menggambarkan pengaruh Hindu-Jawa dan
Cina. Penggabungan motif-motif dari berbagai agama dan budaya tersebut mencerminkan
sinkretisme agama pada masa transisi dari Hindu ke Islam. Ornamen Masjid Mantingan
mengadaptasi lingkungannya dengan mencerminkan makna-makna yang terungkap dalam
lambang-lambang tersebut.
Masjid Mantingan memiliki ukiran yang menjadi ciri khasnya. Terdapat relief-relief pada
panel-panel batu padas kuning yang melambangkan berbagai gambar seperti binatang, tumbuhan,
dan lainnya. Relief-relief ini menggambarkan pengaruh kebudayaan Cina, terutama dalam motif
wadasan yang sering ditemui di Cirebon. Ragam hias Mantingan juga dipengaruhi oleh kebudayaan
Hindu dan Cina, terlihat dari penggunaan motif seperti awan, batu karang, bunga teratai, labu air,
dan lung-lungan. Ornamen-ornamen ini mencerminkan pengaruh budaya Cina dan Hindu yang
terdapat dalam masjid ini.
Pada bagian atap, kayu digunakan dan mungkin memiliki warna yang lebih gelap, seperti
cokelat tua atau hitam. Hal ini memberikan kontras dengan warna batu alam pada dinding dan
memberikan sentuhan tradisional pada bangunan.
Masjid Mantingan mengalami beberapa kali perubahan dan pemugaran. Pada tahun 1927,
dilakukan pemugaran dengan penggantian material menggunakan semen dan kapur, yang
menghilangkan keaslian bangunan. Panel-panel ukiran dari masjid lama kemudian ditempelkan
pada serambi masjid. Pemugaran kembali dilakukan pada tahun 1978-1981 dan menghasilkan
penemuan enam panel berelief, balok-balok putih, dan pondasi bangunan kuno. Dapat dikatakan,
Masjid Mantingan memiliki sejarah perubahan dan pemugaran yang mengubah tampilan dan
keaslian bangunan, tetapi beberapa panel ukiran dari masjid lama masih dipertahankan. Terdapat
pengaruh budaya Tionghoa dalam ukiran dan motif yang terlihat pada masjid ini.
Masjid Mantingan awalnya didirikan dengan lantai tinggi yang ditutupi dengan ubin buatan
Tiongkok, termasuk undak-undaknya. Semua bahan tersebut diimpor dari Makao. Gaya bangunan
atap, termasuk bubungan, juga mengadopsi gaya Tiongkok. Dinding luar dan dalamnya dihiasi
dengan piring tembikar bergambar biru. Bagian dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi
dengan relief persegi bergambar margasatwa dan penari yang dipahat pada batu cadas kuning tua.
Babah Liem Mo Han merupakan pengawas pekerjaan baik di Welahan maupun Mantingan.
Material ini dapat dibagi menjadi 2 aspek yaitu material konstruktif dan material non-
konstruktif. Dapat dibagi menjadi sebuah tabel sebagai berikut :
3. Kayu 3. Kaca
4. Semen