FDFDF
FDFDF
i
Disusun oleh:
ATUT YULIAWAN
NIM: 20241012
A. ZAKAT
1. Pengertian Tentang Zakat
Menurut bahasa, kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.
Dalam Al-Quran dan hadits disebutkan, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah” (QS. Al-Baqarah[2]:276); “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. At-Taubah [9]:
103); “Sedekah tidak akan mengurangi harta” (HR. Tirmizi).
Menurut istilah, dalam kitab al-Hawi, al-Mawardi mendefinisikan zakat dengan
nama pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan
untuk diberikan kepada golongan tertentu.
2. Sejarah Zakat
Setiap umat muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang
dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran
hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas,
tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar
zakat. Zakat menurut sebuah hadits ilmu dari percakapan Anas bin Malik dengan
Dhamman bin Tsa'labah ditetapkan sebelum tahun ke-9 Hijriah/631 Masehi.
Dikatakan ia wajib setelah hijrah Rasulullah ke Madinah. Dalil yang menjelaskan ini
ialah hadits tentang zakat fitrah, riwayat Imam Ahmad dan Hakim, yang menyebut
adanya zakat fitrah sebelum zakat mal, yang konsekuensinya ia ditetapkan setelah
adanya perintah puasa. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan
menetapkan zakat bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban
kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara
Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian
zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khilafah, zakat dikumpulkan oleh pegawai negara dan didistribusikan
kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang
miskin, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan
tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan
bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
a. Al-Quran
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At
Taubah, 9 : 60)
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana."(QS. At-Taubah, 9 : 71)
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui."(QS. At-Taubah, 9 : 103)
b. Dalil Sunah
"Dari Abdullah bin Musa ia berkata, Khanzalah bin Abi Sofyan
menceritakan kepada kami dari Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar r.a, ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan atas lima dasar yaitu:
"Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Muadz ke
Yaman beliau berpesan: "Hai Muadz, engkau hendak mendatangi sekelompok
kaum dari kalangan Ahli Kitab (di Yaman), maka mula-mula yang harus engkau
lakukan adalah:
Ajak mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku Muhammad
adalah utusan-Nya;
c. Ijma
Sepeninggal Nabi SAW dan tampuk pemerintahan dipegang Abu Bakar,
timbul kemelut seputar keengganan membayar zakat sehingga terjadi peristiwa
"perang riddah". Kebulatan tekad Abu Bakar sebagai khalifah terhadap penetapan
kewajiban zakat didukung penuh oleh para sahabat yang kemudian menjadi ijma.
4. Syarat Zakat
Secara umum syarat-syarat wajib zakat adalah sebagai berikut:
a. Islam
Ini berdasarkan perkataan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., "Ini adalah kewajiban
sedekah (zakat) yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW atas orang-orang
Islam." Seorang muzakki dinyatakan muslim, dan tidak dikenakan kewajiban
zakat bagi orang kafir. Ketentuan ini telah menjadi ijma di kalangan kaum
muslimin, karena ibadah zakat tergolong upaya pembersihan bagi orang Islam.
b. Merdeka
Zakat tidak wajib atas budak meskipun budak mudabbar, muallaq, dan mukatab.
Alasannya adalah kepemilikan mukatab lemah, dan yang lain (mudabbar dan
muallaq) tidak mempunyai kepemilikan. Umar bin Khattab r.a. menegaskan:
"Tiada zakat di dalam harta hamba sahaya, sampai ia bebas."
c. Kepemilikan yang sempurna
Maksudnya harta itu dimiliki secara penuh berada di dalam kekuasaannya dan
dapat diapasajakan olehnya tanpa tersangkut dengan hak orang lain. Zakat tidak
wajib pada harta yang tidak dimiliki secara sempurna, seperti harta yang didapat
dari hutang, pinjaman ataupun titipan.
d. Nisab
Maksudnya jumlah harta yang dimiliki selain kebutuhan pokok (rumah, pakaian,
kendaraan dan perhiasan yang dikenakan) telah melebihi batas minimal wajib
zakat yaitu 91,92 gram emas 24 karat. Nisab adalah nama kadar tertentu dari
harta yang wajib dizakati. Oleh karena itu harta yang tidak mencapai satu nisab
tidak perlu dizakati.
e. Haul
Berdasarkan hadis, "Harta yang belum mencapai haul (satu tahun) tidak perlu /
wajib dizakat." Hadis ini meskipun dhaif namun diperkuat beberapa atsar yang
shahih, yaitu dari para khalifah yang empat dan shahabat yang lain. Oleh karena
itu, harta yang belum genap sampai pada haul, meskipun sebentar, tidak perlu
untuk dizakati.
a. Pemberi zakat
Pemberi zakat, atau biasa disebut muzakki adalah orang yang berkewajiban
untuk membayar zakat. Seperti yang sudah disebutkan di atas, syarat-syarat untuk
orang pemberi zakat adalah Islam, merdeka, dewasa, tidak memiliki hutang dan
memiliki harta yang cukup.
Zakat hadir dalam Islam bukan hanya untuk mengatur sistem ekonomi,
individu, msyarakat, dan negara. Namun juga menjadi penyambung kasih sayang
antara si kaya dan si miskin seperti halnya yang dibahas pada buku Kekuatan Zakat
yang mengupas segala hal tentang zakat termasuk dalil-dalil, cara perhitungan zakat,
waktu pembayaran, dan masih banyak lagi.
b. Penerima zakat
Penerima zakat biasa disebut dengan mustahik. Mustahik ini adalah orang-
orang yang berhak menerima zakat. Di dalam Al-Quran surat At-taubah ayat 60,
disebutkan delapan kategori atau golongan orang-orang yang memenuhi syarat untuk
mendapatkan manfaat dari zakat.
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana.”
Orang yang hidup tanpa mata pencahariaan, orang yang tidak bisa memenuhi
kebutuhan pokoknya, orang yang mengumpulkan zakat, orang yang baru saja masuk
islam, orang yang bebas dari perbudakan melalui akad, orang yang memiliki hutang yang
sangat besar, orang yang berperang di jalan Allah SWT, orang yang dalam perjalanan
atau pengelana yang terlantar, adalah orang-orang yang wajib menerima zakat atau
mustahik.
a. Emas dan Perak adalah logam mulia. Islam menggangap logam mulia seperti emas dan
perak sebagai harta yang dapat berkembang. Cek, deposito, saham atau surat berharga
lainnya termasuk dalam kategori emas dan perak yang bisa dizakatkan. Rumah, tanah,
kendaraan, juga termasuk kategori emas dan perak yang bisa dizakatkan.
b. Binatang Ternak yang wajib untuk dizakatkan adalah hewan-hewan ternak yang besar
seperti sapi, kambing, kerbau, unta, ayam.
c. Hasil Pertanian yang wajib dizakatkan adalah hasil tumbuh-tumbuhan yang memiliki
nilai ekonomis. Hasil pertanian yang bisa dizakatkan adalah adalah umbi-umbian,
sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan lain-lain.
d. Harta Perniagaan adalah semua yang digunakan dalam jual-beli. Contoh dari harta
perniagaan adalah alat-alat, perhiasan, pakaian. Perniagaan atau perdagangan yang
dilakukan bisa melalui perorangan atau perusahaan besar.
e. kekayaan Laut dan hasil pertambangan adalah benda-benda yang berasal dari dalam
perut bumi dan bisa juga dizakatkan karena memiliki nilai ekonomis. Hasil-hasil dari
perut bumi itu meliputi minyak bumi, tembaga, timah, batubara. Kekayaan laut yang
bisa dizakatkan yaitu mutiara, dan ambar.
f. Rikaz adalah harta yang sudah terpendam lama sejak zaman dahulu. Salah satu contoh
rikaz atau harta terpendam adalah harta karun. Harta rikaz yang ditemukan tentunya
tidak boleh ada pemiliknya maka baru boleh dizakatkan.
Untuk zakat fitrah bisa berupa uang, beras, kurma atau gandum dengan berat 2.5 kg.
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60
yakni:
Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidup. Menurut Buya Hamka, kata fakir berasal dari
makna "membungkuk tulang punggung", satu sebutan buat orang yang telah bungkuk
memikul beban berat kehidupan.
Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar untuk hidup. Secara kebahasaan, orang miskin berasal dari kata ( ُس ُكوْ ٌنsukūn),
artinya tidak ada perubahan pada hidupnya, tetap saja begitu, menahan penderitaan
hidup.
Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat. Tentu saja dalam
memungut zakat ini, ada para petugas yang mengambilnya. Mereka juga berhak
terhadap zakat. Namun begitu, Buya Hamka memberi catatan, bahwa jika si pengurus
atau pegawai mengambil sebagian hartanya yang telah dipungut untuk dirinya
sendiri, ini dijatuhkan kepada korupsi/ghulūl () ُغلُوْ ٌل. Karenanya menurut beliau, boleh
saja mengadakan kepanitiaan dalam rangka pemungutan zakat.
Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya.
Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup
untuk memenuhinya.
Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan
sebagainya.
Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Orang yang haram menerima zakat
Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga
Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait).
Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri.
B. INFAQ
1. Pengertian Tentang Infaq
Adapun kata infak sebagian ahli fikih berpendapat bahwa infak adalah segala
macam bentuk pengeluaran (pembelanjaan), baik untuk kepentingan pribadi,
keluarga, maupun yang lainnya.
Infak berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan yang diperintahkan
ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, Infak tak mengenal nishab.Infak dikeluarkan
oleh setiap orang yang beriman baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan
sempit (Qs. Ali Imran: 143). Infak boleh diberikan kepada siapapun, misalnya untuk
kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya.(QS 2:215)
2. Sejarah Infaq
Sejarah atau awal mula adanya infaq berkaitan dengan tiga karakter utama orang
yang bertakwa. Tiga karakter tersebut meliputi orang yang mudah memberi maaf,
mampu menahan amarah, dan gemar bersedekah atau ber-infaq. Hal ini berdasarkan
Q.S Ali Imran Ayat 134, yang menjadi acuan dalam membentuk seorang muslim
yang saleh. Adapun arti dari ayat tersebut adalah sebagai berikut: “(Yakni) orang-
orang yang mendermakan harta bendanya, baik di waktu lapang atau sempit, dan
orang-orang yang mengontrol emosinya dan mudah memaafkan kesalahan orang lain.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Dari ayat tersebut, karakter yang disebutkan pertama adalah gemar bersedekah.
Seorang muslim yang bertaqwa, tentunya akan terdorong untuk ber-infaq dalam
keadaan apapun. Adapun infaq yang besar pahalanya adalah saat dalam keadaan yang
benar – benar sehat.
Keempat elemen dalam rukun tersebut harus hadir dalam proses penyaluran harta
dan kegiatan ini akan dianggap sah jika harta yang disalurkan sudah diterima dengan
baik oleh pihak penerima. Selain itu, pihak pemberi juga tidak bisa kembali
menganulir atau meminta kembali barang dan harta yang sudah disalurkan kepada
penerima.
C. SHODAQOH
1. Pengertian Tentang Shodaqoh
kata sedekah adalah segala bentuk pembelanjaan (infak) di jalan Allah.
sedekah jika ditinjau dari segi terminology syari’at, pengertian sedekah sama
dengan infak termasuk juga ketentuan dan hukumnya. Hanya saja, sedekah memiliki
arti luas, tak hanya menyangkut hal uang namun juga yang bersifat non materil.
Hadits Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tak
mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil dan
melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.
2. Sejarah Shodaqoh
a. Sejarah Sedekah dari Zaman ke Zaman
Tak hanya materi, sedekah memiliki cakupan yang luas. Bentuk sedekah juga bisa
berupa nonmateri, seperti membantu orang lain, berbicara dengan baik, berlaku adil
kepada orang yang berselisih, hingga melangkah ke tempat ibadah. Nah, berikut ini
kisah tentang perjalanan sedekah yang telah dilakukan umat muslim mulai dari zaman
nabi hingga sekarang.
b. Kisah sedekah yang menunda kematian
Bermula ketika salah satu murid Nabi Ibrahim mendatangi beliau lalu menceritakan
bahwa dirinya akan menikah esok hari. Setelah berbincang dan muridnya pergi,
malaikat maut mendatangi Nabi Ibrahim seraya bertanya tentang pemuda yang baru
saja mendatanginya.
Nabi Ibrahim pun menjelaskan bahwa pemuda tadi adalah satu muridnya yang akan
menikah besok. Tanpa diduga, malaikat maut menyampaikan pesan bahwa umur
muridnya tak akan sampai besok pagi. Mendengar hal itu, Nabi Ibrahim bergerak dan
ingin memberi tahu sang murid agar menyegerakan pernikahannnya malam ini.
Namun di tengah perjalanan, langkahnya terhenti. Beliau memilih agar kematian tetap
menjadi rahasia Allah.
Keesokan paginya, Nabi Ibrahim terkejut karena mengetahui muridnya
melangsungkan pernikahan dalam keadaan sehat. Meski begitu, beliau tetap diam dan
turut berbahagia menyaksikan pernikahan sang murid.
Nabi Ibrahim melihat anak muda ini panjang umur hingga berumur 70. Ia pun
bertemu kembali dengan malaikat maut dan bertanya apakah dirinya berbohong saat
menyampaikan bahwa sang murid tak akan hidup sampai besok pagi. Malaikat maut
menjawab, bahwa Allah menahannya untuk mencabut nyawa anak muda tersebut.
Karena penasaran, Nabi Ibrahim kembali bertanya, “Apa yang membuat Allah
menunda kematiannya?” Malaikat maut menjelaskan bahwa di malam sebelum
menikah, muridnya telah menyedekahkan separuh dari hartanya. Sebab itulah, Nabi
Ibrahim tetap bisa melihat anak muda itu hingga umur 70.
c. Kisah orang kikir yang masuk surga karena sedekah pedang
Kisah ini terjadi di zaman Nabi Isa. Kala itu, ada seseorang yang terkenal kikir nan
pelit bernama Mal’un. Suatu hari, seorang pemuda yang akan berjihad di jalan Allah
menghadap Mal’un lalu meminta dengan halus agar memberinya pedang untuk
berperang. Mal’un hanya diam sampai akhirnya pemuda tersebut pergi. Merasa
menyesal, Mal’un segera menyusul si pemuda yang ternyata berada tak jauh dari
rumahnya kemudian memberi pedang miliknya.
Sekembalinya dari medan perang, pemuda saleh tadi bertemu dengan Nabi Isa yang
sedang berjalan bersama seorang ahli ibadah. Nabi Isa menegurnya dan menanyakan
bagaimana ia mendapatkan pedang tersebut. Lalu, pemuda itu menjawab bahwa
pedang itu diperoleh dari Mal’un. Nabi Isa merasa senang karena orang yang terkenal
sangan kikir tersebut akhirnya memberi sesuatu.
Ketika itu Mal’un mengetahui bahwa pemudah saleh, Nabi Isa, dan seorang ahli
ibadah sedang berbincang tak jauh dari rumahnya. Melihat hal tersebut, ia
mempersilakan mereka untuk masuk ke rumah. Tiba-tiba, sang ahli ibadah menolak
serta berkata “Aku akan pergi sebelum terbakar api”.
Setelah itu, turunlah wahyu dari Allah kepada Nabi Isa yang menerangkan bahwa
Allah telah mengampuni dosa Mal’un berkat sedekah pedangnya. Ia juga akan masuk
surga dan berkawan dengan sang ahli ibadah. Medengar wahyu yang disampaikan
oleh Nabi Isa, sang ahli ibadah berkata bahwa ia tak sudi berkawan dengan Mal’un di
surga.
Kemudian, turun wahyu sekali lagi kepada Nabi Isa yang menyatakan bahwa ahli
ibadah itu akan masuk neraka akibat menolak keputusan Allah dan menghina orang.
d. Kisah sedekah pada zaman sekarang
Kali ini, cerita diambil dari para penggiat sedekah air di Indonesia yang merupakan
pelopor penyedia sarana air bersih untuk masyarakat yang membutuhkan.
Mengapa bersedekah dengan air? Bagi mereka, air merupakan elemen terpenting agar
bisa mempertahankan kehidupan. Terlebih, sebanyak 13% penduduk Indonesia
masih belum mendapatkan akses air bersih.
Dimulai sejak tahun 2013, program sedekah air telah dilakukan di beberapa daerah
dengan agenda konservasi air, filter air, distribusi air bersih, serta pembuatan sumur
bor di sekolah dan tempat ibadah.
Hingga saat ini, setidaknya sudah 40 acara telah dibuat oleh penggiat sedekah air di
sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satu programnya yaitu melakukan sedekah
kepada SMPN 2 Ridogalih Cibarusah berupa fasilitas sanitasi air bersih untuk MCK
yang sebelumnya hanya mengandalkan tampungan air hujan. Sayangnya, untuk saat
ini, program tersebut dinyatakan gagal akibat susahnya menemukan titik air di
kawasan SMPN 2 Ridogalih Cibarusah.
Di luar itu, masih banyak program-program lain yang berhasil dijalankan oleh
penggiat sedekah air. Satu di antaranya yakni memberikan filter air kepada Pondok
Pesantren Al Azkia, Muncang, Banten.
e. Sedekah untuk akhirat
Di antara semua sedekah yang pernah Anda lakukan, ikhlas merupakan modal utama.
Ikhlas berarti melakukan sesuatu hanya karena Allah tanpa mengharapkan pujian dari
orang lain. Ikhlas juga salah satu bentuk sedekah yang ringan dan mudah dikerjakan.
Jika setiap amalan tidak dimurnikan semata-mata hanya karena Allah, kelak, ibadah
tersebut akan sia-sia.
3. Dasar Hukum Shodaqoh
Islam memerintahkan umatnya untuk saling membantu dan saling menolong antar
sesama. Salah satunya dengan infak dan sedekah, antara lain melalui ayat Al-Quran
dan hadit ssebagai berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Quran) dan
melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian rejeki yang kami anugerahkan
kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka mengharapkan
perdagangan yang tidak akan merugi”. (QS 35:29)
“….yaitu orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit”. (QS Al-
Imran:134).
“Setiap ruas jari-jari yang pada manusia itu bias memberikan sedekah pada setiap
hari yang diterbiti matahari. Berbuat adil diantara dua orang yang berselisih adalah
sedekah. Setiap langkah yang diayunkan untuk pergi shalat adalah sedekah. Dan
menyingkirkan sesuatu yang dapat mengganggu dijalan adalah sedekah. (HR Bukhari
dan Muslim).
Para jumhur mufasir dan ulama kontemporer juga menyepakati suatu kondisi
sosial yang mewajibkan orang untuk peduli. Pada banyak riwayat dikatakan bahwa
infak dan sedekah bukan mengurangi harta, bahkan sebaliknya, menjadi banyak dan
berkah. Dalam hal lain juga disampaikan bahwa infak dan sedekah dapat
menghindarkan orang dari bala dan kesempitan.
4. Syarat Shodaqoh
Inilah beberapa syarat dari sedekah berdasarkan ajaran Islam yang harus
diperhatikan dan dilakukan agar sedekah yang sudah dikeluarkan lebih diridhoi oleh
Allah SWT.
Terdapat beberapa hal yang bisa merusak pahala dari sedekah yang sudah
dilakukan. Salah satunya adalah orang yang memberikan sedekah tersebut adalah orang
orang yang termasuk dalam kategori anak anak, tidak sehat secara rohani, dan orang yang
sedang mengalami gangguan jiwa.
Selain itu ada beberapa hal lainnya yang dapat merusak pahala dari sedekah yang
sudah diterima sebelumnya, diantaranya sebagai berikut.
1) Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam
rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu
maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan
menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut
menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf
adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap
sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak
kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
2) Mazhaf Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya
untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu
berbentu upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti
mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk
masa tertentu susuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta
menahan benda itu dari penggunaan secara pemelikan, tetapi membolehkan
pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu memberikan manfaat benda
secara wajar sedang itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku
untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf
kekal (selamanya).
Syafi’I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti :
perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan
tukaran atau tidak. Jika wakif wakaf, hart yang diwakafkan tersebut tidak dapat
diwarisi oleh warisnya. Wakif menyalurkan menfaat harta yang diwakafkannnya
kepada mauquf’alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat,
dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila
wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada
mauquf’alaih. Karena itu mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah : “tidak
melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah
SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”
4) Mazhab Lain
Mazhab Lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi
kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik
mauquf’alaih(yang diberi wakaf), meskipun mauquf’alaih tidak berhak
melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau
menghibahkannya.
2. Sejarah Wakaf
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf
disyariatkan setelah Nabi hijrah ke Madinah pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua
pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha) tentang
siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian ulama, yang
pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW, yakni mewakafkan tanah
milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari
Umar bin Sa’ad bin Muad berkata, Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam
Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang- orang
Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.
Pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa Sayyidina Umar adalah orang
pertama yang melaksanakan syariat wakaf berdasar pada hadis yang diriwayatkan
Ibnu Umar yang berkata, Bahwa sahabat Umar RA, memperoleh sebidang tanah di
Khaibar, kemudian Umar RA, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk,
umar berkata: ‘Hai Rasulullah SAW, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya
belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?’
Rasulullah SAW bersabda: Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan
engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan.
Ibnu Umar berkata lagi: Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah)
kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah Ibnu sabil, dan
tamu, dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya
dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak
bermaksud menumpuk harta.
Selain Umar, Rasulullah juga mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah di
antaranya ialah kebun A’raf Shafiyah, Dalal, Barqah, dan lainnya. Nabi juga
mewakafkan perkebunan Mukhairik, yang telah menjadi milik beliau setelah
terbunuhnya Mukhairik ketika Perang Uhud. Beliau menyisihkan sebagian
keuntungan dari perkebunan itu untuk memberi nafkah keluarganya selama satu
tahun, sedangkan sisanya untuk membeli kuda perang, senjata dan untuk kepentingan
kaum Muslimin. Mayoritas ahli fikih mengatakan bahwa peristiwa ini disebut wakaf.
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara
ayat-ayat tersebut antara lain:
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)
Menurut Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di
Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut,
Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’)
menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada
orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf
telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat
Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
4. Syarat Wakaf
Sesuai UU Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Terdapat enam syarat wakaf
yang harus dipenuhi agar wakaf bisa dilaksanakan, yaitu:
1. Pewakaf (waqif)
Waqif harus termasuk dalam orang yang sudah baligh, berakal sehat, dan pemilik sah
atas barang yang diwakafkan. Sekaligus, tidak terdapat paksaan ketika mewakafkan
dan tidak ada larangan baginya untuk mewakafkan harta tersebut.
PENUTUP
KESIMPULAN
Prilaku terpuji yang dapat dilaksanakan dan salah satunya termasuk dalam rukun islam yaitu
zakat dan yang lainya infaq, sedekah dan wakaf. Amalan yang termasuk dalam hukum wajib
adalah zakat setiap tahunnya. Sedangkan infaq, sedekah dan wakaf termasuk dalam Sunnah
muakkad apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak akan
mendapatkan dosa. Adapun syarat dan rukun dari zakat, infaq, sedekah dan wakaf itu berbeda-
beda.
DAFTAR PUSTAKA:
https://www.tamzis.id/page/21-zakat-infaq-sedekah-dan-wakaf
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
https://kabsemarang.baznas.org/laman-29-dasar-hukum-dan-syarat-wajib-
zakat.html#:~:text=Harta%20yang%20wajib%20dizakati%20haruslah,keluarkan%20dari
%20bumi%20untuk%20kamu.
PENGERTIAN MANAGEMENT:
Manajemen adalah proses pengorganisasian, pengaturan, pengelolaan SDM, sampai dengan
pengendalian agar bisa mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Manajemen sangat diperlukan untuk
kebutuhan pribadi maupun bisnis.
Didalam sehari-hari kita sudah melaksanakan majemen yaitu dalam mengatur keuangan,
management anak dll.